PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
memasukkan kateter urine dari uretra ke menuju kandung kemih. Kateterisasi urine
dilakukan apabila pasien tidak mampu mengeluarkan urine secara normal (retensi atau
obstruksi urine). Tindakan pemasangan kateter juga dilakukan pada pasien dengan indikasi
lain, yaitu untuk menentukan jumlah urin sisa dalam kandung kemih setelah pasien buang
air kecil, untuk memintas suatu obstruksi yang menyumbat aliran urin, untuk
menghasilkan drainase paska operatif pada kandung kemih, daerah vagina atau prostat,
atau menyediakan cara-cara untuk memantau pengeluaran urin setiap jam pada pasien
perkemihan atau pasien yang mengalami obstruksi. Namun tindakan ini juga bisa
menimbulkan masalah lain. Pemasangan kateter urine menjadi port of entry bagi
mikroorganisme untuk masuk ke dalam kandung kemih pada kateter yang terkontaminasi,
seperti infeksi, trauma pada uretra, dan menurunnya rangsangan berkemih. Menurunnya
rangsangan berkemih terjadi akibat pemasangan kateter dalam waktu yang lama
mengakibatkan kandung kemih tidak akan terisi dan berkontraksi sehingga pada akhirnya
kandung kemih akan kehilangan tonusnya. Apabila hal ini terjadi dan kateter dilepas,
maka otot detrusor mungkin tidak akan berkontraksi dan pasien tidak dapat mengontrol
Prevalensi Infeksi Saluran Kemih (ISK) tinggi pada pasien yang memakai kateter
yaitu 80%, dan 10% - 30% pasien tersebut akan mengalami bakteriuria. ISK akibat
kateterisasi merupakan tipe infeksi nosokomial yang paling banyak terjadi, 1 juta kasus
yang memakai kateter juga akan mempunyai risiko 3 kali lebih besar dirawat di rumah
sakit lebih lama dan juga pemakaian antibiotik lebih lama, bahkan dilaporkan organisme
penyebab ISK akibat kateterisasi adalah organisme yang telah resisten terhadap banyak
antibiotik (Naber KG, 2011). Tetapi sebagian besar kasus bakteriuria tidak menampakkan
gejala klinis (asimtomatis). Gejala klinis yang mungkin timbul bervariasi, mulai dari
ringan (panas, uretritis, sistitis) sampai berat (pielonefritis akut, batu saluran kemih dan
bakteremia). Jika tidak segera ditangani maka akan menimbulkan urosepsis bahkan
kematian yang mencapai 9.000 kasus per tahun. Diperkirakan 17% - 69% ISK akibat
kateterisasi dapat dicegah dengan pengendalian infeksi yang baik (Lee et all,2013).
Ada korelasi antara pemasangan kateter dengan kejadian INFEKSI Saluran Kemih
pada pasien yang di rawat di Rumah Sakit Penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh dengan
nilai p-value 0,019 yang berarti p-value < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
hipotesa nol (Ho) ditolak, hal ini disebabkan oleh Infeksi saluran kemih setelah
pemasangan kateter terjadi karena kuman dapat masuk ke dalam kandung kemih dengan
jalan berenang melalui lumen kateter, rongga yang terjadi antara dinding.kateter dengan
mukosa uretra. Sehingga pasien yang mengalami infeksi saluran kemih akibat pemasangan
kateter akan mendapatkan perawatan yang lebih lama dari yang seharusnya. Tindakan
yang dapat dilakukan perawat untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih pada
pasien yang terpasang kateter adalah dengan melakukan higiene perineum, perawatan
kateter, pemantauan drainase urin dan memberikan informasi kesehatan kepada pasien
tentang hal-hal yang dapat mendukung kelancaran drainase urin yang sekaligus akan
mencegah terjadinya infeksi pada saluran kemih( Smeltzer & Bare, 2008)
penderita yang dirawat di rumah sakit. Angka kematian 1 – 3 % dari semua kasus yang
Enterobacter (8%). Banyak mikroorganisme penyebab ISK merupakan bagian flora usus
endogen pasien dan juga dapat diperoleh dengan kontaminasi dari pasien lain atau petugas
rumah sakit serta oleh paparan solusi yang telah terkontaminasi atau peralatan yang tidak
Pada rumah sakit yang kapasitasnya besar, dimana mempunyai tempat tidur > 200
s/d 500 banyak ditemukan infeksi nosokomial yang berasal dari gram positif. Misalnya :
(ISK) pada pasien yang di rumah sakit disebabkan terutama oleh kateterisasi urine.
