Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

TERAPI OKSIGEN

Pembimbing :

dr. Albert Daniel Solang, Sp.A

Disusun oleh :

Menisco Octaviandi

1361050256

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 26 FEBRUARI – 5 MEI 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

2018
BAB I
PENDAHULUAN

Terapi oksigen adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen
pada inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kadar oksigen inspirasi
(FiO2), dan meningkatkan tekanan oksigen. Tujuan dari terapi oksigen ini adalah untuk
meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan untuk
memfasilitasi metabolisme aerob, dan mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90
%. Indikasi pemberian terapi oksigen ini adalah pasien hipoksia, oksigenasi kurang
sedangkan paru normal, oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal, oksigenasi cukup,
paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal, pasien yang membutuhkan pemberian oksigen
konsentrasi tinggi, dan pada pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
Teknik pemberian terapi oksigen ini bisa dengan sistem aliran rendah seperti, kateter nasal,
nasal kanul, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing, dan
sungkup muka dengan kantong non rebreathing. Bisa juga dengan teknik aliran tinggi seperti,
sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low concentration), Bag and
Mask / resuscitator manual, dan Collar trakeostomi. Pemberian terapi oksigen dapat
mengakibatkan kebakaran, iritasi saluran pernapasan, keracunan oksigen, kejang bahkan
sampai koma.
Anggapan bahwa oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan
manusia agaknya memang benar. Tidak makan atau tidak minum mungkin masih akan
memberikan toleransi yang cukup panjang hingga sampai kepada keadaan fatal, tetapi
sebentar saja manusia tak mendapat oksigen maka akan langsung fatal akibatnya. Tak hanya
untuk bernafas dan memepertahankan kehidupan, oksigen juga sangat dibutuhkan untuk
metaboloisme tubuh. Oksigen dapat menjadi jalan untuk mengatasi berbagai macam
penyakit. Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal
elemen ini iperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas.
Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler
dan keadaan hematologis. Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang
dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam
kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi sebagai dokter dalam
mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah. Sebelum membahas
tentang terapi oksigen, kita seharusnya harus mengetahui terlebih dahulu anatomi dan
fisiologi sistem pernapasan.
A. Anatomi Sistem Respirasi
- Sistem Pernapasan pada Manusia terdiri atas:
1. Saluran Nafas Bagian Atas
 Hidung
Hidung adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika proses pernafasan
berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan menjalani tiga proses yaitu
penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban.
 Faring
Merupakan pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.

a. Nasofaring(terdapat pharyngeal tonsildan Tuba Eustachius). Nasofaring terletak


tepat di belakang cavum nasi , di bawah basis crania dan di depan vertebrae cervicalis I dan
II. Nasofaring membuka bagian depan ke dalam cavum nasi dan ke bawah ke dalam
orofaring. Tuba eusthacius membuka ke dalam dinding lateralnya pada setiap sisi. Pharyngeal
tonsil (tonsil nasofaring) adalah bantalan jaringan limfe pada dinding posteriosuperior
nasofaring.

b. Orofaring Merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal


lidah). Orofaring adalah gabungan sistem respirasi dan pencernaan, makanan masuk dari
mulut dan udara masuk dari nasofaring dan paru.

c. Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)


Laringofaring merupakan bagian dari faring yang terletak tepat di belakang laring, dan
dengan ujung atas esofagus.

Laring (tenggorok)
Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup
oleh sebuanh empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup laring. Terletak pada garis tengah
bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan
didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.
2. Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Trachea atau Batang tenggorok
Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea
berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang
manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni)
atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang
mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang
berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
b. Bronkus
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrae
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang
sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah paru. Bronkus kanan
lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari
arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronkus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan
ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi
bronkus lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus
menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkhiolus tidak
diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya
dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut
saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat
pertukaran gas paru-paru yaitu alveolus.
BAB II
PEMBAHASAN

Terapi Oksigen
1. Definisi
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran
pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Terapi oksigen adalah pemberian
oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir
lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %, Terapi
oksigen adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi,
yang dapat dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik )
b. Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik)

2. Tujuan/ kegunaan
 Meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan untuk
memfasilitasi metabolisme aerob
 Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 % untuk :
- Mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta mmempertahankan
oksigenasi jaringan yang adekuat.
- Menurunkan kerja nafas dan miokard.
- Menilai fungsi pertukaran gas.
3. Indikasi

 Pasien hipoksia
Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada daerah ketinggian serta
merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai penyakit sistem pernafasan lainnya. Gejala
dan tanda hipoksia hipoksik:
- Pengaruh penurunan tekanan barometer
Penurunan PCO2 darah arteri yang terjadi akan menimbulkan alkalosis respiratorik.
- Gejala hipoksia saat bernafas oksigen
Di ketinggian 19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg, dan pada atau lebih rendah dari
tekanan ini cairan tubuh akan mendidih pada suhu tubuh. Setiap orang yang terpajan pada
tekanan yang rendah akan lebih dahulu meninggal saat hipoksia, sebelum gelembung uap air
panas dari dalam tubuh menimbulkan kematian.

