Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN

Pembimbing :
dr. Ni Komang Sri Dewi Untari, M.Kes, Sp.S

Penyusun :
I Made Adiarta Nugraha Putra (2017.04.200.261)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA


LEMBAGA KESEHATAN KELAUTAN TNI ANGKATAN LAUT
Drs. Med. R. Rijadi S., Phys.
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Judul referat TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN telah diperiksa dan


disetujui sebagai salah satu tugas baca dalam rangka menyelesaikan studi
kepaniteraan Dokter Muda di bagian Lembaga Kesehatan Kelautan TNI
Angkatan Laut Drs. Med. R. Rijadi S., Phys.

Surabaya, Januari 2019


Dokter Pembimbing

dr. Komang Sri Dewi Untari, M.Kes, Sp.S

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkah dan rahmatNya, kami dapat menyelesaikan referat dengan topik “

Terapi HIperbarik Oksigen” ini. Referat ini disusun sebagai salah satu tugas

wajib untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian LAKESLA RSAL

dr. Ramelan Surabaya, dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan

ilmu yang bermanfaat bagi pengetahuan penulis maupun pembaca.

Dalam penulisan dan penyusunan referat ini tidak lepas dari bantuan
dan dukungan berbagai pihak, untuk itu saya mengucapkan terima kasih
kepada:

a. dr. Komang SriDewi Untari M.Kes,Sp.S, Selaku Pembimbing Referat


b. Para dokter di bagian LAKESLA RSAL dr. RAMELAN Surabaya
c. Para perawat dan staff di LAKESLA RSAL dr. RAMELAN Surabaya

Kami menyadari bahwa case report yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Semoga case report ini dapat memberi manfaat.

Surabaya, Januari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i


KATA PENGANTAR ...................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 1
1.1.Efek HBO terhadap PO Jaringan dalam Berbagai Organ......... Error!
Bookmark not defined.
1.1.1. Sistem Saraf Pusat.................................................................1
1.1.2. Tumor.....................................................................................2
1.1.3. Jaringan Lunak.......................................................................3
1.1.4. Kulit.........................................................................................4
1.1.5. Organ lain...............................................................................4
1.2. Metode Pengukuran PO Jaringan......................................................5
1.2.1. Polarografi..............................................................................5
1.2.2. HBO dan Transpor Oksigen...................................................6
1.2.3. Tonometri...............................................................................7
1.2.4. NIRS......................................................................................8
BAB II JURNAL ........................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 28

iii
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Efek HBO terhadap PO2 Jaringan dalam Berbagai Organ


1.1.1 Sistem Saraf Pusat
Pengukuran polarografis pO2 jaringan (PtiO2) pada sistem
saraf pusat tikus (CNS)59 memnunjukkan suaru rentang antara
10 hingga 34 mmHg saat pernafasan menggunakan udara
normobarik. Nilai Pti)2 mengalami peningkatan hingga 452 ±
68mm Hg saat bernafas dengan oksigen murni pada 303,9 kPa
(3ata), dan hingga 917 ± 123mm Hg saat bernafas mengunakan
oksigen murni pada 506,5 kPa (5ata). Jika CO2 ditambahkan
pada gas inspirasi, pO2 kortikal meningkat lebih jauh
dikarenakan respon vasokonstriktor terhadap hiperoksia
dinetralkan. Dengan bernafas menggunakan suatu campuran
gas 95% O2 dan 5% CO2, PtiO2 CNS meningkat hingga 791 ±
5mm Hg pada 303,9kPa (3ata) dan hingga1540 ± 94mm Hg
pada 506,5kPa (5ata). Variasi PtiO2 regional bergantung pada
laju metabolik serebral aktivitas neuron dan aliran darah. HBO
menurunkan konsentrasi NO yang merupakan suatu vasodilator
poten, dan menyediakan proteksi terhadap kerusakan otak
hiperoksik. Sebaliknya, level hiperoksia bekerpanjangan
dan/atau lebih tinggi dari tekanan lingkungan sekitar (506,5-
607,8kPa, 5-6ata) menyebabkan peningkatan produksi NO dan
aliran darah, yang belum dapat dijelaskan secara rinci.
Vasokontriksi serebral, yang merupakan suatu penentu
tekanan oksigen jaringan, merupakan hasi dari suatu kaskade
reaksi biokimiawi rumit sebagai respon terhadap pembenrukan
anion superoksida (O2-) yang diinduksi oleh HBO. Dalam
konteks tersebut, konsentrasi ekstraseluler dari superoxide
dismutase (SOD) memainkan peranan penting dalam
meregulasi aliran darah serebral in vivo yang dapat ditemukan

1
pada jenis tikus yang genetiknyatelah diubah60. Konsentrasi
tinggi SOD ditemukan pada pembuluh darah dimana NO
memainkan peranan dalam relaksasi vaskuler.
Daugherty61 mempelajari efek HBO pada 1,5ata terhadap
PtiO2 serebral, konsumsi oksigen, dan fungsi mitokondrial
setelah jejas perkusi cairan lateral pada tikus dibandingkan
dengan pernafasan menggunakan oksigen 30%. HBO mampu
untuk mengembalikan potensi redoks post-jejas yang menurun
yang menandakan terganggunya metabolisme oksigen
mitokondrial dan untuk meningkatkan PtiO2 dan VO2 otak.
Pengaruh HBO terhadap oksigenasi otak pada 192,5kPa
(1.9ata) dan 283,6kPa (2.8ata), tekanan intrakranial dan level
glukosa/laktat otak ditentukan pada babi yang dianestesi dan
babi dengan cedera non otak yang diventilasi 62. Suatu
peningkatan normobarik FiO2 dari 0,4 ke 1,0 menyebabkan
kenaikan PtiO2 dari 33 ± 14 ke 63 ± 28mm Hg. Suatu
peningkatan lebih lanjut diamati pada 192,5kPa (1,9ata) (FiO2 of
1,0) hingga 151 ± 65mm Hg dan pada 283,6kPa (2,8ata) hingga
294 ± 134mm Hg. Tekanan intrakranial dan level glukosa/laktat
tetap konstan.

1.1.2 Tumor
Sebagian besar tumor mengandung area hipoksik sehingga
HBO dapat menjadi alat berharga untuk membalikkan fenomena
tersebut dan juga berperan sebagai radiosensitizer dengan
meningkatkan respon terhadap irradiasi63,64.
Brizel65 mengukur oksigenasi tumor pada tikus yang telah
ditanam adekarsinoma mammae R3230Ac selama pernafasan
dengan menggunakan NBO, karbogen normobarik, HBO pada
303,9kPa (3ata) dan karbogen hiperbarik pada 303,9kPa (3ata).
NBO atau karbogen normobarik sama-sama tidak efektif namun
HBO dan karbogen hiperbarik meningkatkan oksigenasi tumor

2
dengan suatu peningkatan median PtiO2 dari 8 menuju 55 mm
Hg.

