Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

PENGARUH TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK TERHADAP LUKA


DIABETIK

Oleh kelompok 10:


1. Asriani Rita Talebong (141.0019)
2. Mieke Izzatul Mahmudah (141.0063)
3. Radtya Ajeng Kurnia S (141.0079)
4. Roy Allam Fahmi N (141.0089)
5. Siti Aulia Aminatus S (141.0097)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
TAHUN AJARAN 2016 - 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Makalah Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik Terhadap Luka Diabetik” dengan
tepat waktu.

Makalah “Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik Terhadap Luka Diabetik”


disusun untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Elektif. Penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada Nur Muji Astutik, S.Kep., Ns.,M.kep selaku dosen
pengampu mata kuliah Elektif.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Surabaya, 14 April 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar .............................................................................................. i

Daftar Isi........................................................................................................ ii

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus .............................................................................. 3
1.4 Manfaat ................................................................................................... 3
1.4.1 Bagi Penulis .................................................................................. 3
1.4.2 Bagi Pembaca ............................................................................... 3

Bab 2 TinjauanPustaka

2.1 Konsep dasar penyakit ........................................................................... 4


2.1.1 Definisi ......................................................................................... 4
2.1.2 Tujuan Terapi HBO ...................................................................... 5
2.1.3 Fungsi dan Kegunaan Terapi HBO .............................................. 5
2.1.4 Macam-macam Penyakit Yang Dapat Diterapi HBO................... 6
2.1.5 Kontraindikasi HBO ..................................................................... 7
2.1.6 Hal-hal Yang Perlu diperhatikan .................................................. 8
2.2 Terapi oksigen hiperbarik ...................................................................... 9
2.2.1 Definisi Penyakit Diabetes Mellitus ............................................. 9
2.2.2 Klasifikasi Penyakit Diabetes Mellitus ........................................ 10
2.2.3 Definisi Ulkus Diabetikum ........................................................... 11
2.2.4 Klasifikasi Ulkus Diabetikum ...................................................... 12
2.2.5 Etiologi Penyakit Diabetikum ...................................................... 14
2.2.6 Patofisiologi Penyakit Diabetes Mellitus ..................................... 16
2.2.7 Manifestasi Klinis Diabetik Mellitus............................................ 17

ii
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang ................................................................ 18
2.3 Pengaruh terapi oksigen hiperbarik terhadap luka diabetik ................... 24

Bab 3 Penutup

3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 25


3.2 Saran ...................................................................................................... 25

DaftarPustaka ............................................................................................... 26

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ulkus kaki diabetik sampai saat ini menjadi masalah kesehatan utama di
seluruh dunia, karena kasus yang semakin meningkat, ulkus bersifat kronis dan
sulitsembuh, mengalami infeksi dan iskemia tungkai dengan risiko amputasi
bahkanmengancam jiwa, membutuhkan sumber daya kesehatan yang besar,
sehinggamemberi beban sosio-ekonomi bagi pasien, masyarakat, dan negara.
Berbagaimetode pengobatan telah dikembangkan namun sampai saat ini belum
memberikanhasil yang memuaskan.
Peningkatan populasi penderita diabetes mellitus (DM), berdampak pada
peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana
sebanyak 15-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik di dalam
hidup mereka (Singh dkk., 2005). Di Amerika Serikat, Huang dkk. (2009)
memproyeksikan jumlah penyandang DM dalam 25 tahun ke depan (antara tahun
2009-2034) akan meningkat 2 kali lipat dari 23,7 juta menjadi 44,1 juta, biaya
perawatan per tahun meningkat sebanyak 223 miliar dolar dari 113 menjadi 336
miliar dolar Amerika Serikat. Biaya pengobatan DM dan komplikasinya pada
tahun
2007 di Amerika Serikat mencapai 116 miliar dolar, dimana 33% dari biaya
tersebut berkaitan dengan pengobatan ulkus kaki diabetik ( Driver dkk, 2010).
Di Indonesia, berdasarkan laporan Riskesdas 2007 yang dikeluarkan oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan,
Republik 2 Indonesia, prevalensi nasional penyakit DM adalah 1,1% (Riskesdas,
2007). Indonesia kini telah menduduki rangking keempat jumlah penyandang DM
terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India. Berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik (BPS) jumlah penyadang diabetes pada tahun 2003 sebanyak 13,7
juta orang dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030
akan ada 20,1 juta penyandang DM dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk

