Anda di halaman 1dari 5

LO 4.

1 Memahami dan menjelaskan patofisiologi meningoensefalitis

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti


dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis
bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas,
otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain,
prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis.
Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan
saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen;
semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang
di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan
trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral
mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis
dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan
medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel
serebral.
Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial,
yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah
pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK. Pada
infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis.
Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps
sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindrom
Waterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel
dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.

LO 4.2 Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis meningoensefalitis


Menurut Brunner & Suddath. 2002. Gejala meningitis diakibatkan dari
infeksi dan peningkatan tekanan intra cranial, berupa:
Sakit kepala dan demam, adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala
dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat
iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama
perjalanan penyakit.
Perubahan tingkat kesadaran, dihubungkan dengan meningitis bakteri.
Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya
penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya penyakit,
demikian pula respon individu terhadap proses fisiologi. Manifestasi
perilaku juga umum terjadi. Sesuai pengembangan penyakit, dapat
terjadi letargik, tidak responsi, dan koma.
Iritasi meningen, mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali
yang umumnya terlihat pada semua tipe menngitis.
Rigiditas nukal, (kaku leher) adalah tanda awal. Adanya upaya untuk
fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot
leher.

Tanda kernig positif; ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam


keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan
sempurna.
Tanda Brudzinski: Bila leher pasien difleksikan, maka dihasilnya fleksi
lutut dan pinggul; bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah
pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi
ekstremitas yang berlawanan.
Fotophobia(respon nyeri terhadap sinar) akibat iritasi syaraf-syaraf
kranialis.
Kejang dan peningkatan TIK, kejang terjadi sekunder akibat area fokal
kortikal yang peka. Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat
eksudat purulen dan edema serebral terdiri dari perubahan
karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan
bradikardia), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan
penurunan tingkat kesadaran.
Adanya ruam, seperti terdapat lesi-lesi pada kulit diantaranya ruam
ptekie dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah yang luas.
Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% pasien dengan meningitis
meningokokus, dengan tanda-tanda septikemia; demam tinggi yang
tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan
ekstremitas), syok dan tanda-tanda kuagolupati intravaskular
diseminata (KID). Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam
setelah serangan infeksi.
Organisme penyebab infeksi selalu dapat diidentifikasi melalui biakan
kuman
pada
cairan
serebrospinal
dan
darah.
Counterimmunoelectrophoresis (CIE) digunakan secara luas untuk
mendeteksi antigen bakteri pada cairan tubuh, umumnya cairan
serebrospinal dan urine.

LO 4.3 Memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding


meningoensefalitis
Diagnosis
Anamnesis
(dapat
dilakukan
dengan
autoanamnesis
atau
alloanamnesis bila pasien tidak koperatif)
Pemeriksaan fisik, perhatikan tanda meningeal (nyeri kepala, kaku
kuduk, dan fotofobia), Kernig sign danBurdzinsky.
Pemeriksaan penunjang:
Laboratorium darah: darah lengkap: HB, HT, LED, eritrosit, leukosit,
elektrolit darah.
Pungsi lumbal untuk pemeriksaan LCS (indikasi infeksi:
peningkatan sel darah putih, protein, tekanan CSF > 180 mmHg,
dan penurunan glukosa).
Kultur darah.

CT scan untuk melihat ada lesi desak ruang akibat progresi


inflamasi
seperti
abses,
dan
penumpukan
cairan
LCS
(hidrosefalus).
Pemeriksaan penunjang
1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a. Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa meningkat,
kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri
b. Meningitis virus: tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal,
kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur
khusus.
2. Glukosa serum: meningkat (meningitis)
3. LDH serum: meningkat (meningitis bakterial)
4. Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil
(infeksi bakteri)
5. Elektrolit darah: Abnormal
6. ESR/LED: meningkat pada meningitis
7. Kultur darah/hidung/tenggorokan/urin: dapat mengindikasikan daerah
pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8. MRI/scan CT: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran/letak ventrikel, hematom daerah serebral, hemoragik atau
tumor
9. Rontgen dada/kepala/sinus: mungkin ada indikasi sumber infeksi
intrakranial.

