Keterangan :
Gunakan kateter lumen double untuk semua anak <5kg. Jika hemodinamik
sangat tidak stabil, lumen tiga 4.5F dapat digunakan
Untuk anak - anak dengan berat badan 5-10kg pilihan antara lumen double
dan triple akan tergantung pada tingkat keparahan dan stabilitas
hemodinamik
Gunakan lumen triple untuk anak diatas 10kg dan lumen quad pada remaja.
Lebih lumens meningkatkan risiko infeksi dan mungkin juga trombosis
Swan sheaths (5F atau 8.5F) dapat digunakan untuk menyediakan akses bore
besar ke vena sentral pada anak dengan atau berisiko pendarahan mayor
B. Indikasi dan kontraindikasi
1. Indikasi
Menurut Smeltzer dan Bare (2005) dalam Marlina (2013) terdapat
beberapa indikasi dilakukannya tindakan kateterisasi urin pada pasien
diantaranya :
Terdapat gangguan pada proses berkemih akibat kegagalan dalam
pengisian dan pengosongan urin di kandung kemih
Mengetahui jumlah urin yang tersisa di dalam kandung kemih
setelah pasien buang air kecil
Memintas obstruksi yang menyumbat aliran urin pada kandung
kemih
Sebagai drainase pascaoperatif pada kandung kemih
Memantau pengeluaran urin secara ketat pada beberapa pasien
khusus yang sedang sakit berat
Menurut (Haider & Annamaraju, 2020) indikasi untuk pemasangan
kateter adalah sebagai berikut :
a. Indikasi terapeutik yaitu retensi urin, preoperatif, disfungsi kandung
kemih neurogenik, inkontinensia urin, alasan sosial dan kebersihan,
pasien sakit akut yang membutuhkan pengukuran output urin,
pemberian obat kemoterapi, irigasi kandung kemih.
b. Indikasi diagnostik yaitu pengukuran urodinamika, pengumpulan
sampel untuk analisis urin dan studi radiografi (cystogram)
2. Kontraindikasi
Menurut Kozier (2010) kontraindikasi pada pemasangan kateter urin
yaitu adanya infeksi pada saluran kemih seperti urethritis gonorhoe dan
perdarahan pada uretra.Menurut (Haider & Annamaraju, 2020)
kontraindikasi untuk pemasangan kateter urin adalah sebagai berikut :
Terdapat darah pada meatus kemih
Hematuria/kencing darah
Pasien dengan infeksi uretra
Terdapat nyeri atau ketidaknyamanan pada uretra
Volume kandung kemih rendah
Terdapat complain atau penolakan dari pasien
C. Komplikasi
Menurut buku Brunner & Suddarth (2010) terdapat beberapa komplikasi
yang didapat dari kateterisasi urin diantaranya :
1. Iritasi atau trauma pada uretra
Penggunaan kateter yang ukurannya tidak sesuai dapat mengiritasi
uretra sehingga kemungkinan terjadinya trauma meningkat. Selain itu
kurangnya penggunaan lubrikasi dapat melukai jaringan sekitar uretra
saat penyisipan. Trauma yang terjadi apabila penyisipan pada letak
kateter belum tepat pada saat balon kateter dikembangkan. Fiksasi yang
kurang tepat dapat menambah gerakan yang mengakibatkan regangan
atau tarikan pada uretra atau yang membuat kateter terlepas tanpa
sengaja.
2. Krusta pada kateter
Urin yang banyak mengandung urea memproduksi bakteri seperti
Proteus mirabilis, yang meningkatkan PH urin yang tinggi, bakteri dan
ion magnesium. Pembentukkan krusta yang berasal dari garam urin
yang dapat menjadi sumber terbentuknya batu krusta. Terjadi blocking
atau retensi/tersumbat (tidak dapat mengalir dengan lancar). Kerusakan
pada kateter terjadi akibat adanya krusta yang menutupi area lumen
kateter.
3. Terjadi inkontinensia urin
Pemasangan kateter dalam waktu lama mengakibatkan kandung kemih
tidak akan terisi dan berkontraksi sehingga pada akhirnya kandung
kemih akan kehilangan tonusnya.
4. Terjadinya kebocoran
Kebocoran dapat terjadi ketika balon kateter tidak terfiksasi dengan baik
yang menyebabkan pengeluaran urin tidak tepat, sehingga urin
merembes keluar tidak melalui selang kateter.
5. Resiko tinggi infeksi
Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian besar daya tahan alami
pada saluran kemih bagian bawah dengan menyumbat duktus
preuretalis, mengiritasi mukosa kandung kemih bagian bawah dan
menimbulkan jalur artificial untuk masuknya kuman ke dalam kandung
kemih. Banyaknya mikroorganisme ini merupakan bagian flora endogen
atau flora usus normal. Infeksi juga dapat terjadi melalui kontaminasi
silang oleh pasien atau petugas rumah sakit maupun melalui kontak
peralatan yang tidak steril.
