Anda di halaman 1dari 20

Referat

TERAPI OKSIGEN

Oleh:

Ravi Hamsyah Hidayat, S.Ked. 04084822124080

Pembimbing :

dr. Ibnu Umar, Sp. An, KIC

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

TERAPI OKSIGEN

Oleh:

Ravi Hamsyah Hidayat 04084822124080

Dosen Pembimbing:

dr. Ibnu Umar, Sp. An, KIC

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin
Palembang.

Palembang, 05 April 2021

Pembimbing,

dr. Ibnu Umar, Sp.An, KIC

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat Terapi Oksigen sebagai salah
satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Ibnu Umar, Sp.An, KIC dan selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunanreferat ini sehingga referat ini dapat selesai dengan baik.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini


disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan
di masa yang akan datang. Semoga referat ini dapat memberi manfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Palembang, 05 April 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3

2.1 Definisi Terapi Oksigen............................................................................3

2.2 Tujuan Terapi Oksigen..............................................................................3

2.3 Indikasi Terapi Oksigen............................................................................3

2.4 Kriteria Pemberian Oksigen dan Kontraindikasi.......................................5

2.5 Kriteria Teknik dan Alat Oksigen.............................................................3

2.6 Cara Pemberian Oksigen...........................................................................7

2.7 Panduan Pemilihan Terapi Oksigen........................................................13

2.8 Prosedur Terapi Oksigen.........................................................................15

2.9 Evaluasi...................................................................................................17

2.10 Komplikasi .............................................................................................17

BAB III KESIMPULAN........................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

Oksigen dapat dikatakan sebagai obat yang paling banyak digunakan secara
umum dalam anestesi dan perawatan akut di rumah sakit. Lebih dari 15% pasien
datang ke rumah sakit di Inggris diberikan oksigen pada setiap saat. Sangat sedikit
pasien yang menerima anestesi umum atau memasuki unit perawatan kritis tanpa
menerima oksigen dan diperkirakan ada lebih dari 1,5 juta prosedur pembedahan
mayor (pada pasien) yang membutuhkan anestesi setiap tahun di Inggris dan lebih
dari 235.000 kasus pasien dengan perawatan kritis Selain itu, sebagian besar
pasien dengan penyakit paru akut (>2,5 juta per tahun di Inggris) atau penyakit
jantung. (>450.000 per tahun di Inggris) akan diberikan oksigen pada suatu waktu
selama di rumah sakit. Lebih dari sepertiga pasien dibawa ke rumah sakit oleh
ambulans diberikan oksigen. Pasien dengan kondisi terburuk dan yang paling
berisiko mengalami hasil yang buruk juga kemungkinan besar menerima terapi
oksigen.1

Penggunaan oksigen secara luas pada pasien dengan keadaan sakit akut
didasarkan oleh terapi oksigen yang dapat mencegah terjadinya hipoksia selular
merupakan prioritas tertinggi dalam penanganan darurat. Dalam penggunannya
oksigen umumnya digunakan dalam tiga kondisi: peri-operatif, perawatan kritis,
dan resusitasi. Dalam penelitian terbaru didaptkan terdapat hubungan antara terapi
oksigen dan keluaran pasien dalam situasi tersebut.1, 2

Dokter biasanya melakukan pemberian oksigen sesuai indikasi seperti


keadaan hipoksemia atau penurunan kadar oksigen dalam darah. Target saturasi
oksigen umumnya 92-98% pada pasien sehat. Sedangkan pada pasien hiperkapnik
kronis, target saturasi oksigen berada di antara 88 – 92% dengan catatan saturasi
oksigen awal di bawah nilai tersebut. Tidak ada kontraindikasi absolut, tetapi pada
pasien yang menderita keracunan paraquat dan dengan inhalasi asam atau cedera
paru-paru sebelumnya, terapi oksigen harus diberikan dengan hati-hati.3

Pemberian oksigen menggunakan sistem aliran rendah atau aliran tinggi.