Diagnosis Banding
a. Meningismus.
b. Abses otak.
c. Tumor otak.

LO 4.4 Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan meningoensefalitis


Meningitis Bakteria
Cairan intravena
Koreksi gangguan asam-basa elektrolit
Atasi kejang
Kostikosteroid. Berikan dexametason 0,6 mg/KgBB/hari selama 4 hari,
15-20 menit sebelum pemberian antibiotik
Antibiotik terdiri dari dua fase
EMPIRIK
Neonatus

3-10 bulan

Ampisilin+aminoglisida atau
ampisilin + sefotaksim (21
hari)
Ampisilin + kloramfenikol atau
sefuroksim/sefotaksim/seftriak
son (10-14 hari)

SETELAH UJI BIAKAN


DAN TESISTENSI

>10 bulan

Penisilin (10-14 hari)

Antibiotik yang digunakan untuk meningitis bakterial


Kuman
H. influenzae
S. pneumoniae
N.meningitidis
Stafilokok
Gram Negatis

Antibiotik
Ampisilin, kloramfenikol, seftriakson,
sefotaksim
Penisilin, Kloramfenikol, sefuroksim,
seftriakson, vankomisin
Penisilin, Kloramfenikol, sefuroksim,
seftriakson
Nafsilin, vankomisin, rimfampisin
Sefotaksim,
seftazidim,
seftriaksin,
amikasin

Dosis antibiotik untuk meningitis bakterial


Antibiotik Dosis
Ampisilin 200-300
mg/kgBB/hari
(400
mg
dosis
tunggal)
Kloramfenikol
100
mg/kgBB/hari;
Neunatus:
50
mg/kgBB/hari
Sefuroksim 250 mg/kgBB/hari
Sefotaksim 200 mg/kgBB/hari; Neonatus 0-7 hari: 100
mg/kgBB/hari
Seftriakson100 mg/kgBB/hari
Seftazidim 150
mg/kgBB/hari;
Neonatus:
60-90
mg/kgBB/hari
Gentamisin Neonatus : 0-7 hari : 5 mg/kgBB/hari
7-28 hari : 7,5 mg/kgBB/hari
Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari
Meningitis tuberkulosis
Pengobatan terdiri dari kombinasi INH, rimfamisisn, dan pirazinamid, kalau
berat dapat ditambah entambutol atau streptomisin. Pengobatan minimal
9 bulan, dapat lebih lama. Pemberia kortikosteroid sebagai antiinflamasi,
menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak. Pemberian
kortikosteroid selama 2-3 minggu kemudian diturunkan secara bertahap
sampai pemberian 1 bulan. Ada yang sampai 3 bulan.
Perawatan
a. Pada waktu kejang
1) Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
2) Hisap lender
3) Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.
4) Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).
b. Bila penderita tidak sadar lama.
1) Beri makanan melalui sonda.
2) Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi
penderita sesering mungkin.
3) Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika.
c. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.

Pada inkontinensia alvi lakukan lavement.


d. Pemantauan ketat.
1) Tekanan darah
2) Respirasi
3) Nadi
4) Produksi air kemih
5) Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.

LO 4.5 Memahami dan menjelaskan komplikasi meningoensefalitis


a. cairan subdural.
b. Hidrosefalus.
c. Sembab otak
d. Abses otak
e. Renjatan septic.
f. Pneumonia (karena aspirasi)
g. Koagulasi intravaskuler menyeluruh.

LO 4.6 Memahami dan menjelaskan prognosis meningoensefalitis


Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat
motorik atau mental atau meninggal tergantung :
a. umur penderita.
b. Jenis kuman penyebab
c. Berat ringan infeksi
d. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
e. Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
f. Adanya dan penanganan penyakit.

Anda mungkin juga menyukai