1.1.3 Jaringan lunak


Tekanan gas jaringan ditentukan pada 6 pasien denan
nerotizing fascitis dan pada 3 kontrol sehat oleh Korhonen66.
Sampel diambil dari jaringan sehat yang jauh dari area jaringan
yang sakit dan pada jaringan di sekitar area yang terinfeksi. Nilai
ambang ketika bernafas dengan udara ruangan adalah 87mm
Hg pada jaringan subkutaneus brakial dan 92mm Hg pada area
yang terinfeksi. Nilai PO2 rata-rata yang diambil pada jaringan
sehat lebih rendah (283mm Hg) dibandingkan dengan jaringan
di dekat area infeksi (387mm Hg) selama sesi hiperbarik pada
253,2kPa (2,5ata) selama 100 menit, dengan pO2 arteri rata-rata
sebesar 742mm Hg. Hal ini dapat disebabkan oleh
meningkatnya mikrosirkulasi yang juga memicu respon inflamasi
terhadap infeksi atau dapat disebabkan oleh terganggunya
penggunaan oksigen lokal.
Luka kronis yang tidak sembuh seringkali diterapi dengan
HBO untuk mengembalikan level oksigen jaringan di area
iskemik. Pengukuran tekanan oksigen jaringan dapat
menyediakan informasi mengenai korelasi perubahan struktural
pada jaringan dengan level oksigen lokal. Siddiqui67
mengevaluasi responsifitas jaringan dari 14 versus 5 seri terapi
HBO mengenai tekanan oksigen jaringan pada model telinga
kelinci. 31 kelinci putih New Zealand betina mengalami
pembagian arterial selektif pada dasar salah satu telinga, dan
satu telinga lagi digunakan sebagai kontrol noniskemik internal.
Sembilan di antaranya hanya menerima NBO, lainnya menerima
HBO dan NBO. Responsifitas jaringan diartikan sebagai plateau
dari PtiO2 yang dicapai selama paparan NBO. Telinga kelinci
iskemik yang menerima 14 terapi harian secara statistik memiliki

3
tekanan oksigen jaringan yang lebih tinggi di bawah kondisi
hiperbarik (253,2kPa [2,5ata], 90 menit) dan selama paparan
HBO dibandingkan kelompok lain. Sebaliknya, tekanan oksigen
jaringan selama pernafasan menggunakan udara normobarik di
setiap kelompok tidak berbeda secara signifikan antara nilai
dasar dan pada kelompok yang menerima terapi HBO setelah
14 hari. HBO dianggap berperan seabagi transducer sinyal
melebihi energinya dalam memicu efek penyembuhan luka.

1.1.4 Kulit
Setelah meninjau publikasi dari 15 tahun terakhir, pO2
transkutaneus telah digunakan dalam kombinasi dengan terapi
HBO sebagai suatu prediktor penyembuhan luka bermasalah 68
atau pada diabetik ulcer6 atau pada hasil akhir setelah
transplantasi flap pedikel muskulokutaneus70,71. Penyembuhan
luka dan pembagian sel membutuhkan suatu tekanan oksigen
jaringan dasar sebesar 30mm Hg. Nilai ambang tersebut
dianggap sebagai penentu kesuksesan maupun kegagalan
penyembuhan luka: Wattel72 melaporkan penyembuhan ulcer
pada pasien dengan insufisiensi arterial ketika PtcO2 melebihi
100mm Hg selama paparan HBO pada 253,2kPa (2,5ata).
Nilai pO2 transkutaneus yang melebihi 400mm Hg selama
paparan HBO pada 253,2kPa (2,5ata) atau melebihi 50mm Hg
selama paparan NBO dianggap sebagai prediktor yang baik
untuk penyembuhan ulcer kaki kronis pada pasien diabetes73.

1.1.5 Organ lainnya


Tekanan oksigen jaringan telah dievaluasi, sebagai contoh,
pada mata74 dan bahkan pada intraseluler75. Meskipun
demikian, data mengenai paparan hiperbarik masih sangat
minim dalam konteks ini.

4
PO2 otot skeletal telah diukur pada pasien dengan gas
gangren yang menunjukkan nilai PtiO2 lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien dengan infeksi jaringan lunak anaerobik
lainnya76. Toksin alfa mungkin bertanggung jawab terhadap
peningkatan gas gangren pasien dengan merusak membran
seluler dan juga barier difusi pO2.
Tekanan dan eksitabilitas oksigen medula oblongata 77 telah
diukur pada neuron tikus soliter yang terpapar dengan helium
hiperbarik untuk menguji efek tekanan per se dan terhadap HBO
pada 253,2kPa (2,5ata) hingga 344,4kPa (3,4ata). Peningkatan
tekanan dan HBO secara independen meningkatkan eksitabilitas
pada beberapa neuron soliter

1.2. Metode Pengukuran PO2 Jaringan


Metode ideal harus memenuhi kriteria berikut: akurasi dan
reprodusibilitas dalam rentang oksigen yang luas, mudah dan aman
untuk digunakan, noninvasif, dan terbatasnya ukuran dari alat.
Secara umum, terdapat dua kelompok metode utama yang tersedia
untuk pengukuran PtiO2: teknik polarografik yang meliputi tonometri
jaringan, elektroda transkutaneus atau elektroda jarim; dan teknik non-
polarografik yang meliputi spektroskopi massa, near-infrared
spectroscopy (NIRS), magnetic resonance spectroscopy, frozen
specimen spectroscopy, positron emission tomography, electron spin
resonance, floresens NADH, dan pendinginan fosforesens.
Metode paling umum yang digunakan dalam seting klinis di bawah
kenaikan tekanan lingkungan sekitar adalah pengukuran
transkutaneus, tonometri jaringan, dan NIRS yang akan dijelaskan
secara singkat.

1.2.1. Polarografi
Polarografi ditemukan78 oleh kimiawan dari Cekoslovakia,
Jaroslav Heyrovsky, di awal 1920an. Mikroelektrofa platinum

5
(Pt) padat kemudian dikembangkan 20 tahun kemudian oleh
Davies dan Brink untuk memfasilitasi pengukuran tekanan
oksigen lokal in vivo. Di 1956 Clark mempresentasikan sel
elektrokimia yang dapat mengukur secara cepat, yang telah
digunakan pada mesin gas darah dan monitor oksigen. Pada
1972 Huch memodfikasi elektroda Clark untuk penggunaan
transkutaneus non-infasif79 yang mudah untuk digunakan pada
ruang hiperbarik dan menjadi suatu alat monitoring yang paling
berharga untuk penggunaan klinis rutin.
Elektroda oksigen Clark terdiri dari sel dua setengah yang
terpisah oleh jembatan garam. Suatu elektroda platinum
dipisahkan dari suatu elektroda perak padat. Elektroda tersebut
dikelilingi oleh suatu larutan kalium klorida terkonsentrasi.
Monitor oksigen menjaga suatu perbedaan voltase konstan
antara kedua elektroda sehingga elektroda platinum menjadi
katoda (berpotensi negatif) dimana reduksi elektrokimia terjadi,
dan suatu aliran arus pun terbentuk dari elektroda perak menuju
elektroda platinum. Arus yang diciptakan oleh reduksi oksigen
berbanding lurus terhadap jumlah molekul oksigen yang
memasuki ruang antara anoda dan katoda melalui suatu
membran yang permeabel terhadap molekul oksigen.