1
daerah urban dan 7,2 persen di rural. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health
Organisation, WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia
dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Pusat
Data dan Informasi PERSI, 2012).
Gangguan penyembuhan ulkus kaki diabetik menurut Tellechea dkk. (2010)
terjadi karena empat faktor yaitu adanya hiperglikemia yang berlangsung secara
terus menerus, lingkungan pro-inflamasi, penyakit arteri perifir, dan neuropati
perifer, keempat keadaan di atas secara bersam-sama menyebabkan gangguan
fungsi sel imun, respon inflamasi menjadi tidak efektif, disfungsi sel endotel, dan
gangguan neovaskularisasi. Debridemen merupakan pengobatan standar ulkus
kaki diabetic sampai saat ini, disamping off-loading dan restorasi perfusi kulit.
Meskipun saat inijuga berkembang pengobatan berbasis terapi gen seperti
autologous growth factor,recombinant growth factor, bioengineered cell-base
therapies (Kirsner, dkk., 2010).Namun sampai saat ini belum memberikan hasil
yang memuaskan. Memahami dasar-dasar molekuler dari penyakit ini, merupakan
hal penting untuk melangkah ke depan menuju pengobatan yang rasional, karena
karakteristik sistemik dari DM menyebabkan gangguan di dalam beberapa fungsi
dasar sel (Lobmann,dkk., 2005).
Strategi baru harus dikembangkan dan diimplementasikan pada pasien ulkus
kaki diabetik, sehingga diperlukan segera perubahan paradigma di dalam
perawatan ulkus kaki diabetik, dengan memperhatikan gangguan vaskuler
(Lepantalo dkk., 2011), karena semua ulkus kronis menunjukkan hipoksia
jaringan, dan tekanan 4oksigen lokal pada ulkus kronis berkisar setengah dari
normal sehingga terjadi gangguan replikasi fibroblast, deposisi kolagen,
angiogenesis, vaskulogenesis, danleukosit. Velazques (2007).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pengaruh terapi oksigen hiperbarik pada luka diabetic?

2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi oksigen hiperbarik terhadap luka
diabetic.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit Diabetes Mellitus disertai
ulkus diabeticum.
2. Untuk mengetahui konsep terapi oksigen hiperbarik.
3. Untuk mengetahui pengaruh terapi oksigen hiperbarik terhadap
penyakit diabetes mellitus disertai ulkus diabeticum.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Penulis
Menambah pengetahuan penulis tentang terapi oksigen hiperbarik dan
penyakit diabetes mellitus yang disertai ulkus diabeticum serta
keterkaitan antara keduanya.

1.4.2 Bagi Pembaca


Menambah pengetahuan pembaca dan bisa dijadikan sebagai sumber
informasi bagi pembaca yang menderita penyakit diabetes mellitus
disertai ulkus diabeticum sehingga yang mungkin awalnya belum
mengenal atau mengetahui tentang terapi oksigen hiperbarik dapat
mencoba melakukan terapi tersebut sebagai terapi pendukung pada klien
dengan diabetes mellitus disertai dengan ulkus diabeticum.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi Hiperbarik Oksigen


