Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

ILMU KEDOKTERAN PENYAKIT DALAM

Interpretasi Hasil Automatic Hematology Analyzer

Pembimbing :

dr. Een Hendarsih, Sp.Pd, K.HOM

Penyusun :

Intan Siti Khoiriyah 201704200267

ILMU KEDOKTERAN PENYAKIT DALAM

RSU HAJI

SURABAYA

2018

1
LEMBAR PENGESAHAN
Referat ‘Interpretasi Hasil Automatic Hematology Analyzer’ ini telah diperiksa,
disetujui, dan diterima sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kedokteran penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Haji
Surabaya.

Surabaya, 31 Desember 2018

Mengesahkan,

Dokter Pembimbing

dr. Een Hendarsih, Sp.PD, K.HOM

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 3
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. 3
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. 3
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 5
2.1 Prinsip Kerja Hematology Analyzer .............................................................................. 5
2.2 Jenis-Jenis Hematology Analyzer ................................................................................. 5
2.3 Interpretasi Hematologi................................................................................................. 6
2.4 Interpretasi Histogram ................................................................................................ 13
2.5 Interpretasi Scattergram ............................................................................................. 15
BAB 3 KESIMPULAN ....................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 18

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 RDW-SD, RDW-CV ................................................................................................. 9


Gambar 2. 2 Normal RBC Histogram ......................................................................................... 13
Gambar 2. 3 Normal Platelet Histogram .................................................................................... 14
Gambar 2. 4 Leucocyte Histogram ............................................................................................. 15
Gambar 2. 5 Normal Scattergram ............................................................................................... 16
Gambar 2. 6 Pansitopenia Scattergram, Leukemia Scattergram .......................................... 16

DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Perbedaan Hematology Analyzer .............................................................................. 6
Tabel 2. 2 Nilai Normal Sel Darah Putih .................................................................................... 10
Tabel 2.3 Diameter Leukosit ........................................................................................................ 14

3
BAB 1
PENDAHULUAN

Hematologi merupakan ilmu yang mempelajari sel darah dan protein yang
ditemukan di dalam darah. Pemeriksaan hematologi secara garis besar dibagi menjadi 4,
yaitu pemeriksaan rutin hematologi, pemeriksaan koagulasi darah, bank darah untuk
keperluan transfusi darah, dan pemeriksaan lain yang dilakukan hanya ketika dibutuhkan.
Pemeriksaan ini sangat penting untuk membantu menegakkan diagnosis seperti pada
leukemia akan didapatkan jumlah leukosit dengan peningkatan yang sangat tinggi dan
maasih banyak penyakit lain yang dapat ditegakkan dengan pemeriksaan hematologi
yang menunjang. Saat ini telah banyak laboratorium yang menggunakan alat-alat canggih
untuk melakukan pemeriksaan hematologi untuk mendapatkan hasil yang cepat dan
akurat seperti halnya dengan pemeriksaan hematologi secara konvensional. Dengan
kemajuan teknologi saat ini makan akan sangat mempermudah tenaga paramedis untuk
mendiagnosis dan memberikan terapi yang tepat terhadap suatu penyakit (Turner, Pike
and Francis, 2008)
Hematology analyzer merupakan sebuah alat yang cukup penting dalam sebuah
laboratorium dimana alat ini memiliki banyak fungsi yang cukup penting seperti
penghitungan sel darah merah (eritrosit), platelet, sel darah putih (leukosit), hemoglobin
dan nilai hematokrit. Tidak hanya itu saja alat ini juga dapat membantu menghitung
jumlah limfosit, eosinofil, neutrofil, dan basofil. Seiring berkembangnya jaman,
hematology analyzer terus dikembangkan menjadi semakin canggih dan meningkatkan
tingkat efisiensi dalam pengambilan keputusan medis. Cara kerjanya adalah berdasarkan
impedansi aliran listrik dan berkas-berkas cahay yang melewati sel-sel tersebut (Sullivan,
2006).
Selain itu, hematology analyzer telah dilengkapi dengan kemampuan analisis
jumlah retikulosit. Tidak hanya itu, alat ini juga mampu memberikan data tambahan
seperti keterangan hipochromic, microcytic pada anemia maupun fraksi immature pada
sel darah merah. Tidak hanya itu, alat ini juga dapat digunakan untuk menghitung diff
count leukosit secara otomatis (Chabbra, 2018).