Pemberian terapi oksigen hiperbarik mungkin juga bermanfaat bagi :


a. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
b. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
c. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.
d. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
e. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 )rendah.
Contoh :
 Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil AGD
 Pasien dengan peningkatan kerja napas dimana tubuh terjadi hipoksemia ditandai dengan
PaO2 dan SpO2 menurun.
 Pasien yang teridentifikasi hipoksemia contohnya syok dan keracunan CO Hipoksemia
adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah arteri
(PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal (nilai normal PaO285- 100
mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan menjadiringan sedang dan berat berdasarkan
nilai PaO2 dan SaO2. hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan
SaO2 90-94%, hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89% dan hipoksemia
berat bila PaO2 kurang dari 40 mmHg dan SaO2kurang dari 75%.

Kriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara
dibawah ini:
 Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus), Diberikan apabila hasil
analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai:
a. PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%.
b. PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale,
polisitemia (hematokrit >56%).
 Pemberian secara berselang
Diberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai:
a. Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%
b. Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88%
Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen perlu dievaluasi gas
darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu tidaknya terapi oksigen jangka panjang.
4. Kontra indikasi
Tidak ada kontra indikasi absolut :
 Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
 Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala,
trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal.
 Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi,
akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.

5. Alat – alat yang diperlukan


a. Kateter nasal.
b. Kanul nasal/binasal/nasal prong
c. Sungkup muka sederhana.
d. Sungkup muka rebreathing dengan kantong oksigen.
e. Sungkup muka non rebreathing dengan kantong oksigen.
f. Sungkup muka Venturi
g. Jelly.
h. Plester.
i. Gunting.
j. Sumber oksigen.
k. Humidifier.
l. Flow meter.
m. Aqua steril.
n. Selang oksigen.
o. Tanda dilarang merokok

6. Syarat-syarat Pemberian Oksigen Meliputi :


1. Dapat mengontrol konsentrasi oksigen udara inspirasi,
2. Tahanan jalan nafas yang rendah,
3. Tidak terjadi penumpukan CO2,
4. Efisien,
5. Nyaman untuk pasien.

7. Protokol prosedur
Dapat dibagi menjadi 2 teknik, yaitu :

1. Sistem Aliran Rendah

Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan, bekerja
dengan memberikan oksigen pada frekuensi aliran kurang dari volume inspirasi pasien, sisa
volume ditarik dari udara ruangan. Karena oksigen ini bercampur dengan udara ruangan,
maka FiO2 aktual yang diberikan pada pasien tidak diketahui, menghasilkan FiO2 yang
bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Alat oksigen
aliran rendah cocok untuk pasien stabil dengan pola nafas, frekuensi dan volume ventilasi
normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20
kali permenit.
Contoh sistem aliran rendah adalah :
Low flow low concentration :
a. Kateter nasal
b. Kanul nasal / kanul binasal / nasal prong. Low flow high concentration
a. Sungkup muka sederhana.
b. Sungkup muka dengan kantong rebreathing
c. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing

Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu dengan
aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Prosedur pemasangan kateter ini
meliputi insersi kateter oksigen ke dalam hidung sampai nasofaring. Persentase oksigen yang
mencapai paru-paru beragam sesuai kedalaman dan frekuensi pernafasan, terutama jika
mukosa nasal membengkak.

Kanul Nasal binasal


Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan aliran 1 –
6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44%.
Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit pasien. Pada pemberian oksigen dengan
nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut.
FiO2 estimation :

Flows FiO2
• 1 Liter /min : 24 %
• 2 Liter /min : 28 %
• 3 Liter /min : 32 %
• 4 Liter /min : 36 %
• 5 Liter /min : 40 %
• 6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
Sungkup Muka Sederhana
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan alat pemberian
oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 – 8 liter/mnt dengan konsentrasi
oksigen 40 – 60%. Masker ini kontra indikasi pada pasien dengan retensi
karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak boleh kurang dari 5
liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari masker.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
• 5-6 Liter/min : 40 %
• 6-7 Liter/min : 50 %
• 7-8 Liter/min : 60 %

rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk menjamin
keamanan dan kenyamanan.
o Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu (syarat terapi oksigen
adalah jalan nafas harus bebas, jalan nafas yang bebas menjamin aliran oksigen lancar).
o Atur posisi pasien (meningkatkan kenyamanan dan memudahkan pemasangan).

Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing


Rebreathing mask Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 – 60%
dengan aliran 6 – 15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara ekspirasi
sebagian tercampur dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2, kantong akan terisi saat
ekspirasi dan hampir menguncup waktu inspirasi. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke
dalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3
bagian kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan
tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit.

FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
• 6 : 35 %
• 8 : 40 – 50 %
• 10 – 15 : 60 %

Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing


Non rebreathing mask
Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi mencapai 90 % dengan
aliran 6 – 15 liter/mnt. Pada prinsipnya udara inspirasi tidak bercampur dengan udara
ekspirasi, udara ekspirasi dikeluarkan langsung ke atmosfer melalui satu atau lebih katup,
sehingga dalam kantong konsentrasi oksigen menjadi tinggi. Sebelum dipasang ke pasien isi
O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal
2/3 bagian kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup
dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Kantong tidak akan pernah kempes dengan
total. Perawat harus menjaga agar semua diafragma karet harus pada tempatnya dan tanpa
tongkat.

FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
• 6 : 55 – 60
• 8 : 60 – 80
• 10 : 80 – 90
• 12 – 15 : 90

2. Sistem Aliran Tinggi


Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk memberikan 2 atau 3 kali volume
inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien dengan pola nafas pendek dan pasien dengan
PPOK yang mengalami hipoksia karena ventilator. Suatu teknik pemberian oksigen dimana
FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan teknik ini
dapat menambahkan konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh sistem aliran
tinggi :
a. Sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low concentration).
Merupakan metode yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk konsentrasi yang tepat
melalui cara non invasif. Masker dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan aliran
udara ruangan bercampur dengan aliran oksigen yang telah ditetapkan. Masker venturi
menerapkan prinsip entrainmen udara (menjebak udara seperti vakum), yang memberikan
aliran udara yang tinggi dengan pengayaan oksigen terkontrol. Kelebihan gas keluar masker
melalui cuff perforasi, membawa gas tersebut bersama karbondioksida yang dihembuskan.
Metode ini memungkinkan konsentrasi oksigen yang konstan untuk dihirup yang tidak
tergantung pada kedalaman dan kecepatan pernafasan.Diberikan pada pasien hyperkarbia
kronik ( CO2 yang tinggi ) seperti PPOK yang terutama tergantung pada kendali hipoksia
untuk bernafas, dan pada pasien hypoksemia sedang sampai berat.
FiO2 estimation
Menurut Standar ICU Dep.Kes RI. tahun 2005, estimasi FiO2 venturi mask merk Hudson
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
• Biru : 2 : 24
• Putih : 4 : 28
• Orange : 6 : 31
• Kuning : 8 : 35
• Merah : 10 : 40
• Hijau : 15 : 60

b. Bag and Mask / resuscitator manual


Digunakan pada pasien :
• Cardiac arrest
• Respiratory failure
• Sebelum, selama dan sesudah suction Gas flows 12 – 15 liter, selama resusitasi buatan,
hiperinflasi/ bagging, kantong resusitasi dengan reservoir harus digunakan untuk memberikan
konsentrasi oksigen 74 % - 100 %. Dianjurkan selang yang bengkok tidak digunakan sebagai
reservoir untuk kantong ventilasi. Kantong 2.5 liter dengan kecepatan 15 liter/menit telah
ditunjukkan untuk pemberian oksigen yang konsisten dengan konsentrasi 95 % - 100 %.
Penggunaan kantong reservoar 2.5 liter juga memberikan jaminan visual bahwa aliran
oksigen utuh dan kantong menerima oksigen tambahan. Pengetahuan tentang kantong dan
keterampilan penggunaan adalah vital :
• Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal( VT ).
• Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi
• Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak.
Hal – hal yang harus diperhatikan :
o Observasi dada pasien untuk menentukan kantong bekerja dengan baik dan apakah terjadi
distensi abdomen.
o Kemudahan / tahanan saat pemompaan mengindikasikan komplain paru.
o Risiko terjadinya peningkatan sekresi, pneumothorak, hemothorak, atau spasme bronkus
yang memburuk.
Syarat – syarat Resusitator manual :
• Kemampuan kantong untuk memberikan oksigen 100 % pada kondisi
akut.
• Masker bila dibutuhkan harus transparan untuk memudahkan
observasi terhadap muntah / darah yang dapat mengakibatkan aspirasi.
• Sistem katup yang berfungsi tanpa gangguan pada kondisi akut.
• Pembersihan dan pendauran ketahanan kantong.

