Anda di halaman 1dari 59

DAFTAR ISI

Daftar isi .. 1
Skenario ... 2
Kata Sulit . 3
Pertanyaan .... 4
Brain Stroming . 5
Hipotesa ... 8
Learning Objective ... 9
Daftar Pustaka ... 59

SKENARIO
Demam Sore Hari
Seorang wanita 30 tahun, mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu.
Demam dirasakan lebih tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan pagi hari.
Pada pemeriksaan fisik kesadaran somnolen, nadi bradikardia,suhu tubuh
hiperpireksia (pengukuran jam 20.00 WIB), lidah terlihat kotor (coated tongue).
Dokter menyarankan pemeriksaan darah untuk membanatu menegakkan diagnosis
dan cara penanganannya.

IDENTIFIKASI KATA-KATA SULIT


Coated tongue

: Bagian tengah lidah kotor dengan tepi kemerahan

Bradikardia

: Kelambatan denyut jantung yang ditunjukkan lambatnya


nadi <60 x per menit.

Somnolen

: Keadaan mengantuk berlebihan; kesadaran menurun,


respon psikomotor lambat.

Hiperpireksia

: Suhu tubuh meningkat luar biasa

Demam

: Peningkaan suhu tubuh diatas normal; peningkatan tonus


otot serta menggigil.

IDENTIFIKASI MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Apa hubungan demam dengan bradikardi?


Mengapa demam meningkat pada sore hari (pada demam thypoid)?
Apa saja pola-pola demam?
Apa penyebab terjadinya demam thypoid?
Apa saja pemeriksaan penunjang demam thypoid?
Mengapa terjadi coated tongue saat demam typhoid?
Bagaimana mekanisme demam?
Bagaimana tatalaksana demam?
Apa saja pencegahan terhadap penyakit typhoid?

ANALISA MASALAH

1. Pada saat demam thypoid, mekanisme yang terjadi:


Terjadinya demam vasokonstriksi (hanya sebentar) vasodilatasi
aliran darah lambat denyut nadi lambat mengakibatkan denyut
jantung cepat tapi lemah.
2. Demam terjadi di sore hingga malam hari karena pada waktu
tersebutmetabolisme tubuh telah menurun, sehingga kondisi tubuh ikut
menurun. Akibatnya, tubuh mengkompensasi set point palsu yang di set
oleh bakteri dengan mekanisme demam..
3. Pola-pola demam:
a. Demam Septik
Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat
yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di
atas normal pada pagi hari.Bila demam yang tinggi tersebut turun ke
tingkat yang normal dinamakan juga demam heptik.
b. Demam Remiten
Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi
tidak pernah mencapai suhu badan normal.Perbedaan suhu yang
mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
c. Demam Intermiten
Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang
normal selama beberapa jam dalam satu hari.Bila demam seperti ini
terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari
bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
d. Demam Kontinyu
Pada demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda
lebih dari satu derajat.Pada tingkat demam terus menerus tinggi sekali
disebut hiperpireksia.
e. Demam Siklik
Pada demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa
hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

4. Penyebab demam thypoid adalah infeksi Salmonella thypi dan


parathypi.
5. Pemeriksaan tambahan seperti uji tubex, uji typidot, uji IgM dipstik, kultur
darah, dan pemeriksaan tinja.

6. Karena pada saat demam thypoid, terjadi hiposaliva, dimana saliva


berfungsi

untuk

membersihkan

lidah

dari

keratin.

Lidah

memproduksi keratin sebagai perlindungan terhadap makanan yang


terlalu panas yang menyentuh lidah. Saat terjadi hiposaliva, keratin
serta bakteri pada mulut terakumulasi di permukaaan lidah.
7. Mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat
toksin tertentu yang sebagai pirogen eksogen. Tubuh akan berusaha melawan
dan mencegahnya dengan memerintahkan pertahanan tubuh antara lain berupa
leukosit, makrofag. Dengan adanya proses fagosit, tentara-tentarpertahanan
tubuh itu akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen
(khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang
keluar selanjutnya akan merangsang sel-sel epitel hipotalamus untuk
mengeluarkan suatu substansi yakni asan arakhidonat. Asam arakhidonat yang
di keluarkan oleh hipotalamus akan memacu pengeluaran prostaglandin
(PGE2). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari thermostat
hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik
patokan suhu tubuh (diatas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan
ini dikarenakan thermostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh
sekarang

di

bawah

batas

normal.

Akibatnya

terjadilah

respon

dingin/menggigil. Adanya proses menggigil (pergerakan otot rangka) ini


ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah
DEMAM.

8. - Antipiretik
- Bila disebabkan bakteri, diberi antibiotic
- Tirah baring
- Pengaturan diet
9. - Vaksin
- Menjaga kebersihan

HIPOTESIS
Salmonella enterica tiphy dan Salmonella enterica parathypi merupakan
penyebab umum demam tyhpoid, ditandai dengan demam yang terjadi pada sore
dan malam hari (demam septik) dapat menginfeksi tubuh manusia melalui
makanan yang terkontaminasi oleh kuman atau melalui hasil eksresi pasien berupa
tinja dan urin. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis thypoid
diantaranya ialah pemeriksaan widal,uji tubex, uji typidot, uji IgM dipstik, kultur
darah serta pemeriksaan tinja. Maka dari itu, untuk penderita typhoid perlu
diberikan antibiotik berupa kloramfenikol atau siprofloksasin untuk mengatasi
bakteri disertai perlunya menjaga kebersihan.

LEARNING OBJECTIVES
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Demam
LO. 1.1. Definisi Demam
LO. 1.2. Pola Demam
LO. 1.3. Etiologi Demam
LO. 1.4. Mekanisme Demam
LI.2. Memahami dan Menjelaskan Salmonella
LO. 2.1. Definisi Salmonella
LO. 2.2. Morfologi Salmonella
LO. 2.3. Klasifikasi Salmonella
8

LO. 2.4. Cara Penularan Salmonella


LI.3. Memahami dan Menjelaskan Demam Typhoid
LO. 3.1. Definisi Demam Typhoid
LO. 3.2. Etiologi Demam Typhoid
LO. 3.3. Manifestasi Klinis Demam Typhoid
LO. 3.4. Patofisiologi Demam Typhoid
LO. 3.5. Diagnosis Demam Typhoid
LO. 3.6. Penatalaksanaan Demam Typhoid
LO. 3.7. Pencegahan Demam Typhoid

Memahami dan Menjelaskan Demam


1 Definisi
Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Bila diukur pada
rektal >38C (100,4F), diukur pada oral >37,8C, dan bila diukur melalui
aksila >37,2C (99F).
Demam adalah suatu kondisi saat suhu badan di atas suhu normal.
Umumnya terjadi ketika seseorang mengalami gangguuan kesehatan. Suhu
badan normal manusia biasanya berkisar antara 36-37 derajat celcius.
Demam sesungguhnya merupakan reaksi alamiah dari tubuh manusia

dalam usaha melakukan perlawanan terhadap beragam penyakit yang


masuk atau berada di dalam tubuh. Dengan kata lain, demam adalah
bentuk mekanisme pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit. Apabila
ada suatu kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh, secara otomatis
tubuh akan melakukan perlawanan terhadap kuman penyakit itu dengan
mengeluarkan zat antibodi. Pengeluaran zat antibodi yang lebih banyak
daripada biasanya ini diikuti dengan naiknya suhu badan. Semakin berat
penyakit yang menyerang, semakin banyak pula antibodi yang
dikeluarkan, dan akhirnya semakin tinggi pula suhu badan yang terjadi.
Demam adalah reaksi alami tubuh dalam menghadapi infeksi. Beragam
mikroorganisme yang bisa menyebabkan infeksi antara lain virus, bakteri,
parasit, dan jamur. Selain itu demam juga bisa disebabkan oleh suhu
lingkungan yang terlalu ekstrem, kekurangan cairan (dehidrasi), alergi, dan
gangguan sistem imun.
Tubuh dikatakan demam apabila suhu tubuh mengalami kenaikan di
atas normal, bila diukur pada anus (rektal) >38C, diukur pada mulut
(oral) >37,8C, dan diukur melalui ketiak (aksila) >37,2C.
Tabel 1. Suhu normal pada tempat yang berbeda
Tempat

