Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN

DISKUSI REFLEKSI KASUS (DRK)


“KATETERISASI URINE”

RUANG IGD

OLEH :
NAMA : YOHAN DWI VERI ANDRIAN
NIP / NIK :-
PEMINATAN : Medikal Bedah
PK : II

RSUD RA KARTINI JEPARA


TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kateter uretra merupakan alat yang digunakan untuk tindakan
keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui
uretra yang bertujuan untuk membantu mengeluarkan urin dan sebagai bahan
pemeriksaan laboratorium (Purnomo, 2017). Kateter uretra biasanya digunakan
untuk pasien yang akan menjalani operasi dalam waktu lama, untuk menilai
jumlah urin yang keluar, pasien yang memiliki gangguan pada sistem berkemih
disebabkan karena gangguan saraf maupun sumbatan saluran kemih dan pasien-
pasien rawat inap yang tidak dapat bergerak (Geng et al., 2017).
Penggunaan kateter uretra ini dapat menimbulkan kontaminasi urin
sehingga menyebabkan infeksi saluran kemih. (Danchaivijitr, 2015). Infeksi
saluran kemih merupakan jenis infeksi yang paling sering terjadi di rumah sakit,
sekitar 40% dari keseluruhan infeksi nosokomial.(CDC, 2019).
Menurut WHO (2018) 80% infeksi saluran kemih nosokomial terutama
disebabkan oleh penggunaan kateter uretra, atau disebut dengan Catheter-
associated urinary tract infection (CAUTI). Infectious disease sociaty of America
(ISDA) menjelaskan penggunaan kateter uretra ini menyebabkan terganggunya
mekanisme pertahanan lokal dan memudahkan akses uropatogen untuk masuk ke
kandung kemih. Kateter uretra membawa masuk bakteri (baik bakteri fekal atau
kulit pasien sendiri) saat proses memasukkan kateter ini ke dalam kandung kemih,
memfasilitasi masuknya uropatogen dari meatus (muara saluran kemih) ke kandung
kemih melalui permukaan luar kateter, dapat pula melalui permukaan
dalam kateter jika kantong pengumpul urin mengalami kontaminasi, mengganggu
pengosongan kandungk ih secara sempurna,dan memudahkan patogen masuk dari
tangan petugas.
Peran seorang petugas medis dalam hal ini body knowledge sangat berperan,
pada Perawat bertanggung jawab tidak hanya pada penampilan tindakan kateterisasi
yang benar, tetapi juga memberi pendidikan untuk menghilangkan kecemasan, nyeri
tersebut, karena nyeri merupakan keluhan utama yang sering dialami oleh pasien
dengan kateterisasi karena tindakan memasukkan selang kateter dalam kandung
kemih mempunyai resiko terjadinya infeksi atau trauma pada uretra.Dengan cara
Memasukkan jelly langsung kedalam uretra (Lubrikasi) dapat mempengaruhi
kecepatan pemasangan sehingga mengurangi tingkat iritasi dan respon nyeri pada
dinding uretra akibat pergesekan dengan kateter bila dibandingkan dengan cara
pelumasan dengan melumuri jelly pada ujung kateter (Ferdinan, Tuti Pahria; 2018).
Meskipun telah terjadi kemajuan pengobatan di bidang neurologi namun
penggunaan kateter urin masih menjadi tindakan utama dalam pengontrolan
pembuangan urin. Di lain sisi penggunaan kateter urin yang lama merupakan
faktor resiko untuk terjadinya infeksi saluran kemih (Fowler, 2018).
B. Tujuan
1. Membahas komplikasi yang terjadi pada pemasangan kateter urin di IGD
BAB II
LAPORAN HASIL DISKUSI