Komplikasi dari kateterisasi urin lainnya diantaranya :
Infeksi saluran kemih (ISK) yaitu komplikasi yang paling umum
terjadi sebagai akibat dari kateterisasi jangka panjang. Aliran urin
normal dapat mencegah kenaikan mikroba dari kulit periurethral dan
menghindari infeksi. Perubahan pertahanan mekanisme kateter
menyebabkan peningkatan risiko ISK. Kumparan Escherichia dan
Klebsiella pneumonia merupakan organisme paling umum yang
menginfeksi pada pasien ISK. ISK yang berulang dapat terjadi
karena peningkatan resistensi terhadap antibiotik.
Infeksi kandung kemih kronis yang dapat terjadi dari stasis urin (10-
100 ml) di dasar kandung kemih yang terhalang oleh balon kateter.
Nyeri akibat traksi pada kantong drainase.
Sensasi menyengat sementara sering terjadi pada pria selama
pelumasan dan dapat diminimalkan dengan mendinginkan gel hingga
4° C.
Paraphimosis diakibatkan oleh kegagalan mengembalikan kulup ke
posisi normal setelah pemasangan kateter
Kateter bisa masuk ke dalam vagina sehingga perlu penggantian
kateter
Cedera uretra seperti penggelembungan balon pada posisi yang salah
Obstruksi kateter yang diakibatkan oleh penumpukan sedimen pada
penderita subklinis bakteriuria. Pembilasan sering kali dapat
meredakan penyumbatan.
Kebocoran urin dari meatus uretra ekstrinsik ke kateter dapat terjadi
sebagai akibat dari kejang kandung kemih. Kejang ini dapat terasa
menyakitkan namun dapat diatasi dengan antikolinergik obat-obatan
seperti oxybutynin.
Efek negatif pada kualitas hidup, terutama bagi pasien yang menetap
dalam jangka waktu lama kateter.
Trauma psikologis
Striktur uretra setelah kerusakan uretra merupakan permasalahan
jangka panjang
Muncul rembesan dikarenakan kateter terlalu kecil sehingga perlu
dipastikan ukuran kateter yang digunakan sesuai dengan usia dan
ukuran anak
2. Apa yang menjadi key point atau point penting atau prinsip – prinsip yang
harus kita perhatikan dalam pelaksanaan prosedur praktikum Pemasangan
kateter pada anak?
Hal - hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan kateter pada anak diantaranya
1. Tentukan metode yang paling tepat
2. Kateter straight digunakan untuk spesimen sewaktu, mengukur jumlah urin
residual, dekompresi sementara
3. Kateter indwelling digunakan jika kandung kemih harus tetap dikosongkan,
pengukuran kontinyu perlu dilakukan
4. Pertimbangkan durasi, kenyamanan dan sensitivitas pasien
5. Perhatikan jenis kateter yang akan digunakan diantaranya plastik/nelatan,
silikon, lateks dan metal
6. Kaji kondisi umum kemampuan klien dan position
7. Kaji kapan terakhir berkemih dan kapan terakhir dipasang kateter
8. Penggunaan kateter yang tidak tepat dapat menyebabkan infeksi pada
saluran berkemih sehingga harus dilakukan teknik perawatan kateter dengan
benar untuk meminimalisir terjadinya infeksi
9. Berikan pelumas saat pemasukan kateter ke saluran untuk mengurangi sakit
pada anak
10. Memasukan kateter pada anak laki-laki usahakan sampai ke ujung penis
awal saluran ujung uretra
11. Jangan mengganti kateter atau kantong drainase secara rutin
12. Jangan mengairi / menyiram kateter hanya karena ada kemungkinan
penyumbatan kecuali hal ini merupakan bagian dari intervensi yang telah
ditentukan untuk anak
13. Pertimbangkan pembilasan dengan mempertimbangkan kebutuhan individu
anak
14. Kosongkan sistem drainage kateter setidaknya 4 jam atau sebelum ½ penuh
15. Kantung dan pipa drainage harus berada di bawah kandung kemih dan
bukan menyentuh lantai
16. Kateter lateks digunakan untuk jangka pendek (≤28 hari)
17. Kateter silikon digunakan untuk penggunaan jangka panjang (≤12 minggu).
Kateter silikon memiliki lumen yang lebih besar dan sangat berguna bagi
pasien yang sering mengalami penyumbatan dan bagi mereka yang
menderita alergi lateks
18. Pemasangan kateter pada anak menggunakan prinsip steril
DAFTAR PUSTAKA