Jenis thermometer

pengukuran

Rentang; rerata suhu

Demam

normal (oC)

(oC)

Aksila

Air raksa, elektronik

34,7 37,3; 36,4

37,4

Sublingual

Air raksa, elektronik

35,5 37,5; 36,6

37,6

Rektal

Air raksa, elektronik

36,6 37,9; 37

Telinga

Emisi infra merah

38

35,7 37,5; 36,6

37,6

10

Pola Demam
Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya
anak telah mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau
pengukuran suhu secara serial dilakukan di tempat yang berbeda. Akan
tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak patognomonis
untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis
yang berguna.
Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik

Pola demam

Penyakit

Kontinyu

Demam tifoid, malaria falciparum malignan

Remitten

Sebagian besar penyakit virus dan bakteri

Intermiten

Malaria, limfoma, endocarditis

Hektik atau septik

Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik

Quotidian

Malaria karena P.vivax

Double quotidian

Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid arthritis,


beberapa drug fever (contoh karbamazepin)

Relapsing atau periodik

Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis

Demam rekuren

Familial Mediterranean fever

Demam Septik
Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat

yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di
atas normal pada pagi hari.Bila demam yang tinggi tersebut turun ke
tingkat yang normal dinamakan juga demam heptik.
b. Demam Remiten
Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi
tidak pernah mencapai suhu badan normal.Perbedaan suhu yang
mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
c. Demam Intermiten
11

Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang


normal selama beberapa jam dalam satu hari.Bila demam seperti ini
terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari
bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
d. Demam Kontinyu
Pada demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda
lebih dari satu derajat.Pada tingkat demam terus menerus tinggi sekali
disebut hiperpireksia.
e. Demam Siklik
Pada demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa
hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

Relapsingfever dan demam periodik:


Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang
dengan interval regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu
sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan
suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah
tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana

bila demam terjadi setiap hari ke-4).


Relapsing feveradalah istilah yang biasa dipakai untuk demam
rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia dan
ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Demam Belum Terdiagnosis:

FUO Klasik
Penderita telah diperiksa di rumah sakit atau klinik selama 3
hari berturut-turut tanpa dapat ditetapkan penyebab demam.

FUO Nosokomial
Penderita yang pada permulaan dirawat tanpa infeksi di Rumah
Sakit dan kemudian menderita demam > 38,3C dan sudah

12

diperiksa secara intensif untuk menentukan penyebab demam


tanpa hasil yang jelas.

FUO Neutropenik
Penderita yang memiliki hitung jenis neutrophil < 500 ul
dengan demam > 38,3 C dan sudah diusahakan pemeriksaan

intensif selama 3 hari tanpa hasil yang jelas.


FUO HIV
Penderita HIV yang menderita demam > 38,3 C selama 4
minggu pada rawat jalan tanpa dapat menentukan penyebabnya
atau pada penderita yang dirawat di RS yang mengalami
demam selama lebih dari 3 hari dan telah dilakukan
pemeriksaan tanpa hasil yang jelas.

Etiologi
Demam umumnya terjadi akibat adanya gangguan pada
hipotalamus. Penyebabnya dibagi menjadi 2 yaitu berasal dari infeksi
dan non infeksi :
Etiologi Infeksi
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
k
l
o Infeksi bakteri

Infeksi saluran pernapasam


Faringitis
Infeksi virus enteric
Reaksi vaksinasi
Infeksi saluran kemih
Pneumonia
Bacteremia
Meningitis
Osteomyelitis
Artritis septik
Gangguan immunologi
Dehidrasi
yang pada umumnya menimbulkan demam pada

anak-anak
antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis,
tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis,
ensefalitis, selulitis, otitis
13

media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain


o Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain
viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam
chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1
o Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain
coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-lain
o Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain
malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis
Etiologi Non Infeksi
o Faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu
tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll)
o Penyakit autoimun (arthritis,

systemic lupus erythematosus,

vaskulitis, dll)
o Keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll)
o Pemakaian
obat-obatan
(antibiotik,
difenilhidantoin,
dan
antihistamin)
a
b
c
d
e
f

Neoplasma
Nekrosis Jaringan
Kelainan Kolagen Vaskular
Emboli Paru / Trombosis vena dalam
Obat , metabolism, dll
Keracunan atau over dosis obat

Demam karena infeksi (ex: infeksi saluran kencing, infeksi saluran


cerna, dll.) dan pada kondisi non-infeksi,demam dapat disebabkan oleh
keadaan toksemia, keganasan, atau reaksi terhadap pemakaian
obat.Gangguan pada pusat regulasi suhu sentral juga dapat
menyebabkan peningkatan temperatur seperti heat stroke, perdarahan
otak, koma, dll.Pada perdarahan internal pada saat terjadinya
reabsorbsi darah dapat pula menyebabkan peningkatan temperatur.
Ada pula demam obat yaitu demam yang disebabkan karena efek
samping dari pengobatan yang terjadi pada 3-5% dari seluruh reaksi

14

obat

yang

dilaporkan.Obat

yang

mengakibatkan

demam

dapatdigolongkan :
1. Obat yang mengakibatkan demam
2. Obat yang kadang kadang mengakibatkan demam
3. Obat yang insidentil sekali dapat mengakibatkan demam
Ciri-ciri demam obat yaitu demam timbul tidak lama setelah
pengobatan.
Maka dari itu, untuk mengetahui penyebab demam secara tepat, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1. Cara timbul demam
2. Lama demam
3. Sifathariandemam
4. Tinggidemam
5. Keluhan serta gejala lain yang menyertai demam
Demam yang disebabkan oleh infeksi atau peradangan,
mengakibatkan suatu respon yang terjadi di dalam tubuh.Demam yang
terjadi di dalam tubuh bermanfaat dalam mengatasi infeksi, serta
demam juga dapat memperkuat respon peradangan dan mungkin dapat
menghambat perkembangan bakteri.

Mekanisme

15

Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi


berinteraksi dengan mekanisme pertahanan hospes. Pada kebanyakan
anak demam disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat dikenali
dan demam hilang sesudah masa yang pendek. Demam pada anak
dapat digolongkan sebagai (1) demam yang singkat dengan tandatanda yang khas terhadap suatu penyakit sehingga diagnosis dapat
ditegakkan melalui riwayat klinis dan pemeriksaan fisik, dengan atau
tanpa uji laboratorium; (2) demam tanpa tanda-tanda yang khas
terhadap suatu penyakit, sehingga riwayat dan pemeriksaan fisik tidak
memberi kesan diagnosis tetapi uji laboratorium dapat menegakkan
etiologi; dan (3) demam yang tidak diketahui sebabnya (Fever of
Unknown Origin = FUO).
Demam diawali sebagai respon tubuh terhadap pirogen yang
masuk ke tubuh. Pirogen dapat di bagi menjadi dua macam, yaitu
pirogenn eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen ini termasuk
agen yang menginfeksi atau komponennya, misal bakteri endotoxin
seperti lipopolisakarida). Pirogen ini menyebabkan dilepaskannya

