Anda di halaman 1dari 22

REFERAT ILMU KESEHATAN KELAUTAN

PENGARUH TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN TERHADAP


NEUROGENESIS PADA PENYEMBUHAN PENYAKIT DIABETES
MELITUS

Pembimbing :

Letkol Laut (K) dr. Akhmad Rofiq, M.Kes

Penyusun :

Nurrochmah Ihayani I 2019.04.2.0150

Paulus Erick D 2019.04.2.0151

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH

RSAL dr. RAMELAN SURABAYA

2019
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

PENGARUH TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN TERHADAP


NEUROGENESIS PADA PENYEMBUHAN PENYAKIT DIABETES
MELITUS

Referat yang berjudul “PENGARUH TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN


TERHADAP NEUROGENSIS PADA PENYEMBUHAN PENYAKIT
DIABETES MELITUS” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu
tugas dalam menyelesaikan studi kepaniteraan klinik Dokter Muda di
bagian ilmu Kesehatan Kelautan.

Surabaya, 8 Oktober 2019

Pembimbing,

Letkol Laut (K) dr. Akhmad Rofiq, M.Kes

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkah dan rahmatNya, kami bisa menyelesaikan referat dengan
judul “Pengaruh Terapi Hiperbarik Oksigen Terhadap Neurogensis Pada
Penyembuhan Penyakit Diabetes Melitus” dengan lancar. Referat ini
disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian LAKESLA RSAL dr. Ramelan Surabaya
dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang bermanfaat
bagi pengetahuan penulis maupun pembaca.

Dalam penulisan dan penyusunan referat ini tidak lepas dari


bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan
terima kasih kepada:

a. Letkol Laut (K) dr. Akhmad Rofiq, M.Kes


b. Para dokter di bagian LAKESLA RSAL dr. Ramelan Surabaya.
c. Para perawat dan pegawai di LAKESLA RSAL dr. Ramelan
Surabaya.
Kami menyadari bahwa referat yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Semoga referat ini dapat memberi manfaat.

Surabaya, 8 Oktober 2019

Penyusun

3
DAFTAR ISI

Identitas pasien .................................................................................... 1

Bab 1 Pendahuluan ............................................................................ 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka ...................................................................... 5

2.1 Terapi Hyperbaric Oxygen (HBOT) ............................................... 5

2.1.1 Definisi HBO ........................................................................ 5

2.1.2 Sejarah HBO ....................................................................... 6

2.1.3 Prinsip HBO ......................................................................... 7

2.1.4 Cara Kerja HBO ................................................................... 8

2.1.5 Efek Terapeutik HBO ........................................................... 9

2.1.6 Macam-macam chamber HBO ............................................ 10

2.1.7 Indikasi HBO ........................................................................ 12

2.1.8 Kontraindikasi HBO ............................................................. 14

2.1.9 Efek Samping HBO .............................................................. 14

2.1.10 Komplikasi HBO ................................................................ 15

2.2 Guillain-Barre Syndrome (GBS) .................................................... 15

2.2.1 Definisi ................................................................................. 15

2.2.2 Epidemiologi ........................................................................ 15

2.2.3 Etiologi ................................................................................. 17

2.2.4 Klasifikasi ............................................................................. 18

2.2.5 Patogenesis ......................................................................... 21

2.2.5.1 Peran Imunitas Seluler ............................................. 21

2.2.5.2 Patologi .................................................................... 22

2.2.6 Gejala dan Tanda ................................................................ 23

4
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang ...................................................... 24

2.2.8 Diagnosis ............................................................................. 24

2.2.9 Diagnosa Banding ............................................................... 26

2.2.10 Terapi ................................................................................ 26

2.2.11 Komplikasi ......................................................................... 28

2.2.12 Prognosis ........................................................................... 28

2.3 Pengaruh Terapi Hiperbarik Oksigen terhadap Guillain Barre


Syndrome (GBS).................................................................................. 28

