REFERAT 1
SONYA NOVIANA
1610247747
PEMBIMBING
dr. AZIZMAN SAAD Sp.P (K)
Sonya Noviana
DAFTAR ISI
JUDUL.................................................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN.............................................................................. ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iv
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
DEFENISI ............................................................................................................. 2
KESIMPULAN.................................................................................................... 24
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
DEFINISI
Dyspnea atau sesak napas berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata
dys (sulit) dan pnea (pernapasan).1 Menurut kamus kedokteran Dorland, dyspnea
diartikan sebagai sulit bernapas.5 Sesak napas sering digunakan untuk
menggambarkan rasa sulit bernapas tetapi defenisi ini dapat berbeda dengan apa
yang dikeluhkan oleh pasien. Pasien sering menggambarkan sesak napas dengan
istilah lain seperti napas terasa berat,rasa tercekik,dada terasa berat dan sebagainya.
American thoracic Society (ATS) mendefenisikan dyspnea sebagai rasa sulit
bernapas yang subjektif dengan kualitas dan intensitas yang beragam.2
Kemoreseptor
Kemoreseptor berperan pada sesak napas dengan dua cara. Pertama,
kemoreseptor merangsang sistem pernapasan sebagai respons terhadap hiperkapnia
dan hipoksia sehingga terjadi peningkatan motorik pernapasan yang dapat
dipersepsikan sebagai sesak napas. Kedua, kemoreseptor dapat menginduksi sesak
napas melalui rangsangan terhadap sistem limbik dan korteks serebri.9
Kemoreseptor sentral
Kemoreseptor perifer
Kemoreseptor perifer terdiri atas badan karotis dan badan aorta. Reseptor ini
peka terhadap peningkatan PCo2 dan penurunan PO2 dan ph darah. Kemoreseptor
perifer tidak terlalu sensitif terhadap reduksi PO2 arteri. Kemoreseptor perifer baru
berespon apabila PO2 arteri turun sampai 60 mmhg dengan mengirimkan impuls
aferen ke neuron medula dan meningkatkan ventilasi. Mekanisme ini tergambar pada
gambar 3.
Gambar 3 Kemoreseptor perifer Dikutip dari (9)
Nervus vagus terdiri dari serabut bermielin dan tidak bermielin. Serabut saraf
yang berperan terhadap timbulnya sesak napas adalah nervus vagus tidak bermielin
seperti serabut saraf C vagus berada di sepanjang saluran napas. Hal ini dibuktikan
dari sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa jika nervus ini diblok atau
dipotong maka sesak napas dapat berkurang. Serabut C vagus dapat terstimulasi oleh
rangsangan kimia tertentu tetapi rangsangan kimia tersebut tidak selalu
menyebabkan sesak napas. Penelitian Burki dkk menunjukkan bahwa pemberian
capsaicin intravena dapat menyebabkan munculnya rasa tidak nyaman dan terbakar
tetapi tidak ada subjek yang mengeluh sesak napas. Hal ini terjadi karena capsaicin
dapat menstimulasi reseptor transient receptor potential vanilloid type 1 (TRPV1)
yang diekspresikan pada serabut C. Sesak napas juga tidak muncul pada pemberian
fenildiguanida yang merupakan agonis reseptor 5-hidroksitriptamin subtipe 3 (5-
HT3).12
Penelitian Meek PM dkk yang menggunakan rangsangan berupa lobeline
menunjukkan bahwa lobeline dapat menstimulasi serabut C vagus paru dan
menyebabkan munculnya rasa seperti tercekik dan dada tertekan.2 Selain lobeline,
adenosin juga dapat menyebabkan sesak napas akibat stimulasi melalui serabut C
vagus paru. Adenosin merupakan terapi untuk supraventikular takikardi dan
sering menyebabkan sesak napas. Penelitian yang dilakukan oleh Burki dkk
menunjukkan bahwa adenosin yang diberikan secara intravena dapat
menyebabkan sesak napas tetapi tidak menyebabkan bronkokonstriksi.13,14 Sesak
napas yang terjadi akibat rangsangan langsung terhadap serabut C vagus paru dan
bukan akibat rangsangan kemoreseptor perifer maupun batang otak.