2.1.1 Definisi
Hyper berarti lebih besar dari normal, Baric berarti tekanan. Oksigen adalah
zat tidak berwarna, tidak berbau gas yang sangat penting untuk jalur energi sel dan
terapi pengobatan yang maksudkan untuk menyembuhkan atau merehabilitasi.
Terapi Oksigen Hiperbarik (TOHB) merupakan pengobatan di mana pasien
bernafas dengan oksigen 100% di dalam ruang perawatan khusus bertekanan lebih
besar dari normal (yaitu lebih dari 1 atmosfer absolut atau ATA). Menghirup oksigen
pada peningkatan tekanan atmosfer menyebabkan oksigen dilarutkan dalam darah
dan plasma serta meningkatkan ketersediaan oksigen jaringan termasuk dalam sel-
sel.
Terapi HBO adalah merupakan pengobatan utama untuk penyakit penyelaman,
keracunan gas CO2 dan Emboli Gas. Namun juga digunakan sebagai terapi tambahan
bagi penderita penyakit klinis sesuai indikasi (yang telah diterima sesuai standar
internasional) dan Ini berarti bahwa terapi oksigen hiperbarik digunakan dalam
hubungannya dengan perawatan medis secara keseluruhan.
Awalnya terapi hiperbarik ini hanya dilakukan oleh penyelam dan digunakan
oleh angkatan laut. Saat ini terapi hiperbarik sudah dilakukan untuk menyembuhkan
berbagai macam penyakit lain, seperti luka bakar, kanker, diabetes, tetanus, stroke,
dan lain-lain. Terapi hiperbarik juga digunakan untuk kebugaran, kecantikan dan
keperkasaan.
Terapi oksigen hiperbarik menggunakan ruang bertekanan untuk meningkatkan
jumlah oksigen dalam darah. Tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik
adalah sekitar dua setengah kali lebih besar dari tekanan normal di atmosfer. Hal ini
membantu darah membawa oksigen lebih banyak ke organ dan jaringan tubuh Anda.

4
2.1.2 Tujuan Terapi HBO
1) Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan
pada aliran darah yang berkurang,
2) Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan aliran
darah pada sirkulasi yang berkurang,
3) Mampu menghambat produksi racun alfa toksin,
4) Mampu membunuh bakteri, terutama bakteri anaerob seperti Closteridium
perfingens (penyebab penyakit gas gangren),
5) Mampu menghentikan aktivitas bakteri (bakteriostatik) antara lain bakteri
E. coli dan Pseudomonas sp.yang umumnya ditemukan pada luka-luka
mengganas,
6) Menurunkan waktu paruh karboksihemoglobin dari 5 jam menjadi 20
menit pada penyakit keracunan gas CO,
7) Meningkatkan viabilitas sel atau kemampuan sel untuk bertahan hidup,
8) Dapat mempercepat proses penyembuhan pada pengobatan medis
konvensional,
9) Meningkatkan produksi antioksidan tubuh tertentu,
10) Meningkatkan sensitivitas sel terhadap radiasi,
11) Menahan proses penuaan dengan cara pembentukan kolagen yang menjaga
elastisitas kulit,
12) Badan menjadi lebih segar, badan tidak mudah lelah, gairah hidup
meningkat, tidur lebih enak dan pulas.
13) Memperbaiki fungsi ereksi pada pria penderita diabetes (laporan para ahli
hiperbarik di Amerika Serikat pada tahun 1960).
2.1.3 Fungsi & Kegunaan Terapi HBO
1) Kelainan atau penyakit penyelaman Terapi HBO digunakan untuk kelainan
atau penyakit penyelaman seperti dekompresi, emboli gas dan keracunan
gas.
2) Luka penderita kencing manis Luka pada penderita kencing manis
merupakan salah satu komplikasi yang paling ditakuti karena sulit

5
disembuhkan. Paling sering terjadi pada kaki dan disebabkan oleh bakteri
anaerob. Pemberian terapi HBO dapat membunuh bakteri tersebut dan
mempercepat penyembuhan luka.
3) Sudden Deafness Sudden Deafness adalah penyakit tiba-tiba tuli atau tidak
mendengar, hal ini bisa terjadi karena infeksi (panas terlebih dahulu),
bunyi-bunyian yang keras atau penyebab lain yang tidak diketahui.
Dengan melakukan terapi hiperbarik oksigen dapat segera sembuh atau
terhindar dari tuli permanen
2.1.4 Macam-Macam Penyakit Yang Dapat Diterapi HBO
Terapi Oksigen hyperbaric berguna untuk pengobatan penyakit antara lain
1. Terapi Primer
a. Penyakit Dekompresi
b. Emboli Gas
c. Keracunan CO2
d. Gas Gangren
e. Osteoradionecrosis
2. Terapi Sekunder
a. Kerusakan jaringan akibat radiasi
b. Akut ischemia dan crush injuries
c. Luka Bakar
d. Anemia Akut
e. Luka Bakar yang sukar sembuh
f. Skin Flap
g. Osteomyelitis
h. Ulcus / Gangren pada diabetes
i. Tuli mendadak + Tinitus
j. Patah tulang
k. Rehabilitasi motilitas sperma pada infertilitas
l. Mengatasi rambut rontok atau botak
m. Mencegah ubanan dini

