Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemenuhan Kebutuhan Oksigen pada Bronkopneumonia

1. Konsep Kebutuhan Dasar

Dalam buku Kebutuhan Dasar Manusia (2015) dijelaskan mengenai


hirearki kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow. Menurut
teori Abraham Maslow, kebutuhan dasar tersebut terdiri dari 5 kategori
dan tersusun secara berurutan yang meliputi :
a. Kebutuhan fisiologis
b. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman
c. Kebutuhan rasa kasih sayang dan memiliki
d. Kebutuhan harga diri
e. Kebutuhan aktualisasi diri

Pada kasus Bronkopneumonia kebutuhan fisiologis tepatnya


kebutuhan oksigen menjadi terganggu, karena produksi mukus yang
berlebih dan terjadi peningkatan kecepatan pernapasan.

2. Pengertian Oksigenasi

Oksigen (O2) adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam
proses metabolisme. Oksigen memegang peranan penting dalam
memproduksi molekul Adenosin Trifosfat (ATP) yang merupakan sumber
bahan bakar yang berenergi tinggi (Kadri, 2012)
Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar
yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ dan sel tubuh.
Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital
dalam proses metabolisme dan elemen ini diperoleh dengan cara

6
7

menghirup oksigen setiap kali bernapas dari atmosfer. Oksigen kemudian


diedarkan ke seluruh jaringan tubuh (Andarmoyo, 2014)
Oksigen didapat dari proses respirasi selama menghirup udara dari
atmosfer. Udara normal yang dihirup memiliki kandungan nitrogen
sebanyak 78%, oksigen 21% dan 1% lainnya yaitu uap air,
karbondioksida, dan gas-gas lainnya (Februar dkk, 2015). Oksigen yang
didapat tersebut membantu proses respirasi sel. Melalui respirasi sel,
karbohidrat diuraikan dengan bantuan oksigen menjadi energi (ATP).
Dimana ATP itulah yang menyebabkan terjadinya seluruh proses dan
berbagai fungsi dalam tubuh dapat berjalan dengan baik.
Respirasi sel juga memproduksi panas yang membuat suhu tubuh
dalam keadaan hangat dan stabil. Tanpa adanya oksigen, tubuh dapat
mengalami keadaan hipotermi. Pada bayi yang mengalami kekurangan
oksigen dalam waktu yang cukup lama akan menyebabkan terjadinya
hipoksia. Keadaan ini membuat miokardium tidak dapat berfungsi dengan
baik dan mengakibatkan kegagalan peningkatan curah jantung, sehingga
aliran darah ke seluruh organ akan berkurang. Kekurangan perfusi oksigen
dan oksigenasi jaringan ini dapat menimbulkan kerusakan jaringan otak
yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, ataupun kematian.
Dari penjelasan diatas tentunya oksigen merupakan elemen yang
penting dan paling dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga berlangsungnya
kesehatan dan kehidupan.

3. Proses Oksigenasi

Proses oksigenasi yang terjadi pada tubuh manusia meliputi tiga


langkah, yaitu :
a. Ventilasi
Ventilasi yaitu proses mekanis untuk memindahkan udara masuk atau
keluar dari paru-paru.
8

b. Difusi
Difusi yaitu pergerakan acak molekul dari tempat yang konsentrasinya
tinggi ke tempat yang konsentrasinya rendah. Konsentrasi O 2 di paru
lebih besar daripada di dalam darah, demikian pula konsentrasi CO 2
dalam darah lebih besar daripada konsentrasi CO2 dalam paru.
Sehingga O2 bergerak dari paru ke darah lalu CO2 bergerak dari darah
ke paru.
c. Perfusi
Perfusi adalah distribusi darah yang telah teroksigenasi di dalam paru
untuk dialirkan ke seluruh tubuh.