Bab 3 Kesimpulan ............................................................................... 31

Daftar Pustaka .................................................................................... 32

Lampiran ............................................................................................. 35

5
BAB 1
PENDAHULUAN

Neurogenesis adalah suatu bentuk turunan dari neuron di dalam


otak. Pada orang dewasa, neurogenesis muncul di dua bagian otak : zona
subventricular (SVZ) dan zona subgranular (SGZ) dari gyrus dentatus di
hipokampus (DG). Cedera pada sistem saraf pusat termasuk trauma,
ischemic serebral dan status epileptikus dilaporkan dapat menyebabkan
neurogenesis,dan sel yang bertahan dapat berfungsi dengan baik secara
terintegrasi kedalam jalur-jalur (sirkuit) saraf yang ada. Oleh karena itu,
kenaikan endogenous yang lebih lanjut dari neurogenesis dapat
meyakinkan untuk restorasi pada fungsi cerebri setelah cedera sistem
saraf pusat.
Terapi Oksigen Hiperbarik (HBOT) mengarah ke penggunaan
medis menggunakan oksigen pada tahap yang lebih tinggi daripada
tekanan atmosfer. Awalnya, diindikasi untuk kasus dekompresi yang
secara lanjut digunakan untuk kondisi klinis tertentu seperti luka karena
kecelakaan, diabetic foot, grafting kulit, luka bakar dan beberapa
gangguan neurologis. Peningkatan dari oksigen parsial di tubuh,
mengakibatkan peningkatan kapasitas transpor oksigen pada eritrosit,
memfasilitiasi proses regenerasi perifer.
Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya diketahui bahwa
HBOT sangat berpengaruh terhadap efek neuroprotektif yang melalui
beberapa mekanisme termasuk aktivasi dari faktor transkripsi seluler.
Tetapi, dikarenakan hasil yang tidak konsisten dan sedikitnya penelitian
HBOT yang dilakukan untuk kelainan neurologis sampai saat ini belum
disetujui oleh FDA. Penelitian pre klinis lebih lanjut dibutuhkan untuk
memberikan penjelasan terhadap efek HBOT pada neurogenesis dan
untuk memastikan percobaan klinis yang bisa dikatakan berhasil.

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi Hyperbaric Oxygen (HBO)

2.1.1 Definisi HBO

Hyperbaric Oxygen Therapy digambarkan sebagai inhalasi dari


oksigen 100% di dalam sebuah chamber bertekanan tinggi dengan
tekanan lebih dari 1 atmosphere (atm). HBOT pada umumnya
menggunakan tekanan sebesar 1,5 atm sampai 2,5 atm dengan durasi 30
sampai 90 menit, dan diulang beberapa kali (Shahriari,2014).
Melalui terapi HBO, konsentrasi oksigen terlarut dalam darah dapat
meningkat beberapa kali dari nilai normal (sampai 2000%). Karena
tingginya konsentrasi oksigen ini, maka terapi HBO digunakan untuk
mempercepat proses penyembuhan setelah operasi termasuk operasi
plastik, perawatan luka, luka bakar, dapat juga pada penyakit-penyakit
neurologi, ortopedi, keadaan darurat, dan penyakit degeneratif. Selain
darah, seluruh cairan tubuh termasuk cairan limfa dan cairan serebro-
spinal pun bisa memperoleh dampak proses penyembuhan dari oksigen
molekular ini. Oksigen ini juga dapat mencapai tulang dan jaringan yang
tidak dapat dicapai sel-sel darah merah, meningkatkan fungsi sel-sel
darah putih, serta merangsang pembentukan kapiler dan pembuluh-
pembuluh darah perifer baru. Hal ini menghasilkan peningkatan kontrol
pada infeksi dan penyembuhan yang lebih cepat pada berbagai kondisi
(Wadhawan,2014).
Dengan terapi HBO, pasien dapat terbebas dari infeksi-infeksi
oportunistik, rasa lelah berkurang, dan dapat mempertahankan berat
badannya. Jika dulunya HBO dibuat untuk primary therapy pada beberapa
kelainan medis seperti keracunan gas CO dan gangren, maka saat ini
digunakan juga untuk terapi tambahan pada bermacam-macam kondisi
seperti untuk kecantikan, kebugaran, dan spa related therapeutic
aplications (Wadhawan,2014).