Semakin lama kateter terpasang maka peluang kateter terkontaminasi oleh mikroba
semakin besar, karena penggunaan kateter memungkinkan jalur masuk mikroba ke dalam
saluran kemih. Berdasarkan hasil survey di Ruang rawat Inap penyakit Dalam Interne
Wanita RS M.Djamil Padang diketahui terjadi peningkatan Infeksi Saluran Kemih pada
pasien rawat inap. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya perawatan kateter kepada
pasien dan juga bisa di sebabkan karena penatalaksanaan dari pengambilan sampel yang
rumah sakit sebagai tempat fasilitas pelayanan kesehatan, disamping sebagai tolak ukur
mutu pelayanan juga untuk melindungi pasien, petugas, pengunjung dan keluarga serta
lingkungan dari resiko tertular penyakit infeksi karena perawatan, bertugas dan berkunjung
ke rumah sakit. Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan
Jurnal ini merupakan hasil penelitian bidang keperawatan yang telah dipublikasikan sesuai
C. MANFAAT
1. Dapat dijadikan sumber informasi dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien
2. Dapat dijadikan sebagai data dasar untuk melakukan penelitian lanjutan sehingga
dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien yang terpasang kateter
urine.
3. Dapat dijadikan sumber informasi untuk pencegahan dan perawatan bagi pasien
TINJAUAN TEORI
a. Ginjal
kandung kemih; kandung kemih berkerja sebagai penampung urine dan uretra
sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal,
dari belakang, mulai dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga.
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri karena letak hati yang menduduki ruang
tebal 1,5-2,5 cm, dan berat sekitar 140 gram. Pada bagian atas terdapat kelenjar
2) Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
5) Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
6) Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
calix minor.
9) Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara
10) Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
b. Ureter
ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat
sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.
major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan
untuk mencapai vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik
urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter
muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk
batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari renalis, aorta abdominalis, iliaca communis,
T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus
c. Vesica urinaria
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan
tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk
relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama
dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga
bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior
dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral
dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral,
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan
d. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju
lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada
pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual
sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna
(otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di
uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki
m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
1) Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek
internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh
persarafan simpatis.
prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma
urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal
4) Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari
pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra
pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada
urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra
Asupan makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi out put urin. Protein
dan natrium dapat menentukan jumlah urin, mengkonsumsi kopi juga bisa
berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan
memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih
kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya usia,
diabetes mellitus.
seperti adanya kultur pada pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air
mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam
keadaan sakit.
k. Tonus otot Tonus otot yang berperan penting dlam membantu proses berkemih adalah
otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam
urine.
sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan eliminasi terdiri atas : Frekuensi,
c. Melakukan kateterisasi
1. PENGERTIAN
Dower kateter merupakan salah satu tipe kateter yang berupa selang yang
kateter indwelling (foley kateter) atau kateter menetap, yang mana kateter ini tetap di
tempat untuk priode waktu yang lebih lama sampai klien mampu berkemih dengan
2. INDIKASI
1. Retensi Urin
4. Pengawasan jumlah urin yang keluar pada pasien tidak kooperatif seperti indikasi
6. Pasien paralisis
3. KONTRAINDIKASI
a. Bila pemasangan dilakukan tidak hati-hati bisa menyebabkan luka dan perdarahan
luka pada uretra. Karenanya, balon dikembangkan bila yakin balon akan
d. Nekrosis uretra bila ukuran kateter terlalu besar atau fiksasi yang keliru
f. Pada penderita tidak sadar, kateter dengan balon terkembang bisa dicabut yang
5. TUJUAN
c. Mengkaji jumlah residu urine, jika kandung kemih tidak mampu sepenuhnya
dikosongkan
b. Persiapan alat
Alat steril:
Duk bolong
Pinset anatomis
Jelly
Bengkok
Klem
Sarung tangan
Cairan aquadest
Kapas cebok
Spuit 10cc
Bengkok
Selimut mandi
Perlak
Urin bag
Plester
Gunting
c. Tahap orientasi
identitas klien, menjaga privasi klien dengan menutup sampiran selanjutnya perawat
d. Tahap kerja
Posisikan pasien dorsal recumben (untuk perempuan) dan supine ( untuk laki-
laki), membuka pakaian bawah klien lalu tutup dengan selimut mandi. Selanjutnya
menggunakan cairan Nacl0,9%. Buka sarung tangan dan siapkan cairan aquades
dalam spuit 10cc, cek balon kateter dengan memasukkan udara lalu keluarkan lagi,
buka slang kateter dari plastik jaga kesterilannya, pasang sarung tangan steril, olesi
jelly pada ujung kateter lebih kurang 5cm, klem ujung kateter bagian bawah,
dekatkan bengkok steril, minta klien untuk tarik nafas dalam saat ujung kateter
dimasukkan (wanita: 5-7,5cm) dan (laki-laki 7,5-13cm). Cek keluaran urin dengan
membuka klem, setelah itu fiksasi balon kateter dengan cairan aquadest25-30cc
kemudian tarik kateter sampai ada tahanan. Lepaskan duk bolong sambungkan
ujung kateter dengan urin bag pastikan urin bag dalam keadaan tertutup. Fiksasi
kateter dengan plester cantumkan tanggal pemasangan dan jumlah cairan dalam
balon. Rapikan alat dan buka sarung tangan lalu cuci tangan.
e. Tahap terminasi
Evaluasi respon klien saat dan setelah tindakan, kaji karakteristik urin yang
Buat catatan dokumentasi dibuat dengan nama jelas, waktu dan tanggal
pelaksanaan, nomer dan jenis kateter yang digunakan, jumlah cairan fiksasi yang
f. Dokumentasi
Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis dan tercetak yang dapat
diandalkan sebagai catatan dan bukti bagi individu yang berwenang. Catatan medis
harus mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan klien yang komprehensif juga
1. Aspirasi suprapubik
Teknik aspirasi suprapubik merupakan cara yang paling baik untuk mendapatkan
95% dan spesifisitas 85% serta nilai duga positif yang tinggi (88%) pada
penderita yang simptomatis. Setelah sampel urin didapatkan harus segera dibawa
karena akan mempengaruhi kualitas sampel urin yang akan diperiksa. Perlu
diketahui bahwa aspirasi suprapubik ini menimbulkan rasa nyeri, berbahaya, dan
2. Kateterisasi uretra
Kateterisasi uretra sangat bermanfaat bagi wanita, khususnya wanita yang tidak
mampu untuk mengosongkan kandung kemih secara alami dan kesulitan untuk
melakukan kateterisasi uretra adalah pada daerah labia dan muara uretra
dibersihkan dengan aquades steril, larutan garam fisiologis, atau juga bisa dengan
minora dibuka, kateter dimasukkan dalam uretra dan urin dimasukkan ke dalam
botol. Teknik ini harus diperhatikan agar spesimen urin tidak terkontaminasi.