4. Tanda Kekurangan Oksigen

Saat anak dan bayi mengalami kekurangan oksigen, biasanya


menimbulkan tanda dan gejala sebagai berikut :

a. Sesak napas
b. Sakit kepala
c. Gelisah
d. Pusing
e. Napas pendek dan cepat
f. Sakit dada
g. Kebingungan
h. Tekanan darah naik

5. Indikasi Terapi Oksigen

Terapi oksigen adalah salah satu metode pengobatan atau intervensi


medis dengan cara memberikan konsentrasi oksigen yang lebih tinggi
dibanding dengan oksigen yang terdapat di udara bebas dengan tujuan
untuk mengatasi hipoksemia yang dialami pasien. Keadaan hipoksemia
seringkali merupakan manifestasi klinis yang mendasari suatu penyakit
(Sirait, 2018)
9

Terapi oksigen diperlukan bila oksigenisasi jaringan terganggu dan


untuk mencegah komplikasi dari hipoksemia sehingga metabolisme aerob
dapat tetap berlangsung. Indikasi terapi oksigen antara lain :
a) Henti napas dan jantung
b) Gagal napas :
1) Tipe I : hipoksemia tanpa retensi CO2 (Asthma, pneumonia, edema
paru dan emboli paru)
2) Tipe II : hipoksemia dengan retensi CO2 (bronchitis kronis, cedera
dada, pasien yang tidak sadar karena overdosis obat, hipoksemia
pasca operasi, dan penyakit neuromuskular)
c) Gagal jantung atau infark miokard
d) Syok karena berbagai sebab
e) Keadaan-keadaan yang menyebabkan metabolisme meningkat (luka
bakar, multiple trauma, dan infeksi)
f) Pasien paska operasi
g) Keracunan karbondioksida

6. Tindakan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen pada Anak dengan


Bronkopneumonia

Memenuhi kebutuhan oksigen pada anak dengan


Bronkopneumonia dapat dilakukan dengan cara memberikan posisi
semi fowler atau fowler, membantu melatih nafas dalam dan batuk
efektif, melakukan pengisapan lendir (suctioning), memberikan
humidifikasi, melakukan fisioterapi dada, memberikan terapi oksigen
dan berkolaborasi untuk pemberian obat bronkodilator (SIKI, 2018)

7. Teknik dan Macam Pemberian Oksigen

Metode pemberian oksigen yaitu kadar yang dihasilkan tergantung


pada besarnya aliran dan volume tidal pernapasan pasien. Kadar oksigen
bertambah 4% untuk setiap tambahan 1 liter/menit oksigen.
10

Pemberian oksigen dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sistem aliran


rendah, sistem aliran tinggi, dan humidifikasi.
a. Sistem aliran rendah yaitu :
1) Aliran rendah berkonsentrasi rendah
– Kanul binasal
Aliran O2 1-6 liter/menit dengan FiO2 24-40%. Jika diberi
aliran lebih dari 4% pasien akan merasa tidak nyaman dan
menyebabkan membrane mukosa kering
2) Aliran rendah berkonsentrasi tinggi
– Simple face mask
Aliran O2 6-10 liter/menit dengan FiO2 mencapai 60%
– Rebreathing mask
Aliran O2 6-10 liter/menit dengan FiO2 mencapai 80%. Udara
inspirasi sebagian bercampur dengan udara ekspirasi. 1/3
volume ekshalasi masuk ke kantong, 2/3 volume ekshalasi
melewati lubang-lubang pada bagian samping.
– Non rebreathing mask
Aliran O2 8-12 liter/menit dengan FiO2 mencapai 100%.
Udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi dan
tidak dipengaruhi oleh udara luar.
b. Sistem aliran tinggi yaitu :
1) Aliran tinggi konsentrasi rendah
– Sungkup venture
Aliran bervariasi dengan FiO2 berkisar 24-50%. Dipakai pada
pasien dengan tipe ventilasi yang tidak teratur. Alat ini
digunakan pada pasien hiperkarbia yang disertai hipoksemia
sedang sampai berat.
2) Aliran tinggi konsentrasi tinggi
– Head box
– Sungkup CPAP (Continuous Positive Airway Pressure)
11

c. Humidifikasi
Diberikan jika pasien membutuhkan aliran O2 lebih dari 4liter/menit.
Humidikasi dapat mencegah membrane mukosa menjadi kering dan
membantu mencegah terbentuknya sputum yang kental atau susah
dikeluarkan.
Terapi oksigen dihentikan jika pasien sudah merasa nyaman (tidak
sesak napas), gejala sudah membaik dan stabil, serta tekanan darah,
nadi, frekuensi pernapasan dan detak jantung sudah berada di batas
normal

Pada anak dengan Bronkopneumonia dapat diberikan terapi oksigen


yang dimulai dengan terapi nasal kanul oksigen 1-2 l/menit atau 0,5
l/menit pada young infants. Pasien dengan penyakit kritis, dapat diberikan
melalui kateter nasofaring 1-2 l/menit (WHO,2020).