16

endogen oleh sel leukosit, yaitu sirkulasi limfosit dan makrofag


(contohnya : sel Kupffer) untuk menghasilkan anti-inflamasi dan proinflamasi sitokin yang masuk ke dalam sirkulasi. Interleukin (IL)-1 dan
IL-6 adalah kunci dari pro-inflamasi sitokin yang berperan penting
terhadap kenaikan suhu tubuh. Anti inflamasi sitokin seperti IL-10 dan
TNF berperan sebagai antipiretik (atau sirogen) dan membatasi naik
turunnya demam. Sirkulasi sitokin akan masuk ke hipotalamus dan
area preoptik dengan mekanisme transpor aktif. IL-1 dan IL-6 juga
akan mengaktifkan COX-1 dan COX-2 (cyclo-oxygenase) untuk
mengubah asam arachidonat menjadi prostaglandin dan produk
lainnya.
Prostaglandin E2 (PGE2) merupakan kunci mediator dalam demam.
Ketika prostaglandin ini disekresikan ke area preoptik pada
hipotalamus bagian anterior, prostaglandin akan menstimulasi aktivitas
dari neuron yang sensitif terhadap dingin dan menekan aktivitas dari
neuron yang sensitif terhadap panas. Hal ini menyebabkan stimulasi
pada tubuh untuk menghasilkan panas, meregulasi syaraf agar set point
naik. Akibatnya, tubuh akan menaikkan suhu tubuh agar sesuai dengan
kenaikan ilai set point.
Demam ini berfungsi untuk meningkatkan pergerakan sel darah
putih dan proliferasi limfosit sebagai pertahanan tubuh terhadap agen
infeksi. Temperatur tubuh yang tinggi juga menghambat pertumbuhan
beberapa patogen. Demam juga dapat diaktifkan oleh trauma yang
mengakibatkan cedera sel seperti terbakar yang parah, cedera fisik
terhadap CNS dan stroke.
1

Demam karena Infeksi

17

Demam terjadi karena penglepasan pirogen dari leukosit yang


sebelumnya terangsang oleh pirogen eksogen dari mikroorganisme
atau hasil reaksi imunologik (tidak berdasarkan infeksi).Di dalam
hipotalamus, zat ini merangsang penglepasan asam arakidonat yang
mengakibatkan

peningkatan

sintesis

prostaglandin

E2

yang

menyebabkan pireksia.
Pengaruh pengaturan autonom mengakibatkan vasokonstriksi
perifer sehingga pengeluaran panas menurun dan penderita merasa
demam.Suhu badan dapat bertambah lagi karena meningkatnya
aktivitas metabolisme.
Partikel virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh dan
menyebabkan infeksi, selanjutnya perangkat sistem imun tubuh,
seperti fagosit, leukosit, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh
granular besar, akan aktif untuk merespon adanya bentuk infeksi
tersebut.
Terjadi peningkatan panas akibat produksi sitokin pirogen yang
meningkat pula karena ada aktivitas rangsangan endogen seperti
eksotoksin dan endotoksin yang dikeluarkan virus yang menyebabkan
infeksi.

18

Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas


yang wajar maka efeknya akan menguntungkan tubuh, seperti
meningkatnya sistem imun. Namun, apabila peningkatan ini telah
melampaui batas kritis maka dipastikan sitokin akan berbahaya bagi
tubuh. Secara pasti batas kritis dari sitokin pirogen sistemik tersebut
sejauh ini belum diketahui.
Selama terjadinya peningkatan panas pada tubuh, perangkat sistem
imun juga mensintesis beberapa senyawa kimia, diantaranya adalah
pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNF (Tumor Necrosis
Factor ), IL-6 (interleukin 6), dan INF (interferon), yang berperan
untuk menetralisir panas berlebih di tubuh.
Pirogen endogen ini bekerja di sistem saraf pusat tingkat OVLT
(Organum Vasculosum Laminae Terminalis). Selanjutnya, OVLT ini
akan mensintesis prostaglandin sehingga menimbulkan peningkatan
suhu tubuh (demam).
Mekanisme demam juga dapat terjadi melalui jalur lainnya (non
prostaglandin), yaitu melalui sinyal aferen nervus vagus yang
dimediasi

oleh

protein

yang

disebut

MIP-1

(machrophage

inflammatory protein-1).
Gejala khas yang terjadi adalah timbulnya meriang atau menggigil
pada tubuh akibat peningkatan produksi panas, yang kemudian
dikeluarkan melalui kulit. Dengan demikian, pembentukan demam
sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang
disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme
termoregulasi.
Secara normal, dalam tubuh panas dihasilkan melalui gerakan otot
asimilasi makanan dan aktivitas metabolisme basal. Panas yang
terbentuk kemudian dikeluarkan tubuh melalui radiasi, konduksi
19

(hantaran), dan penguapan air di sistem saluran pernafasan dan kulit.


Sejumlah panas juga dikeluarkan melalui urine dan feses.
Tubuh mempunyai mekanisme tersendiri dalam mempertahankan
suhu idealnya. Tubuh terus menjaga suhu agar tetap ideal atau normal,
ini dilakukan agar tidak mengganggu fungsi metabolisme rumit yang
terjadi pada tubuh.
------------------------------------------------------------------------------------Proses perubahan suhu yang terjadi saaat tubuh dalam keadaan
sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh.
Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan
(inflamasi) di dalam tubuh.
Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme
pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam
keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya
zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme
(MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin
tertentu yang sebagai pirogen eksogen.
Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan
mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara
lain berupa leukosit, makrofag, dan untuk memakannya (fagositosis).
Dengan adanya proses fagosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan
mengeluarkan senjata-senjata berupa zat kimia yang dikenal sebagai
pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi.
Pirogen endogen yang keluar selanjutnya akan merangsang sel-sel
epitel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asan
arakhidonat. Asam arakhidonat yang di keluarkan oleh hipotalamus
akan memacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran
prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari thermostat hipotalamus.
Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan

20

suhu tubuh (diatas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini
dikarenakan thermostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh
sekarang di bawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon
dingin/menggigil. Adanya proses menggigil (pergerakan otot rangka)
ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan
terjadilah DEMAM.
(Ref: Fisiologi Sheerwood)
2

Demam karena Non Infeksi


Pada mulanya yang dianggap sebagai pemicu reaksi demam

adalah infeksi dan produk-produk infeksi. Dalam perkembangan


selanjutnya ternyata beberapa molekul endogen seperti kompleks
antigen-antibodi, komplemen, produk limfosit dan inflammation bile
acids juga dapat merangsang pelepasan pirogen sitokin. Konsep bahwa
sitokin dapat menginduksi sitokin lain juga penting untuk dipahami
dalam rangka menerangkan mekanisme demam akibat penyakit noninfeksi.
Kerusakan jaringan oleh sebab apapun dapat menyebabkan
demam. Faktor-faktor imunologi seperti kompleks imun dan limfokin
menimbulkan demam pada penyakit vaskuler kolagen dan keadaankeadaan hiperdsensitivitas. Seluruh substansi di atas menyebabkan selsel fagosit mononuklear-monosit, makrofag jaringan, atau sel kupfermembuat pirogen endogen (EP = endogenous pirogen). EP adalah
suatu protein kecil yang mirip interleukin 1, yang merupakan suatu
mediator proses imun antar sel yang penting. EP telah diisolasi dari
netrofil, eosinofil, monosit, sel kupfer, makrofag alveoli, dan sinovium,
EP juga ditemukan dalam sel-sel penyakit Hodgkin, limfoma
histiositik, dan kanker sel ginjal. EP menginduksi demam melalui
pengaruhnya pada area pre-optik di hipotalamus anterior. EP
melepaskan asam arakhidonat di hipotalamus yang selanjutnya diubah
menjadi prostaglandin. Hipotalamus anterior mengandung banyak
21

neuron termosensitif. Area ini juga kaya dengan seroton dan


norepinefrin yang memperantarai terjadinya demam. EP meningkatkan
konsentrasi mediator tersebut. Selanjutnya kedua mono-amina ini akan
meningkatkan

adenosin

monofosfat

siklik

(AMP siklik)

dan

prostaglandin di susunan saraf pusat.