6
n. Meningkatkan IQ
o. Meningkatkan libido pada kaum lansia
p. Kebugaran dan estetika
2.1.5 Kontraindikasi Terapi HBO
Kelainan paru tertentu, infeksi saluran nafas atas dan beberapa kondisi medis
tertentu akan menyebabkan pasien kesulitan menyesuaikan diri dalam ruangan
hiperbarik. Oleh karenanya, sebelum menjalankan terapi, peserta terapi hiperbarik
disarankan untuk melakukan konsultasi dengan dokter hiperbarik terlebih dahulu
1. Kontra Indikasi Absolut
Pneumothoraks yang tidak terawat (untreated Pneumothorax)
2. Kontra Indikasi Relatif
a. Infeksi saluran nafas atas (ISNA)
Faktor predisposisi barotrauma telinga dan Sinus squeeze
b. Gangguan kejang
Belum dapat dipastikan bahwa kasus kejang merupakan kontraindikasi HBO
namun 5% pasien dengan gangguan SSP mengalami kejang saat terapi HBO.
c. Emfisema dengan retensi CO2
Pasien dengan masalah ini dapat berkembang menjadi pneumotoraks sampai
terjadinya ruptur bulla emfisematus.
d. Lesi asimtomatik pada paru
Terapi HBO sebaiknya tidak diteruskan jika foto rontgen dada ada gambaran
lesi
e. Riwayat pernah bedah thoraks dan telinga
Pasien harus menjalani evaluasi menyeluruh sebelum terapi HBO
f. Demam tinggi
Demam dapat memicu kejang, jika HBO tetap harus dilakukan maka panas
badan harus diturunkan.

7
g. Tumor (Malignant Disease)
Masih menjadi kontroversi/perdebatan sehubungan pengaruh HBO terhadap
pertumbuhan tumor (El. Torai dkk, 1987) melaporkan 3 kasus carsinoma
yang terproliferasi setelah HBO
h. Kehamilan
Percobaan pada hewan membuktikan peningkatan terjadinya cacat bawaan
pada janin bila HBO diberikan pada awal kehamilan (orgunogenesis)
(Jenings, 1987). Namun jika nyawa si ibu terancam, keracunan gas CO
misalnya, terapi HBO harus diberikan.
i. Neuritis opticus
Dikhawatirkan dapat mengalami hilang pandang (loss of vision0
2.1.6 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Terapi HBO
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menjalani terapi oksigen hiperbarik
adalah:
1) Sebelum menjalani terapi, pasien akan dievaluasi untuk memastikan tidak
adanya kontraindikasi dilakukannya terapi oksigen hiperbarik, seperti kanker,
pneumothoraks, sedang flu atau demam, penderita sinusitis, asma, infeksi
saluran pernapasan atas yang sedang akut, dan ibu hamil trimester pertama.
2) Pasien harus memberitahu obat-obatan yang sedang mereka konsumsi,
mengingat terdapat obat-obatan tertentu yang dapat menyebabkan keracunan
oksigen, misalnya obat-obatan jenis steroid, dan obat kemoterapi
3) Pasien akan dimasukkan ke dalam ruangan menyerupai kapal selam yang
berukuran kecil selama 2 jam, sehingga penting sekali untuk memastikan pasien
tidak memiliki fobia terhadap ruangan sempit.
4) Saat merasa tidak kuat, pasien dapat memberitahukan petugas yang ikut masuk
ke dalam ruangan hiperbarik.
Terkadang dalam prosesnya, dapat ditemukan komplikasi, antara lain:
1) Barotrauma, yaitu trauma pada organ tubuh (paru, di belakang gendang telinga,
sinus paranasal) akibat tekanan udara yang tinggi
2) Keracunan oksigen

