TERAPI OKSIGEN
1. Cindi Menora
2. Retno Porumau
3. Ema Ulorlo
4. Jean Laimeheriwa
5. Donatus Sirken
1. Pengertian
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital
dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup
seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini iperoleh dengan cara
menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas. Penyampaian O2 ke
jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan
keadaan hematologis.
Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam
proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat
mengancam kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan
kompetensi sebagai dokter dalam mengenal keadaan hipoksemia dengan
segera untuk mengatasi masalah.
Kebutuhan oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar pada
manusia,Yaitu kebutuhan fisiologis.Pemenuhan kebutuhan oksigenasi
ditujukan untuk menjaga kelangsungan metabolisme sel
tubuh,mempertahankan hidupnya,dan melakukan aktivitas bagi berbagai
organ atau sel.
2. Terapi Oksigen
a. Definisi
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke
paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai
kebutuhan. (Standar Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005)
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang
lebih tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada
ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21%,
(Brunner & Suddarth, 2001).
Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen
adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada
inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara:
a). Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik )
b). Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik)
b. Tujuan/ kegunaan
1. Meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk
ke jaringan untuk memfasilitasi metabolisme aerob
2. Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 % untuk :
- Mencegah dan mengatasi hipoksemia/hipoksia serta
mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat.
- Menurunkan kerja nafas dan miokard.
- Menilai fungsi pertukaran gas
- Meningkatkan ekspansi dada
- Memperbaiki status oksigenasi klien dan memenuhi kekurangan
oksigen
- Membantu kelancaran metabolisme
- Mencegah hipoksia
- Menurunkan kerja jantung
- Menurunkan kerja paru –paru pada klien dengan dyspnea
- Meningkatkan rasa nyaman dan efisiensi frekuensi napas pada
penyakit paru
c. Indikasi
1. Gagal nafas
Ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial
normal O2 dan CO2 di dalam darah, disebabkan oleh gangguan
pertukaran O2 dan CO2 sehingga sistem pernapasan tidak mampu
memenuhi metabolisme tubuh.
2. Gangguan jantung (gagal jantung)
Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan
oksigen.
3. Kelumpuhan alat pernafasan
Suatu keadaan dimana terjadi kelumpuhan pada alat pernapasan
untuk memenuhi kebutuhan oksigen karena kehilangan kemampuan
ventilasi secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas
O2 dan CO2.
4. Perubahan pola napas.
Hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan), dyspnea (kesulitan
bernapas, misal pada pasien asma),sianosis (perubahan warna
menjadi kebiru-biruan pada permukaan kulit karena kekurangan
oksigen), apnea (tidak bernapas/ berhenti bernapas), bradipnea
(pernapasan lebih lambat dari normal dengan frekuensi kurang dari
16x/menit), takipnea (pernapasan lebih cepat dari normal dengan
frekuensi lebih dari 24x/menit (Tarwoto&Wartonah, 2010:35).
5. Keadaan gawat (misalnya : koma)
Pada keadaan gawat, misal pada pasien koma tidak dapat
mempertahankan sendiri jalan napas yang adekuat sehingga
mengalami penurunan oksigenasi.
6. Trauma paru
Paru-paru sebagai alat penapasan, jika terjadi benturan atau cedera
akan mengalami gangguan untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi.
7. Metabolisme yang meningkat : luka bakar
Pada luka bakar, konsumsi oksigen oleh jaringan akan meningkat
dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme.
8. Post operasi
Setelah operasi, tubuh akan kehilangan banyak darah dan pengaruh
dari obat bius akan mempengaruhi aliran darah ke seluruh tubuh,
sehingga sel tidak mendapat asupan oksigen yang cukup.
9. Keracunan karbon monoksida
Keberadaan CO di dalam tubuh akan sangat berbahaya jika dihirup
karena akan menggantikan posisi O2 yang berikatan dengan
hemoglobin dalam darah.
Kriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan
beberapa cara dibawah ini.
1. Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus),
Diberikan apabila hasil analisis gas darah pada saat istirahat, didapat
nilai:
PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%.
PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale,
polisitemia (hematokrit >56%).
2. Pemberian secara berselang
Diberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai:
Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%
Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai
komplikasi seperti hipertensi pulmoner.somnolen dan aritmia.
Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi
oksigen perlu dievaluasi gas darah (AGD) serta terapi untuk
menentukan perlu tidaknya terapi oksigen jangka panjang.
d. Kontra indikasi
Tidak ada konsentrasi pada pemberian terapi oksigen dengan
syarat pemberian jenis dan jumlah aliran yang tepat. Namun demikan,
perhatikan pada khusus berikut ini
1. Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) yang
mulai bernafas spontan maka pemasangan masker partial
rebreathing dan non rebreathing dapat menimbulkan tanda dan
gejala keracunan oksigen. Hal ini dikarenakan jenis masker
rebreathing dan non-rebreathing dapat mengalirkan oksigen dengan
konsentrasi yang tinggi yaitu sekitar 90-95%
2. Face mask tidak dianjurkan pada klien yang mengalami muntah-
muntah
3. Jika klien terdapat obstruksi nasal maka hindari pemakaian nasal
kanul
e. Efek Samping
1.Depresi pernafasan
2.Toksisitas oksigen
a. Kateter nasal.
b. Kanul nasal/binasal/nasal prong
c. Sungkup muka sederhana.
d. Sungkup muka rebreathing dengan kantong oksigen.
e. Sungkup muka non rebreathing dengan kantong oksigen.
f. Sungkup muka Venturi
g. Jelly
h. Plester
i. Gunting
j. Sumber oksigen
k. Humidifier
l. Flow meter
m. Aqua steril
n. Selang oksigen
o. Tanda dilarang merokok
4. Efisien
h. Protokol prosedur
1) Pemberian terapi oksigen dengan nasal kanul
Nasal kanul atau Kanula nasal merupakan peralatan sederhana.
Kedua kanula dengan panjang sekitar 1,5 cm, muncul dari bagian
tengah selang sekali pakai dan diinsersikan ke dalam hidung.
1. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi
2. Posisi pasien diatur dengan kepala ekstensi
3. Masukkan nasal kateter ke dalam hidung
4. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai
kebutuhan
5. Mengatur volume oksigen sesuai kebutuhan
6. Memfiksasi nasal kanul kateter di belakang kepala melewati
bagian atas telinga
7. Memberikan oksigen dengan nasal kateter dengan konsentrasi 2-5
liter/menit
i. Keamanan
Untuk pasien :
- Memastikan bahwa selangnya benar-benar masuk ke dalam
saluran pernapasan.
- Selang atau kateter yang masuk ke dalam saluran napas harus
steril.
- Tabung oksigennya dijauhkan dari jangkauan api.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous. Meditasi Dzikir. 2005. Stress and Health Solution. Web .12
Desember 2005. www.MedDzik.org
6. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi bahasa
Indonesia, vol. 8. EGC. Jakarta.
8. Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta. 2005