1.2.2. HBO dan Transpor Oksigen serta Tekanan


Elektroda kemudian dipanaskan untuk mendapatkan nilai
tekanan oksigen yang lebih tepat saat vasodilatasi dan
memperbaiki difusi oksigen keluar dari jaringan bersangkutan.
Elektroda tersebut terpasang pada kulit menggunakan cincin
adesif yang diisi dengan larutan kontak.

6
Gambar 1.2.2 Skema elektroda oksigen

1.2.3. Tonometri Jaringan


Suatu tabung miniatur dengan suatu dinding yang permeable
terhadap gas dimasukkan ke dalam jaringan dan diisi dengan
cairan anoksik. Tekanan oksigen jaringan pada cairan secara
bertahap akan mencapai ekuilibrium dengan tekanan oksigen
jaringan dari jaringan sekitar dan dapat ditentukan setelah
kurang lebih 5-10 menit ekuilibrasi. Korhonen80 melakukan
pengukuran pO2 dan pCO2 jaringan dengan tonometer Silastic
yang diimplantasi dan suatu teknik sampling kapiler yang
terbukti akurat dan penggunaan yang tepat di bawah kondisi
hiperbarik. Mereka mengumpulkan sapel ciran ke dalam tabung
kapiler kaca yang kemudian disegel dan disimpan ke dalam es
hingga sampel tersebut diukur pada alat analisis gas darah dan
alat ini tidak terlalu mahal. Mungkin dapat disayangkan jika
jaringan mengalami sedikit jejas setelah insersi, yang dapat
mempengaruhi hasil setelah pengukuran.

7
1.2.4. Near-infrared Spectroscopy (NIRS)
Jaringan tubuh manusia meliputi zat-zat yang dapat diukur
secara kualitatif dan kuantitatif berdasarkan spektrum absorpsi
mereka pada panjang gelombang mendekati infra merah 81.
Konsentrasi jaringan hemoglobin teroksigenasi dan
terdeoksigenasi dan juga cytochrom oxidase yang teroksidasi
berbanding lurus terhadap oksigenasi jaringan dan
metabolisme. Jöbsis82 merupakan orang pertama yang
menunjukkan bahwa pengukuran dari cahaya transmisi yang
mendekati radiasi infra merah dapat digunakan sebagai monitor
luasnya oksigenasi dari beberapa senyawa. Berdasarkan
hukum Lambert-Beer’, penyerapannya berbanding lurus
terhadap konsentrasi senyawa pada larutan dan panjang jalur
optik:

dimana:
A = penyerapan yang diukur pada densitas optik
Po = sinar paralel dari radiasi dari kuadrat Po yang memasuki medium
P = kekuatan radiasi yang ditransmisikan melalui medium oleh absorpsi
a = koefisien spesifik dari senyawa yang mengalami penyerapan
c = konsentrasi senyawa yang mengalami penyerapan pada larutan
d = jarak antara poin masuk dan keuarnya cahaya.
Cytochrome c oxidase terletak pada membran mitokondria dan
merupakan enzim terminal dari rantai respirasi. Ia terletak pada empat
grup redoks aktif: senter besi haem a dan a3, dan senter tembaga CuA
and CuB. Penentuan dari cytochrome oxidase lebih sulit dibandingkan
hemoglobin yang teroksigenasi dikarenakan konsentrasi jaringannya
yang rendah. Ketersediaan oksigen pada sel membatasi laju konsumsi
oksigen oleh cytochrome oxidase, menyebabkan tingginya reduksi

8
senter tembaga. Penyerapan cahaya yang mendekati inframerah oleh
cytochrome oxidase menandakan ketersediaan oksigen pada level
seluler.
Tujuan utama dari monitoring oksigenasi adalah untuk deteksi awal
kegagalan respirasi seluler. Pengukuran terapetik untuk mengkoreksi
hipoksia jaringan membutuhkan pengetahuan yang cukup mengenai
ambang suplai oksigen kirits terhadap tiap organ berbeda. Monitoring
oksigenasi pada level jaringan dan seluler83 penting untuk mentitrasi dan
untuk menentukan pemberian dosis oksigen pada saat terapi HBO.
Kualitas sampling, volume jaringan yang diselidiki oleh probe lokal
manapun, letak probe, dan distribusi kapiler patut dipertimbangkan
untuk menginterpretasikan hasil yang didapat.

9
BAB II
JURNAL

Oksigen Hiperbarik Prekondisi Menginduksi Toleransi Terhadap


Iskemia Medula Spinalis melalui Kenaikan Regulasi Enzim
Antioksidan pada Kelinci
Huang Nie, Lize Xiong, Ning Lao, Shaoyang Chen, Ning Xu and Zhenghua
Zhu
Department of Anesthesiology, Xijing Hospital, Fourth Military Medical
University, Xi’an, Shaanxi, China

Abstrak
Studi saat ini meneliti hipotesis bahwa toleransi iskemia medula
spinalis yang diinduksi oleh oksigen hiperbarik (HBO) prekondisi dipicu oleh
suatu stres oksidatif awal dan telah dihubungkan dengan suatu peningkatan
aktivitas enzim antioksidan sebagai suatu efektor dari neuroproteksi. Kelinci
putih New Zealand dilakukan prekondisi HBO, prekondisi udara hiperbarik
(HBA), atau preterapi plasebo satu kali sehari selama lima hari berturut-
turut sebelum iskemia medula spinalis. Aktivitas katalase (CAT) dan
superoxide dismutase mengalami peningkatan pada jaringan medula
spinalis pada kelompok HBO 24 jam setelah preterapi terakhir dan
mencapai level yang lebih tinggi setelah iskemia medula spinalis selama 20
menit yang diikuti oleh reperfusi selama 24 atau 48 jam, dibandingkan
dengan kelompok kontrol dan HBA. Toleransi iskemia medula spinalis yang
diinduksi oleh HBO prekondisi melemah ketika suatu inhibitor CAT, 3-
amino-1,2,4-triazole,1g/kg, diadministrasi secara intraperitoneal 1 jam
sebelum iskemia. Sebagai tambahan, administrasi suatu pemburu radikal
bebas, dimethylthiourea, 500mg/kg, intravenous, 1 jam sebelum prekondisi
setiap harinya, membalikkan kenaikan aktivitas dari kedua enzim pada
jaringan medula spinalis. Hasil dari terapi tersebut menandakan jika suatu

10
stres oksidatif awal, sebagai suatu pemicu untuk menaikkan regulasi
aktivitas enzim antioksidan, memainkan suatu peranan penting dalam
pembentukan toleransi terhadap iskemia medula spinalis oleh HBO
prekondisi.
Kata kunci: enzim antioksidan; oksigen hiperbarik; toleransi iskemik;
spesies oksigen reaktif.