8
3) Gangguan penglihatan sementara akibat pembengkakan lensa.
2.2 Konsep Dasar Penyakit
2.2.1 Definisi Penyakit Diabetes Melitus
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume
urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk,
2007).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus
merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan
toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008).DM merupakan sekelompok kelainan
heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia
yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat
(Brunner & Suddart, 2002).
2.2.2 Klasifikasi Penyakit Diabetes Mellitus
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-
sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh

9
proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula
darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus
tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten
insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan
pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah
menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan,
jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering
pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik
gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes.
2.2.3 Definisi Ulkus Diabetikum
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga
merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati
perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai
sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL
yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk
terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding
pembuluh darah, (zaidah 2005).

10
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan
morbiditas akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi
serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan
mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang
disebabkan oleh infeksi. (Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai. ( Askandar, 2001).
2.2.4 Klasifikasi Ulkus Diabeticum
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu :
1. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw,callus”.
2. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
3. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
4. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
5. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
6. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua
golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya
makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai,
terutama di daerah betis. Gambaran klinis KDI :
a. Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
b. Pada perabaan terasa dingin.
c. Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
d. Didapatkan ulkus sampai gangren.

11
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan
dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa,
oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
2.2.5 Etiologi Penyakit Diabetes Mellitus
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang
memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi
dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula

12
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan
insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system
transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia
(Price,1995). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes
yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat
timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
3. Diabetes dengan Ulkus
a. Faktor endogen:
1) Neuropati
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan
penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma
dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran
darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
2) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.

13
3) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh
darah) pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati)
menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus
akan memperberat timbulnya gangrene yang luas. Aterosklerosis dapat
disebabkan oleh faktor : adanya hormone aterogenik, merokok,
Hiperlipidemia
b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi
2.2.6 Patofisiologi Penyakit Diabetes Mellitus
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu,
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan
ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu

14
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri
abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani
akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel
ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)
disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati
sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar
dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia
dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed

15
space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
2.2.7 Manifestasi Klinis Penyakit Diabetes Mellitus
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria
c. diuresis osmotic
d. polyuria
e. polydipsia
f. polifagia
g. keletihan dan kelemahan
h. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas
bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. keletihan
c. mudah tersinggung
d. polyuria
e. polydipsia
f. luka pada kulit yang sembuhnya lama
g. infeksi vaginal
h. penglihatan kabur
i. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan
biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan
sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5
P yaitu :
a. Pain (nyeri)

16
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus) (Smeltzer
dan Bare, 2001: 1220)
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
4. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
5. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
6. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
7. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
8. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
9. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
10. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
11. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai
tinggi (Tipe II)
12. Urine: gula dan aseton positif
13. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan
infeksi luka.

17
2.2.9 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien : nama, umur (berpengaruh pada jenis DM: tipe I pada usia
< 25 tahun, tipe II > 45 tahun), alamat, jenis kelamin, nomor RM, peekrjaan,
diagnosa medis.
b. Keluhan utama : keluhan klinis seperti luka pada kaki tidak kunjung sembuh,
kaki terasa mati rasa)
c. Riwayat penyakit sekarang : berisi perjalanan penyakit pasien sampai
direkomendasikan HBOT (kapan mulai DM, kapan muncul gangren, dan apa
penyebabnya)
d. Riwayat penyakit dahulu : mengkaji beberapa penyakit yang pernah dialami
dan memungkinkan menjadi hal yang dikontraindikasikan dalam HBOT
e. Riwayat keluarga
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum meliputi kondisi kesehatan pasien (lemah / baik), TTV
b. ROS (review of system) meliputi B1 sampai B6 (breathing, blood, brain,
bladder, bowel, bone and integumen)
3. Pengkajian HBOT
a. Pra HBOT
1) Periksa TTV terutama tekanan darah (bila sistol mencapai > 180 mmHg
atau diastol >100 mmHg maka aps00 mmHg maka pasien tidak
diperbolehkan masuk chamber)
2) Periksa ambang demam (suhu tidak boleh melebihi 38o celcius)
3) Evaluasi tanda-tanda flu (batuk, pilek, sakit tenggorokan, mual, diare)
tidak diperbolehkan masuk chamber
4) Auskultasi lapang paru
5) Lakukan uji glukosa darah pasien pada DM I
6) Tes pada pasien dengan keracunan gas CO atau O2
7) Observasi cedera orthopedic mum dan luka trauma
8) Uji visus mata