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prinsip Kerja Hematology Analyzer


Ada 3 teknologi utama yang digunakan dalam Hematology Analyzer yaitu
impedansi listrik, flow cytometri,dan fluorescence flow cytometry. Impedansi listrik
digunakan untuk menghitung jumlah sel dan disebut juga Coulter Principle. Disini, sel
darah akan melewati mikro aperture yang hanya dapat dilewati oleh satu sel saja,
imopedansi listrik akan berubah ketika ada sel yang melewatinya dan perubahan ini akan
menghasilkan perhitungan volume sel yang menunjukkan jumlah dan volume sel
tersebut. Analisis impedansi akan menghitung jumlah CBC dan 3 jenis diferensiasi
leukosit (granulosit, limfosit, dan monosit) namun tidak dapat membedakan leukosit
dengan besar yang hampir sama seperti pada eosinofil, basofil, dan neutrofil. Flow
cytometry biasa digunakan pada 5 part analyzer karena dapat membedakan 5 jenis
diferensiasi leukosit dengan sangat baik. Ketika sebuah sel melewati sinar laser,
penyerapan sel terhadap cahaya dan cahaya yang tersebar akan terukur sehingga dapat
menentukan diameter, granul dari sel dan kompleksitas nya sehingga morfologi sel data
dibedakan seperti penghitungan secara manual. Sementara penambahan reagen
fluorescent pada flow cytometry dapat menghitung populasi sel secara spesifik.
Pengecatan dengan fluorescent menunjukkan rasio plasma dan nucleus dari setiap sel
yang mengalami pengecatan. Teknik ini sangat berguna untuk analisis platelet, sel darah
merah yang berinti, dan retikulosit. Sementara fotometri digunakan untuk mengukur kadar
Hb (Scoffin, 2014).

2.2 Jenis-Jenis Hematology Analyzer


Berikut ini adalah jenis-jenis dari Hematology Analyzer:
 Semi Otomatis
 3 part automatic analyzer
Alat ini menghitung jumlah leukosit dan mengklasifikasikannya berdasarkan
besar ukuran dan dibagi menjadi 3 grup: grup leukosit berukuran kecil
(limfosit), berukuran sedang (eosinofil, monosit, dan basofil), dan berukuran
besar (neutrofil). Monosit diklasifikasikan dalam grup berukuran sedang

5
dimana hal ini berbeda dengan sistem konvensional dengan menggunakan
pewarnaan Giemsa., Alat ini cocok digunakan di IGD dan laboratorium
rawat jalan dimana inflamasi harus ditegakkan secara cepat dan akurat.
Penggunaan alat ini membutuhkan waktu 2-3 menit untuk mendapatkan
hasilnya (Scoffin, 2014).
 5 part automatic analyzer
Alat ini dapat mengukur rasio differential leukosit dengan akurat dan
menyerupai analisis konvensional serta dalam waktu yang singkat seperti
halnya pada 3 part automatic analyzer (Scoffin, 2014).
 7 part automatic analyzer

Tabel 2. 1 Perbedaan Hematology Analyzer

2.3 Interpretasi Hematologi


Pemeriksaan panel hematologi terdiri dari penghitungan eritrosit, leukosit,
trombosit, hemoglobin, dan hematokrit.