Pendahuluan
Dalam studi kami sebelumnya, kami menunjukkan jika oksigen
hiperbarik (HBO) prekondisi yang diulang, namun buka hiperbarisitas,
menginduksi suatu toleransi iskemik baik pada otak maupun pada medula
spinalis (Dong et al, 2002; Xiong et al, 2000), yang konsisten dengan hasil
yang dilaporkan oleh Wada pada hippokampus marmut (Wada et al, 1996).
Lebih lanjut, kami membuktikan jika administrasi dimethylthiourea (DMTU),
suatu pemburu radikal bebas oksigen, menghilangkan toleransi iskemik
yang diinduksi oleh HBO (Xiong et al, 2001). Telah diajukan sebelumnya
jika suatu level non-lethal dari pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS)
merupakan suatu inisiator atau mediator untuk induksi toleransi iskemik
(Ohtsuki et al, 1992). Di sisi lain, mekanisme molekuler yang mendasari
HBO prekondisi masih belum dapat dipahami sebelumnya.
Beberapa studi menunjukkan jika enzim antioksidan endogen dapat
diinduksi bersamaan dengan terbentuknya neuroproteksi oleh metode
prekondisi yang berbeda seperti liposakarida (LPS), iskemia singkat dan
aktivasi preconditioning methods such as lipopolysaccharide (LPS), brief
ischemia and peroxisome proliferator-activated receptor-alpha (PPAR-a),
etc. (Bordet et al, 2000; Deplanque et al, 2003; Duan et al, 1999; Garnier et
al, 2001 ; Kato et al, 1995; Toyoda et al, 1997). Dengan demikian, kami
memperkirakan jika selama HBO prekondisi ROS mengaktivasi enzim
antioksidan endogen, yang kemudian memburu ROS yang diproduksi
selama iskemia-reperfusi dan melindungi medula spinalis dari jejas yang
dimediasi oleh ROS. Studi pada saat ini dilakukan untuk menyelidiki apakah
(1) enzim antioksidan diaktivasi ketika HBO prekondisi; (2) jika benar,

11
apakah suatu inhibitor terhadap enzim antioksidan yang diadministrasikan
sebelum iskemia medula spinalis dapat menghilangkan toleransi iskemik;
(3) apakah aktivitas enzim antioksidan berubah setelah HBO prekondisi
berulang ketika suatu pemburu ROS diberikan sebelum setiap sesi terapi
HBO.

Material dan metode


Protokol eksperimen yang digunakan pada studi ini diterima oleh
Komite Etika untuk Eksperimen Hewan dan dilakukan berdasarkan
Panduan untuk Eksperimen Hewan pada institusi kami. Hewan yang kami
teliti berada di Xijing Hospital, Fourth Military Medical University (Xi’an,
China).

Hewan dan Persiapan Operasi


Semua eksperimen dilakukan pada kelinci putih New Zealand jantan
dengan bobot 2,2-2,5 kg. Setelah puasa semalaman dengan akses air yang
tak terbatas, kelinci-kelinci tersebut kemudian dibius dengan natrium
pentobarbital (30mg/kg, intravenous). Larutan ringer laktat (4mL/kgh)
diberikan secara intravenous. Suatu kateter 22 G dimasukkan ke dalam
arteri telinga untuk mengukur tekanan darah proksimal. Tekanan darah
dimonitor secara terus-menerus dengan menggunakan transduser tekanan
yang terkalibrasi dan dihubungkan ke suatu monitor tekanan infasif
(Spacelabs Med. Inc., Redmond, WA, Amerika Serikat). Suhu rektal dijaga
antara 38,1ºC sampai 39,1ºC dengan menggunakan lampu kempala
selama eksperimen. Darah arteri diambil saat kondisi preiskemik, 10 menit
setelah iskemia dan juga 10 menit setelah reperfusi, untuk menentukan
tekanan oksigen arteri (PaO2), tekanan karbon dioksida arteri (PaCO2), pH,
dan glukosa plasma. Gas darah arteri diukur dengan OMNI Modular System
(AVL List GmbH Medizintechnik,
Kleiststrae, Graz, Austria).

12
Iskemia Medula Spinalis
Hewan kemudian diposisikan supine. Dilakukan insisi medial
sepanjang 3-4 cm hingga tampak aorta abdominal pada level arteri renal
kiri. Iskemia medula spinalis diinduksi dengan mengklem aorta dengan
menggunakan klem bull-dog tepat di bawah arteri renal dan 400 unit heparin
diadministrasikan 5 menit sebelum oklusi aorta. Obstruksi aliran darah
berlangsung selama 20 menit. Kemudian, klem bull-dog diambil dan dinding
abdomen ditutup dengan menggunakan klip luka. Infiltrasi lokal di sekitar
luka dengan bupivacaine hidroklorida 0,25% digunakan sebagai analgesik
postoperatif. Suatu antibiotik (40,000IU gentamicin) diberikan secara
intramuskuler segera setelah operasi. Hewan eksperimen kemudian
dipulangkan kembali ke kandang mereka dan bertahan selama 2 hari.
Kandungan kandungan ditekan secara manual sesuai dengan kebutuhan.

Evaluasi Neurologis dan Histopatologis


Pada eksperimen 1, tingkah laku hewan dinilai secara neurologis
pada 6, 24, dan 48 jam setelah reperfusi oleh seorang observer yang tidak
menyadari mengenai pengelompokkan yang dilakukan. Suatu kriteria
Tarlov yang dimodifikasi (Jacobs et al, 1987) pun digunakan: skor (0) tidak
ada fungsi volunter tungkai belakang; (1) hanya terdapat gerakan sendi; (2)
gerakan aktif namun tidak dapat berdiri; (3) dapat berdiri namun tidak dapat
berjalan; (4) fungsi motorik tungkai belakang yang normal secara
keseluruhan.
Evaluasi histopatologis dilakukan pada medula spinalis 48 jam
setelah reperfusi pada eksperimen 2. Perfusi dan fiksasi transkardiak
dilakukan dengan 1,000 larutan salin yang terheparisasi diikuti oleh 500 ml
formalin ter-buffer 10%. Medula spinal lumbal kemudian diambil dan
didinginkan pada formalin yang dibuffer dengan fosfat 10% selama 48 jam.
Setelah dehidrasi dengan ethanol dan butanol, medula spinal kemudian
ditempelkan ke parafin. Potongan koronal dari medula spinal (segmen L%)
dipotong pada ketebalan 6mm dan dicat dengan hematoksilin dan eosin.

13
Jejas neuronal dievaluasi menggunakan pembesaran 400 oleh seoran
observer yang tidak mengetahui mengenai pengelompokkan. Neuron yang
mengalami jejas kemudian diidentifikasi melalui sitoplasma eosinofilik tanpa
zat Nissl dan melalui adanya nuklei homogenous pyknotik.
Neuron normal yang tersisa pada medula spinal ventral iskemik di
setiap hewan, dinilai melalui tampilan morfologis mereka, dihitung dari tiga
bagian yang diambil secara acak dari level rostral, tengah, dan kaudal
segmen L5 dan kemudian dirata-rata. Jumlah neuron normal per bagian
dibandingkan antara empat kelompok yang terlibat.