Nervus vagus berserabut mielin mempersarafi reseptor sensoris yaitu,
rapidly adapting receptors (RARs), slowly adapting receptors (SARs) dan serabut Aδ
polimodal yang terutama terletak di saluran napas besar (laring dan trakea). Reseptor
RARs dan SARs berperan dalam peregangan paru dan refleks batuk serta
memodulasi kaliber saluran napas dan pola pernapasan. Kedua reseptor
tersebut akan menangkap informasi mengenai perubahan volume paru dan
meneruskannya ke pusat napas. Pusat napas akan menilai apakah ventilasi yang
terjadi sesuai dengan volume paru yang ada. Sesak napas dapat muncul jika ventilasi
yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh pusat napas.12
Spindik otot dan organ tendon pada otot pernapasan bekerja sebagai
mekanoreseptor di dinding dada. Mekanoreseptor tersebut akan menangkap sinyal
tegangan dan kontraksi otot yang kemudian diproyeksikan ke korteks
somatosensoris.12 Mekanoreseptor paru dan dinding dada akan memberikan
umpan balik ke pusat napas mengenai status ventilasi, perubahan panjang otot
pernapasan serta kontraksi otot pernapasan kemudian batang otak kemudian akan
memproses umpan balik tersebut untuk mengatur ventilasi sesuai kebutuhan
seperti yang tergambar pada gambar 6.
Diafragma yang dipersarafi oleh nervus frenikus juga berperan penting
dalam pernapasan. Mekanoreseptor yang terdapat pada diafragma akan
menyampaikan informasi aferen melalui medula spinalis servikal setinggi C3 sampai
C5 lalu ke pusat napas.8 Berbagai penelitian dengan cara memblok atau
mentranseksi korda spinalis telah dilakukan untuk menilai peran dinding dada dan
diafragma dalam mekanisme sesak napas. Anestesi spinal setinggi T1 tidak
memberikan pengaruh pada kondisi rebreathing CO2, menahan napas dan
peningkatan beban kerja. Pasien dengan kelumpuhan empat anggota gerak
(tetraplegia) setinggi C1- C2 tetap mampu mendeteksi perubahan volume paru. Hal
ini menunjukkan bahwa sinyal aferen yang timbul disampaikan ke korteks sensoris
melalui nervus vagus. Sedangkan pada transeksi di C3, kemampuan untuk
mendeteksi hambatan pengembangan paru tetap ada seperti pada orang normal.
Penelitian- penelitian tersebut membuktikan bahwa medula spinalis tidak berperan
dalam mendeteksi perubahan volume paru ataupun sensasi yang muncul akibat
peningkatan PCO2, menahan napas dan peningkatan beban kerja.12
Peningkatan beban napas saat otot bekerja 10-20 % lebi berat dari pada kerja
otot pernapasan dapat memberikan respon terhadap pusat napas.12 Sesak napas
muncul jika terdapat gangguan antara pusat napas yang memerintahkan
neuromuskular untuk bekerja dengan respons pernapasan seperti ventilasi. Meskipun
aktivitas otot pernapasan tidak secara langsung menyebabkan sesak napas,
mekanoreseptor dinding dada, serabut C vagus dan kemoreseptor berperan dalam
proses munculnya sesak napas. Informasi yang dibawa oleh serabut C vagus
diteruskan ke nukleus traktus solitarius (NTS) di medula oblongata. Nukleus traktus
solitarius akan meneruskan informasi tersebut ke korteks insula viserosensoris
melalui jalur talamuskortikal.12
Berbagai stimulus diterima oleh berbagai korteks yang berbeda. Girus
frontal inferior kiri dipengaruhi oleh beban inspirasi sedangkan beban ekspirasi
mempengaruhi girus frontal lateral kanan. Hiperkapnia mengaktivasi girus frontal
tengah. Aktivasi neuron di otak dapat dideteksi dengan menilai perubahan aliran
darah serebri. Alat yang dapat digunakan adalah positron emission tomography
(PET) dan functional magnetic resonance imaging (fMRI). Benzett dkk
menggunakan PET untuk melihat lokasi spesifik di otak yang teraktivasi pada saat
sensasi napas tidak lega muncul. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat aktivasi
di korteks insula anterior kanan pada subjek normal yang mengalami
hiperkapnia ringan. Penurunan kadar PCO2 di arteri merupakan stimulus kuat
yang dapat meningkatkan aliran darah serebri. Penelitian menggunakan PET
lainnya menunjukkan pada subjek dengan peningkatan hambatan pengembangan
paru saat inspirasi akan tampak aktivasi insula anterior kanan dan serebelum.10,28
Sensasi sesak napas terutama ditangkap oleh reseptor perifer, yaitu
kemoreseptor perifer (badan aorta dan badan karotis) dan serabut C vagus. Selain itu,
mekanoreseptor dinding dada dan reseptor regang paru juga menambahkan
informasi aferen mengenai sesak napas. Informasi aferen tersebut diteruskan ke NTS
di medula oblongata lalu ke talamus kemudian menuju korteks insula dan sistem
limbik. Sesak napas diduga muncul jika informasi aferen yang disampaikan oleh
sensor perifer melebihi biasanya. Pusat napas kemudian memberikan umpan balik
seperti peningkatan volume paru, aliran udara pernapasan dan ventilasi. Umpan
balik tersebut ditangkap oleh reseptor yang diinervasi nervus vagus dan
mekanoreseptor dinding dada.29 Sesak napas muncul jika umpan balik yang
diberikan oleh pusat napas tidak menghasilkan respons yang diinginkan seperti
peningkatan aliran udara pernapasan atau ventilasi seperti pada kondisi paralisis otot
pernapasan atau gangguan mekanis paru.12,13 Neurofisiologi sesak napas secara
keseluruhan dapat dilihat pada gambar 7.