18
9) Mengkaji tingkat nyeri pasien dan claustrophobia
10) Mengkaji status nutrisi teruitama pad pasien pada DM yang menjalani
pengobatan
b. Intra HBOT
1) Mengamati gejala dan tanda barotrauma, keracunan O2 dan efek
samping terapi HBO
2) Menganjurkan pasien menggunakan tehnik valsava yang benar dan
efektif
3) Perlu mengingatkan pasien bahwa valsava hanya dieprlukan pada saat
penekanan / kompresi, dan dapat bernapas normal selama terapi
4) Jika terjadi nyeri ringan sampai sedang maka hentikan kompresi hingga
nyeri hilang, jika nyeri berlanjutkan maka pasien harus dikeluarkan
dari chamber dan diperiksa oleh dokter THT
5) Mencegah barotrauma GI dengan menganjurkan pasien bernapas normal
dan menghindari makan atau minum bergas sebelum perawatan
6) Monitoring menganjurkan pasien bernapas normal dan menghindari
makan atau minum bergas sebelum perawatan
7) Monitoring pasien selama dekompresi terutama selama dekompresi
darurat
8) Segera periksa gula darah jika terdapat tanda hipoglikemia
c. Post HBOT
1) Jika terdapat tanda barotrauma maka uji ontologism
2) Pada pasien DM tipe I maka tes gula darah
3) Pada iskemik trauma akut , kompartemen sindrom, nekrosis, post
implant maka harus dinilai status neurovas, kompartemen sindrom,
nekrosis, post implant maka harus dinilai status neurovaskular,
kompartemen sindrom, nekrosis, post implant maka harus dinilai status
neurovaskular dan luka. Untuk DM gangren lakukan perawatan
luka/debridement

19
4) Pasien dengan intoksikasi CO segera lakukan tes psicometri / tingkat
HbCO
5) Pasien dengan DCS harus dilakukan uji neurologis
6) Pasien yang mengkonsumsi obat ansietas selama terapi dilarang
mengemudikan motor/mobil atau menghidupkan mesin
7) Melakukan pendokumentasian pasien pasca HBO
4. Diagnosa keperawatan HBOT
Terdapat 4 diagnosa utama diantara 14 diagnosa yang paling mungkin terjadi
pada pasien HBOT, yaitu:
1) Ansietas berhubungan dengan defisit pengetahuan tentang HBOT dan
prosedur perawatan
2) Risiko cedera berhubungan dengan pasien transfer in/out dari RUBT
(chamber), ledakan peralatan, kebakaran
3) Risiko barotrauma (telinga, sinus, gigi,paru-paru) atau gas emboli
serebri berhubungan dengan perubahan tekanan udara dalam RUBT
(>1 ATA)
4) Risiko keracunan oksigen berhubungan dengan pemberian oksigen
100% selama tekanan atmosfer meningkat
5. Intervensi keperawatan HBOT

Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan

Ansietas Pre HBOT

Tujuan: setelah dilakukan asuhan


1. Bina hubungan saling percaya
keperawatan HBOT selama 2 jam
dengan pasien
diharapkan ansietas pasien dapat
2. Identifikasi pemahaman pasien/
diatasi, dengan kriteria hasil:
keluarga tentang HBOT