Pengukuran Aktivitas Enzim dan Kandungan Malondialdehyde


Jaringan medula spinalis pada level L5-7 dihomogenasi ke dalam
saline dingin dengan suatu rasio berat terhadap volume 1:10. Homogenat
tersebut kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3,000r/menit selama 15
menit pada 41ºC dan supernatan yang terbentuk kemudian dipindahkan ke
suatu kuvet untuk pengujian selanjutnya. Baik pengukuran aktivitas enzim
antioksidan maupun kandungan malondialdehyde (MDA) pada homogenat
jaringan dilakukan berdasarkan manual teknis dari alat deteksi (Jianchen
Biological Institue, China)(Dong et al, 2000; Liu et al, 2004). Kandungan
MDA diukur dengan spektrofotometer cahaya nampak dalam mmol/mgprot
untuk jaringan medula spinalis melalui penggunaan pengujian zat reaktif
asam thiobarbiturik. Aktivitas superoxide dismutase (SOD) diukur setelah
reduksi nitrit oleh sistem xanthine-xanthine oksidase, yang merupakan
suatu generator superoksida. Satu unit SOD didefinisikan sebagai jumlah
yang menunjukkan inhibisi 50%. Aktivitasnya diekspresikan sebagai
U/mgprot. Aktivitas katalase (CAT) pada jaringan medula spinalis diuji
dengan mengukur penyerapan pada 240 nm menggunakan
spektrofotometer cahaya ultraviolet (Beckman, Amerika Serikat) dan
diekspresikan sebagai U/gprot. Definisi dari aktivitas katalase adalah
berdasarkan laju dekomposisi hidrogen perokside pada 240 nm dalam
campuran reaktif, dimana penyerapannya berkisar antara 0,5 sampai 0,55.
Aktivitas glutathione peroksidase (GSH-px) diukur dengan mengukur

14
penyerapan pada 412 nm. GSH-px pada 1 g protein yang menyebabkan
penurunan 1 mmol/L GSH paada sistem reaktif per menit didefinisikan
sebagai satu unit vital.

Desain Eksperimen
Eksperimen 1: efek oksigen hiperbarik prekondisi berulang terhadap
aktivitas enzim antioksidan medula spinalis: Total 57 kelinci putih New
Zealand jantan dibagi secara acak ke dalam tiga kelompok (n=19 untuk tiap
kelompok); kelompok HBO, udara hiperbarik (HBA), dan kontrol. Hewan
pada kelompok HBO dipaparkan dengan HBO pada 2,5 atmosphere
absolute (ATA) dengan oksigen 100% 1 jam per hari selama 5 hari berturut-
turut. Hewan pada kelompok HBA diterapi selama 1 jam dengan O 2 21%
pada 2,5 ATA 1 jam per hari selama 5 hari. Hewan pada kelompok kontrol
diletakkan pada suatu ruang (O2 21%), dimana udara tidak mengalami
penekanan untuk preterapi plasebo, pada jadwal yang sama dengan
kelompok HBO dan HBA. Empat kelinci dari tiap kelompok dibunuh 24 jam
setelah preterapi terakhir sebagai kontrol preiskemik, lainnya (n=15 untuk
setiap kelompok) diperlakukan hingga mengalami iskemia medula spinalis
selama 20 menit. Selama periode reperfusi, hewan kemudian dibius dan
dibunuh 6, 24, 48 jam setelah reperfusi (n=5 untuk setiap poin waktu di
setiap kelompok). Jaringan medula spinal pada level L5-7 diambil dan
dibekukan pada suhu -70ºC ke dalam freezer untuk menentukan aktivitas
enzim antioksidan dan kandungan MDA.
Eksperimen 2: efek inhibitor katalase 3-amino1,2,4-triazole terhadap
induksi toleransi iskemik oleh oksigen hiperbarik. Bagian I: Tujuan dari
bagian eksperimen ini adalah untuk menentukan dosis adekuat dari
inihibitor yang akan diadministrasikan. Dua puluh kelinci putih New Zealand
jantan dilibatkan secara acak kedalam 4 kelompok. Semua hewan
dipaparkan dengan HBO (2,5 ATA, 100% O2) 1 jam per hari selama 5 hari.
Hewan pada kelompok HBO menerima suatu injeksi saline, sedangkan
hewan pada kelompok HBO+AT1, HBO+AT2, dan HBO+AT3 yang
menerima inhibitor CAT 3-amino-1,2,4-triazole (AT, Sigma-Aldrich Co.,

15
Amerika Serikat) secara intraperitoneal dengan dosis 0,5, 1, dan 1,5g/kg,
secara berurutan, 23 jam setelah preterapi terakhir HBO. Jaringan medula
spinalis diambil 1 jam setelah administrasi AT untuk menentukan aktivitas
CAT.
Bagian II: Tiga puluh dua kelinci secara acak dilibatkan ke dalam
empat kelompok: kelompok kontrol, AT, HBO, dan HBO+AT (n=8 untuk tiap
kelompok). Hewan pada kelompok HBO dan HBO+AT mendapatkan
preterapi HBO, dan hewan pada kelompok kontrol dan AT menerima
preterapi plasebo seperti yang dijelaskan pada eksperimen 1. DUa puluh
empat jam setelah preterapi terakhir, semua hewan diperlakukan hingga
mengalami iskemia medula spinalis selama 20 menit. Satu jam sebelum
iskemia, AT diberikan secara intraperitonela pada kelompok AT dan
HBO+AT berdasarkan dosis yang diberikan pada Bagain I, sementara
hewan di kelompok kontrol dan HBO menerima saline. Empat puluh
delapan jam setelah reperfusi, fungsi motorik tungkai belakang dievaluasi
menggunakan kriteria Tarlov dan analisis histopatologis pada bagian yang
dicat dengan H&E dari medula spinal lumbal (segmen L5) dilakukan.
Jumlah neuron normal per bagian dibandingkan di antara ke empat
kelompok tersebut.
Eksperimen 3: Efek dimethylthiourea terhadap aktivitas enzim
antioksidan setelah oksigen hiperbarik prekondisi berulang. Dua puluh
empat kelinci dilibatkan ke dalam 4 kelompok (n=6 untuk tiap kelompok):
kelompok kontrol, HBO, HBO+DMTU, dan DMTU. Pada kelompok kontrol
dan HBO, saline sebanyak 5 ml/kg diberikan ke kelinci 1 jam sebelum setiap
sesi preterapi. Pada kelompok DMTU dan HBO+DMTU, 10% DMTU
(Sigma-Aldrich Co., Amerika Serikat) terlarut dengan saline (5mL/kg)
diberikan pada poin waktu yang sama. Metode untuk preterapi plasebo dan
HBO prekondisi sama dengan eksperimen 1. AKtivitas SOD medula
spinalis, aktivitas CAT, dan kandungan MDA diukur 24 jam setelah sesi
terakhir preterapi.

16
Analisis Statistik
Tekanan darah, gas darah, glukosa plasma, aktivitas enzim
antioksidan, dan kandungan MDA diekspresikan sebagai mean±s.d. dan
dibandingkan dengan menggunakan one-way analysis of variance
(ANOVA), diikuti oleh Student–Newman– Keuls (SNK) test untuk
perbandingan ganda. Skor fungsi motorik tungkai belakang dan jumlah
neuron normal pada medula spinal anterior dianalisis menggunakan
merode non-parametrik (Kruskal–Wallis test) diikuti Mann–Whitney U-test
dengan koreksi Bonferronic. Nilai P<0,05 dianggap signifikan secara
statistik

Hasil
Eksperimen 1
Variabel fisiologis: Variabel fisiologis ditunjukkan pada Tabel 1.
Hemodinamik, temperatur rektal, pH, PaCO2, PaO2 arteri, dan konsentrasi
glukosa darah didapatkan hampir sama di semua kelompok, meskipun pola
terapi yang berbeda (Tabel 1). Tekanan darah distal diperkirakan antara 12-
13kPa sebelum pengkleman aorta abdominal dan menurun hungga 1,0-
1,1kPa saat arteri diklem. Sepuluh menit setelah dimulainya reperfusi, nilai
tekanan darah distal hampir kembali seperti pada saat preiskemik.