Berbagai stimulus yang dapat menyebabkan munculnya sensai sesak napas beserta
bagian sistem pernapasan yang dirangsang dapat dilihat pada tabel 1.
Sesak napas dapat terjadi pada penyakit paru obtruktif seperti asma dan
penyakit obtruktif paru kronik (PPOK) maupun penyakit paru restriktif.
Mekanisme sesak napas pada PPOK terjadi karena peningkatan kebutuhan
ventilasi akibat peningkatan ruang rugi fisiologis, hipoksemia, hiperkapnia dan
asidosis laktat.19 Hiperinflasi paru dan pengembangan rongga dada yang
berlebihan menyebabkan peningkatan kapasitas residu fungsional dan
memendeknya otot inspirasi. Berdasarkan teori ketidaksesuaian length-tension
otot, pemendekkan otot inspirasi pada PPOK dapat mengurangi kemampuan otot
untuk berkontraksi.2
Hambatan udara pada PPOK dapat menyebabkan hiperinflasi dinamik
saat latihan fisis sehingga terjadi peningkatan volume paru. Reseptor di
saluran napas sensitif terhadap kompresi dinamik saluran napas atau perubahan
tekanan transmural sepanjang dinding saluran napas. Rangsangan ini
menyebabkan keluaran motorik dari pusat napas meningkat sehingga terjadi
peningkatan usaha bernapas yang menyebabkan sesak napas.2,18,21 Stimulasi
kemoreseptor dalam menimbulkan sesak napas pada pasien PPOK masih belum
jelas. Beberapa pasien yang mengalami hipoksia pemberian suplemen oksigen
tidak mengurangi sesak napas. Sedangkan pada beberapa pasien yang
hiperkapnia kronik tidak mengeluh sesak napas saat berisitrahat.18
Sesak napas pada asma berhubungan dengan kerja otot-otot inspirasi. Otot
inspirasi pada pasien asma harus lebih tegang untuk melawan peningkatan
tahanan aliran udara akibat bronkokonstriksi. Asma yang disertai hiperinflasi akan
mengalami otot inspirasi memendek sehingga tidak mampu menghasilkan
tegangan otot yang optimal. Tegangan otot ini penting dalam kontraksi otot yang
diperlukan untuk ventilasi. Hiperinflasi juga dapat mengubah radius kurvatura
diafragma. Jika terdapat hiperinflasi, maka ambang beban yang harus dilawan otot
inspirasi bertambah. Hal ini mengakibatkan terjadi peningkatan sinyal yang
dikeluarkan dari pusat motorik pernapasan disertai meningkatnya sense of
respiratory effort yang berperan dalam timbulnya sensasi sesak napas.18 Suatu
studi menunjukkan perbaikan sesak napas pada pasien bronkokonstriksi yang
diberi inhalasi metakolin sedangkan pada pasien sesak napas yang berkaitan
dengan hambatan pengembangan paru eksternal tidak menunjukkan efek yang
sama.19 Hal ini menunjukkan bahwa reseptor vagus iritan berperan dalam proses
sesak napas saat bronkokonstriksi serta berhubungan dengan munculnya sensasi
sesak napas seperti dada terasa berat.2,20 Umumnya sensasi dada terasa berat
muncul pada awal serangan tetapi seiring memburuknya penyakit maka muncul
dorongan untuk bernapas dan sensasi napas tidak lega.10 Kelainan paru restriksi
disebabkan oleh berbagai penyakit yang mengakibatkan penurunan volume paru
dan kapasitas difusi. 22
PENILAIAN SESAK NAPAS
Kualitas sesak napas, variabilitas gejala dan faktor yang dapat menambah
atau mengurangi gejala harus diperhatikan pada saat melakukan anamnesis. Dada
terasa berat dapat disebabkan oleh bronkokonstriksi sedangkan peningkatan
usaha bernapas muncul akibat gangguan pompa ventilasi. Sesak napas yang
hilang timbul mungkin disebabkan oleh kondisi yang reversibel seperti
bronkokonstriksi, gagal jantung, efusi pleura, emboli paru akut atau sindrom
hiperventilasi. Sedangkan sesak napas yang persisten atau progresif umumnya
