TERAPI OKSIGEN
Pembimbing :
Disusun oleh :
Menisco Octaviandi
1361050256
JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Terapi oksigen adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen
pada inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kadar oksigen inspirasi
(FiO2), dan meningkatkan tekanan oksigen. Tujuan dari terapi oksigen ini adalah untuk
meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan untuk
memfasilitasi metabolisme aerob, dan mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90
%. Indikasi pemberian terapi oksigen ini adalah pasien hipoksia, oksigenasi kurang
sedangkan paru normal, oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal, oksigenasi cukup,
paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal, pasien yang membutuhkan pemberian oksigen
konsentrasi tinggi, dan pada pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
Teknik pemberian terapi oksigen ini bisa dengan sistem aliran rendah seperti, kateter nasal,
nasal kanul, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing, dan
sungkup muka dengan kantong non rebreathing. Bisa juga dengan teknik aliran tinggi seperti,
sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low concentration), Bag and
Mask / resuscitator manual, dan Collar trakeostomi. Pemberian terapi oksigen dapat
mengakibatkan kebakaran, iritasi saluran pernapasan, keracunan oksigen, kejang bahkan
sampai koma.
Anggapan bahwa oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan
manusia agaknya memang benar. Tidak makan atau tidak minum mungkin masih akan
memberikan toleransi yang cukup panjang hingga sampai kepada keadaan fatal, tetapi
sebentar saja manusia tak mendapat oksigen maka akan langsung fatal akibatnya. Tak hanya
untuk bernafas dan memepertahankan kehidupan, oksigen juga sangat dibutuhkan untuk
metaboloisme tubuh. Oksigen dapat menjadi jalan untuk mengatasi berbagai macam
penyakit. Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal
elemen ini iperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas.
Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler
dan keadaan hematologis. Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang
dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam
kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi sebagai dokter dalam
mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah. Sebelum membahas
tentang terapi oksigen, kita seharusnya harus mengetahui terlebih dahulu anatomi dan
fisiologi sistem pernapasan.
A. Anatomi Sistem Respirasi
- Sistem Pernapasan pada Manusia terdiri atas:
1. Saluran Nafas Bagian Atas
Hidung
Hidung adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika proses pernafasan
berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan menjalani tiga proses yaitu
penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban.
Faring
Merupakan pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.
Laring (tenggorok)
Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup
oleh sebuanh empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup laring. Terletak pada garis tengah
bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan
didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.
2. Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Trachea atau Batang tenggorok
Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea
berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang
manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni)
atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang
mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang
berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
b. Bronkus
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrae
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang
sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah paru. Bronkus kanan
lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari
arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronkus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan
ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi
bronkus lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus
menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkhiolus tidak
diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya
dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut
saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat
pertukaran gas paru-paru yaitu alveolus.
BAB II
PEMBAHASAN
Terapi Oksigen
1. Definisi
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran
pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Terapi oksigen adalah pemberian
oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir
lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %, Terapi
oksigen adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi,
yang dapat dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik )
b. Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik)
2. Tujuan/ kegunaan
Meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan untuk
memfasilitasi metabolisme aerob
Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 % untuk :
- Mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta mmempertahankan
oksigenasi jaringan yang adekuat.
- Menurunkan kerja nafas dan miokard.
- Menilai fungsi pertukaran gas.
3. Indikasi
Pasien hipoksia
Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada daerah ketinggian serta
merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai penyakit sistem pernafasan lainnya. Gejala
dan tanda hipoksia hipoksik:
- Pengaruh penurunan tekanan barometer
Penurunan PCO2 darah arteri yang terjadi akan menimbulkan alkalosis respiratorik.
- Gejala hipoksia saat bernafas oksigen
Di ketinggian 19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg, dan pada atau lebih rendah dari
tekanan ini cairan tubuh akan mendidih pada suhu tubuh. Setiap orang yang terpajan pada
tekanan yang rendah akan lebih dahulu meninggal saat hipoksia, sebelum gelembung uap air
panas dari dalam tubuh menimbulkan kematian.
Kriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara
dibawah ini:
Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus), Diberikan apabila hasil
analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai:
a. PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%.
b. PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale,
polisitemia (hematokrit >56%).
Pemberian secara berselang
Diberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai:
a. Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%
b. Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88%
Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen perlu dievaluasi gas
darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu tidaknya terapi oksigen jangka panjang.
4. Kontra indikasi
Tidak ada kontra indikasi absolut :
Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala,
trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal.
Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi,
akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.
7. Protokol prosedur
Dapat dibagi menjadi 2 teknik, yaitu :
Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan, bekerja
dengan memberikan oksigen pada frekuensi aliran kurang dari volume inspirasi pasien, sisa
volume ditarik dari udara ruangan. Karena oksigen ini bercampur dengan udara ruangan,
maka FiO2 aktual yang diberikan pada pasien tidak diketahui, menghasilkan FiO2 yang
bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Alat oksigen
aliran rendah cocok untuk pasien stabil dengan pola nafas, frekuensi dan volume ventilasi
normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20
kali permenit.
Contoh sistem aliran rendah adalah :
Low flow low concentration :
a. Kateter nasal
b. Kanul nasal / kanul binasal / nasal prong. Low flow high concentration
a. Sungkup muka sederhana.
b. Sungkup muka dengan kantong rebreathing
c. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu dengan
aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Prosedur pemasangan kateter ini
meliputi insersi kateter oksigen ke dalam hidung sampai nasofaring. Persentase oksigen yang
mencapai paru-paru beragam sesuai kedalaman dan frekuensi pernafasan, terutama jika
mukosa nasal membengkak.
Flows FiO2
• 1 Liter /min : 24 %
• 2 Liter /min : 28 %
• 3 Liter /min : 32 %
• 4 Liter /min : 36 %
• 5 Liter /min : 40 %
• 6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
Sungkup Muka Sederhana
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan alat pemberian
oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 – 8 liter/mnt dengan konsentrasi
oksigen 40 – 60%. Masker ini kontra indikasi pada pasien dengan retensi
karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak boleh kurang dari 5
liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari masker.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
• 5-6 Liter/min : 40 %
• 6-7 Liter/min : 50 %
• 7-8 Liter/min : 60 %
rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk menjamin
keamanan dan kenyamanan.
o Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu (syarat terapi oksigen
adalah jalan nafas harus bebas, jalan nafas yang bebas menjamin aliran oksigen lancar).
o Atur posisi pasien (meningkatkan kenyamanan dan memudahkan pemasangan).
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
• 6 : 35 %
• 8 : 40 – 50 %
• 10 – 15 : 60 %
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
• 6 : 55 – 60
• 8 : 60 – 80
• 10 : 80 – 90
• 12 – 15 : 90
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran
pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Tujuan terapi oksigen ini adalah
untuk meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan untuk
memfasilitasi metabolisme aerob, mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 %.
Indikasi terapi oksigen ini adalah untuk pasien hipoksia, oksigenasi kurang sedangkan paru
normal, oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal, oksigenasi cukup, paru normal,
sedangkan sirkulasi tidak normal, pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi
tinggi, pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah. Kontra indikasi
pemakaian terapi oksigen ini adalah pemakaian kanul nasal/kateter binasal/nasal prong : jika
ada obstruksi nasal, pemakaian kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar
tengkorak kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal, pemakaian sungkup muka
dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan lebih meningkatkan
kadar PaCO2 nya lagi. Komplikasi pemakaian terapi oksigen yang terlalu lama dapat
mengakibatkan keracunan oksigen, kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya
metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim proteolotikdan
enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain seperti retensi gas
karbondioksida dan atelektasis.
Apabila O2 80 - 100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran
pernafasan akan teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri
tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan
paru. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya iritasi
trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa pening, kejang
dan koma.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi bahasa Indonesia, vol. 8.
EGC. Jakarta
2. Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.
4. Ikawati, Z. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan. PDF. Rohsiswatmo, R. 2010.
Terapi Oksigen Pada Neonatus. Divisi Perinatologi Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCMk
FKUI – RSCM. Jakarta.
5. Akhmad, I. 2004. Terapi Oksigen Dalam Asuhan Keperawatan. Program Studi Ilmu
Keperawatan FK USU Medan. Sumatera Utara.
6. Rogayah, R. 2009. The Principle Of Oxigen Therapy. Departemen Pulmonologi Dan
Respiratori FK UI. Jakarta.
7. Potter & Perry. 2002. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.
Volume 2. Edisi 4. EGC. Jakarta.
8. Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran
Respirasi. FKUI. Jakarta. 2005
9. Ganong, F. William. 2003. Fisiologi Kedokteran Edisi 20. EGC.Jakarta.
10. Latief, A. Said. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intesif. Jakarta.
11. Widiastuti, N. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Respirasi. 2010. Program Studi Ilmu
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wiramedika PPNI. Bali.