1. Hematokrit (Hct)
Menunjukkan persentase sel darah merah terhadap volume darah total. Dengan
nilai normal pada pria sebesar 40%-50% dan pada wanita sebesar 35%-45%.
Secara umum, nilai hematokrit berbanding sejajar dengan hemoglobin dan
memiliki nilai 3x dari nilai hemoglobin. Penurunan nilai Hct terjadi pada kondisi

6
anemia, reaksi hemolitik, sirosis. Sedangkan peningkatan nilai hematokrit
eritrositosis, dehidrasi, syok, dan polisitemia. Pada bayi nilai hematokrit akan
ditemukan lebih besar karena bayi memiliki banyak sel makrositik. Nilai Hct <20%
dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian sementara nilai Hct >60% terkait
dengan pembekuan darah spontan. Pada anemia defisiensi besi, nilai Hct akan
terukur lebih rendah karena sel berbentuk mikrositik meskipun dalam jumlah yang
normal. Satu unit darah dapat meningkatkan Hct 2-4%.
2. Hemoglobin (Hb)
Merupakan komponen yang berfungsi sebagai alat pengangkut oksigen dan
karbon dioksida. Hemoglobin terdiri dari globin yang berisi 4 rantai protein yaitu 2
unit alfa dan 2 unit beta dan heme yang memberikan warna merah. Satu gram
hemoglobin dapat mengangkut 1.34 mL oksigen. Penurunan nilai Hb berhubungan
dengan anemia terutama anemia defisiensi besi, sirosis, perdarahan, peningkatan
asupan cairan dan kehamilan. Sementara peningkatan nilai Hb terjadi pada kondisi
hemokonsentrasi (luka bakar, polisitemia), PPOK, gagal jantung kongestif, dan
pada orang-orang yang hidup pada dataran tinggi. Terkadang kadar Hb yang tinggi
juga dapat ditemukan pada gagal jantung kongestif dan penyakit paru kronik.
Kadar Hb memegang peranan penting untuk menilai tingkat keparahan anemia
dan perkembangan penyakit. Nilai normal pada pria sebesar 13-18 g/dL dan pada
wanita sebesar 12-16 g/dL
3. Eritrosit
Berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan karbon
dioksida dari jaringan ke paru-paru melalui Hb. Berbentuk bikonkaf untuk
memperluas pengikatan oksigen dengan Hb dan berumur 120 hari dalam sirkulasi
perifer. Jika kebutuhan eritrosit meningkat maka sel eritrosit muda akan dapat
ditemuka dalam sirkulasi. Proses eritropoiesis melalui beberapa tahap yaitu:

1. Hemocytoblast (prekursor dari seluruh sel darah)

2. Prorubrisit (sintesis Hb)

3. Rubrisit (inti menyusut, sintesa Hb meningkat)

4. Metarubrisit (disintegrasi inti, sintesa Hb meningkat)


7
5. Retikulosit (inti diabsorbsi)