urin kateter dilakukan pada penderita dengan pemasangan kateter menetap atau
Cara pengambilan urin pancaran tengah harus hati-hati karena dilakukan oleh
dibersihkan terlebih dahulu dengan aquades steril dan urin yang ditampung hanya
pancar tengah, bagian awal dan akhir pancar urin tidak digunakan. Cara
urin akan terkontaminasi oleh kuman dari periuretra atau labia minora dan
mayora (Schaffer,2009)
Diagnosis ISK pada pasien dewasa tanpa kateterisasi bila dibandingkan dengan
disesuaikan dengan keadaan, sehingga hal ini bukanlah suatu masalah untuk
hasilnya tidak akan sesuai dengan situasi klinik sebenarnya. Apabila memang
urin dibawa menggunakan wadah dengan tambahan asam boraks yang dapat
terhadap bakteri telah dilaporkan, tetapi hal ini jarang terjadi (Vandepitte,2013)
darah putih, sel darah merah, sel epitel squamous, bakteri, benda asing, dan
komponen lain dalam urin. Hasil penilaian mikroskopik urin masih sangat
terbatas. Seperti yang telah dibahas, hampir semua sampel dari pasien dengan
dan ini akan terjadi secara keseluruhan pada pasien yang dikateterisasi dalam
jangka panjang, terlepas dari ada atau tidaknya infeksi. Pemeriksaan mikroskopik
urin tidak dapat membedakan antara infeksi saluran kemih dengan bakteriuria
TELAAH JURNAL
A. Telaah Penulisan
1. Abstrak
Pada jurnal ini abstrak sudah memenuhi persyaratan minimal penulisan dengan isi
abstrak tidak lebih dari 250 kata dan memiliki kata kunci. Jurnal ini berisi penjelasan
tentang infeksi saluran kemih (ISK), kejadian pasien yang mengalami ISK, faktor resiko
pada pemakaian kateter, dan penanganan pelepasan atau penggantian kateter, terapi
medikamentosa, serta pencegahan ISK akibat kateterisasi. Namun abstrak pada jurnal ini
tidak ada memaparkan tujuan penulisan, metode dan kesimpulan dari jurnal.
2. Pendahuluan
Jurnal ini berisi penjelasan kateterisasi uretra, metode kateterisasi, prevalensi ISK,
dan gejala klinis yang mungkin timbul. Jurnal ini belum menjelaskan fenomena yang
terjadi di lapangan, hanya berdasarkan teori saja. Jurnal ini juga belum memaparkan hasil-
hasil penelitian sebelumnya mengenai mengenai tingginya angka ISK akibat pemasangan
kateter
3. Isi
Jurnal ini mudah dipahami karna membahas sesuatu berdasarkan teori yang ada
mengenai penyebab terjadinya Infeksi Saluran Kemih beserta gambar serta bakteri yang
menyebabkan ISK pada pemasangan kateter dan memaparkan bagaimana keadaan normal
dari saluran kemih, namun dalam jurnal belum membahas hasil-hasil penelitian kejadian
ISK yang terjadi akibat pemasangan kateter. Faktor resiko terbesar adalah pemakaian
Urinary Tract Infections (SUTI) dan Asymptomatic Bacteriuria (ASB). Dan terdapat 2
metode untuk mendapatkan spesimen yaitu dengan clean-catch collection dan dengan
terhadap infeksi. Pertama dengan cara mekanik pembersihan organisme: pada keadaan
normal, tekanan aliran urin akan mengeluarkan bakteri sebelum sempat menyerang
mukosa. Mekanisme kedua adalah aktivitas antibakteri intrisik di saluran kemih (Trautner,
2004). Uropatogen penyebab ISK akibat kateterisasi (CAUTI – catheter associated urinary
tract infection) dapat berasal dari pasien sendiri (endogen) yaitu dari meatus, rektum, atau
kolonisasi vagina. Uropatogen dapat juga berasal dari luar tubuh pasien (eksogen) yaitu
Uropatogen yang berasal dari petugas medis atau dari kontak dengan pasien lain
Uropatogen masuk ke kandung kemih saat kateterisasi dapat melalui lumen kateter
Terapi untuk kateterisasi yaitu dengan menghentikan pemakaian kateter atau penggantian
kateter dengan yang baru, dan dengan terapi empiris dengan antibiotik serta upaya
4. Kesimpulan
Jurnal ini hanya terdiri dari kesimpulan yang kurang dijelaskan secara detail, tidak
ada saran ataupun rekomendasi terkait diagnosis dan penatalaksanaan ISK dalam
pelayanan kesehatan.
Jurnal ini memiliki 12 daftar pustaka yang sebagian besar sumber berasal dari Luar
negri dari tahun 2001-2012. Penulisan daftar pustaka pada jurnal ini menggunakan sistem
Vancouven.
B. Telaah Konten
dekompresi kandung kemih dan berfungsi sebagai alat diagnostik retensi urin akut.