8. Efek Samping Pemberian Oksigen

Dalam pemberian terapi oksigen perlu dievaluasi dan dilakukan


pengawasan karena oksigen merupakan zat yang memudahkan terjadinya
kebakaran. Sehingga pasien yang mendapat terapi oksigen harus
menghindari rokok dan menghindari menggunakan alat listrik tanpa
ground (Pamungkas dkk, 2015)
Pemberian terapi oksigen dalam jangka waktu lama dan konsentrasi
tinggi dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasis dan
surfaktan yang akan mengganggu proses difusi sehingga dapat
mengakibatkan keracunan.
Selain itu juga bisa timbul efek depresi ventilasi jika pemberian
oksigen tidak dimonitor konsentrasi dan aliran yang tetap sehingga akan
menimbulkan retensi CO2.
12

9. Faktor yang Mempengaruhi Tidak Terpenuhinya Oksigen pada Anak

a. Faktor Fisiologi
Kondisi dan fungsi fisiologis yang terganggu lambat laun dapat
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan oksigen pada anak dan bayi,
seperti keadaan :
a) Menurunnya kapasitas O2 seperti pada pasien anemia
b) Menurunnya konsentrasi O2 yang dihirup akibat dari obstruksi
saluran napas atas
c) Tekanan darah yang menurun pada kondisi hipovolemia
menyebabkan transport O2 terganggu
d) Meningkatnya metabolisme pada keadaan infeksi, demam, luka,
dan lain-lain
e) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti
keadaan obesitas, tb paru, musculoskeletal abnormal dan pada
wanita yang dalam kondisi hamil
b. Faktor Perkembangan
a) Pada bayi premature pembentukan surfaktan belum sempurna
sehingga rentan mengalami gangguan pada paru
b) Pada bayi dan toddler yang sistem imunnya belum kuat
beresiko mengalami infeki saluran pernapasan
c. Faktor lingkungan dan nutrisi
a) Lingkungan yang berpolusi
b) Temperatur lingkungan
c) Nutrisi pada anak, pada anak yang obesitas menyebabkan
penurunan ekspansi paru dan pada anak dengan gizi buruk
menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen oleh haemoglobin
bekurang
Menurut pendapat Harnanto & Rahayu (2016), faktor yang
mempengaruhi oksigenasi yaitu
13

a. Posisi tubuh
Berdiri atau duduk tegak menyebabkan ekspansi (pelebaran) paru
paling besar. Diafragma dapat naik turun secara leluasa karena organ
abdominal tidak mendorong/menekan diafragma.
b. Lingkungan
1) Ketinggian tempat
Tempat yang lebih tinggi mempunyai tekanan oksigen yang
lebih rendah.
2) Polusi udara
Polutan (hidrokarbon, oksidan) bercampur dengan oksigen dapat
membahayakan paru. Karbonmonoksida menghambat ikatan
oksigen dalam hemoglobin. Polutan menyebabkan peningkatan
produksi mukus, bronchitis, dan asma.
3) Alergen
Alergen dapat menyebabkan jalan napas sempit akibat adanya
udem, produksi mukus yang meningkat, dan bronkospasme. Hal
ini menyebabkan kesulitan dalam bernapas.
4) Suhu
Lingkungan dingin menyebabkan kapiler perifer kontraksi,
sehingga meningkatkan tekanan darah yang menurunkan kerja
jantung dan menurunkan tekanan oksigen.
c. Gaya hidup
1) Obat-obatan
Barbiturate, narkotik, beberapa sedative, dan alkohol dosis tinggi
dapat menekan sistem syaraf pusat dan menyebabkan penurunan
pernapasan
2) Nutrisi
Kalori dan protein diperlukan untuk kekuatan otot pernapasan
dan memelihara sistem imun. Cairan diperlukan untuk
mengencerkan dan mengeluarkan sekresi sehingga kepatenan
jalan napas terjaga. Pada obesitas, gerakan paru terbatas
14

khususnya pada posisi berbaring, menyebabkan pernapasan cepat


dan dangkal, sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
3) Aktivitas
Aktivitas yang aktif dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
dalam tubuh, sehingga meningkatkan pernapasan.
d. Emosi
Ketika marah, cemas, atau takut terjadi pengiriman impuls ke
hipotalamus otak yang menstimulasi pusat kardiak untuk membawa
impuls ke syaraf simpatis dan parasimpatis. Kemudian impuls
dikirim ke jantung sehingga kerja jantung meningkat. Akibat kerja
jantung yang meningkat maka frekuensi nadi meningkat dan
kebutuhan oksigen juga meningkat untuk membantu kerja jantung.