2

Memahami dan Menjelaskan Salmonella


1 Definisi
Salmonella sp. merupakan bakteri berbentuk batang, tidak membentuk
spora, dapat hidup pada lingkungan aerob, maupun pada kondisi kurang
oksigen, serta tumbuh baik pada suhu kamar, dengan suhu optimumnya
37C.Sumber kontaminasi Salmonella sp adalah manusia dan hewan, yaitu
dari saluran pencernaannya.
Jenis atau spesies Salmonella sp. yang utama adalahS.typhi (satu
serotipe), S. choleraesuis, dan S. enteritidis (lebih dari 1500 serotipe).
Sedangkan spesies S. paratyphi A, S. paratyphi B, S. paratyphi C termasuk
dalam S. enteritidis.

Morfologi
Berbentuk batang, tidak berspora, bersifat negatif pada pewarnaan
Gram.
22

Ukuran Salmonella bervariasi 13,5 m x 0,50,8 m.


Besar koloni rata-rata 24 mm.
Optimal 37,5oC) dan pH pertumbuhan 68.
Mudah tumbuh pada medium sederhana, misalnya garam empedu.
Tidak dapat tumbuh dalam larutan KCN.
Membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa.
Menghasikan H2S.
Antigen O: bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri
dari unit polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik
mengandung gula yang unik. Antigan O resisten terhadap panas dan
alkohol dan biasanya terdeteksi oleh aglutinasi bakteri. Antibodi

terhadap antigen O terutama adalah IgM.


Antigen Vi atau K: terletak di luar antigen O, merupakan polisakarida
dan yang lainnya merupakan protein. Antigen K dapat mengganggu
aglutinasi dengan antiserum O, dan dapat berhubungan dengan
virulensi. Dapat diidentifikasi dengan uji pembengkakan kapsul

dengan antiserum spesifik.


Antigen H: terdapat di flagel dan didenaturasi atau dirusak oleh panas
dan alkohol. Antigen dipertahankan dengan memberikan formalin pada
beberapa bakteri yang motil. Antigen H beraglutinasi dengan anti-H
dan IgG. Penentu dalam antigen H adalah fungsi sekuens asam amino
pada protein flagel (flagelin). Antigen H pada permukaan bakteri dapat

mengganggu aglutinasi dengan antibodi antigen O.


Organisme dapat kehilangan antigen H dan menjadi tidak motil.
Kehilangan antigen O dapat menimbulkan perubahan bentuk koloni

yang halus menjadi kasar.


Antigen Vi atau Sebagian besar isolat motil dengan flagel peritrik.
Tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 1541 oC

(suhu pertumbuhan
K dapat hilang sebagian atau seluruhnya dalam proses transduksi.

23

http://www.kesehatanmasyarakat.info/

(Jawezt et al, 2004)

Klasifikasi
Kingdom : Bakteria
Phylum

: Proteobakteria

Classis

: Gamma proteobakteria

Ordo

: Enterobakteriales

Familia

: Enterobakteriakceae

Genus

: Salmonella

Species

: Salmonella enterica
Salmonella enterica thypi

Cara Penularan
Infeksi oleh Salmonella dapat terjadi akibat mengkonsumsi makanan

yang terkontaminasi baik dari sumber hewan selama pemotongan atau


slaughter atau kontaminasi silang selama penanganan dan preparasi bahan
pangan. Kehigienisan yang tidak tepat juga dapat menjadi sumber
kontaminasi. Pencucian tangan yang tepat dan sanitasi tempat yang
digunakan selama memasak atau proses pengolahan bahan pangan dapat
mencegah kontaminasi bakteri terutama dari individu yang menyiapkan
makanan tersebut. Studi terhadap manusia mengenai kontaminasi bakteri
menunjukkan dosis yang mampu menyebabkan infeksi adalah sejumlah
105organisme (bakteri), namun, infeksi dapat terjadi pula walaupun
dosisnya lebih rendah, yaitu pada individu yang system imun atau
kekebalan tubuhnya kurang kuat seperti bayi, balita, anak kecil dan orang
tua.

24

Pola penyebaran penyakit ini adalah melalui saluran cerna (mulut,


esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar).S typhi,paratyphi
A, B, dan C masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau
minuman yang tercemar.Saat kuman masuk ke saluran pencernaan
manusia, sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian kuman
masuk ke usus halus. Dari usus halus kuman beraksi sehingga bisa
menjebol usus halus. Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman
masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh
(terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain). Sehingga feses dan urin
penderita bias mengandung kuman S. typhi, S. paratyphi A, B dan C yang
siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau minuman yang
tercemari. Pada penderita yang tergolong carrier kuman Salmonella bias
ada terus menerus di feses dan urin sampai bertahun-tahun.
Setelah memasuki dinding usus halus, S. typhi, S. paratyphi A, B
dan C mulai melakukan penyerangan melalui system limfa ke limfayang
menyebabkan pembengkakan pada urat dan setelah satu periode
perkembangbiakan bakteri tersebut kemudian menyerang aliran darah.
Aliran darah yang membawa bakteri juga akan menyerang liver, kantong

25

empedu, limfa, ginjal, dan sumsum tulang dimana bakteri ini kemudian
berkembangbiak dan menyebabkan infeksi organ-organ ini. Melalui organorgan yang telah terinfeksi inilah mereka terus menyerang aliran darah
yang menyebabkan bakteremia sekunder. Bakteremia sekunder ini
bertanggung jawab sebagai penyebab terjadinya demam dan penyakit
klinis.

Secara rinci, Salmonella masuk ke tubuh manusia melalui media


perantara seperti bahan pangan maupun air yang telah terkontaminasi,
hingga sampai ke individu. Pada tubuh manusia, sel Salmonella akan
menempel melalui mucosa (mucus) pada flagella yang dimilikinya ke sel
epitel pada usus. Hal ini akan menyebabkan membrane sel mengkerut.
Selanjutnya, sel bakteri ini akan melepaskan protein effektor melalui
system sekresi Tipe III. Dan terjadilah proses endositosis. Endositosis
adalah proses masuknya cairan atau mikro molekul ke dalam sel. Sistem
sekresi Tipe III atau Type III Scretion System (TTSS) merupakan jalur
utama dari Salmonella untuk mengantarkan factor virulensi ke sel host
(inang). Sistem ini terbentuk atas 20 protein, yang berkumpul dalam tahap
urutan yang benar.PrgI adalah struktur yang berbentuk seperti jarum yang

26

diperpanjang atau diperluas oleh basa protein sehingga membentuk jalan


atau jalur (channel) menuju sel inang (host).Maka, bakteri ini dapat
melakukan penetrasi ke dalam sel tubuh manusia.
3

Memahami dan Menjelaskan Demam Typhoid


1 Definisi
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh salmonella typhi. Demam paratifoid adalah penyakit
sejenis yang disebabkan oleh salmonella paratyphi A, B, C. Gejala dan
tanda kedua penyakit tersebut hampir sama, tetapi menifestasi klinis
paratifoid lebih ringan. Kedua penyakit tersebut disebut tifoid.
(Widoyono. 2005. Penyakit Tropis. Jakarta : Erlangga)
2

Etiologi
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh

Salmonella enterica serovar typhi (S typhi). Bakteri ini akan mati pada
pemanasan 57 oC selama beberapa menit. Menifestasi klinis demam tifoid
tergantung pada virulensi dan daya tahan tubuh. Suatu percobaan pada
manusia dewasa menunjukan bahwa 107 mikroba dapat menyebabkan 50%
sukarelawan menderita sakit, meskipun 1000 mikroba juga dapat
menyebabkan penyakit. Masa inkubasinya adalah 10-20 hari.
Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C juga dapat
menyebabkan infeksi yang disebut demam paratifoid.Demam tifoid dan
paratifoid termasuk ke dalam demam enterik.Pada daerah endemik, sekitar
90% dari demam enterik adalah demam tifoid.Demam tifoid juga masih
menjadi topik yang sering diperbincangkan.
Kuman ini mempunyai 3 macam antigen, yaitu:

Antigen O (somatik)
Terletak pada lapisan luar, yang mempunyai komponen protein,
lipopolisakarida dan lipid.Sering disebut endotoksin.
27