Pada sistem aliran rendah, pemberian oksigen dapat dilakukan dengan
menggunakan alat berupa kateter nasal, kanula nasal, sungkup muka sederhana,

1
sungkup muka rebreathing dengan kantong O2, dan sungkup muka non-
rebreathing dengan kantong O2. Jumlah aliran dan konsentrasi yang diberikan
tergantung pada alat yang digunakan dan kondisi pasien. Pada sistem aliran tinggi,
alat yang digunakan adalah sungkup muka venturi (venturi mask) dan sungkup
muka aerosol (Ambu Bag). Jumlah aliran dan konsentrasi yang diberikan juga
bergantung pada alat dan kondisi pasien. Alat lainnya yang umum digunakan
adalah CPAP (continuous positive airway pressure), dan sistem BiPAP (bilevel
positive airway pressure).4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Terapi Oksigen

Terapi oksigen adalah pemberian oksigen pada pasien dengan konsentrasi


lebih besar daripada konsentrasi oksigen di udara atmosfer yaitu lebih dari 21%
yang diberikan sesuai dengan indikasi pasien.5

2.2 Tujuan Terapi Oksigen

Tujuan utama pemberian terapi oksigen adalah untuk mengobati atau


mencegah hipoksemia, sehingga dengan mencegah hipoksia jaringan yang
mungkin terjadi yang dapat mengakibatkan cedera jaringan atau bahkan kematian
sel.3

2.3 Indikasi Terapi Oksigen

Adapun indikasi terapi oksigen pada umumnya adalah sebagai berikut:6

1. Diberikan ketika nilai tekanan parsial oksigen <60 mmHg atau saturasi
oksigen <90% saat pasien bernapas dan beristirahat di udara ruangan. Pada
neonatus, terapi oksigen diberikan apabila nilai tekanan parsial oksigen
<50 mmHg atau saturasi oksigen <88%.
2. Diberikan pada pasien yang dicurigai mengalami hipoksia berdasarkan
pemeriksaan fisik dan riwayat medis.
3. Diberikan pada pasien infark miokard, edema paru, cedera paru akut,
fibrosis paru, inhalasi CO atau keracunan sianida, dan ARDS (Acute
Respiratory Distress Syndrome).
4. Diberikan selama periode perioperatif. Hal in karena selama anestesi
umum dapat mengakibatkan penurunan tekanan parsial oksigen.
5. Diberikan pada pasien luka bakar, keganasan, infeksi berat, trauma, kejang
demam, dan penyakit lainnya yang menyebabkan peningkatan kebutuhan
jaringan terhadap oksigen.

3
Pada terapi oksigen dibagi menjadi dua, yakni terapi oksigen jangka
pendek (short term oxygen therapy) dan terapi oksigen jangka panjang (long-term
oxygen therapy). Hal ini agar pemberian oksigen dapat memberikan manfaat yang
optimal dan menghindari toksisitas.

2.3.1 Indikasi Terapi Jangka Pendek


Terapi oksigen jangka pendek biasanya diberikan pada pasien dengan
kondisi hipoksemia akut seperti pasien pneumonia, PPOK (Penyakit Paru
Obstruktif dan Kronis), emboli paru, dan gangguan kardiovaskular. Oksigen harus
diberikan secara adekuat dengan fraksi oksigen (FiO2) sebesar 60-100% dengan
jangka waktu pendek hingga keadaan klinis pasien membaik.7

2.3.2 Indikasi Terapi Jangka Panjang


Terapi oksigen jangka panjang dapat menjadi indikasi pada pasien dengan
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) saat PaO2 istirahat 55 mmHg atau
SaO2 88%, penyakit paru interstitial, hipertensi pulmonal, kista fibrosis, dan
Advance Cardiac Failure.8

2.4 Kontraindikasi

Adapun kontraindikasi terapi oksigen adalah sebagai berikut:6


1. Pasien tidak memiliki hipoksia kronis dan memiliki keterbatasan jalan
napas yang berat dengan keluhan dispneu dengan PaO2 60 mmHg.
2. Pada pasien perokok aktif karena kemungkinan adanya prognosis yang
buruk.
3. Keracunan paraquat dan dengan inhalasi asam atau cedera paru-paru
sebelumnya, terapi oksigen harus diberikan dengan hati-hati.