1. Mengetahui alasan HBOT 3. Berikan informasi tentang

2. Pasien dapat mengungkapkan tujuan, prosedur, efek samping

20
tujuan, prosedur, dan risiko HBOT
HBOT 4. Berikan kesempatan klien untuk
bertanya
5. Cek tekanan darah pasien

Intra HBOT

1. Dampingi pasien
2. Observasi keadaan dan respon
pasien di dalam chamber

Post HBOT

1. Dokumentasikan respon pasien


setelah HBOT

Pre HBOT
Risiko Barotrauma
1. Bina hubungan saling percaya
Tujuan: setelah dilaksanakan asuhan
dengan pasien
keperawatan HBOT selama 2 jam,
2. Ajari pasien untuk valsava
diharapkan barotruma tidak terjadi pada
(pengosongan telinga) dengan
pasien dengan kriteria hasil:
cara menelan ludah, mengunyah
1. Pasien tidak mengeluh nyeri permen, menggerakkan rahang
pada telinga, sinus, gigi, dan keatas kebawah, menutup hidung
paru-paru dan mulut lalu meniupkan udara
2. Tidak ditemukan tanda-tanda keluar dengan benar
barotrauma pada pasien: 3. Cek tekanan darah pasien

a. Nyeri telinga, sinus, gigi, dan Intra HBOT


paru-paru
1. Kaji kemampuan pasien

21
b. Nyeri dada tajam, napas cepat melakukan tehnik pengosongan
telinga saat dilakukan penekanan
2. Lakukan tindakan keperawatan:

a. Ingatkan pasien untuk bernapas


normal selama perubahan
tekanan
b. Beritahu operator jika pasien
tidak dapat menyesuaikan
perubahan tekanan (pusing,
telinga sakit)

3. Monitoring tanda dan gejala


barotrauma

Post HBOT

1. Dokumentasikan respon pasien


terhadap terapi HBO

Pre HBOT
Risiko Cedera

Tujuan: setelah dilakukan asuhan 1. Bina hubungan saling percaya


keperawatan HBOT selama 2 jam maka dengan pasien
cidera tidak akan terjadi, dengan 2. Bantu pasien masuk ke RUBT /
kriteria hasil: chamber
3. Ingatkan pasien mengenai
1. Pasien keluar RUBT dengan barang-barang yang tidak boleh
kondisi aman dibawa kedalam RUBT
2. Tidak terjadi kebakaran
3. Tidak ditemukan cidera pada Intra HBOT

22
tubuh 1. Amankan peralatan dalam RUBT
sesuai kebijakan dan SOP
2. Dampingi dan obeservasi kondisi
pasien

Post HBOT

1. Bantu pasien keluar RUBT /


chamber

Pre HBOT

1. Catat hasil pengkajian pasien


Keracunan Oksigen
dari dokter HBO meliputi
Tujuan: setelah dilakukan asuhan tekanan darah, suhu, riwayat
keperawatan selama 2 jam, keracunan penggunaan obat kortikosteroid,
oksigen tidaka kan terjadi, dengan riwayat kejang
kriteria hasil:
Intra HBOT
1. Pasien tidak mengeluh pusing
1. Monitor kondisi pasien saat
2. Tidak ditemukan tanda-tanda
terapi berlangsung
keracunan oksigen
2. Dampingi dan observasi tanda
a. Mati rasa dab berkedut, vertigo dan gejala keracunan oksigen
b. Penglihatan kabur
Post HBOT
c. Mual