Antigen H (flagela)
Terdapat pada flagela, fimbriae danpili dari kuman, berstruktur kimia
protein.
Antigen Vi (antigen permukaan)
Pada selaput dinding kuman untuk melindungi fagositosis dan
berstruktur kimia protein
Manusia

adalah

satu-satunya

penjamu

yang

alamiah

dan

merupakan reservoir untuk Salmonella typhi.Bakteri tersebut dapat


bertahan hidup selama berhari-hari di air tanah, air kolam, atau air laut dan
selama berbulan-bulan dalam telur yang sudah terkontaminasi atau tiram
yang dibekukan.Pada daerah endemik, infeksi paling banyak terjadi pada
musim kemarau atau permulaan musim hujan.Dosis yang infeksius adalah
103-106 organisme yang tertelan secara oral.Infeksi dapat ditularkan
melalui makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses.
3

Patofisiologi
Demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui

beberapa tahapan. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman


tersebut dapat bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh
melalui mukosa usus pada ileum terminalis. Di usus, bakteri melekat pada
mikrovili, kemudian melalui barier usus yang melibatkan mekanisme
membrane ruffling,actin rearrangement, dan internalisasi dalam vakuola
intraseluler. Kemudian Salmonella typhi menyebar ke sistem limfoid
mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah melalui sistem limfatik.
Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan
gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang negatif.
Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari.
Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh
dan berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di
hati, limpa, dan sumsum tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi
dalam makrofag. Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan
28

kembali ke dalam sistemperedaran darah dan menyebabkan bakteremia


sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi. Bakteremia
sekunder menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan
nyeri abdomen.
Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak diobati
dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa,
sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyers patches di mukosa ileum
terminal. Ulserasi pada Peyers patches dapat terjadi melalui proses
inflamasi yang meng-akibatkan nekrosis dan iskemia. Komplikasi
perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi.
Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organorgan sistem retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi
kembali.Menetapnya Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan
sebagai pembawa kuman atau carrier.

Manifestasi klinis

29

Masa inkubasi demam typhoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejalagejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan
berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai
komplikasi hingga kematian.
Minggu Ke-1
Gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejaa serupa dengan
penyakit infeksi akut lainnya, yaitu:

Demam
Nyeri kepala
Pusing
Nyeri otot
Anoreksia
Mual
Muntah
Obstipasi
Diare
Perasaan tidak enak di perut
Batuk, dan
Epistaksis

Pada pemeriksaan fisik suhu tubuh meningkat. Sifat demam adalah


meningkat perllahan-lahan terutama pada sore hingga malam hari.
Minggu Ke-2
Pada minggu ke-2 gejala-gejala menjadi lebih jelas, berupa:

Demam
Bradikardia relatif
Lidah berselaput
Hepatomegali
Splenomegali
Meteroismus
Gangguan mental (somnoen, sopor, koma, delirium atau psikosis)

Diagnosis

30

Diagnosis demam tifoid didasarkan dari anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium:
a.

Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi

penyulit perdarahan usus atau perforasi. 3


Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula

normal atau tinggi. 3


Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis

relatif. 3

LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat 3

Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia). 3


b.
Urinalis

Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam) 3

Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan


c.

d.

terjadi penyulit. 3
Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran
peradangan sampai hepatitis Akut. 3
Imunologi
Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya
antibodi (didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella
typhi / paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih
amat popular dan paling sering diminta terutama di negara dimana
penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapid
test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan
dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal
sebagai Febrile agglutinin.Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak
faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif
palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor,
antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan
spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah
sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu
dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah

31

mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang


dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya
penyakit imunologik lain. 3
Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O =
1/160 , bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih
tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia.
Titer O meningkat setelah akhir minggu. Melihat hal-hal di atas
maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita
demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka
kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi

dari kontrak sebelumnya. 3


Elisa Salmonella typhi/paratyphi lgG dan lgM
Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang
dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk
mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid
Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam
Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/ bila lgM positif menandakan
infeksi akut; 2/ jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah

e.

terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik. 3


Mikrobiologi
Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan
Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif
maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya
jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid,
karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari
2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah
dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di
dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1
sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat
vaksinasi.Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera
diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya

32

positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni


ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan
pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/
carrier digunakan urin dan tinja. 3
f.
Biologi molekular.

PCR (Polymerase Chain Reaction)


Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan
perbanyakan DNA kuman yang kemudian diindentifikasi dengan DNA
probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang
terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan
(spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa
darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsy.

Pemeriksaan rutin

Pemeriksaan yang biasa rutin dilakukan adalah uji widal dan kultur organism.
Saat ini kultur masih menjadi standar buku untuk penegakan diagnostic.
Selain itu ada juga beberapa metode pemeriksaan serologi lain yang dapat
dilakukan dengan cepat dan mudah serta memiliki sensivitas dan spesifikasi
lebih baik antara lain uji TUBEX, thypidot dan dipstik.
Uji widal
Uji ini dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman S. typhi. Pada uji
widal terjadi suatu reaksi antiglutinasi antara antigen kuman S. typhi dengan
antibody yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium.
Uji widal untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita demam
tifoid yaitu: Aglutinin O (dari tubuh kuman), Aglutinin H (flagella kuman),
Aglutinin Vi (simpai kuman). Hanya aglutini O dan H yang digunakan untuk
diagnostic demam tifoid.
Uji TUBEX

33

Uji ini merupakan uji semi kuantitatif kolometrik yang cepat dan mudah untuk
dikerjakan.
16
Hasil positif uju TUBEX ini menunjukan terdapat infeksi Salmonella
serogroup D walau tidak secara spesifik menunjukan pada S. typhi. Infeksi
oleh S.paratyhi akan memberikan hasil negative.
Uji Typhidot
Uji ini dapat mendeteksi IgM dan IgG yang terdapat pada rotein membrane
luar Salmonella typhi. Hasil positif didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan
dapat mengidentifikasi secara spesifik antibody IgM dan IgG terhadap antigen
S.typhi seberat 50 kD.
Uji IgM dipstick
Uji ini secara khusus mendeteksi antibody IgM spesifik terdapat S.typhi pada
specimen serum. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antibody anti
IgM yang dilekati dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum
diinkubasi dengan reagen dan serum pasien, tabung uji.

Penatalaksanaan
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan

tirah baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi


serta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di
rumah sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi di samping
observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama.
Pengobatan antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya
patogenesis infeksi S. typhi berhubungan dengan keadaan bakterimia.

34

World Health Organization (WHO) merekomendasikan anak dengan


demam tifoid diterapi dengan

fluoroquinolone ( Ciprofloxacin,

Gatifloxacin, Ofloxacin, and Perfloxacin) sebagai pengobatan linea


pertama selama 7-10 har. Dosis ciprofloxacin oral adalah 2 X 15
mg/kgBB/hari. selama 710 hari. Jika respon terhadap pengobatan
menunjukkan hasil yang jelek, maka diberikan antibiotik line kedua,
seperti cephalosporin generasi ke-3 atau azithromycin. Dosis cetriaxone
(IV) adalah 80 mg/kgB/hari selama 5 7 hari, atau Azithromycin: 20
mg/kgBB/hari selama 57 hari. 1
Ikatan