karena kondisi yang kronik seperti PPOK, fibrosis interstisial atau disfungsi
diafragma dan dinding dada. Sensasi napas tidak lega umumnya disebabkan
oleh terstimulasinya pusat napas.1
Sesak napas nokturnal dapat disebabkan oleh asma, gagal jantung,
gastroesophageal reflux (GERD), obstructive sleep apnea (OSA) atau obstruksi
nasal.1 Sesak napas yang muncul pada posisi berbaring biasanya berhubungan
dengan gagal jantung kiri atau proses yang terjadi di abdomen misalnya asites
atau disfungsi diafragma. Sesak napas yang memberat pada posisi tegak
(platipnea) bisa terjadi pada kondisi seperti orthodoxia atau penurunan PO2 pada
posisi tegak yang umumnya terjadi pada sirosis, malformasi arteriovena atau pirau
interarteri. Obesitas dapat memperburuk sesak napas karena peningkatan
kebutuhan metabolik dan ventilasi serta gangguan pengembangan dinding dada.1
Pemeriksaan fisis yang perlu diperhatikan adalah pola pernapasan,
penggunaan otot bantu napas, pursed lips breathing, bentuk dada, posisi tubuh
seperti membungkuk ke depan, deformitas tulang dan otot dan kondisi emosi.
Jari tabuh dapat ditemukan pada pasien kanker atau bronkiektasis. Sianosis di
bibir dan kuku perlu diperhatikan. Jika terdapat edema simetris di tungkai perlu
dipikirkan gagal jantung kongestif, sedangkan edema asimetris dapat terjadi
pada penyakit tromboemboli.1
Pemeriksaan Khusus untuk Sesak Napas
Peringkat Intensitas
0 Tidak sesak sama sekali
0,5 Sesak sangat ringan sekali
1 Sesak sangat ringan
2 Sesak ringan
3 Sesak sedang
4 Sesak agak berat
5 Sesak berat
6
7 Sesak sangat berat
8
9
10 Sesak sangat berat sekali hampir maksimal
Dikutip dari (1)
Skala lain yang sering digunakan adalah skala Medical Research Council
(MRC). Skala MRC sudah digunakan untuk menilai sesak napas sejak
tahun 1956. Skala ini mudah dilakukan dan dapat dihubungkan dengan skala lain
atau nilai status kesehatan seperti tampak pada tabel 3. Pengukuran sesak napas
dengan skala ini dapat diulang secara berkala sekaligus untuk menilai
respons terapi.1,24 American Thoracic Society mengeluarkan versi modifikasi
skala MRC, yaitu modified Medical Research Council (mMRC) yang saat
ini banyak digunakan untuk menilai derajat sesak napas pada berbagai
penyakit seperti PPOK. Skala mMRC terurai pada tabel 4. Sebuah penelitian
yang mencari hubungan derajat sesak napas pada pasien PPOK berdasakan
skala mMRC dengan derajat PPOK menunjukkan bahwa semakin tinggi derajat
sesak napasnya maka semakin tinggi derajat PPOK serta semakin rendah
nilai VEP1.25 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
pada tahun 2017 memasukkan skala mMRC sebagai acuan untuk menentukan
klasifikasi berat penyakit pasien PPOK.26
Deskripsi Derajat
Saya sesak saat latihan fisis berat 1
Saya sesak saat berjalan bergegas atau mendaki bukit kecil 2
Saya berjalan lebih lambat dibanding orang seumur oleh karena 3
sesak atau harus berhenti untuk bernapas saat berjalan biasa
Saya berhenti untuk bernapas setelah sejalan 91,44 meter (100 4
yards) atau setelah berjalan beberapa menit pada ketinggian tetap
Saya sangat sesak untuk keluar rumah atau ketika melepas 5
pakaian
Dikutip dari (24)
Dampak negatif sesak napas adalah kualitas hidup yang menurun karena
keterbatasan aktivitas sehari-hari. Oleh sebab itu pengukuran kualitas hidup
pasien sesak napas yang meliputi fungsi fisiologis, emosi, sosial dan aktivitas
sehari-hari penting dilakukan.
KESIMPULAN