1. Beritahu dokter jika tanda dan


gejala keracunan oksigen muncul

23
2.3 Pengaruh terapi oksigen hiperbarik terhadap luka diabetik
Berdasarkan penelitian tahun 1960 – an, penelitian dan kenyataan klinis
menyatakan bahwa pada luka selalu terdapat hipoksia, dan bahwa adanya oksigen
merupakan faktor yang menentukan dalam proses penyembuhan luka dan faktor
penting dalam proses penyembuhan luka dan faktor penting dalam pertahanan
terhadap infeksi. Pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblast merupakan dasar dari
proses penyembuhan jaringan, karena kolagen adalah protein penghubung
(connective protein) yang mengikat jaringan-jaringan yang terpisah menjadi satu.
Apabila sel dibiarkan anoksik, maka suatu polipeptida precursor kolagen
menumpuk di dalam sel, namun taka da kolagen yang dilepaskan. Bilamana oksigen
diberikan lagi, maka kolagen dibentuk dalam kecepatan tinggi.Selain itu jika suplai
oksigen meningkat rasio RNA / DNA dalam jaringan meningkat menunjukkan
adanya penambahan pembentukan “rough endoplasmic reticulum” dari sel-sel luka
dan differensiasi sel makin tinggi tingkatnya.
Namun, peningkatan tekanan oksigen local dalam waktu yang lama melebihi
batas optimum menghambat penyembuhan yang kemungkinan disebabkan efek
toksik oksigen maka dari itu diberikan tekanan oksigen yang tidak melebihi 3 ATA.

24
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk,
2007). Manfaat terapi oksigen hiperbarik bagi penderita diabetes militus yaitu karena
pada luka selalu terdapat hipoksia, dan bahwa adanya oksigen merupakan faktor yang
menentukan dalam proses penyembuhan luka dan faktor penting dalam proses
penyembuhan luka dan faktor penting dalam pertahanan terhadap infeksi.
Pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblast merupakan dasar dari proses
penyembuhan jaringan, karena kolagen adalah protein penghubung (connective
protein) yang mengikat jaringan-jaringan yang terpisah menjadi satu. Tetapi
peningkatan tekanan oksigen local dalam waktu yang lama melebihi batas optimum
menghambat penyembuhan yang kemungkinan disebabkan efek toksik oksigen maka
dari itu diberikan tekanan oksigen yang tidak melebihi 3 ATA dalam melakukan
terapi hiperbarik untuk pasien diabetes militus.

3.2 Saran
Dengan berbagai hal yang telah dipaparkan pemberian terapi hiperbarik pada
penderita diabetes militus sangat disarankan, karena dengan terapi hiperbarik
memberikan manfaat yaitu menumbuhkan jaringan baru pada daerah kulit yang
mengalami luka. Karena banyaknya manfaat yang di dapatkan dari terapi HBO
diharapkan LAKESLA lebih memberikan perhatian lebih pada sarana dan prasarana
terkait terapi HBO, seperti pemisahan pasien berdasarkan diagnose medis dengan
tujuan untuk meminimalisir terjadinya infeksi karena banyaknya pasien dengan
diagnose yang berbeda dalam satu chamber.

25
Daftar Pustaka

Rijadi R.2009.Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik.Surabaya: Lakesla

Taylor, Cynthia M. 2010. Diagnosis Keperawatan : dengan Rencana Asuhan. Edisi


10. Jakarta : EGC.

http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2014/01/laporan-pendahuluan-diabetes-melitus-
dm.html#.VzfrjzV97IU

http://agoesdoctor.blogspot.co.id/2011/09/gangrene-diabetik.html

https://www.google.co.id/search?q=pathway+dm+gangren&biw=1366&bih=667&so
urce=lnms&tbm=isch&sa=X&sqi=2&ved=0ahUKEwi66NfDuNvMAhXEOY8KHX
OGCHoQ_AUIBigB#imgrc=Kkna-k-jjeEz8M%3A

http://riyanjuliana.blogspot.co.id/2013/01/laporan-pendahuluan-ganggren.html

http://hartsant.blogspot.co.id/2012/11/laporan-pendahuluan-pasien-dm-ganggren.html

http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/diabetes-mellitus-
a.html#.VzMXWNJ97IU

http://putranurse.blogspot.co.id/2015/02/lp-laporan-pendahuluan-diabetes-
melitus.html

https://boentelli.wordpress.com/2012/01/31/laporan-pendahuluan-diabetes-mellitus/

http://kesmas-ode.blogspot.co.id/2012/10/makalah-diabetes-melitus.html

26

Anda mungkin juga menyukai