Dokter

Anak

Indonesia

(IDAI)

masih

menggunakan

kloramfenikol sebagai pilihan pertama pada demam tifoid. Dosis yang


diberikan adalah 100 mg / kgBB/ hari dibagi dalam 4 kali pemberian
selama 10 14 hari atau sampai 5 7 hari setelah demam turun, sedang
pada kasus dengan malnutrisi atau penyakit, pengobatan dapat
diperpanjang sampai 21 hari, 4 6 minggu untuk osteomielitis akut, dan 4
minggu untuk meningitis.
Ampisilin memberikan respon perbaikan klinis yang kurang apabila
dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah 200
mg/kgBB/ hari diabagi dalam 4 kali pemberian secara intravena. Amoksisilin
dengan dosis 100 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 4 kali pemberian peroral
memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan
demam lebih lama. Kombinasi trimethoprim sulfametokzasol (TMP-SMZ)
memberikan hasil yang kurang baik dibanding kloramfenikol. Dosis yang
dianjurkan adalah TMP 10 mg/kgBB/hari atau SMZ 50 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 2 dosis. Di beberapa negara sudah dilaporkan kasus demam tifoid yang
resisten terhadap kloramfenikol. Strain yang resisten umumnya rentan
terhadap sefalosporin generasi ketiga. Pemberian sefalosporin generasi ketiga
seperti ceftriaxone 100 mg / kg BB/ hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis
(maksimal 4 g/ hari) selama 5 7 hari atau cefotaxime 150 200
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis efektif pada isolat yang rentan. Akhir
akhir ini cefixime oral 10 15 mg / kg BB/ hari selama 10 hari dapat

35

diberikan sebagai alternatif, terutama apabila jumlah leukosit < 2000/l atau
dijumpai resistensi terhadap S. typhi .
Farmakologis
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam
tifoid adalah sebagai berikut:

First-line Antibiotics

Obat

Dosis

Rute

Kloramfenikol

500 mg 4x /hari

Oral, IV

Trimetofrim

160/800

mg

2x/hari,

4-20 Oral, IV

-Sulfametakzol mg/kg bagi 2 dosis


Ampicillin/

1000-2000 mg 4x/hari ; 50-100 Oral, IV, IM

Amoxycillin

mg/kg , bagi 4 dosis

Second-line

Norfloxacin

2 x 400 mg/hari selama 14 hari

Oral

Antibiotics

Ciprofloxacin

2 x 500 mg/hari selama 6 hari

Oral , IV

( Fluoroquinolon)

Ofloxacin

2 x 400 mg/hari selama 7 hari

Oral

Pefloxacin

400 mg/hari selama 7 hari

Oral, IV

Fleroxacin

400 mg/hari selama 7 hari

Oral

Ceftriaxon

1-2 gr/hari ; 50-75 mg/kg : IM, IV

Cephalosporin

dibagi 1-2 dosis selama 7-10


hari
Cefotaxim

1-2

gr/hari,

40-80

mg/hari: IM, IV

dibagi 2-3 dosis selama 14 hari


Cefoperazon

1-2 gr 2x/hari 50-100 mg/kg Oral


dibagi 2 dosis selama 14 hari

Antibiotik lainnya

Aztreonam

1 gr/ 2-4x/hari ; 50-70 mg/kg

IM

Azithromycin

1 gr 1x/hari ; 5-10 mg/kg

Oral

(RM. Santillan, 2000)

36

Persentase pengaruh antibiotik terhadap S.typhi


Antibiotik

Ceftriaxon

92.6

Kloramfenikol

94.1

Tetrasiklin

100

Trimetoprim- Sulfametoksazol

100

Ciprofloksasin

100

Levofloksasin

100

KLORAMFENIKOL
Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air
Asal dan Kimia

dan rasanya pahit

CH 2

OH
Rumus umum molekul

CCl2

OH

Kloramfenikol : R = -

NO2

Tiamfenikol

CH 3 SO 2

:R=-

37

1 Farmakodinamik
Efek anti mikroba
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein
kuman. Obat ini terikat pada ribosom sub unit 50s dan
menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida
tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman.

Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi


kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kumankuman tertentu.
Spektrum anti bakteri :
- D.pneumoniae, - S. Pyogenes,
- S.viridans,

- Neisseria,

- Haemophillus, - Bacillus spp,


- Listeria,

- Bartonella,

- Brucella,

- P. Multocida,

- C.diphteria,

- Chlamidya,

- Mycoplasma,

- Rickettsia,

- Treponema,
(dan kebanyakan kuman anaerob)

Resistensi
Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui

38

inaktivasi obat oleh asetil transferase yang diperantarai oleh


faktor-R (dikendalikan

oleh plasmid). Resistensi

terhadap

P.aeruginosa. Proteus dan Klebsiella terjadi karena perubahan


permeabilitas membran yang mengurangi masuknya obat ke dalam
sel bakteri.

Beberapa strain D. Pneumoniae, H. Influenzae, dan N.


Meningitidis bersifat resisten; S. Aureus umumnya sensitif, sedang
enterobactericeae banyak yang telah resisten.

Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E.Coli, K.


Pneumoniae, dan P. Mirabilis,

kebanyakan strain Serratia, Providencia dan Proteus


rettgerii resisten,

kebanyakan strain P. Aeruginosa dan S. Typhi

Farmakokinetik
1

Pemberian oral kloramfenikol diserap dengan cepat ( dalam


darah 2 jam ) bentuk ester kloramfenikol palmitat atau
stearat ( untuk anak-tidak pahit ) mengalami hidrolisis
dalam usus dan membebaskan kloramfenikol

Parenteral (IV) kloramfenikol suksinat dihidrolisis dalam


jaringan dan membebaskan kloramfenikol.

39

Masa paruh eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam,


pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira
50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini
didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk
jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata.

( kloramfenikol ) konjugasi ( pasien


gangguan faal haI-waktu paruh memanjang )
Dosis dikurangi bila terdapat gangguan fungsi hepar.

sebagian di reduksi jadi arilamin ( tidak aktif ) 24 jam, 8090% kloramfenikol ( secara oral ) diekskresikan ginjal.

kloramfenikol 5-10% aktif diekskresi melalui filtrat


glomerulus

sedangkan

metaboltnya

dengan

sekresi

tubulus.

Sisanya terdapat dalam bentuk glukoronat atau hidrolisat


lain yang tidak aktif.

40

( gagal ginjal ) masa paruh kloramfenikol aktif tidak banyak


tidak perlu pengurangan dosis.

Interaksi

Kloramfenikol menghambat botransformasi tolbutamid fenitoin,


dikumarol dan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim mikrosom
hepar. Dan toksisitas tinggi bila diberikan bersama kloramfenikol.
Interaksi

obat

dengan

fenobarbital

dan

rifampisin

memperpendek waktu paruh kloramfenikol ( kadar obat menjadi


subterapeutik )
3 Farmakoterapi
Demam Tifoid
1

Pengobatan demam tifoid Kloramfenikol diberikan dosis 4


kali 500 mg sehari sampai 2 minggu bebas demam

Bila relaps diatasi dengan memberikan terapi ulang. Untuk


anak-anak diberikan dosis 50-100mg/kg BB/sehari dibagi
dalam beberapa dosis selama 10 hari.

Pengobatan tifoid tiamfenikol dengan dosis 50 mg/kg


BBsehari pada minggu pertama lalu diteruskan 1-2 minggu lagi
dengan dosis separuhnya.

Dosis
a

Kloramfenikol
Terbagi dalam bentuk sediaan :

Kapsul 250 mg dan 500 mg Dengan cara pakai untuk

41

dewasa 50 mg/kg BBsehari per oral 3-4 dosis atau 1-2


kapsul 4 kali sehari

Infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi


sampai didapatkan perbaikan klinis.

Salep mata 1 %

Obat tetes mata 0,5 %

Salep kulit 2 %

Obat tetes telinga 1-5 %

b Kloramfenikol palmitat atau stearat

Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l


mengandung Kloramfenikol palmitat atau stearat setara
dengan 125 mg kloramfenikol).
Dosis :
o Bayi prematur : 25mg/kgBB sehari per oral ( 2 dosis )
o Bayi aterm (<2mgg) : 25mg/kgBB per oral ( 4 dosis )
o Bayi aterm (2mgg) : 50mg/kgBB per oral (3-4 dosis )

Kloramfenikol natrium suksinat

Vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara

42

dengan 1 g kloramfenikol yang harus dilarutkan dulu dengan


10 ml aquades steril atau dektrose 5 % (mengandung 100
mg/ml).
Dosis : Dewasa dan Anak, 50 mg/kgBB sehari (IV dengan 4
dosis )

d Tiamfenikol
Terbagi dalam bentuk sediaan :

Kapsul 250 dan 500 mg


Dosis : Dewasa 1-2 g sehari ( 4 dosis )

Botol berisi pelarut 60 ml dan bubuk Tiamfenikol 1.5 g


yang setelah dilarutkan mengandung 125 mg/5 ml
Dosis : Anak, 25-50 mg/kgBB sehari ( 4 dosis )

Efek samping

Reaksi Hematologik
Terdapat dalam 2 bentuk :
1

Reaksi

toksik

depresi

sumsum

tulang

belakang.