10. Masalah yang Berkaitan dengan Oksigenasi

a. Hipoksia
Merupakan kekurangan oksigen di jaringan akibat defisiensi oksigen
saat inspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat
seluler.
b. Hipoksemia
Merupakan keadaan dimana PaO2 dan SaO2 rendah. Pada neonatus,
PaO2 < 50 mmHg, SaO2 < 88%, pada anak dan bayi PaO2< 60mmHg,
SaO2 <90%. Pada keadaan ini tubuh akan melakukan kompensasi
dengan meningkatkan pernapasan, sehingga timbul gejala sesak napas,
frekuensi lebih dari normal (neonatus 30-60x/menit, balita 24-
40x/menit), nadi cepat dan dangkal, serta sianosis.
c. Gagal Napas
Merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh memenuhi
kebutuhan oksigen akibat ventilasi tidak adekuat sehingga terjadi
kegagalan pertukaran O2 dan CO2.
d. Perubahan Pola Napas
1) Dyspnea,yaitu kesulitan bernapas
15

2) Apnea, yaitu berhenti bernapas


3) Takipnea, yaitu frekuensi pernapasan lebih cepat dari batas normal
4) Bradipnea, yaitu frekuensi pernapasan lebih lambat dari batas
normal
5) Kussmaul, yaitu pernapasan inspirasi dan ekspirasi panjang,
sehingga menjadi lambat dan dalam
6) Cheyne-strokes, merupakan pernapasan cepat, dalam, kemudian
berangsur-angsur dangkal dan diikuti periode apnea yang berulang
secara teratur
7) Biot adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai apnea dan
berulang dengan periode tidak teratur (Tarwoto & Wartonah,
2015)

B. Konsep Bronkopneumonia

1. Pengertian

Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau


beberapa lobus paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate
yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur (Florentina dkk, 2021)
Infeksi saluran pernapasan menyebabkan reaksi inflamasi yang dapat
meningkatkan produksi sekret berlebih. Gejala yang sering muncul pada
pasien Bronkopneumonia yaitu demam tinggi, gelisah, sesak napas, napas
cepat dan dangkal (terdengar adanya bunyi ronchi), muntah, batuk kering
dan produktif. (Potter & Perry, 2010)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan
bahwa Bronkopneumonia pada anak adalah peradangan pada bronkus
yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur ataupun benda asing yang dapat
menimbulkan gejala berupa hipertermi, gelisah, dispnea, napas cepat dan
dangkal, muntah, batuk kering dan produktif, serta terdengar bunyi napas
tambahan berupa ronchi.
16

2. Etiologi

Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan


protozoa. Adapun macam-macam penyebabnya sebagai berikut :
a) Bakteri (Subanada & Purniti, 2016 dan Anwar & Dharmayanti,
2014)
1) Staphylococcus coagulase positif
2) Staphylococcus ludgunensis
3) Staphylococcus hominis
4) Staphylococcus intermedius
5) Staphylococcus albus
6) Flavimonas oryzihabitans
7) Eschericia coli
8) Staphylococcus xylosus
9) Staphylococcus capitis
10) Staphylococcus aureus
11) Staphylococcus mitis
12) Acinetobacter baumani
13) Klebsiela pneumonia
14) Staphylococcus sciuri
15) Staphylococcus chromogenes
16) Streptococcus haemoliticus
17) Staphylocus cohni
18) Pseudomanona sp
19) Mycoplasma pneumonia
b) Virus (Anwar&Dharmayanti, 2014 dan Lucida dkk,2020)
1) Adenoviruses
2) Rhinovirus
3) Influenza virus
4) Respiratory Syncytial Virus (RSV)
5) Parainfluenza virus
17

6) Cytomegalovirus
c) Jamur
1) Cryptococcus neofarmans
2) Blastomyces dermatitidis
3) Paracoccidioides brasiliensis
d) Protozoa (Agustina dkk,2017)
Pneumocystis carinii dapat menyebabkan terjadinya Pneumocystis
Carinii Pneumonia (PCP) yang biasanya menyerang pasien dengan
immunosupresi

3. Manifestasi Klinis

Menurut Ringel (2012) dan Wijayaningsih (2013) manifestasi klinis


pada anak dengan Bronkopneumonia yaitu batuk disertai sputum,
peningkatan RR, demam, gelisah, lelah, nyeri dada, adanya bunyi
pernapasan seperti ronkhi, sianosis dan nafsu makan menurun.