17
Tabel 1: Variabel fisiologis selama kondisi pre- dan post iskemik (n=15
untuk setiap kelompok

Data direpresentasikan sebagai mean±s.d. HR: laju nadi; MAP: mean


arterial pressure; T: temperatur rektal. Control, hewan yang menerami
preterapi plasebo; HBA, hewan yang menerima udara hiperbarik prekondisi
(2.5 ATA, 21% O2, 1 jam/hari 5 hari); HBO, hewan yang menerima oksigen
hiperbarik prekondisi (2.5 ATA, 100% O2, 1 jam/hari 5 hari).

Keluaran neurologis: Semua hewan bertahan hinggi penilai tingkah


laku neurologis terakhir pada 6, 24, dan 48 jam setelah reperfusi. Keluaran
neurologis pada kelompok HBO lebih baik dibandingkan kelompok kontrol
dan HBA (P<0,05). Empat hewan menunjukkan fungsi motorik normal
secara keseluruham (skor Tarlov=4) pada kelompok HBO 48 jam setelah
reperfusi. Tidak ada hewan baik pada kelompok kontrol maupun HBA yang
menunjukkan fungsi motorik normal 48 jam setelah reperfusi. Skor fungsi
motorik tungkai belakang dari ketiga kelompok pada poin waktu yang
berbeda setelah reperfusi ditunjukkan pada Tabel 2.

18
Tabel 2. Skor fungsi motorik tungkai belakang di tiap kelompok pada waktu
yang berbeda setelah reperfusi

Data diekspresikan sebagai median (rentang). Control, hewan yang


menerami preterapi plasebo; HBA, hewan yang menerima udara hiperbarik
prekondisi (2.5 ATA, 21% O2, 1 jam/hari 5 hari); HBO, hewan yang
menerima oksigen hiperbarik prekondisi (2.5 ATA, 100% O2, 1 jam/hari 5
hari).

Aktivitas enzim antioksidan pada medula spinalis: Pada 24 jam


setelah preterapi terakhir, aktivitas CAT dan SOD pada jaringan medula
spinalis kelompok HBO lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol
dan HBA (P<0,001 untuk keduanya). Aktivitas CAT yang lebih tinggi
ditemukan pada kelompok HBO dibandingkan dengan dua kelompok
lainnya pada 6 jam (P = 0,032 versus kontrol; P = 0.023 versus HBA), 24
jam (P = 0,004 versus kontrol; dan 48 jam (P<0,001 versus kontrol dan
HBA) setelah reperfusi. Perbandingan antara aktivitas SOD di antara ketiga
kelompok tersebut menunjukkan hasil yang mirip dengan aktivitas CAT
pada 24 jam setelah reperfusi (untuk HBO, P=0,021 versus kontrol;
P=0,017 versus HBA) dan 48 jam (untuk HBO, P=0,003 versus kontrol;
P<0,001 versus HBA). Tidak terdapat perbedaan signifikan yang diamati
antara kelompok kontrol dan HBA pada poin waktu yang bersamaan.
Sebagai tambahan, aktivitas CAT dan SOD pada ketiga grup mengalami
penurunan 24 dan 48 jam setelah reperfusi, dibandingkan dengan kondisi
preiskemik (P<0,05) (Gambar 1A dan 1 B ).
Pada aktivitas GSH-px, tidak didapatkan perbedaan di antara ketiga
kelompok 24 jam setelah preterapi terakhir, meskipun aktivitasnya pada
kelompok HBO lebih tinggi dibandingkan dua kelompok lain 48 jam setelah
reperfusi (P=0,042 versus kontrol; P=0,012 versus HBA). Pada kelompok
kontrol dan HBA, aktivitas GSH-px menurun 48 jam setelah reperfusi

19
dibandingkan dengan kondisi preiskemik (P=0,002 untuk kontrol; P=0,003
untuk HBA). Pada grup HBO, tidak terdapat perbedaan signifikan yang
diamati di antara poin waktu yang berbeda. (Gambar 1C).
Kandungan Malondialdehyde pada jaringan medula spinalis:
Kandungan malondialdehyde pada jaringan medula spinalis pada kelompok
HBO secara signifikan lebih rendah 24 dan 48 jam setelah reperfusi
dibandingkan dengan kelompok kontrol (P=0,041 untuk 24 jam; P=0,033
untuk 48 jam) dan HBA (P=0,009 untuk 24 jam; P=0,018 untuk 48jam).
Nampak ada kelompok HBO, kandungan MDA mengalami peningkatan 48
jam setelah reperfusi, dibandingkan dengan kondisi preiskemik (P=0,038).
Sedangkan pada kelompok kontrol dan HBA, kandungan MDA meningkat
secara signifikan dibandingkan dengan kondisi preiskemik pada 24 dan 48
jam setelah reperfusi (Gambar 1 D).

Eksperimen 2
Penentuan dosis 3-amino-1,2,4-triazole: Peningkatan aktivitas CAT
pada medula spinalis yang diinduksi oleh HBO prekondisi secara jelas
dilemahkan oleh administrasi AT pada dosis 1 atau 1,5 g/kg secara
intraperitoneal 23 jam setelah terapi terakhir (Gambar 2). Sedangkan pada
dosis 1g/kg, level aktivitas CAT setelah HBO prekondisi dihambat hingga
mendekati level pada kontrol. Maka dari itu, pada eksperimen setelahnya
dosis AT sebesar 1g/kg digunakan 1 jam sebelum iskemia pada kelompok
AT dan HBO+AT.
Efek 3-amino-1,2,4-triazole terhadap iskemik yang diinduksi oleh
oksigen hiperbarik prekondisi: empat puluh delapan jam setelah reperfusi,
hewan pada kelompok HBO menunjukkan fungsi motorik tungkai belakang
yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (p=0,006) dan AT
(P=0,0012). Tidak terdapat perbedaan fungsi motorik signidikan pada
hewan dalam kelompok HBO+AT dibandingkan dengan kelompok HBO,
AR, atau kontrol (P>0,05 untuk setiap perbandingan). Tidak terdapat
perbedaan yang diamati pada kelompok kontrol dan AT (P=0,878)

20
Empat puluh delapan jam setelah reperfusi, lebih banyak neuron
motor normal pada medula spinal anterior terlihat pada kelompok HBO jika
dibandingkan dengan tiga kelompok lainnya (P=0,012 versus kontrol;
P=0,012 versus AT; P=0,012 versus HBO+AT). Jumalh neuron motor
normal pada kelompok HBO+AT menunjukkan tidak adanya perbedaan
signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (P=0,328) dan AT
(P=0,065). Tidak terdapat perbedaan yang diamati antara kelompok kontrol
dan AT (P=0,505).