Large Volume Aerosol Sistem.


a. Selang T / T piece / Briggs adaptor
Oksigen dialirkan ke humidifier, aliran harus cukup tinggi untuk menutup ventilasi pasien per
menit. Dengan Oksigen T- piece memungkinkan pelembaban untuk selang ETT ( Endo
Trakeal Tube ) atau trakeostomi.Tidak akan menimbulkan kondensasi dalam selang. Pada
pemakaiannya, kabut harus terlihat pada ekshalasi akhir. Flow rate yang direkomendasikan
adalah 10 liter/menit dengan nebuliser set untuk menjaga inspired oxygen concentration
(FiO2)
b. Sungkup terbuka / Face tent
Sama dengan selang T, digunakan untuk memberikan pelembaban pada pasien di ruang
pemulihan atau setelah ekstubasi. Bila pasien merasakan masker terlalu menyekap, maka
masker wajah harus ditambahkan. Konsentrasi 40% dengan aliran 10-15 L/mnt, 8-12
liter/menit : 28%-100%

10. Resiko Terapi Oksigen


Salah satu resiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat terjadi bila oksigen
diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama 1-2 hari. Kerusakan jaringan
paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H2O2
melepaskan enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan
resiko yang lain seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis. Oksigen 100%
menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun juga pada bakteri, jamur, biakan sel
hewam dan tanaman. Apabila O2 80-100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau
lebih, saluran pernafasan akan teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung,
nyeri tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama 24 – 48 jam mengakibatkan kerusakan
jaringan paru. Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O2,
selanjutnya mengalami gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan pemadatan
jaringan paru (displasia bronkopulmonal). Komplikasi lain pada bayi-bayi ini adalah retinopti
prematuritas (fibroplkasia retrolental), yaitu pembentukan jaringan vaskuler opak pada
matayang dapat mengakibatkan kelainan penglihatan berat. Pemberian O2 100% pada
tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya iritasi trakeobronkial, tetapi juga kedutan
otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa pening, kejang dan koma. Pajanan terhadap O2
tekanan tinggi (oksigenasi hiperbarik) dapat menghasilkan peningkatan jumlah O2 terlarut
dalam darah. Oksigen bukan zat pembakar tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran,
oleh karena itu klein dengan terapi pemberian oksigen harus menghindari : Merokok,
membuka alat listrik dalam area sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik
tanpa“Ground”.
BAB III
KESIMPULAN

Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran
pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Tujuan terapi oksigen ini adalah
untuk meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan untuk
memfasilitasi metabolisme aerob, mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 %.
Indikasi terapi oksigen ini adalah untuk pasien hipoksia, oksigenasi kurang sedangkan paru
normal, oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal, oksigenasi cukup, paru normal,
sedangkan sirkulasi tidak normal, pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi
tinggi, pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah. Kontra indikasi
pemakaian terapi oksigen ini adalah pemakaian kanul nasal/kateter binasal/nasal prong : jika
ada obstruksi nasal, pemakaian kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar
tengkorak kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal, pemakaian sungkup muka
dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan lebih meningkatkan
kadar PaCO2 nya lagi. Komplikasi pemakaian terapi oksigen yang terlalu lama dapat
mengakibatkan keracunan oksigen, kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya
metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim proteolotikdan
enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain seperti retensi gas
karbondioksida dan atelektasis.
Apabila O2 80 - 100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran
pernafasan akan teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri
tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan
paru. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya iritasi
trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa pening, kejang
dan koma.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi bahasa Indonesia, vol. 8.
EGC. Jakarta
2. Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.
4. Ikawati, Z. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan. PDF. Rohsiswatmo, R. 2010.
Terapi Oksigen Pada Neonatus. Divisi Perinatologi Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCMk
FKUI – RSCM. Jakarta.
5. Akhmad, I. 2004. Terapi Oksigen Dalam Asuhan Keperawatan. Program Studi Ilmu
Keperawatan FK USU Medan. Sumatera Utara.
6. Rogayah, R. 2009. The Principle Of Oxigen Therapy. Departemen Pulmonologi Dan
Respiratori FK UI. Jakarta.
7. Potter & Perry. 2002. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.
Volume 2. Edisi 4. EGC. Jakarta.
8. Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran
Respirasi. FKUI. Jakarta. 2005
9. Ganong, F. William. 2003. Fisiologi Kedokteran Edisi 20. EGC.Jakarta.
10. Latief, A. Said. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intesif. Jakarta.
11. Widiastuti, N. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Respirasi. 2010. Program Studi Ilmu
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wiramedika PPNI. Bali.

Anda mungkin juga menyukai