7
2.1.2 Sejarah HBO

Pada awalnya terapi HBO tidak banyak mendapatkan dukungan


ilmiah, namun sudah terjadi beberapa perubahan dan terapi HBO sudah
banyak dikembangkan dalam bidang kedokteran. Sejarah dari terapi HBO
ini dimulai sejak sekitar tahun 1600.
Hyperbaric chamber yang pertama dibuat oleh Henshaw, seorang
pendeta dari Inggris, dan disebut “the chamber domicillium”. Henshaw
menggunakan domicillium-nya untuk memfasilitasi proses pencernaan,
pernafasan, dan pencegahan terhadap infeksi pernafasan. Chamber ini
hanyalah menggunakan udara atmosfer dengan tekanan tinggi,
penggunaan oksigen baru dicetuskan pada tahun 1773 oleh Carl Wilhem
Sheeley.
Fontaine, seorang dokter bedah dari Paris, adalah orang yang
pertama kali membuat sebuah ruang bertekanan tinggi yang mobile pada
1879, dengan menggunakan Nitrous Oxyde sebagai agen anestesi. Paul
Bert pada 1878 mendemonstrasikan prinsip-prinsip fisika dan fisiologis,
aplikasi terapeutik, dan toksisitas potensial dari oksigen. Kemudian Zuntz
pada 1897 dan Von Schrotter pada 1906 merekomendasikan terapi
oksigen untuk Decompresion Sickness. Cunningham, seorang Profesor
anestesi pada tahun 1928 membangun sebuah Hyperbaric Oxygen
Hospital di Lawrence Kansas, dan beliau memberi nama “Steel Ball
Hospital”. Disebut demikian karena rumah sakit ini bertingkat 6 dan
diameternya 64 kaki. Rumah sakit ini dapat memberikan tekanan sebesar
3 atm.
Sejak 1930, pemberian oksigen dilakukan untuk menangani
Decompresion Sickness yang akut. Oksigen yang dihirup pada tekanan
tinggi dapat mendorong nitrogen keluar dari jaringan. Penggunaan HBO
dapat membantu mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi
Decompresion Sickness.
Penggunaan HBO untuk kepentingan medis yang pertama kali
untuk dekompresi dilakukan oleh Boerema tahun 1959 dalam open heart

8
surgery. Selanjutnya, HBO berkembang menjadi terapi utama untuk
kasus-kasus keracunan gas CO, emboli gas, serta menjadi terapi
tambahan untuk pencegahan dan pengobatan pada osteoradionecrosis,
Clostridiomyonecrosis, mempercepat penyembuhan dengan mengurangi
edema dan inflamasi, meningkatkan mobilisasi sel, angiogenesis, dan
perbaikan jaringan (Raveenthiraraja,2013).

2.1.3 Prinsip HBO

Sebagian besar penerapan terapi HBO diperoleh secara langsung


dari prinsip-prinsip dan hukum-hukum fisika yang berkembang dari abad
ke abad, yaitu:
1. Hukum Boyle
Hukum Boyle, suatu teori pemampatan, menyatakan bahwa pada
temperatur tetap, volume suatu gas sebanding dengan tekanannya.
2. Hukum Dalton
Hukum Dalton, teori tekanan parsial, menyatakan bahwa tekanan
suatu campuran gas dapat dianggap sebagai jumlah dari tekanan
parsial masing-masing gas.
3. Hukum Henry
Hukum Henry menjelaskan patogenesis decompresion sickness
dan peran dari terapi HBO sebagai pengobatannya
(Raveenthiraraja,2013).