Gambar 1 Eksperimen 1: Aktivitas katalase (CAT) (A), superoxide


dismutase (SOD) (B), glutathione peroxidase (GSH-px) (C), dan
kandungan malondialdehyde (MDA) (D) pada jaringan medula
spinalis saat kondisi preiskemik dan juga 6, 24, dan 48 jam setelah
reperfusi (aP<0.05 versus control, bP<0.05 versus kondisi
preiskemik). Control, hewan yang menerami preterapi plasebo; HBA,
hewan yang menerima udara hiperbarik prekondisi (2.5 ATA, 21%
O2, 1 jam/hari 5 hari); HBO, hewan yang menerima oksigen
hiperbarik prekondisi (2.5 ATA, 100% O2, 1 jam/hari 5 hari).

21
Gambar 2 Eksperimen 2: efek inhibitor 3-amino-1,2,4- triazole (AT)
terhadap aktivitas katalase (CAT) pada jaringan medula spinalis.
Garis putus-putus mewakili aktivitas CAT pada kelompok kontrol 24
jam setelah preterapi plasebo terakhir (13.82 U/g prot).

Gambar 3 Eksperimen 2: skor fungsi motoroik tungkai belakang di


tiap hewan dari empat kolompok 48 jam setelah reperfusi (*P<0.05
versus control, #P<0.05 versus 3-amino-1,2,4-triazole ( AT ). n, m,
K, and J mewakili hewan kontrol, AT, hyperbaric oxygen (HBO), dan
HBO+AT, secara berurutan. Control, hewan yang menerima
preterapi plasebo; HBO, hewan yang menerima oksigen hiperbarik
prekondisi (2.5 ATA, 100% O2, 1 jam/hari 5 hari); AT, hewan yang
menerima preterapi plasebo dan AT 1 jam sebelum iskemia dimulai;

22
HBO+ AT, hewan yang menerima HBO prekondisi dan pemberian
AT 1 jam sebelum iskemia dimulai.

Dua puluh empat jam setelah preterapi terakhir, aktivitas CAT dan
SOD pada jaringan medula spinalis kelompok HBO lebih tinggi
dibandingkan kelompok kontrol, DMTU, dan HBO+DMTU (P<0,01). Tidak
terdapat perbedaan yang diamati pada kelompok kontrol, DMTU, dan
HBO+DMTU. Kandungan MDA pada jaringan medula spinalis lebih rendah
pada kelompok DMTU dan HBO+DMTU dibandingkan dengan kontrol
(P=0,025) dan HBO (P=0,008). Tidak terdapat perbedaan pada kandungan
MDA yang diamati di antara kelompok DMTU dan HBO+DMTU (P=0,943).

Tabel 3 Jumlah neuron norma pada medula spinalis anterior 48 jam setelah
reperfusi

AT, animals that received sham pretreatment and AT (3-amino-1,2,4-


triazole) administration; Control, animals that received sham pretreatment;
HBO, animals that received HBO preconditioning; HBO+AT, animals that
received HBO preconditioning and AT administration. . *P < 0.05 versus
Control, #P < 0.05 versus AT, DP < 0.05 versus HBO+AT.
AT, hewan yang menerima preterapi plasebo dan pemberian AT (3-amino-
1,2,4-triazole); Control, hewan yang menerima preterapi plasebo; HBO,
hewan yang menerima prekondisi HBO; HBO+AT, hewan yang menerima
HBO prekondisi dan pemberian AT. *P<0,05 versus Control, #P<0,05
versus AT, DP<0,05 versus HBO+AT

Diskusi
Pada studi saat ini, kamu menunjukkan jika HBO prekondisi berulang
menginduksi suatu peningkatan pada aktivitas enzim antioksidan mayor,
terutama CAT dan SOD, pada jaringan medula spinalis tanpa
mempengaruhi aktivitas GSH-px. Meskipun aktivitas enzim antioksidan
menurun setelah iskemia medula spinalis transien, aktivitas CAT dan SOD

23
yang secara signifikan lebih tinggi diamati pada kelompok HBO
dibandingkan dengan kelompok kontrol dan HBA pada beberapa poin
waktu. Hasil pada eksperimen 2 menunjukkan jika toleransi terhadap
iskemia medula spinalis setelah preterapi HBO dilemahkan dengan
pemberian inhibitor CAT, AT. Lebih lanjut, pemberian DMTU (suatu
pemburu radikal bebas poten) sebelum terapi HBO tiap harinya secara
komplit menghilangkan kenaikan aktivitas CAT dan SOD setelah HBO
prekondisi, menandkan suatu hubungan kuat antara pembentukan ROS
dengan kenaikan aktivitas enzim antioksidan. Hasil kamu sangat
menyarankan suatu keterlibatan dari kenaikan aktivitas enzim antioksidan
endogen, terutama CAT, pada induksi toleransi terhadap iskemia medula
spinalis oleh HBO prekondisi adalah melalui jalur yang dimediasi ROS.
Hasil kami mendukung penelitian yang menyarankan peranan enzim
antioksidan dalam pembenntukan toleransi iskemik yang diinduksi oleh
berbagai iskemik dan noniskemik prekondisi. Telah dilaporkan jika oklusi
middle cerebral artery selama 20 menit, prekondisi 24 jam sebelumnya,
secara signifikan meningkatkan aktivitas enzim antioksidan SOD dan
menurunkan volume infark serebral yang disebabkan oleh iskemia yang
dibuat (Toyoda et al, 1997). Toleransi iskemik diinduksi sebagian oleh
peningkatan sintesis Mn-SOD pada hippokampus yang mempunyai
toleransi yang didapat (Kato et al, 1995). Toleransi iskemik yang diinduksi
LPS pada otak paralel terhadap peningkatan sintesis SOD pada organ yang
diinduksi oleh LPS. (Border et al, 2000). LPS bertanggung jawab dalam
induksi SOD pada sel glia dan neuron yang dikultur (Kifle et al, 1996; Yu et
al, 1999). Terapi kronis dengan aktivator peroxisome proliferator-activated
receptor-alpha (PPAR-a) menginduksi suatu peningkatan aktivitas SOD
tembaga/zink dan enzim yang terlibat dalam metabolisme glutathione, yang
melindungi dari cedera otak (Deplanque et al, 2003). Radikal oksigen dan
enzim pemburu spesifiknya tampaknya terlibat dalam tumbuhnya toleransi
terhadap hipoksia (Duan et al, 1999). Hipoksia transien meningkatan
pertahanan enzimatik antioksidatif otak, yang rentan terhadap kenaikan
toleransi terhadap rangsangan yang merusak (Garnier et al, 2001).