4. Patofisiologi

Virus atau bakteri masuk ke dalam paru-paru bersamaan dengan


droplet udara yang terhirup melalui mulut dan hidung, setelah masuk
virus/bakteri menyerang jalan napas dan alveoli (Utam, 2018). Selanjutnya
menurut Suartawan (2019), bila pertahanan tubuh tidak kuat maka akan
terjadi peradangan pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah
mikroorganisme tiba di alveoli, maka akan terjadi proses peradangan yang
meliputi empat stadium, yaitu :
a) Stadium I ( 4-12 jam pertama/kongesti)
Disebut hyperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hyperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator peradangan yaitu
histamine dan prostalgandin dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Degranulasi sel mast juga mengakibatkan
18

aktifnya jalur komplemen, sehingga komplemen bekerjasama dengan


histamine dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler baru. Akibatnya terjadi
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Edema
mempengaruhi jarak yang harus ditempuh oksigen dan
karbondioksida sehingga terjadi gangguan perpindahan gas dan
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. Selain itu
juga terdapat pelepasan pirogen endogen yang merangsang
hipotalamus sehingga terjadi hipertermi.
b) Stadium II (48 jam berikutnya)
Stadium ini disebut hepatisasi merah, dimana peradangan alveolus
menyebar ke bronkus, sehingga bronkus terisi oleh sel darah merah,
eksudat, dan fibrin yang dihasilkan oleh host sebagai bagian dari
reaksi peradangan.Warna paru menjadi merah. Akibat penumpukan
eksudat yang berubah menjadi purulen menyebabkan sumbatan pada
lumen bronkus. Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen
dari luar sehingga pasien mengalami sesak napas.Peradangan juga
menyebabkan peningkatan gerakan silia pada lumen bronkus sehingga
timbul peningkatan reflek batuk.
c) Stadium III ( 3-8 hari)
Disebut juga stadium hepatisasi kelabu yang terjadi saat sel-sel darah
putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini
endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli dan
bronkus mulai direabsorbsi, namun lobus masih tetap padat karena
masih terdapat fibrin dan leukosit. Warna merah paru berubah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
19

d) Stadium IV (7-12 hari)


Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda. Sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke struktur
semula.

5. Pathway
Terjadi peradangan
Masuk ke dalam pada alveoli dan
Virus/bakteri tubuh melalui bronkus
hidung dan mulut

Host menghasilkan
Sel darah merah, sel darah merah,
Terjadi penumpukan
eksudat, dan fibrin eksudat, dan fibrin
dan menyebabkan
mengisi alveoli dan sebagai reaksi
obstruksi
bronkus peradangan

Terjadi gangguan Penurunan kemampuan


batuk efektif
pergerakan udara
dari dan keluar
paru
Terjadi
kekurangan
pemenuhan
oksigen Bersihan jalan
napas tidak
efektif

Patofisiologi bersihan jalan napas tidak efektif (Suartawan,2019)

6. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Fadhila (2013) dan NANDA (2018) pemeriksaan penunjang


untuk menegakkan diagnose Bronkopneumonia meliputi : .
a) Pemeriksaan rontgen dada : hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi
distribusi struktural, dapat juga menyatakan abses luas / infiltrate,
empiema, infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacterial), atau
penyebaran / perluasan infiltrate nodul (virus), dan mengidentifikasi
20

ada tidaknya bercak infiltrate pada lobus, jika pada pneumonia lobaris
terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
b) Pemeriksaan laboratorium :
1) Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis : digunakan untuk
menetapkan adanya anemia, infeksi dan proses inflamasi. Pada
tes darah lengkap, pemeriksaan dilakukan dengan mengevaluasi
jumlah sel darah putih, kadar hemoglobin, hematokrit,dan
trombosit dalam tubuh.
2) Pemeriksaan analisa gas darah : pada pemeriksaan darah biasanya
akan didapatkan hasil yang tidak normal. Analisa Gas Darah
meliputi Ph, HCO3 , PO2, PCO2, danSaO2. Tes ini bertujuan untuk
meninjau gangguan keseimbangan asam basa, mengevaluasi
fungsi paru, menilai keberhasilan terapi paru dan keberhasilan
terapi oksigen yang diberikan
3) Pemeriksaan serologi
Titer virus atau legionella, agglutinin dingin.
4) LED
LED meningkat.
5) Elektrolit
Natrium dan klorida mungkin rendah.
6) Bilirubin
Bilirubin mungkin meningkat.
7) Albuminemia ( karena suhu naik dan sedikit thorax hialin )