Mekanisme aksi terapi HBO adalah mekanisme ganda yang terdiri


dari mekanisme fisika dan fisiologis. Pengaruh mekanisme fisika
digunakan berdasarkan adanya peningkatan kelarutan oksigen di dalam
plasma sesuai dengan hukum Henry, yang dapat menyebabkan
peningkatan supply oksigen seluler dengan meningkatkan gradien difusi
jaringan-seluler. Sedangkan pada pengaruh fisiologis, terapi HBO dapat
melawan infeksi anaerob akibat produksi radikal bebas dan inhibisi secara
langsung terhadap clostridial alpha toxin. Serta secara tidak langsung,
terapi HBO juga dapat melawan infeksi aerob dengan berperan pada
proses “oxidative burst”. HBO dapat menyebabkan vasokonstriksi melalui

9
respon yang diperantarai Nitric Oxide Synthase (NOS), sehingga dapat
mengurangi edema, membantu pembentukan kolagen yang mempercepat
penyembuhan luka dan angiogenesis, serta mencegah aktivitas radikal
bebas dengan menginhibisi ICAM1 dan CD18. Mekanisme-mekanisme
tersebut membuat terapi HBO sangatlah berguna pada infeksi campuran,
clostridial myonecrosis, infeksi dengan nekrosis jaringan lunak, dan
refractory osteomyelitis.
Studi-studi terbaru menguraikan mekanisme-mekanisme aksi yang
baru dari terapi HBO, antara lain bahwa terapi HBO dapat meningkatkan
jumlah stem cell pada manusia, meregulasi gen antioksidan dan
cytoprotective, dan bersifat neuroprotective pada cerebral ischemia
melalui modulasi dari beberapa molecular marker (Wadhawan,2014).

2.1.4 Cara kerja HBO

HBO dapat memberikan tekanan parsial oksigen yang tinggi pada


semua jaringan, dan dapat terjadi peningkatan konsentrasi oksigen dalam
plasma hingga 10-15 kali. Peningkatan tekanan oksigen dapat mencapai
1500 mmHg sampai 2000mmHg (pada permukaan laut, tekanan udara
adalah 760 mmHg (Nikitopulou,2015).
Konsentrasi oksigen terlarut dalam plasma sebesar 0.3 ml/dl pada
permukaan laut (1 atm) dapat meningkat sampai 1.5 ml/dl pada pemberian
oksigen 100%. Jika pada HBO diberikan tekanan sebesar 3 atm, maka
konsentrasi oksigen terlarut dapat mencapai 6.0 ml/dl. Pada tekanan 3
atm, volume gelembung gas dapat mengecil sebanyak kurang lebih dua
per tiga.
Tekanan oksigen arterial umumnya adalah 100mHg, sedangkan
kadar Hb tersaturasi adalah sebesar 95%. 100 ml darah dapat membawa
oksigen yang terikat dengan Hb sebanyak 19,5 ml dan oksigen yang larut
dalam plasma sebanyak 0.32 ml. Jikakadar Hb tersaturasi sebanyak
100%, oksigen yang terikat Hb dapat menjadi 20 ml, dan kadar oksigen
terlarut dalam plasma dapat mencapai 2.09 ml. Selama HBO, jika saturasi
Hb 100% maka konsentrasi oksigen terlarut mencapai 4.4% pada tekanan
2 ATA dan 6.8% pada tekanan 3 ATA yang hampir cukup untuk

10
mensupply kebutuhan oksigen pada banyak jaringan tanpa memperlukan
ikatan oksigen dengan Hb. Peningkatan oksigen dalam plasma ini yang
berperan dalam beberapa manfaat yang didapat dari terapi HBO
(Wadhawan,2014).