4
2.5 Alat Suplementasi Oksigen

Gambar 1. Alat bantu pernapasan

1. Kanul Nasal
Kanul nasal adalah sistem pemberian oksigen yang paling umum,
digunakan untuk hipoksia ringan. Alat ini memberikan oksigen ke dalam ruang
nasofaring dan dapat diatur untuk memberikan antara 1 sampai 6 L/min − 1 (24-
40% FIO2). FIO2 meningkat sekitar 4% dengan setiap liter oksigen per menit.
Aliran oksigen > 6 L/min harus dihindari karena dapat mengeringkan mukosa
hidung dan dapat mengganggu pola tidur. Kanula hidung nyaman karena pasien
dapat berbicara dan makan sambil menerima oksigen, dan mudah digunakan.

5
Namun, dapat dengan mudah terlepas dan tidak seefektif pasien dengan kelainan
septum atau polip.9

2. Sungkup Muka Sederhana


Masker wajah sederhana dapat diatur untuk menghasilkan antara 5 dan 10
L/min (35–55% FIO2) dan diindikasikan ketika oksigen dalam jumlah sedang
dibutuhkan. Ini pas di atas mulut dan hidung pasien, dan memiliki saluran
pernafasan samping tempat pasien menghembuskan karbon dioksida. Udara yang
dilembabkan dapat ditambahkan jika konsentrasi oksigen menyebabkan mukosa
hidung kering. Efisiensi topeng bergantung pada seberapa pasnya. Makan dan
minum bisa jadi sulit dengan masker yang terpasang dan dapat membatasi
beberapa pasien yang mungkin merasa sesak dengan penggunaan masker.9

Gambar 3. Sungkup Muka Sederhana

3. Sungkup Muka Dengan Kantong (reservoir)


a) Sungkup Muka parsial rebreathing

Aliran 8-12 l/menit menghasilkan oksigen dengan konsentrasi 60 - 80%.


Oksigen mengalir ke kantong reservoir terus-menerus. Ketika eskpirasi, 1/3 awal
gas ekspirasi masuk ke kantong reservoir bercampur dengan oksigen yang ada.
Jadi, saat inspirasi pasien menghisap kembali 1/3 gas ekspirasi.10

b) Sungkup Muka non-rebreathing

6
Masker non-rebreather adalah perangkat aliran rendah dengan FIO2 tinggi.
Ini menggunakan kantong reservoir (∼1000 mL) untuk memberikan konsentrasi
oksigen yang lebih tinggi. Katup satu arah antara sungkup dan kantong reservoir
mencegah pasien menghirup udara kadaluwarsa. Ini dapat diatur untuk
mengirimkan antara 10 dan 15 L/min (80–95% oksigen). Aliran oksigen <10
L/min dapat menyebabkan kantong benar-benar runtuh selama inspirasi. FIO2
bergantung pada pola pernapasan pasien. Masker ini berguna untuk pasien
hipoksia berat yang berventilasi baik, tetapi memiliki risiko retensi dan aspirasi
karbon dioksida jika muntah.9

Pada saat inspirasi, katup yang terletak di bagian samping sungkup muka
akana menutup sehingga seluruh gas inspirasi yang bersal dari kantong reservoir
sedangkan katup yang berada di antara kantong reservoir dan sungkup menutup
sehingga gas ekspirasi tidak masuk ke kantong reservoir tetapi dipaksa keluar
melewati lubang-lubang kecil disamping sungkup. Pada sistem ini, aliran oksigen
akan terus-menerus mengisi kantong reservoir.10

Gambar 4. Sungkup Muka Non-Rebreathing


4. Masker Venturi

Masker Venturi adalah perangkat aliran tinggi yang memungkinkan


pengukuran FIO2 yang tepat dikirim. Ini terdiri dari sebotol air steril, tabung
bergelombang, sistem nebuliser rasio udara / oksigen, kantong drainase, dan
masker (misalnya masker wajah aerosol, masker trakeostomi, T-piece, face tent).