7. Faktor Resiko

Menurut hasil penelitian dari Rasyid tahun 2013 tentang faktor-faktor


yang berhubungan dengan kejadian pneumonia anak balita di RSUD
Bangkinang Kabupaten Kampar dan dari hasil penelitian
Budiharjo&Suryawan tahun 2020 tentang faktor-faktor resiko kejadian
pneumonia pada pasien pneumonia usia 12-59 bulan di RSUD Wangaya,
faktor-faktor resiko terjadinya Bronkopneumonia pada anak dan bayi yaitu
21

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), status imunisasi tidak lengkap,


ketidakpatuhan Ibu dalam memberikan ASI eksklusif, berjenis kelamin
laki-laki, pendidikan Ibu rendah, pekerjaan orang tua yang kurang
mendukung perekonomian keluarga, dan faktor lingkungan yang
sanitasinya rendah.

8. Komplikasi

Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2017), komplikasi yang


terjadi pada Bronkopneumonia adalah :
a) Atelektasis
Adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru yang disebabkan kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang
b) Abses paru
Adalah penumpukan pus pada jaringan paru yang terjadi peradangan
c) Emfisema
Adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan nanah dalam
rongga pleura
d) Endokarditis
Yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
e) Meningitis
Infeksi yang menyerang selaput otak
f) Infeksi sistemik

C. Konsep Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen pada


Anak dengan Bronkopneumonia

Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik


keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di berbagai
tatanan pelayanan kesehatan. Proses keperawatan terdiri atas lima tahap yaitu
pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Setiap tahap
dari proses keperawatan saling terkait dan ketergantungan (Ernawati,2021)
22

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dan proses pengumpulan semua data,


baik objektif maupun subjektif dari klien (keluarga/komunitas/kelompok)
maupun data dari rekam medis (NANDA-I, 2018)
a. Identitas klien
Meliputi nama, tempat tanggal lahir, usia (Bronkopneumonia sering
terjadi pada bayi dan anak. Kasus terbanyak terjadi pada anak usia di
bawah 3 tahun), jenis kelamin, suku, agama, alamat, tanggal masuk
rumah sakit, nomor registrasi dan diagnosa medis.
b. Identitas Penanggung Jawab
Meliputi nama orang tua, suku bangsa orang tua, agama orang tua,
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan alamat orang tua.
c. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita Bronkopneumonia mengalami sesak
napas
d. Riwayat kesehatan sekarang
Saat dikaji biasanya penderita Bronkopneumonia mengalami kesulitan
bernapas, batuk berdahak, terlihat menggunakan otot bantu
pernapasan, adanya bunyi suara napas tambahan, tampak lemah dan
terkadang disertai diare dan hipertermi.
e. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya anak sering menderita penyakit saluran pernapasan bagian
atas, memiliki riwayat penyakit campak atau pertusis, serta memiliki
faktor resiko Bronkopneumonia seperti paparan asap rokok, debu atau
polusi udara dalam jangka waktu panjang.
f. Riwayat kehamilan dan persalinan
1) Riwayat kehamilan : apakah Ibu mengalami penyakit infeksi saat
hamil, apakah Ibu melakukan perawatan ANC dan melakukan
imunisasi TT
23