2.1.5 Efek Terapeutik HBO

1. Efek tekanan (efek mekanik)


Dapat mengecilkan volume gelembung gas, sehingga dapat
bergerak bebas dalam pembuluh darah kecil yang akhirnya bisa
menurunkan kemungkinan terjadinya infark. Efek ini berperan pada
emboli gas dan decompresion sickness (Raveenthiraraja,2013).
Selain itu, juga dapat membantu mempercepat eliminasi gas-gas
toksik seperti karbonmonoksida (CO) (Raveenthiraraja,2013).
2. Efek hiperoksigenasi
Hiperoksigenasi merangsang imunitas tubuh dengan memperbaiki
fungsi sel darah putih dan meningkatkan kemampuan fagositosis.
Selain itu dapat menyebabkan neovaskulariasi pada area hipoksia
dengan memperbanyak aktivitas fibroblas dan pertumbuhan kapiler
(Wadhawan,2014).
3. Efek vasokonstriksi reaktif
HBO dapat berperan sebagai alpha-adrenergic agent yang
menyebabkan vasokonstriksi reaktif pada pembuluh darah kecil,
sehingga dapat mengurangi vascularoedema tanpa mempengaruhi
oksigenasi jaringan normal (Raveenthiraraja,2013).
4. Efek antibakterial
Bersifat bactericidal pada organisme anaerob dan menghambat
pertumbuhan bakteri aerob pada tekanan >1.3 ATA dengan
menghambat produksi alpha-toxin C. Welchii, sinergis dengan
aminoglikosida dan quinolon. Hal ini bermanfaat pada terapi gas
gangren dan infeksi dengan nekrosis yang berat
(Wadhawan,2014).
5. Efek anti-ischemic

11
Terapi HBO menghasilkan banyak oksigen terlarut yang dapat
meningkatkan deformabilitas sel darah merah, sehingga
memudahkan untuk mecapai jaringan yang iskemik
(Raveenthiraraja,2013).
6. Efek pertumbuhan
HBO merangsang pertumbuhan osteoclast dan osteoblast, sintesis
kolagen, dan angiogenesis (Raveenthiraraja,2013).
7. Reaktivasi
Mereaktivasi “sleeping cells” pada daerah penumbra di sekitar
central dead neuronal tissue. Hal ini sebagai dasar dalam
penggunan terapi HBO pada penyakit-penyakit neuronal
(Wadhawan,2014).
8. Efek imunitas
Dalam poin (3) disebutkan bahwa hiperoksigenasi dapat
merangsang imunitas tubuh dengan memperbaiki fungsi sel darah
putih dan meningkatkan kemampuan fagositosis. HBO dapat
mempengaruhi aktivitas limfosit T tergantung besarnya tekanan
oksigen yang diberikan. Pada tekanan 100 kPa selama 60-90 menit
dapat meningkatkan aktivitas sel T sitotoksik, namun pada tekanan
150 kPa selama 30-60 menit dapat menimbulkan efek yang
sebaliknya (Lv,2016).

2.1.6 Macam-macam chamber HBO

Terdapat 2 jenis chamber hiperbarik, yaitu chamber


monoplace dan multiplace. Chamber monoplace berupa sebuah silinder
kedap udara, yang kemudian diisi dengan oksigen murni bertekanan
tinggi. Sedangkan pada chamber multiplace, beberapa pasien dapat
langsung diberikan terapi dalam satu waktu. Pasien akan menghirup
oksigen bertekanan tinggi melalui endotracheal tube atau dengan masker
kedap udara.