Berhubungan dengan dosis, progresif dan pulih bila


pengobatan dihentikan.
o Kelainan darah anemia, retikulositopenia, peningkatan
serum iron, dan iron binding capacity serta vakuolisasi
seri eritrosit muda. ( terlihat bila kadar kloramfenikol
dalam serum melampaui 25 g/ml )

43

Anemia aplastik dengan pansitopenia tidak tergantung dari

dosis atau lama pengobatan. Insiden 1: 24000 50000.

efek diduga idiosinkrasi dan mungkin disebabkan oleh


kelainan genetik.

Kloramfenikol dapat menimbulkan hemolisis pada pasien


defisiens enzim G6PD bentuk mediteranean.

Timbulnya nyeri tenggorok dan infeksi baru selama


pemberian

kloramfenikol

menunjukkan

adanya

kemungkinan leukopeni.

Reaksi Saluran Cerna


Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare, dan
enterokolitis
Sindromm Gray
Pada neonatus, terutama pada bayi prematur dosis tinggi
(200mg/kg BB) sindrom Gray

Bayi muntah, tidak mau menyusu, pernapasan cepat dan


tidak teratur, perut kembung, sianosis, dan diare tinja
berwarna hijau

Tubuh bayi lemas dan berwarna keabu-abuan; terjadi

44

pula hipotermi kematian ( 40% )

Efek toksik disebabkan :


(1) sistem konjugasi oleh enzim glukoronil transferase
belum sempurna
(2) kloramfenikol yang tidak terkonjugasi belum dapat
diekskresi dengan baik oleh ginjal.

Mengurangi efek samping dosis kloramfenikol untuk


bayi (<1bln ) tidak boleh melebihi 25 mg/kgBB sehari.

Setelah ini dosis 50 mgKg/BB tidak menimbulkan efek


samping.

Reaksi Neurologik
Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan sakit
kepala.
5

Kontraindikasi

45

o Tidak dianjurkan penggunaan untuk wanita hamil dan


menyusui
o Pada

pemakaian

jangka

panjang

perlu

dilakukan

pemeriksaan hematologi secara berkala.


o Perlu dilakukan pengawasan terhadap kemungkinan
timbulnya superinfeksi oleh bakteri dan jamur.
o Hati-hati bila dipergunakan pada penderita dengan
gangguan fungsi ginjal dan hati
o Bayi yang lahir prematur dan bayi baru lahir (2 minggu
pertama).
o Tidak untuk pencegahan infeksi, pengobatan influenza,
batuk dan pilek.
o Penderita yang hipersensitif terhadap kloramfenikol

AMOXYCILIN
1

Farmakokinetik
Amoxicillin (alpha-amino-p-hydoxy-benzyl-penicillin) adalah
derivat dari 6 aminopenicillonic acid, merupakan antibiotika
berspektrum

luas

yang

mempunyai

daya

kerja

bakterisida.Amoxicillin, aktif terhadap bakteri gram positif


maupun bakterigram negatif.
Bakteri gram positif: Streptococcus pyogenes, Streptococcus
viridan,

Streptococcus

faecalis,

Diplococcus

pnemoniae,

46

Corynebacterium sp, Staphylococcus aureus, Clostridium sp,


Bacillus anthracis. Bakteri gram negatif: Neisseira gonorrhoeae,
Neisseriameningitidis,

Haemophillus

influenzae,

Bordetella

pertussis, Escherichia coli, Salmonella sp, Proteus mirabillis,


Brucella sp.
2

Farmakodinamik
Amoxicillin diserap secara baik sekali oleh saluran pencernaan.

Kadar bermakna didalam serum darah dicapai 1 jam setelah pemberian


per-oral. Kadar puncak didalam serum darah 5,3 mg/ml dicapai 1,5-2
jam setelah pemberian per-oral. Kurang lebih 60% pemberian per-oral
akan diekskresikan melalui urin dalam 6 jam.
3

Indikasi
Infeksi saluran pernafasan atas: Tonsillitis, pharyngitis (kecuali

pharyngitis gonorrhoae), Sinusitis, laryngitis, otitis media.


Infeksi saluran pernafasan bawah: Acute dan chronic

bronchitis, bronchiectasis, pneumonia.


Infeksi saluran kemih dan kelamin: gonorrhoeae yang tidak

terkomplikasi, cystitis, pyelonephritis.


Infeksi kulit dan selapu lendir: Cellulitis, wounds, carbuncles,

furunculosis.
Kontraindikasi

Keadaan peka terhadap penicillin.


5

Efek samping

Diare, gangguan tidur, rasa terbakar di dada, mual, gatal, muntah,


gelisah, nyeri perut, perdarahan dan reaksi alergi lainnya.
FLOROKUINOLON
1

Farmakokinetik

Fluorokuinolon diserap lebih baik melalui saluran cerna.

47

Bioavailablitasnya pada pemberian oral sama dengan pemberian

parenteral. Fluorokuinolon hanya sedikit terikat dengan protein.

Golongan obat ini hanya didistribusi dengan baik pada berbagai

organ.

Golongan obat ini mampu mencapai kadar tinggi dalam jaringan

prostat dan masa paruh eliminasinya panjang sehingga obat cukup


diberikan 2 kali sehari.

Kebanyakan fluorokuinolon dimetabolisme di hati dan di

ekskresikan melalui ginjal.


Daya antibakteri fluirokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan
kuinolon lama.Selain itu diserap dengan baik pada pemberian oral, dan
beberapa derivatnya parenteral sehingga dapat digunakan untuk infeksi
berat khususnya yang disebabkan oleh kuman gram-negatif.Daya
antibakterinya terhadap kuman gram-positif relatif lemah.Yang termasuk
golongan ini ialah siprofloksasin, pefloksasin, ofloksasin, norfloksasin,
enoksasin, levofloksasin, fleroksasin, dll.Terdapat golongan kuinolon baru
yaitu moksifloksasin, gatifloksasin, dan gemifloksasin.
2

Mekanisme kerja
Fluorokuinolon bekerja dengan mekanisme yang sama dengan

kelompok

kuinolon

terdahulu.

Fluorokuinolon

baru

menghambat

topoisomerase II (=DNA Girase) dan IV pada kuman.


3

Resistensi
Mekanisme resistensi melalui plasmid tidak dijumpai pada

golongan kuinolon, namun resistensi terhadap kuinolon dapat terjadi


melalui 3 mekanisme yaitu:

Mutasi gen gyr A yang menyebabkan subunit A dari DNA girase


kuman berubah sehingga tidak dapat diduduki molekul obat lagi

48

Perubahan pada permukaan sel kuman yang mempersulit penetrasi


obat ke dalam sel

c.Peningkatan mekanisme pemompaan obat

keluar sel (efflux)


Indikasi
Fluorokuinolon digunakan untuk indikasi yang jauh lebih luas
antara lain:

Infeksi Saluran Kemih (ISK): Fluorokuinolon efektif untuk ISK


dengan atau tanpa penyulit. Siprofloksasin, norfloksasin, dan
ofloksasin dapat mencapai kadar yang cukup tinggi di jaringan prostat
dan dapat digunakan untuk terapi prostatitis bakterial akut maupun
kronik.