2) Riwayat persalinan : apakah usia kehamilan cukup, apakah lahir


premature, apakah apgar score normal.
g. Riwayat imunisasi
Bagaimana kelengkapan imunisasi yang diberikan pada anak.
Kelengkapan imunisasi meliputi :
1) 1 bulan = HbO
2) 2 bulan = BCG, Polio 1
3) 3 bulan = DPT-HB-Hib 1, Polio 2
4) 4 bulan = DPT-HB-Hib 2, Polio 3, IPV
5) 9 bulan = Campak
6) 18 bulan = DPT-HB-Hib
7) 24 bulan = Campak
h. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit infeksi, TBC, pneumonia, dan penyakit-penyakit
infeksi saluran napas lainnya.
i. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Menjelaskan mengenai persepsi dan penanganan kesehatan yang
bertujuan agar keluarga mengetahui cara penanganan yang harus
dilakukan kepada anggota keluarga yang sakit, bagaimana
pengobatan yang harus diberikan dan dibawa kemana anggota
keluarga yang sakit tersebut.
2) Pola Nutrisi dan Metabolik
Mengkaji bagaimana pola makan pasien, bagaimana nafsu makan
pasien, apakah pasien mengalami mual atau muntah. Jika pasien
masih belum mengerti anamnesa dilakukan pada keluarga.
Dilakukan agar nutrisi pasien bisa dikontrol dengan baik.
3) Pola Eliminasi
Mengkaji bagaimana pola ekskresi pasien, frekuensi dan kualitas
defekasi dan BAK. Pada anak Bronkopneumonia memiliki resiko
terjadinya diare, sehingga pola eliminasi perlu diperhatikan.
24

4) Pola Tidur dan Istirahat


Kaji bagaimana kualitas dan kuantitas tidur pasien, apakah
terdapat masalah selama tidur. Pada pasien Bronkopneumonia
biasanya mengalami sesak napas yang dapat mengganggu pola
tidurnya.
5) Pola Aktivitas dan Latihan
Bagaimana keaktifan pasien, apakah lebih sering bermain di
dalam atau di luar rumah
6) Pola Peran dan Hubungan
Kaji bagaimana hubungan dan peran anak dalam keluarga,
masyarakat, dan lingkungan tempat tinggalnya.
7) Pola Persepsi Sensori
Mengkaji bagaimana pola persepsi sensori seperti fungsi
penglihatan, pendengaran, pembau, pengecapan dan apakah ada
nyeri atau kompensasi terhadap tubuh.
8) Pola Persepsi Diri
Mengkaji bagaimana penerimaan diri pasien terhadap
keadaannya, apakah pasien cemas atau takut jika penyakitnya
tidak segera sembuh
9) Pola Seksual dan Reproduksi
Pengkajian ini untuk mengetahui jenis kelamin pasien, apakah
sakit yang dialami menyebabkan masalah pada organ
reproduksinya.
10) Pola Mekanisme Koping
Kaji bagaimana kemampuan pasien untuk mengatasi stress dan
bagaimana peran orang tua, apa metode koping yang biasa
digunakan, seperti menangis atau pasien dapat mengatasi stressor
dengan beristirahat
25

11) Pola Nilai dan Kepercayaan


Bagaimana persepsi anak tentang agama atau keyakinan dan
kegiatan keagamaan yang dianut, serta bagaimana budaya di
lingkungan anak, apakah berpengaruh terhadap sakit atau tidak
j. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Kesadaran (GCS)
3) Pemeriksaan tanda-tanda vital
Meliputi suhu, nadi, RR, dan tekanan darah.
4) Pemeriksaan kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, terkadang
ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
5) Pemeriksaan mata
Biasanya pasien Bronkopneumonia mengalami anemis konjugtiva
6) Pemeriksaan hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tampak pasien mengalami
napas pendek dan dalam, serta terjadi pernapasan cuping hidung
7) Pemeriksaan mulut
Biasanya terjadi sianosis atau kebiruan pada mulut
8) Pemeriksaan thorax
Pada pasien anak dengan Bronkopneumonia biasanya tampak
retraksi dinding dada serta pernapasan pendek dan dalam. Ketika
dilakukan palpasi biasanya terdapat nyeri tekan. Saat dilakukan
perkusi terdengar suara sonor. Saat auskultasi terdengar bunyi
napas tambahan seperti ronki, wheezing atau stridor. Pada
neonates bayi terdengar suara grunting (mendesah) yang lemah
bahkan hingga takipneu
9) Pemeriksaan abdomen
Biasanya ditemukan adanya peningkatan peristaltik usus
26