12
Gambar 2.1 Chamber monoplace

Gambar 2.2 Chamber multiplace

Baik chamber monoplace maupun multiplace memiliki manfaat,


keuntungan, dan kerugian masing-masing sehingga dapat disesuaikan
dengan kebutuhan pasien. Perbedaan antara chamber monoplace dan
multiplace dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

13
Tabel 1. Perbedaan Chamber Monoplace dan Multiplace
Monoplace Multiplace
Pasien Akses lingkungan Membutuhkan lebih
terbatas banyak room assistance
pada penyakit akut
Administrasi Inhalasi melalui atmosfer Inhalasi melalui masker,
HBO atau endotracheal tube kap kedap udara, atau
endotracheal tube
Biaya Lebih murah Lebih mahal
Infeksi Resiko penyebaran Resiko penyebaran infeksi
infeksi rendah tinggi jika digunakan pada
ulkus
Portability Bentuk portable lebih Chamber besar tidak ada
umum bentuk portable
Terapi pada Untuk 1 pasien dan Untuk pasien yang
pasien biasanya untuk penyakit membutuhkan
kronis pendampingan dan untuk
penyakit akut
Resiko Resiko kebakaran lebih Resiko kebakaran lebih
kebakaran tinggi rendah
(Sumber : Raveenthiraraja, 2013).

2.1.7 Indikasi HBO

Indikasi terapi HBO menurut Undersea and Hyperbaric Medical


Society (UHMS) dalam Health Science Journal oleh Nikitopulou (2015)
antara lain :
1. Emboli udara atau gas
2. Keracunan karbonmonoksida (CO) dengan komplikasi keracunan
sianida
3. Clostridial myositis dan myonecrosis (gas gangren), selulitis
anaerob, dan fasciitis nekrotik

14
4. Crush injury, compartment syndrome, dan iskemia traumatik akut
lainnya
5. Decompression sickness (DCS)
6. Insufisiensi arteri : oklusi arteri sentralis retina, chronic ischemic
ulcers
7. Anemia berat
8. Terapi adjuvant pada abses intrakranial
9. Nekrosis infeksi jaringan lunak
10. Osteomyelitis refrakter
11. Delayed radiation injuries (nekrosis jaringan lunak dan tulang)
12. Compromised grafts and flaps
13. Luka bakar termal akut
14. Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss (ISSHL)
Terdapat juga beberapa kondisi di mana HBO digunakan sebagai
terapi tambahan, antara lain intoksikasi akut oleh obat-obatan psikotropik,
purpura fulminans, malabsorbsi usus akibat radiasi, dan nephrotic
syndrome. Selain itu, telah dilaporkan penggunaan HBO pada efek radiasi
kanker ginekologis, untuk meningkatkan regulasi saraf jantung pada
disfungsi otonom diabetik, trombosis arteri hepatik setelah transplantasi
liver, bacterial endocarditis, post operasi transeksi saraf perifer, dan
pyoderma gangrenosum (Shahriari,2014).
Sedangkan Nikitopulou (2015) menyatakan bahwa aplikasi baru
dari HBO antara lain pada migrain, chronic fatigue syndrome, terapi dan
rehabilitasi posttraumatic, peripheral vascular disease, neuropati perifer,
terapi post stroke, multiple sclerosis, infark miokard, paralisis nervus
fasialis, dan cerebral palsy.

2.1.8 Kontraindikasi HBO

Kontraindikasi penggunaan terapi HBO meliputi kontraindikasi


absolut dan relatif. Kontraindikasi absolut antara lain :
1. Pneumothorax yang tidak diterapi

15
2. Penggunaan doxorubicin (adriamycin), cisplatin, disulfiram
(antabuse), mafenide acetate (sulfamylon)
Sedangkan kontraindikasi relatif terdapat pada beberapa kondisi,
antara lain :
1. Claustrophobia
2. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
3. Infeksi saluran pernafasan atas (otitis dan sinusitis)
4. Gambaran paru yang opaque pada foto thorax tanpa sebab yang
jelas
5. Kehamilan
6. Riwayat neuritis optik
7. Riwayat operasi thorax dan telinga
8. Demam tinggi tak terkontrol
9. Kejang epileptik
10. Spherocytosis kongenital
11. Cardiac pacemaker (Nikitopulou,2015).