6. Eritrosit (sel dewasa tanpa inti)

Nilai normal pada pria: 4,4 - 5,6 x 106 sel/mm3 dan pada wanita: 3,8-5,0 x 106
sel/mm3. Penurunan jumlah eritrosit terjadi pada pasien leukemia, penyakit gagal
ginjal, hemolitik, penyakit autoimmune seperti SLE. Sementara itu, peningkatan
jumlah eritrosit mengindikasikan adanya polisitemia vera, dehidrasi, olahraga
berat, orang-orang yang tinggal di dataran tinggi, dan bisa terjadi pada luka bakar.
4. Mean Corpuscular Volume (MCV)
MCV adalah indeks untuk menentukan ukuran sel darah merah dengan nilai
normal 80-100 fL. Disebut mikrositik jika ukuran <80 fL dan makrositik jika ukuran
>100 fL. . Penurunan nilai MCV (anemia mikrositik) terjadi pada anemia defisiensi
zat besi, anemia pernisiosa, thalassemia, keracunan timbal, dan radiasi.
Sementara peningkatan nilai MCV (anemia makrositik) terjadi pada penyakit hati,
alkoholisme, anemia defisiensi asam folat, anemia defisiensi vitamin B12, dan
pada pengobatan dengan Zidovudin (AZT). Pada kasus sickle cell anemia, MCV
sulit dievaluasi karena bentuk eritrosit yang abnormal.
Rumus perhitungannya = 10xHCT (%)/eritrosit
5. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)
Indeks yang menyatakan bobot Hb dalam sel darah merah dan oleh karenanya
menentukan kuantitas warna (normokromik, hipokromik, dan hiperkromik) serta
dapat digunakan untuk menyatakan jenis anemia. Peningkatan nilai MCH biasa
terjadi pada anemia makrositik normokromik, spherositosis dan penurunan nilai
MCH biasa terjadi pada anemia mikrositik hipokromik.
Rumus perhitungannya = (Hb x 10)/eritrosit.
Nilai normal 28-34 pg/sel.
6. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)
Indeks yang mengukur konsentrasi Hb rata-rata dalam sel darah merah.
Perhitungan ini tergantung pada Hb dan Hct. MCHC menurun pada pasien
kekurangan besi, anemia mikrositik, anemia karena piridoksin, talasemia dan
anemia hipokromik. MCHC meningkat pada sferositosis, bukan anemia
pernisiosa.
8
Rumus perhitungannya = Hb/Hct x 100%.
Nilai normal: 32-36 g/dL.
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
7. Red Cell Distribution Width (RDW)
Merupakan parameter yang mengukur variasi ukuran sel darah merah dan volume
sel darah merah. Peningkatan RDW menunjukkan adanya anisotosis (variasi
ukuran sel darah merah yang berbeda-beda). Sebaiknya dilaporkan dalam 2
bentuk yaitu RDW-SD yang menunjukkan ukuran lebar dari eritrosit dan
merupakan hasil dari penghitungan lebar dari 20% tinggi pada hasil histogram
eritrosit. Sementara itu, RDW-CV didapatkan dari standar deviasi dan MCV
dengan rumus RDW-CV (%) = 1 standard deviation of RBC volume/MCV x 100%.
Niilai normal: RDW-SD: 39-46 fL dan RDW-CV: 11.6-14.6%. Peningkatan RDW
menunjukkan adanya defisiensi zat besi, asam folat, dan vitamin B12, anemia
hemolitik dan anemia sel sabit. RDW menunjukkan adanya peningkatan sebelum
diikuti oleh peningkatan parameter sel darah merah lainnya. Parameter ini juga
membantu membedakan anemia defisiensi besi (RDW meningkat, MCV rendah)
dengan thalassemia (RDW normal, MCV rendah). Selain itu, RDW juga dapat
membedakan kasus anemia megaloblastik seperti pada kasus anemia defisiensi
asam folat dan vitamin B12 (peningkatan RDW) dan penyebab lain makrositosis
(RDW normal) (Curry, 2015).

Gambar 2. 1 RDW-SD, RDW-CV

8. Leukosit

9
Leukosit berfungsi sebagai mekanisme perlindungan tubuh terhadap infeksi. Ada 2
tipe utama sel darah putih yaitu agranulosit (limfosit dan monosit) serta granulosit
(eosinofil, neutrofil, dan basofil). Perkembangan granulosit dimulai dengan
myeloblast (sel yang belum dewasa di sumsum tulang), kemudian berkembang
menjadi promyelosit, myelosit (ditemukan di sumsum tulang), metamyelosit dan
bands (neutrofil pada tahap awal kedewasaan), dan akhirnya, neutrofil.
Perkembangan limfosit dimulai dengan limfoblast (belum dewasa) kemudian
berkembang menjadi prolimfoblast dan akhirnya menjadi limfosit (sel dewasa).
Perkembangan monosit dimulai dengan monoblast (belum dewasa) kemudian
tumbuh menjadi promonosit dan selanjutnya menjadi monosit (sel dewasa).
Jumlah normal leukosit adalah 4000-10000/mm3. Nilai krisis dari leukositosis
adalah 30000/mm3. Jika peningkatan leukosit >50000/mm3 maka kemungkinan
kelainan berasal dari luar sumsum tulang. Tanda-tanda anemia digunakan untuk
membedakan leukositosis akibat leukemia ataupun karena infeksi. Leukopenia
dapat terjadi pada kondisi-kondisi seperti infeksi virus, obat-obatan, anemia
aplastik, dan multiple myeloma. Konsentrasi leukosit mengikuti ritme harian, pada
pagi harinya jumlah sedikit dan meningkat saat sore hari.