A. Masalah Isu Yang Muncul


1. Komplikasi yang terjadi pada pemasangan kateter urin di IGD
B. Pembahasan
Dower cathether merupakan jenis kateterisasi menggunakan selang yang
terbuat dari karet, dengan tujuan mengeluarkan urine dari penderita yang tidak
dapat mengeluarkan urinenya akibat ada hambatan atau gangguan, atau akibat
penderita yang sedang tidak sadar.
Spooling dilakukan untuk memastikan bahwa urine yang ada di kandung
kemih sudah keluar semua, menggunakan cairan NaCl karena cairan ini yang
sifatnya hampir sama dengan cairan tubuh, sehingga tidak akan menimbulkan efek
samping lainnya jika berada dalam tubuh manusia. Spooling dihentikan jika urine
sudah keluar semua, dengan pertanda bahwa yang keluar bukanlah lagi cairan urine,
melainkan cairan NaCl yang sebelumnya dimasukkan, karena itu akan terlihat
bening.
Kontraindikasi kateterisasi iniadalah:
 jika ditemui hambatan yang tidak memungkinkan untuk tetap dilakukan
kateterisasi
 jika ditemui urine yang berdarah
 jika terdapat nyeri hebat
Komplikasi kateterisasi uretra terbagi menjadi komplikasi yang mungkin
terjadi selama pemasangan kateter, misalnya urin tidak dapat mengalir ke kantong
urin, atau ruptur uretra yang bisa terjadi jika balon dikembangkan sebelum
mencapai kandung kemih.
Selain itu, dapat juga terjadi komplikasi setelah kateter terpasang, misalnya
striktur uretra, infeksi saluran kemih, dan gross hematuria. Beberapa risiko
komplikasi yang mungkin terjadi selama pemasangan kateter uretra, antara lain:
 Gangguan pada balon kateter, misalnya balon yang dikembangkan rusak atau
pecah ketika sedang memasukan kateter, balon tidak mengembang setelah
kateter telah terpasang, dan apabila balon dikembangkan sebelum mencapai
kandung kemih, maka dapat terjadi perdarahan atau ruptur uretra
 Gangguan aliran urin, misalnya urin berhenti mengalir ke dalam kantung urin
dan aliran urin tersumbat, sehingga dokter harus mengganti kateter, kantung
urin, atau keduanya
 Risiko infeksi yang akan meningkat seiring bertambah lamanya penggunaan
kateter
 Spasme kandung kemih dapat terjadi ketika kateter sudah terpasang. Kondisi ini
muncul ketika perasaan berkemih muncul dan dapat disertai rasa nyeri.
Seringkali, urin akan keluar di luar selang kateter bila spasme muncul.
Komplikasi juga dapat terjadi 48 jam setelah pemasangan kateter. Bakteri akan
mulai berkolonisasi di dalam kateter, sehingga memicu terjadinya infeksi.
Komplikasi yang dapat timbul dapat berupa:
 Masalah pada kateter, misalnya alergi terhadap bahan kateter, kebocoran urin,
obstruksi kateter
 Masalah pada uretra, misalnya striktur uretra, perforasi uretra, perdarahan
 Infeksi pada saluran kemih, termasuk uretritis, sistitis, pielonefritis, bakteremia
transien. Pada pria, infeksi saluran kemih dapat menyebabkan epididimitis atau
orchitis.
 Parafimosis yang disebabkan oleh kegagalan kulit preputium untuk kembali ke
posisi awal setelah dilakukan pemasangan kateter
 Masalah saluran kemih lainnya, misalnya batu saluran kemih, gross hematuria,
inkontinensia urin dan kerusakan ginjal yang dapat terjadi pada penggunaan
kateter uretra jangka panjang.
Antisipasi Komplikasi
Cara terbaik untuk mencegah komplikasi akibat kateterisasi uretra, adalah
dengan tidak melakukan pemasangan kateter tanpa indikasi medis. Untuk mengatasi
komplikasi pada pasien pasca pemasangan kateter, dapat dilakukan antisipasi sesuai
komplikasi yang terjadi.
 Obstruksi
Material yang dapat menyumbat kateter biasanya mengandung bakteri,