2.1.9 Efek samping HBO

Ketika terapi HBO dilaksanakan sesuai dengan protokolnya, yaitu


secara umum tekanan oksigen tidak boleh melebihi 3 atm, terapi
dilaksanakan tidak lebih dari 120 menit, dan sesi tidak lebih dari 30, maka
kemungkinan munculnya efek samping tidak sampai 1%. Efek samping
dapat terjadi akibat perubahan tekanan dan toksisitas oksigen. Efek
samping tersebut antara lain :
1. Barotrauma telinga tengah dan barotrauma paru
2. Claustrophobia
3. Fatigue
4. Muntah
5. Myopia reversibel
6. Katarak
7. Toksisitas oksigen: i) pada CNS, kejang jarang terjadi dan biasanya
tidak menimbulkan kerusakan permanen, ii) toksisitas pulmonal
8. Pusing

16
9. Hipoglikemia
10. Trombositopenia
11. Penyakit akibat dekompresi terlalu cepat
12. Gangguan respirasi (pada fibrosis pulmoner dapat irreversibel)
13. Perhatian khusus terjadinya vasokonstriksi pada pasien dengan
riwayat penyakit jantung dan kadar gula pada pasien diabetes
14. Kebakaran (Nikitopulou,2015).

2.1.10 Komplikasi HBO

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat terapi oksigen


hiperbarik antara lain:
1. Barotrauma
2. Keracunan oksigen
3. Kejang
4. Decompression sickness
1. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
2. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari
peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan
proses demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon
imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa
sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.

NEUROGENESIS BAHAS APA JU??

DM BAHAS APA JU??? TRS URUTANNYA GMN???

17
BAB 3
KESIMPULAN

Penyakit dekompresi merupakan satu di antara empat penyakit


yang berhubungan dengan penyelaman selain barotrauma, edema
pulmo, dan intoksikasi gas pada peningkatan tekanan parsial gas
tersebut (Ahmed and Roy, 2016). Kejadian DCS lebih rendah pada
penyelaman untuk tujuan penelitian (0,324/10.000 penyelaman)
disbanding pada penyelaman rekreasional (0,9-35,3/10.000 penyelaman)
(Gosh et al., 2017). Gejala DCS dapat bervariasi mulai dari nyeri pada
persendian sampai gejala yang mematikan seperti paralisis dan kematian
(Howle et al., 2017).
Perubahan fisiologis individu akibat kelelahan dapat secara tidak
langsung meningkatkan seseorang mengalami dekompresi.
Terapi HBO dapat meminimalisir manifestasi dari penderita, tujuan
pengobatan penyakit dekompresi adalah melawan efek hipoksia pada
jaringan. Pengobatan terdiri dari 3 tindakan yang saling melengkapi yaitu
oksigenasi, rekompresi dan pengobatan medikamentosa.

18
Daftar pustaka

Al-Waili N.S., Salom K. and al-Ghamdi. 2011. Honey for Wound Healing,
Ulcers, and Burns; Data Supporting its Use in Clinical Pratice. The
Scientific World Journal. (11): 766-776

Asbury A.K. 1990. Gullain-Barre Syndrome : Historical aspects. Annals of


Neurology (27): S2-S6

Asbury A.K. and David R. Crnblath. 1990. Electrophysiology in Guillain-


Barre Syndrome. Annals of Neurology (27): S17

Daroff, Robert B., Gerald M. Fenichel, Joseph Jancovic, John C.


Mazziotta. 2012. Bradleys Neurology in Clinical Practice 6th Edition
Volume 1. Medical E-book. Elsevier: Philadelphia. p 299, 1956-1964

Dr IskandarJ, 2005. Guillain Barre Syndrome. Universitas Sumatera Utara.

Esposito, Susanna. 2016. Guillain-Barre Syndrome. Department of


Patophysiology and Transplantion.

Feldman, Eva L, Woflgang Grisold, James W Russell, Udo A. Zifko. 2005.


Atlas of Neuromuscular desease. E-book. Springer-Verlag: Austria. p
288-291.