Tabel 2. 2 Nilai Normal Sel Darah Putih

Neutrofil merupakan jenis leukosit dengan jumlah yang paling banyak dan aktif
dalam melakukan fagositosis mikroba maupun radang yang bersifat non infeksius seperti

10
Rheumatoid Arthritis dan asma. Neutrofilia terjadi pada beberapa kasus seperti infeksi
bakteri pyogenic, inflamasi akut, gangguan myeloproliferatif, CML. Sementara
neutropenia terjadi apabila ada gangguan produksi di sumsum tulang, infeksi virus,
kekurangan nutrisi, penyakit hematologi, dan peningkatan kerusakan sel diluar sumsum
tulang.
Eosinofil meningkat pada beberapa kasus seperti kondisi alergi dan infeksi parasit,
dan penyakit kolagen vaskular. Eosinofil akan menurun pada kondisi stress, penggunaan
steroid, dan pada infeksi pirogenik. Jumlahnya sedikit pada pagi hari dan terus meningkat
dari sore-malam hari.
Fungsi utama dari basofil masih belum diketahui. Sel ini disebut juga sebagai mast
cell yang yang dapat mensekresi heparin dan histamine. Basofilia terjadi ketika leukemia
dan reaksi alergi. Basopenia terjadi pada penggunaan obat-obatan steroid, stress, dan
infeksi akut.
Limfosit aktif dalam melawan baik itu infeksi virus maupun bakteri dan merupakan
jenis leukosit dengan jumlah terbanyak kedua setelah neutrofil. Sel in aktif baik dalam
tahap awal maupun tahap akhir proses infeksi. Limfosit menghasilkan immunoglobulin
yang penting untuk imunitas seluler. Di peredaran darah perifer hanya sekitar 5% dari
limfosit yang beredar sementara sisanya dapat ditemukan di sistem limfatik. Limfositosis
terjadi pada infeksi baik itu virus, bakteri, maupun protozoa, dan keganasan hematologi
(CLL, ALL) .Limfositopenia terjadi pada AIDS, penyakit autoimmune seperti SLE,
Rheumatoid Arthritis, malnutrisi, stress, penggunaan corticosteroid, .
Monosit merupakan sel darah yang terbesar dan mampu melakukan fagositosis
dengan baik dan termasuk kelompok makrofag serta mampu melawan infeksi yang hebat.
Sel ini memproduksi interferon. Monositosis terjadi pada infeksi kronis, penyakit
autoimmune seperti SLE, Rheumatoid Arthritis, keganasan hematologi (CMML, monocytic
leukemia). Monositopenia biasanya tidak mengindikasikan sebuah penyakit namun
berhubungan dengan stress, penggunaan glucocorticoid, dan myelotoksik.
Pembacaan shift to the left terjadi ketika neutrofil muda (bands) dilepaskan ke sirkulasi
dan biasanya diakibatkan adanya infeksi, kemoterapi, penggunaan obat-obatan,
perdarahan, dan leukemia serta mengindikasikan adanya gangguan produksi sel.
Sementara shift to the right atau peningkatan segment (sel yang telah dewasa) biasanya