7
Aliran oksigen melebihi aliran ekspirasi puncak pasien. Oleh karena itu, kecil
kemungkinan pasien menghirup udara dari ruangan. Masker Venturi
menggunakan port dengan ukuran berbeda untuk mengubah FIO2 yang dikirim
(24–50%). FIO2 dan aliran oksigen dengan jelas dinyatakan di bagian bawah
setiap port. Alat ini tidak mengeringkan selaput lendir, tetapi membatasi untuk
beberapa pasien, dan mengganggu berbicara dan makan. Ini sangat berguna pada
pasien PPOK, di mana pengiriman oksigen yang tepat sangat penting.9
Venturi Adapters :
1. Biru = 24% pada 2 LPM
2. Kuning= 28% pada 4 LPM
3. Putih = 31% pada 6 LPM
4. Hijau = 35% pada 8 LPM
5. Pink = 40% pada 8 LPM
6. Orange= 50% pada 12 LPM
5. High Flow Nasal Cannula
kanula hidung aliran tinggi terdiri dari generator aliran, blender oksigen udara,
pelembab udara, dan kanula hidung. Flow generator dapat mengalirkan gas hingga
60 L/min, dan blender meningkatkan FIO2 hingga 100% sementara humidifier
menjenuhkan campuran gas (pada 31–37 ° C). Oksigen yang dipanaskan dan
dilembabkan dikirim ke cabang hidung yang lebar. Laju aliran dan FIO2 dapat
dititrasi secara independen berdasarkan aliran pasien dan persyaratan FIO2.
Secara keseluruhan, aliran tinggi dan humidifikasi meningkatkan kapasitas sisa
fungsional dan pembersihan sekret mukosiliar, dan dengan demikian mengurangi
kerja pernapasan.9

8
Gambar 2. Konsentrasi Oksigen berdasarkan Alat yang digunakan

9
2.7 Panduan Pemilihan Terapi Oksigen

Gambar 7. Guidelines Terapi Oksigen

2.8 Prosedur Terapi Oksigen

Adapun pemberian terapi oksigen mengikuti langkah-langkah sebagai berikut


sehingga tetap berada dalam batas aman dan efektif, di antaranya:
1. Tentukan status oksigenasi pasien dengan pemeriksaan klinis,
analisa gas darah dan oksimetri.

10
2. Pilih sistem yang akan digunakan untuk memberikan terapi
oksigen.
3. Tentukan konsentrasi oksigen yang dikehendaki: rendah (di bawah
35%), sedang (35 sampai dengan 60%) atau tinggi (di atas 60%).
4. Pantau keberhasilan terapi oksigen dengan pemeriksaan fisik pada
sistem respirasi dan kardiovaskuler.
5. Lakukan pemeriksaan analisa gas darah secara periodik dengan
selang waktu minimal 30 menit.
6. Apabila dianggap perlu maka dapat dilakukan perubahan terhadap
cara pemberian terapi oksigen.
7. Selalu perhatikan terjadinya efek samping dari terapi oksigen yang
diberikan.11
2.9 Evaluasi
1. Melihat respon pasien terhadap terapi oksigen
Terapi oksigen dikatakan berhasil jika pasien dapat bernafas tanpa alat
bantu, RR normal (15-24x/ menit), SpO 2 mencapai target biasanya ≥ 90% sesuai
kondisi pasien, keadaan umum stabil (nadi teraba, tekanan darah kembali normal,
suhu normal) dan hasil analisis gas darah normal.
2. Evaluasi teknik pemberian terapi oksigen secara berkala
Evaluasi teknik pemberian oksigen mulai dari posisi alat yang benar dan
tidak berpindah, tidak ada kebocoran sistem aliran oksigen, kecepatan aliran
sesuai dengan kebutuhan pasien, dan perhatikan jalan napas tidak tersumbat oleh
secret/ kotoran.
3. Evaluasi efek samping terapi oksigen secara berkala
Efek samping yang mungkin terjadi yaitu toksisitas oksigen, depresi
napas, nyeri substernal, gangguan susunan saraf pusat dan gangguan mata.

2.10 Efek Samping


Seperti halnya terapi dengan obat, pemberian terapi oksigen juga dapat
menimbulkan efek samping, terutama terhadap sistem pernapasan, susunan saraf
pusat dan mata, terutama pada bayi prematur. Efek samping pemberian terapi
oksigen terhadap sistem pernapasan, di antaranya dapat menyebabkan terjadinya
depresi napas, keracunan oksigen dan nyeri substernal.11
Depresi napas dapat terjadi pada pasien yang menderita penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK) dengan hipoksia. Pada penderita penyakit paru