Metode yang sering digunakan yaitu kateter indwelling dan kateter intermittent. Kateter
indwelling adalah kateter menetap yang digunakan dalam jangka waktu lama sedangkan
dekompresi kandung kemih, kateter juga digunakan untuk mengevaluasi jumlah urin
Prevalensi ISK tinggi pada pasien yang memakai kateter yaitu 80%, dan 10% -
30% pasien tersebut akan mengalami bakteriuria (Dunn, 2000). ISK akibat kateterisasi
merupakan tipe infeksi nosokomial yang paling banyak terjadi. 1 juta kasus setiap tahun
atau 40% dari semua tipe infeksi nosokomial (Jacobsen, 2008). Gejala klinis yang
mungkin timbul bervariasi, mulai dari ringan (panas, uretrus, sistitis) sampai berat
(pielonefritis akut, batu saluran kemih dan bakteremia). Diperkirakan 17% - 69% ISK
akibat kateterisasi dapat dicegah dengan pengendalian infeksi yang baik (Gould, 2009).
Dalam keadaan normal, ada dua mekanisme pertahanan terhadap infeksi. Pertama
dengan cara mekanik pembersihan organisme dan yang kedua aktivitas antibakteri
pernah atau masih menggunakan kateter indwelling. Pemeriksaan kultur urin sangat
spesimen. Ada 2 metode yang direkomedasikan, yaitu dengan clean-catch collection dan
yang baik dan indikasi yang tepat (Ratanabunjerdkul, 2006). Pemasangan kateter harus
dilakukan oleh petugas medis yang sudah terlatih dan menggunakan teknik aseptik yang
direkomendasikan serta memakai peralatan steril. Upaya pencegahan lain juga harus
diperhatikan seperti perawatan meatus uretra, pengambilan spesimen urin yang tepat,
saat penggantian spesimen urin yang tepat, saat penggantian kateter yang tepat dan juga
PEMBAHASAN
A. Telaah Jurnal
Pada jurnal ini dibahas mengenai metode pengambilan specimen dengan clean-catch
collection yaitu spesimen urin yang dikumpulkan adalah urin yang pertama kali dikeluarkan
pagi hari saat bangun tidur. Urin yang ditampung adalah urin yang keluar pada saat
pertengahan berkemih (midstream), metode ini tidak dapat dilakukan pada pasien retensi
urin. Metode pengambilas sampel ini sesuai dengan pengambilan specimen urin yang
dilakukan oleh Maryam (2013) yang melakukan pengambilan specimen dengan cara
Penggunaan Metode pengambilan urin kateterisasi pada jurnal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Erhadestria (2017) mengenai “Uji Kepekaan Bakteri yang diisolasi dari
Urin Pengguna Kateter pasien ruang rawat Intensif RSUD Dr.H.Abdul Moeloek” yang mana
peneliti juga melakukan pengambilan specimen urin melalui selang kateter pasien.
B. Kekurangan Jurnal
Dalam jurnal ini belum menjelaskan bagaimana kejadian ISK yang diakibatkan oleh
pemasangan kateter dilapangan dan belum memuat hasil-hasil penelitian mengenai penyebab
ISK pada pemasangan kateter. Jurnal ini juga masih kurang dalam pembahasan mengenai
C. Kelebihan jurnal
Jurnal ini telah menjelaskan dengan rinci bakteri apa saja uang menyebabkan ISK
pada individu yang terpasang kateter, bagaimana proses trejadinya ISK, bagaimana langkah
diberikan serta pencegahan agar tidak terjadinya Infeksi Saluran Kemih akibat pemasangan
kateter.
clean-catch collection dan dengan kateterisasi sebagaimana yang telah dijelaskan dalam
jurnal.
Untuk penelitian selanjutanya dapat menambahkan fakta yang terjadi di lapangan dan
hasil-hasil penelitian sebelumnya sehingga dapat didukung oleh teori yang ada pada jurnal
ini.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari jurnal yang telah ditelaah dijelaskan bahwa kateterisasi uretra adalah metode
primer dekompresi kandung kemih yang berfungsi sebagai alat diagnostik retensi urin
akut. Infeksi Saluran Kemih (ISK) terjadi akibat pemasangan kateter yang lama, tidak
adanya perawatan terhadap kateter dan cara pengambilan sampel yang salah.
Pengambilan sampel urin pada pasien yang terpasang kateter sebaiknya mengikuti
B. Saran
kateterisasi (vulva hygiene) dan pengambilan sampel sesuai dengan teknik pengambilan