11
mengindikasikan penyakit hati yang cukup parah, anemia pernisiosa, dan anemia
megaloblastik dimana hal ini terjadi akibat kurangnya aktivitas pembentukan sel darah.
9. Platelet
Merupakan elemen terkecil dalam pembuluh darah, memiliki usia 7-10 hari, dan
teraktivasi akibat sentuhan dengan permukaan endothel. Sebesar 2/3 dari jumlah
trombosit ditemukan dalam sirkulasi dan 1/3 nya terdapat di limfa. Memiliki nilai
normal 150000-450000/mm3.Kadar platelet biasanya meningkat pada kondisi
splenectomy, polisitemia vera, trauma, perdarahan. Sementara trombopeni dapat
ditemukan pada kasus-kasus ITP (Immunogenic Trombositopeni Purpura), anemia
aplastik, leukemia, dan multiple myeloma. Obat-obatan seperti asam valproat,
heparin dan NSAID juga dapat menyebabkan trombositopenia.
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
10. Index Platelet
Trombositopenia dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu trombositopenia ringan
(<100000), sedang (20000-50000), dan berat (<20000) dan berdasarkan
etiologinya dapat dibedakan menjadi hipoproduksi dan hiperdestruksi. Untuk
kasus-kasus trombositopenia, index platelet dapat digunakan untuk membedakan
keduanya. Index platelet terdiri dari:
a. Plateletcrit (PCT)
Parameter yang menunjukkan kadar platelet dalam darah. Nilai normal:
0.15-0.4%. Digunakan untuk membedakan trombositopenia dan
pseudotrombositopenia.
b. Platelet Distribution Width (PDW)
Merupakan indikasi variasi dari ukuran platelet. Parameter ini menunjukkan
platelet dalam darah orang tersebut memiliki ukuran yang sama besar.
c. Mean Platelet Volume (MPV)
Menunjukkan ukuran rata-rata platelet dalam darah. Nilai normal dari MPV =
7.5-11.5 fL. Jika nilai MPV >13 fL menunjukkan adanya hiperdestruksi
platelet sementara nilai MPV <8 menunjukkan adanya hipoproduksi dari
platelet. Pada kasus Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) biasanya
nilai MPV >9.7 fL
d. Platelet Large Cell Ration (P-LCR)
12
P-LCR meningkat pada kasus-kasus trombositopenia akibat proses
destruksi. P-LCR berhubungan terbalik dengan jumlah platelet serta
beruhubungan langsung dengan PDW dan MPV.
(Baig, 2015).

2.4 Interpretasi Histogram


Histogram merupakan grafik yang memberikan informasi mengenai jumlah
eritrosit, leukosit, dan platelet dan dihasilkan ketika sel melewati detektor yang kemudian
dibedakan berdasarkan ukuran dan frekuensinya. Aksis Y melambangkan jumlah sel dan
aksis X melambangkan ukuran sel.

Sel darah merah normal berukuran 80-100 fL sehingga akan melewati detektor
dengan range 30-250 fL dan memberikan gambaran histogram berbentuk Gaussian bell
shaped curve. Dimana MCV merupakan garis tegak lurus dari basis ke kurva nya. kurva
tersebut akan terdapat 2 diskriminator yaitu LD (25-75 fL) dan UD (200-250 fL).

Gambar 2. 2 Normal RBC Histogram

Berbeda dengan eritrosit, platelet merupakan sel darah terkecil yang memiliki
ukuran 8-12 fL sehingga akan melewati detektor yang berukuran 2-30 fL. Histogram
platelet memiliki 3 diskriminator, yaitu PL ( 2-6 fL), PU (12-30 fL), dan yang fixed (12 fL).

13
Gambar 2. 3 Normal Platelet Histogram

Leukosit memiliki diameter yang beragam dan merupakan sel darah yang terbesar
dan melewati detektor yang berukuran 30-450 fL. Leukosit akan mengalami lisis setelah
ditambahkan reagent.

Jenis Sebelum ditambah Setelah ditambah


Reagent Reagent
Diameter sel dalam µm Diameter sel dalam fL
Limfosit 7-12 µm 30-80 fL
Monosit 12-20 µm 60-120 fL
Basofil 9-14 µm 70-130 fL
Eosinofil 11-16 µm 80-140 fL
Neutrofil 10-15 µm 120-250 fL
Tabel 2.3 Diameter Leukosit

14
Gambar 2. 4 Leucocyte Histogram

Garis antara LD dan T1 menunjukkan limfosit dan diantara T1 dan T2 merupakan


eosinofil, monosit, sel blast, promyelosit, myelosit, maupun metamyelosit. Sementara
diatas T2 menunjukkan neutrofil.