11
obstruktif kronis (PPOK), terapi oksigen dianjurkan dilakukan dengan sistem
aliran rendah dan diberikan secara intermiten.11
Keracunan oksigen terjadi apabila pemberian oksigen dengan konsentrasi
tinggi (di atas 60%) dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan menimbulkan
perubahan pada paru dalam bentuk kongesti paru, penebalan membran alveoli,
edema, konsolidasi dan atelektasis. Pada keadaan hipoksia berat, pemberian terapi
oksigen dengan fraksi oksigen (FiO2) yang mencapai 100% dalam waktu 6-12
jam untuk penyelamatan hidup seperti misalnya pada saat resusitasi masih
dianjurkan namun apabila keadaan kritis sudah teratasi maka fraksi oksigen
(FiO2) harus segera di turunkan. Nyeri substernal dapat terjadi akibat iritasi pada
trakea yang menimbulkan trakeitis. Hal ini terjadi pada pemberian oksigen
konsentrasi tinggi dan keluhan tersebut biasanya akan diperparah ketika oksigen
yang diberikan kering atau tanpa humidifikasi.11
Efek samping pemberian terapi oksigen (O2) terhadap susunan saraf pusat
apabila diberikan dengan konsentrasi yang tinggi maka akan dapat menimbulkan
keluhan parestesia.

12
BAB III
KESIMPULAN

Terapi oksigen merupakan pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen


lebih besar daripada konsentrasi oksigen di udara udara ruangan. Tujuan utama
pemberian terapi oksigen adalah untuk mengobati atau mencegah hipoksemia.
Pemberian oksigen terbagi menjadi dua, yaitu high flow dan low flow tergantung
dari indikasi dan kebutuhan pasien. Terdapat beberapa alat untuk suplementasi
oksigen pada pasien, yaitu: nasal canula, simple mask, non-rebreathing mask, dan
venturi mask yang penggunaannya disesuikan juga dengan kebutuhan pasien.
Walaupun oksigen merupakan salah satu obat yang aman, namun tetap dapat
memiliki beberapa efek samping pada system pernafasan, susunan saraf, dan mata
pada bayi premature.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Martin, Daniel & Grocott, Michael. 2013. III. Oxygen therapy in anaesthesia: the
yin and yang of O2. British journal of anaesthesia. 111. 867-
871.10.1093/bja/aet291.
2. Dodd, M. E., Kellet, F., Davis, A., Simpson, J. C., Webb, A. K., Haworth, C. S.,
& Niven, R. M. 2000. Audit of oxygen prescribing before and after the
introduction of a prescription chart. BMJ (Clinical research ed.), 321(7265), 864–
865. https://doi.org/10.1136/bmj.321.7265.864
3. O'Driscoll BR, Howard LS, Earis J on behalf of the BTS Emergency Oxygen
Guideline Development Group, et al. 2017. British Thoracic Society Guideline for
oxygen use in adults in healthcare and emergency settingsBMJ Open Respiratory
Research. 2017;4:e000170. doi: 10.1136/bmjresp-2016-000170
4. Weekley MS, Bland LE. Oxygen Administration. [Updated 2020 Apr 30]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551617/
5. Thandar Htun, Aye. 2016. OXYGEN THERAPY. International Journal of Novel
Research in Healthcare and Nursing. 3. 8-14.
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta. Interna Publishing.
7. Mahler, D., Selecky, P., Harrod, C., Benditt, J., Carrieri-Kohlman, V., Curtis, J.,
Manning, H., Mularski, R., Varkey, B., Campbell, M., Carter, E., Chiong, J., Ely,
E., Hansen-Flaschen, J., O'Donnell, D. and Waller, A., 2010. American College of
Chest Physicians Consensus Statement on the Management of Dyspnea in Patients
With Advanced Lung or Heart Disease. Chest, 137(3), pp.674-691.
8. Shebl E, Modi P, Cates TD. Home Oxygen Therapy. [Updated 2020 Jun 27]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532994/
9. Hardavella, G., Karampinis, I., Frille, A., Sreter, K., & Rousalova, I. 2019.
Oxygen devices and delivery systems. Breathe (Sheffield, England), 15(3), e108–
e116. https://doi.org/10.1183/20734735.0204-2019
10. PERKI. 2016. Buku Ajar Kursus Bantuan Hidup Jantung Dasar. Jakarta: PERKI.

14
11. Saryono. 2014. Terapi Oksigen. Dalam : Lab Keterampilan Medik. Univeristas
Jenderal Soedirman : Jawa Tengah
12. Mangku G, Senapathi TGE. 2017. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.
Edisi II. Jakarta. Indeks.

15

Anda mungkin juga menyukai