10) Pemeriksaan kulit


Biasanya pada kulit akan nampak pucat atau sianosis, atau
tampak memerah dan teraba panas
11) Pemeriksaan ekstremitas
Biasanya pada akral teraba dingin dan ujung-ujung kuku sianosis.
k. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan radiologi
Biasanya pada rontgen thorax ditemukan bercak-bercak pada
beberapa lobus
2) Hematologi
a) Hemoglobin
Hemoglobin normal pada bayi baru lahir yaitu 12-17 gram/dl,
pada umur 1 minggu 15-20 gram.dl, pada umur 1 bulan 11-15
gram/dl, dan pada anak-anak 11-13 gram/dl
b) Hematokrit
Biasanya tidak mengalami gangguan. Laki-laki normalnya
40,7% - 50,3%, pada perempuan normalnya 36,1% - 44,3%
c) Leukosit
Biasanya mengalami peningkatan, kecuali pasien mengalami
imunnodefisiensi. Nilai normalnya 5.000-10.000/mm3
d) Trombosit
Biasanya ditemukan dalam keadaan normal yaitu 150.000-
400.000/mm3
e) Eritrosit
Biasanya normal, pada anak laki-laki 4,7 – 6,7 juta/mcl dan
pada anak perempuan 4,2-5,4 juta/mcl
f) LED (Laju Endapan Darah)
Biasanya mengalami peningkatan. Normalnya pada laki-laki 0-
10 mm dan pada perempuan 0-15 mm
3) Analisa Gas Darah (AGD)
a) pH darah rendah (normal 7,38 - 7,42)
27

b) HCO3 meningkat (normal 22-28m/l)


c) PaO2 menurun (normal 75-100 mmHg)
d) PaCO2 meningkat (normal 38-42 mmHg)
e) SaO2 menurun (normal 95-100%)
4) Kultur darah
Biasanya ditemukan bakteri yang menginfeksi dalam darah
5) Kultur sputum
Pemeriksaan sputum biasanya ditemukan adanya bakteri
pneumonia

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis terhadap respons


klien mengenai masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik aktual maupun potensial, yang bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu, keluarga dan komunitas pada situasi yang berkaitan
dengan kesehatan (SDKI DPP PPNI, 2016).
Berdasarkan SDKI (2016) salah satu diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada pasien Bronkopneumonia dengan gangguan
oksigenasi yaitu bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
hipersekresi jalan napas dan proses infeksi.

3. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan merupakan


segala bentuk perawatan yang dikerjakan oleh perawat yang berdasarkan
pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan,
pencegahan dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga maupun
komunitas (SIKI DPP PPNI, 2018).
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan napas dan proses infeksi
a. Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, diharapkan
pasien memiliki kemampuan membersihkan sekret atau obstruksi
28

jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten (SLKI


DPP PPNI, 2018). Dengan kriteria hasil :
– Frekuensi pernapasan (5) tidak mengalami deviasi dari
kisaran normal
– Pola pernapasan (5) tidak ada deviasi dari kisaran normal
– Produksi sputum (5) berkurang
– Sianosis (5) tidak ada
– Suara napas (5) tambahan tidak ada
b. Rencana keperawatan berdasarkan SIKI (2018) :
i. Manajemen jalan napas
a) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
b) Monitor bunyi napas tambahan (gurgling, wheezing,
ronki)
c) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
d) Posisikan semi fowler atau semifowler
e) Berikan minum hangat
f) Melakukan fisioterapi dada
g) Berikan oksigen sesuai terapi
h) Melakukan tindakan suction (disesuaikan keadaan
pasien)
i) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, atau
mukolitik
ii. Latihan batuk efektif
a) Identifikasi kemampuan batuk
b) Monitor adanya retensi sputum
c) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
d) Monitor input dan output cairan
e) Atur posisi fowler atau semi fowler
f) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
g) Buang sekret pada tempat sputum
29

a) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif


b) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4
detik ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mecucu (dibulatkan) selama 8
detik
c) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
d) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ketiga
e) Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran jika
perlu

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku


perawat yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim
kesehatan lain untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai
dengan perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara
mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilakukan (Zebua,2020)

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah membandingkan secara sistematik dan


terencana tentang kesehatan klien berdasarkan asuhan keperawatan yang
telah diberikan, merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan
yang berguna untuk menilai apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang
telah dilakukan tercapai atau perlu penambahan intervensi lain
(Safira,2019)
Format dalam melakukan pendokumentasian evaluasi keperawatan
yaitu SOAP. S (subjective), adalah informasi berupa ungkapan yang
didapat dari klien setelah tindakan diberikan. O (Objective) adalah
informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran
yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan. A(Analisis)
30

adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan


tujuan dan kriteria hasil kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah
teratasi atau tidak teratasi. Dan terakhir P (Planning), adalah rencana
keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa
(Adinda, 2019).

Anda mungkin juga menyukai