(Punkaj, 2015)

2.5 Interpretasi Scattergram


Scattergram merupakan hasil pemeriksaan berupa sebaran normal jenis leukosit
pada sampel darah yang diperiksa. Semakin besar jumlah sebarannya menunjukkan
jumlah dari jenis leukosit tersebut semakin banyak, begitu juga sebaliknya

Pada pemeriksaan diferensial darah, leukosit diklasifikan berdasarkan komponen


asam nukleat yang terkandung di dalamnya dan kompleksitas dari struktur internal nya.
Pada orang sehat, populasi dari setiap jenis sel akan terpisah dengan jelas. Berikut
adalah beberapa contoh hasil scattergram:

15
Gambar 2. 5 Normal Scattergram

Gambar 2. 6 Pansitopenia Scattergram, Leukemia Scattergram

(Hanggara, D.S, 2012)

16
BAB 3
KESIMPULAN

Pemeriksaan hematologi sangat penting dilakukan untuk membantu menegakkan


diagnosis. Pemeriksaan hematologi terdiri dari 4 yaitu pemeriksaan darah rutin,
pemeriksaan koagulasi darah, pemeriksaan untuk transfusi, dan pemeriksaan-
pemeriksaan lain yang khusus dilakukan saat dibutuhkan.
Untuk kepentingan itu, seiring berkembangnya teknologi, hampir seluruh rumah
sakit dan laboratorium menggunakan alat untuk melakukan pemeriksaan hematology
secara otomatis untuk menghemat waktu namun juga dapat memberikan hasil yang
akurat selayaknya pemeriksaan hematologi secara konvensional. Dengan begitu
pemberian terapi pun dapat segera dilakukan.
Hematology analyzer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur jumlah sel
darah terutama sel darah merah, sel darah putih, dan platelet, serta dapat menyertakan
indeks hematologi lain seperti MCV, MCH, MCHC, Hb, parameter lain dari platelet
bahkan hasil penghitungan diferensial dari leukosit dalam waktu beberapa menit. Hasil
bacaan dari automated hematology analyzer berupa hasil penghitungan dalam jumlah
yang akan diketik ulang, histogram yang dapat juga mengindikasikan jumlah sel darah
merah, leukosit, dan platelet, maupun scattergram yang berisi hasil penghitungan
diferensiasi leukosit. Setiap parameter pembacaan hematologi yang terlampir, dapat
memberikan petunjuk dan mengindikasikan penyakit yang akan mempermudah tenaga
paramedis untuk mendiagnosa dan memberikan terapi

17
DAFTAR PUSTAKA
Baig, M. A. (2015) ‘Platelet indices- evaluation of their diagnostic role in pediatric
thrombocytopenias ( one year study )’, 3(9), pp. 2284–2289.
Chhabra G. Automated hematology analyzers: Recent trends and applications. J Lab
Physicians 2018;10:15-6
Curry, Choladda Vejhabutti.2015.Red Cell Distribution Width. Diakses dari:
https://emedicine.medscape.com/article/2098635-overview#a2
Gapta Punkaj. 2015. ‘Interpretation of Histograms’ (Power Point Slides). Diakses dari
https://www.slideshare.net/pankajgupta372/interpretation-of-histograms
Hanggara, D.S. 2012. ‘Cara Membaca Scattergram PrintOut Darah Lengkap’. Diakses
dari:http://patologiklinik.com/2012/10/31/cara-membaca-scattergram-print-out-darah-
lengkap-bagian-1/
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011) ‘PEDOMAN INTERPRETASI
DATA KLINIK’.
Sullivan, E. (2006) ‘H l u a’, ASA Refresher Courses in Anesthesiology. doi:
10.1109/TDEI.2009.5211872.
Turner, A. H., Pike, M. J. and Francis, M. A. (2008) ‘Haematology what does your
blood test mean ?’, School of Medical Sciences, pp. 1–12.

18

Anda mungkin juga menyukai