Gill, A. L. 2004, Hyperbaric oxygen: its uses, mechanisms of action and


outcome. Oxford University Press Journal, Vol 97, Hal385-395

Ginsberg, Lionel. 2005. Lecture Notes Neurologi. Alih bahasa Indah Retno
Wardhani. 2005. Jakarta : Penerbit Erlangga

Griffin JW, et al, 1996, Pathology of the Motor Sensory Axonal Guillain-
Barre Syndrome, Ann. Neurol, Vol 39, no 1, pp. 17-25

Hugh J Willison, Bart C Jacobs, Pieter A van Doorn. Guillain-Barré


syndrome. Lancet. 2016; 388: 717–27.

19
Lv H, Han CH, Sun XJ, Liu WW. 2016. Application of Hyperbaric Oxygen
in Liver Transplantation. Med Gas Res, vol. 6, issue 4, pp. 212-218.
Mortensen, Christian. 2008. Hyperbaric Oxygen Therapy. Department of
Anesthesia and Operation, Copenhagen University Hospital.

Nazario, 2011. Hyperbaric Oxygen Therapy and Promoting Neurological


Recovery Following Nerve Trauma, Undersea and Hyperbaric
Medical Society, vol 38, no 5, pp. 345-346.

Nikitopulou, T. St., Papalimperi, A. H. 2015. The Inspiring Journey of


Hyperbaric Oxygen Therapy, from the Controversy to the Acceptance
by the Scientific Community. Health Science Journal, vol. 9, no. 4:7.

Perdossi. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Press:
Jakarta. Hal 307-310.

Pourmand, Rahman. 2008. Practicing Neurology : What You Need To


Know What You Need To do. New Jersey: Humana Press

Raveenthiraraja, T., Subha, M. 2013. Hyperbaric Oxygen Therapy: A


Review. Int J Pharm Pharm Sci, vol. 5, issue 4, pp. 52-54.
Ropper, Allan H, Martin A. Sammuels. 2009. Adams and Victor’s
Principles of Neurology 9th edition. Mc Graw Hill Medical E-book.
p1261-1270.

Seneviratne U MD(SL), MRCP. 2003. Guillain-Barre Syndrome:


Clinicopathological Types and Electrophysiological Diagnosis.
Departement of Neurology, National Neuroscience Institute, SGH
Campus

Shahriari, A., Khoosideh, M., Heidari, M. 2014. Diseases Treated With


Hyperbaric Oxygen Therapy: A Literature Review. Med Hypothesis
Discov Innov Interdisciplinary, 1(2).
Smelzter, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Alih bahasa Agung
Waluyo. 2001. Ed. 8. Jakarta : EGC

20
Tandel, H., Vanza, J., Pandya, N. & Parva, J., 2015. GUILLAIN-BARRÉ
SYNDROME (GBS): A REVIEW. EUROPEAN JOURNAL OF
PHARMACEUTICAL AND MEDICAL RESEARCH, 3(2).
van den Berg, B, Walgaard, C, Drenthen, J, Fokke, C, Jacobs, BC, and
van Doorn, PA. Guillain-Barré syndrome: pathogenesis, diagnosis,
treatment and prognosis. Nat Rev Neurol. 2014; 10: 469–482

van den Berg, B, Bunschoten, C, van Doorn, PA, and Jacobs,


BC. Mortality in Guillain-Barre
syndrome. Neurology. 2013; 80: 1650–1654

Wadhawan, R. et al. 2014. Hyperbaric Oxygen Therapy: Utility in Medical


& Dental Fields a Review. Journal of Science, vol. 4, issue 10, pp.
604-614.
Wijdicks, Eelco. 2003. The Clinical Practice of Critical Care Neurology 2nd
Edition. Oxford University Press: New York. p 405-410.

21
LAMPIRAN

LUPA GA FOTO PASIEN LOLLLLLLLL

22

Anda mungkin juga menyukai