24
Oksigen hiperbarik prekondisi mampu untuk menginduksi toleransi
iskemik tidak hanya pada otak (Prass et al, 2000; Wada et al, 1996; Xiong
et al, 2000) namun juga pada organ lainnya seperti liver, jantung, dan
medula spinalis. Oksigen hiperbarik prekondisi melemahkan cedera
iskemia-reperfusi pada liver model tikus (Chen et al, 1998). Toleransi
iskemik juga ditemukan pada myokardium tikus yang di preterapi dengan
HBO (Kim et al, 2001). Sebelumnya pada model iskemia medula spinalis,
kami menunjukkan jika HBO prekondisi berulang menginduksi toleransi
terhadap iskemia medula spinalis pada kelinci (Dong et al, 2002). Kami
menduga jika sesuatu yang sama mungkin berperan dalam mekanisme
mendasar induksi toleransi di jaringan yang berbeda. Kim et al (2001)
menemukan jika gen katalase yang diinduksi pada jantung tikus yang
dipreterapi dengan HBO, yang berperan pada toleransi myokardium
terhadap iskemia-reperfusi. Data kami pada pemeriksaan histopatologis
eksperimen 2 menandakan jika pemberian inhibitor CAT, AT, melemahkan
toleransi iskemik yang diinduksi oleh HBO, namun hasi dari keluaran
tingkah laku biologis dari grup yang sama tidak lah konsisten. Dengan
menggunakan metode selanjutnya, tidak terdapat perbedaan yang
ditemukan antara kelompok HBO dan HBO+AT, menandakan jika skoring
tingkah laku neurologis kurang sensitif terhadap evaluasi efek toleransi
protektif dari prekondisi. Hasil dari Kim et al (2001) dan kami menyarankan
jika CAT memainkan suatu peranan penting dalam induksi toleransi iskemik
oleh HBO prekondisi baik pada jantung maupun medula spinalis. Pada
suatu studi immunositokimia lokalisasi CAT pada sistem saraf pusat tikus,
peneliti menemukan jika sel immunoreaktif CAT yang diwarnai dengan
intens berhubungan dengan neuron yang diketahui resisten terhadap jejas
iskemia-reperfusi, sedangkan sel yang diwarnai lebih samar berhubungan
dengan neuron yang lebih rentan terhadap kerusakan iskemik (Moreno et
al, 1995). Dengan demikian, aktivitas CAT mungkin penting untuk efek
protektif terhadap stres oksidatif di bawah kondisi patologis seperti jejas
iskemia-reperfusi.

25
Bagaima HBO prekondisi menaikkan regulasi aktivitas enzim
antioksidan masih merupakan pertanyaan yang menarik. ROS nampaknya
memainkan suatu peranan aktivator. ROS telah terbukti sebagai
messenger kedua untuk induksi enzim antioksidan baik pada prokariot
maupun eukariot. Juga dilaporkan sebelumnya jika H 2O2 prokariot
memodifikasi struktur protein dari faktor transkripsi oxyR menjadi suatu
bentuk yang teraktivasi yang menginduksi ekspresi gen katalase (Storz et
al, 1990; Storz and Tartalia, 1992). Karena HBO menstimulasi produksi
ROS, sangat mungkin untuk memikirkan jikan kenaikan level ROS
menstimulasi induksi gen katalase pada medula spinalis yang dipreterapi
dengan HBO. Pada eksperimen kami, pemberian DMTU menghilangkan
peningkatan aktivitas enzim aktioksidan oleh HBO prekondisi, menandkan
jika ROS merupakan suatu aktivator krusial dari aktivitas enzim antioksidan.
Kamu juga mengamati suatu kenaikan aktivitas SOD pada jaringan
medula spinalis di kelinci yang dipreterapi dengan HBO. Suatu hasil yang
mirip ditemukan pada eksperimen yang dilakukan pada otak marmut,
dimana Wada et al (2001) menunjukkan suatu peningkatan
immunoreaktivitas dari MnSOD pada CA1 marmut yang dipreterapi dengan
HBO. Dengan demikian, SOD mungkin memainkan suatu perana pada
pembentukan toleransi iskemik. Telah dibuktikan sebelumnya di 50 regio
yang berdampingan dari gen Mn-SOD mengandung suatu situs binding
putatif untuk NF-kB, yang diaktivasi oleh ROS (Lenardo and Baltimore,
1989). Untuk memahami peranannya dalam proses pembentukan toleransi
iskemik dibutuhkan studi lebih lanjut. Pada aktivitas GSH-px, tidak terdapat
perbedaan signifikan yang diamati di antara ketiga grup setelah 24 jam
preterapi terakhir pada studi saat ini. Meskipun terdapat aktivitas GSH-px
yang lebih tinggi pada kelompok HBO dibandingkan dengan kelompok
kontrol dan HBA 48 jam setelah reperfusi, hubungannya dengan toleransi
iskemik masih belum jelas. Kandungan MDA, suatu indikator peroksidasi
lipid, diukur pada eksperimen kami. Hasil saat ini tidak menunjukkan
perubahan yang jelas pada level MDA di jaringan medula spinalis 24 jam
setelah preterapi terakhir HBO. Terdapat dua penjelasan yang

26
memungkinkan: pertama, HBO prekondisi meningkatkan aktivitas CAT dan
SOD, sehingga ROS berjumlah berlebihan yang diburu dan peroksidase
lipid yang melemah; kedua, ROS tidak secara jelas mengalami peningkatan
pada poin waktu pemeriksaan. Pada periode reperfusi, kandungan MDA
jaringan medula spinalis kelompok HBO lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok kontrol dan HBA, menandakan jika kerusakan yang dimediasi
oleh ROS terbatas dikarenakan peningkatan aktivitas enzim antioksidan
untuk memburu radikal bebas yang berlebihan.
Perlu digaris bawahi jika terdapat suatu mekanisme lain yang
tersedia, selain radikal bebas, yang bertanggung jawab terhadap kerusakan
iskemik, seperti akumulasi asam amino eksitatori neurotoksik, inflamasi,
kalsium yang berlebihan, apoptosis, dll (Kuzelova and Svec, 2001; Schaller
and Graf, 2004; Zhang et al, 2004). Dengan demikian, induksi ROS dan
peningkatan kemampuan jaringan untuk menjaga kaskade oksidatif lainnya
mungkin salah satu dari mekanisme potensial lainnya untuk toleransi
iskemik yang diinduksi oleh HBO prekondisi. Untuk menjelajahi mekanisme
lain yang berhubungan membutuhkan studi lebih lanjut.
Kesimpulannya, studi saat ini menunjukkan jika HBO prekondisi
berulang (2.5 ATA, 100% O2, 1jam/hari 5 hari) meningkatkan regulasi
aktivitas iskemik jaringan medula spinalis CAT dan SOD yang kemuian
memproteksi medula spinalis terhadap kerusakan iskemia-rperfusi. DMTU,
suatu pemburu radikal bebas poten, meniadakan peningkatan aktivitas CAT
dan SOD pada medula spinalis setelah HBO prekondisi serial. Inhibitor
CAT, AT, melemahkan toleransi iskemik yang diinduksi oleh HBO. Hasil
tersebut menyarankan jika ROS yang dibentuk saat HBO memicu kaskade
seluler yang menyebabkan peningkatan aktivitas enzim antioksidan, yang
memburu ROS dan melindungi medula spinalis dari jejas iskemia-reperfusi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Nie H, Xong L, Lao N, et al. Hyperbaric oxygen preconditioning induces


tolerance againts spinal cord ischemia by upregulation of antioxidant
enzymes in rabbits. / Cereb Blood Flow Metab 2006; 26; 666-674

Germonpre, P. & Mathieu, D., 2014. Research in Hyperbaric Medicine.

28

Anda mungkin juga menyukai