glikokaliks, protein hingga endapan kristal. Pasien yang mengalami obstruksi,
akan mengekskresikan kalsium, protein dan musin dalam jumlah yang lebih
banyak. Irigasi dapat mencegah terjadinya obstruksi berulang. Apabila tetap
terjadi obstruksi meski irigasi dilakukan, kateter harus diganti dengan yang baru.
 Kebocoran Urin
Spasme kandung kemih, adalah penyebab yang sering kali menimbulkan
kebocoran. Hal ini disebabkan karena tekanan yang dihasilkan oleh spasme
kandung kemih akan mengurangi kapasitas irigasi kateter, sehingga menimbulkan
kebocoran.
Kebocoran yang disebabkan oleh spasme tidak boleh diatasi dengan
menggunakan kateter dengan diameter yang lebih besar. Pemberian
antispasmodik, seperti hyoscine butylbromide, dapat secara efektif mengatasi
spasme yang terjadi sehingga mengembalikan fungsi otot detrusor yang terganggu.
 Kolonisasi dan Infeksi
Kateterisasi jangka panjang dapat menimbulkan kolonisasi bakteri dalam
jangka waktu 6 minggu pemasangan. Namun, kejadian bakteriuria bukanlah
indikasi pemberian antibiotik profilaksis, karena justru dapat meningkatkan risiko
terjadinya resistensi antibiotik. Terapi antibiotik sebaiknya hanya diberikan pada
pasien yang menunjukan gejala infeksi saluran kemih. Lama pemberian terapi
antibiotik adalah selama 10 hari.
Sebuah metaanalisis pada tahun 2019 menilai manfaat penggunaan larutan
chlorhexidine 0,1% terhadap kejadian catheter-associated urinary tract infection
(CAUTI). Hasil menunjukkan bahwa penggunaan larutan chlorhexidine untuk
membersihkan meatus uretra sebelum pemasangan kateter tidak menurunkan
kejadian CAUTI, bila dibandingkan dengan cairan non antiseptik.
C. Rencana Tindak Lanjut
No Isu Kegiatan Indikator
1 Komplikasi utama yang 1. Memantau - Perawat IGD
terjadi pada pemasangan pelaksanaan melakukan
kateter urin adalah pemasangan kateter pemasangan
infeksi. urine sesuai SPO kateter sesuai
2. Melakukan tindakan SPO
secara aseptik - Tidak ada tanda-
tanda infeksi
pasca
pemasangan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan teori dan hasil diskusi terkait diatas maka dapat disimpulkan
bahwa pemasangan kateter dengan kejadian infeksi saluran kemih hal ini disebabkan
karena pemasangan kateter yang kurang baik sehingga akan memudahkan
mikroorganisme untuk masuk kedalam sistem perkemihan yang menyebabkan
terjadinya infeksi. Hal ini dapat dicegah tentunya dengan teknik pemasangan kateter
yang aseptic serta perawatan kateter yang baik. Seseuai dengan teori yang
dikemukakan ol eh Potter & Perry (2015) bahwa perawatan kateter adalah suatu
tindakan keperawatan dalam memelihara kateter dengan antiseptik untuk
membersihkan ujung uretra dan selang kateter bagian luar serta mempertahankan
kepatenan kelancaran aliran urin pada sistem drainase kateter. Pasien yang
dikateterisasi dapat mengalami infeksi saluran kemih melalui berbagai cara.
Perawatan kateter merupakan tindakan yang penting untuk mengontrol infeksi.
Perawatan kateter yang salah dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme.
Daerah yang memiliki resiko masuknya mikroorganisme ini adalah daerah insersi
kateter, kantung drainase, sambungan selang, klep, dan sambungan antara selang dan
kantung.

B. Saran
Diharapkan perawat melaksanakan teknik pemasangan kateter yang aseptic
serta perawatan kateter yang baik sehingga tidak terjadinya infeksi.
Daftar Hadir Pesrta

Diskusi Refleksi Kasus (DRK)

No Nama Tanda Tangan

1 1

2 2

3 3

4 4

5 5

6 6

7 7

8 8

9 9

10 10

Jepara,……………….2022
Kepala Ruang

( Edy Kristianto, S.Kep., Ns )

Anda mungkin juga menyukai