Infeksi Saluran Cerna: Fluorokuinolon juga efektif untuk diare yang


disebabkan oleh Shigella, Salmonella, E.coli dan Campylobacter.
Siprofloksasin dan ofloksasin mempunyai efektivitas yang baik
terhadap demam tifoid.

Infeksi Saluran Napas (ISN): Secara umum efektivitas flurokuinolon


generasi pertama untuk infeksi bakterial saluran napas bawah adalah
cukup baik. Namun perlu diperhatikan bahwa kuman S.pneumoniae
dan S.aureus yang sering menjadi penyebab ISN kurang peka terhadap
golongan obat ini.

Penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual : Siprofloksasin


oral dan levofloksasin oral merupakan obat pilihan utama disamping
seftriakson dan sefiksim untuk pengobatan uretris dan servitis oleh
gonokokus.

Infeksi tulang dan sendi : Siprofloksasin oral yang diberikan selama 46 minggu efektif untuk mengatasi infeksi pada tulang dan sendi yang
disebabkan oleh kuman yang peka.

49

Infeksi kulit dan jaringan lunak: Fluorokuinolon oraal mempunyai


efektivitas sebanding dengan sefalosporin parenteral generasi ketiga
untuk pengobatan infeksi berat pada kulit atau jaringan lunak.
5

Efek samping
Beberapa efek samping yang dihubungkan dengan penggunaan

obat ini ialah:

Saluran cerna : Paling sering timbul pada penggunan


golongan kuinolon dan bermanifestasi dalam bentuk mual,

muntah, dan rasa tidak enak di perut.


Susunan saraf pusat : Yang paling sering dijumpai ialah

sakit kepala dan pusing.


Bentuk yang jarang timbul ialah halusinasi, kejang dan
delirium.
Kardiototoksitas : Beberpa fluorokuinolon

antara lain

sparfloksasin dan grepafloksasin (kedua obat ini sekarang


tidak dipasarkan lagi) dapat memperpanjang interval QTc

(corrected QT interval).
Lain-lain: Golongan kuinolon hingga sekarang tidak
diindikasikan untuk anak (sampai 18 tahun) dan wanita
hamil karena data dari penelitian hewan menunjukkan

bahwa golongan ini dapat menimbulkan kerusakan sendi.


Interaksi obat
Golongan kuinolon dan fluorokuinolon berinteraksi dengan

beberapa obat, misalnya:


Antasid dan preparat besi (Fe)
Teofilin
Obat-obat yang memperpanjang interval QTc
(Setiabudy, Rianto. 2009)
SEFALOSPORIN GOLONGAN KETIGA
Sefalosporin golongan ketiga umumnya kurang aktif dibandingkan
dengan generasi pertama terhadap kokus Gram-positif, tetapi jauh lebih

50

aktif

terhadap

penisilinase.

Enterobacteriaceae,

Seftazidim

dan

termasuk

sefoperazon

strain

aktif

penghasil

terhadap

P.

Aeruginosa.Hingga saat ini sefalosproin generasi ketiga yang terbukti


efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson. (Widodo D. 2009)
1

Farmakokinetik
Beberapa

sefalosporin

generasi

ketiga

misalnya

sefuroksim,

seftriakson, sefepim, sefotaksim dan seftizoksim mencapai kadar yang


tinggi di cairan serebrospinal (CSS), sehingga dapat bermanfaat untuk
pengobatan meningitis purulenta. Selain itu sefalosporin juga melewati
sawar darah uri, mencapai kadar tinggi di cairan sinovial dan cairan
perikardium. Pada pemberian sistemik, kadar sefalosporin generasi ketiga
di cairan mata relatif tinggi, tetapi tidak mencapai vitreus. Kadar
sefalosporin dalam empedu umumnya tinggi, terutama sefoperazon.
Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal,
dengan proses sekresi tubuli, kecuali sefoperazon yang sebagian besar
diekskresi melalui empedu. Karena itu dosis sefalosporin umumnya harus
dikurangi pada pasien insufisiensi ginjal.Probenesid mengurangi ekskresi
sefalosporin, kecuali moksalaktam dan beberapa lainnya.Sefalotin,
sefapirin dan sefotaksim mengalami deasetilasi; metabolit yang aktivitas
antimikrobanya lebih rendah juga diekskresi melalui ginjal.
2

Efek samping
Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering terjadi,

gejalanya

mirip

dengan

reaksi

alergi

yang

ditimbulkan

oleh

penisilin.Reaksi mendadak yaitu anafilaksis dengan spasme bronkus dan


urtikaria dapat terjadi.Reaksi silang umumnya terjadi pada pasien dengan
alergi penisilin berat, sedangkan pada alergi penisilin ringan atau sedang
kemungkinannya kecil.Dengan demikian pada pasien dengan alergi
penisilin berat, tidak dianjurkan penggunaan sefalosporin atau kalau sangat
diperlukan harus diawasi dengan sungguh-sungguh.Reaksi Coombs sering

51

timbul pada penggunaan sefalosporin dosis tinggi.Depresi sumsum tulang


terutama granulositopenia dapat timbul meskipun jarang.
Sefalosporin bersifat nefrotoksik, meskipun jauh lebih ringan
dibandingkan aminoglikosida dan polimiksin.Nekrosis ginjal dapat terjadi
pada pemberian sefaloridin 4 g/hari (obat ini tidak beredar di Indonesia).
Sefalosporin lain pada dosis terapi jauh kurang toksik dibandingkan
dengan sefaloridin. Kombinasi sefalosporin dengan gentamisin atau
tobramisin mempermudah terjadinya nefrotoksisitas.Diare dapat timbul
terutama pada pemberian sefoperazon, mungkin karena ekskresinya
terutama melalui empedu, sehingga mengganggu flora normal usus.Selain
itu dapat terjadi perdarahan hebat karena hipoprotrombinemia, dan/atau
disfungsi trombosit, khususnya pada pemberian moksalaktam.
3

Indikasi
Sefalosporin generasi ketiga tunggal atau dalam kombinasi dengan

aminoglikosida merupakan obat pilihan utama untuk infeksi berat oleh


Klebsiella,

Enterobacter,

Proteus,

Provedencia,

Serratia

dan

Haemophillus spesies.Seftriakson dewasa ini merupakan obat pilihan


untuk semua bentuk gonore dan infeksi berat penyakit Lyme.(Istiantoro
YH & Gan VHS. 2009)
NORFLOXACIN
Farmakokinetik: Infeksi saluran kemih akut tidak berkomplikasi, infeksi
saluran kemih berkomplikasi, infeksi saluran pencernaan, gonore akut
tidak berkomplikasi.
Kontraindikasi: Hipersensitifitas, Insufisiensi ginjal berat.
Perhatian:

Hamil & menyusui.


Anak-anak yang belum puber.

52

Diketahui atau diduga lesi susunan saraf pusat.

Interaksi obat :

Probenesid.

Bisa meningkatkan kadar Teofilin.

Sukralfat dan antasida bisa mengganggu absorpsi Norfloksasin.

Efeksamping :
Efek saluran pencernaan, manifestasi kulit & neuropsikiatrik.
Indeks keamanan pada wanita hamil :
Penelitian pada hewan menunjukkan efek samping pada janin ( teratogenik
atau embriosidal atau lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali
pada wanita atau penelitian pada wanita dan hewan belum tersedia. Obat
seharusnya diberikan bila hanya keuntungan potensial memberikan alasan
terhadap bahaya potensial pada janin.
Kemasan :
Tablet salut selaput 400 mg x 3 x 10 biji.
Dosis:
Infeksi saluran kemih akut tidak berkomplikasi : 2 kali sehari 200 mg.
Infeksi saluran kemih berkomplikasi : 2 kali sehari 400 mg.
Infeksi saluran pencernaan : 2-3 kali sehari 400 mg.
Gonore akut tidak berkomplikasi : 2 kali sehari 600 mg atau 800 mg dalam
dosis tunggal.
Penyajian
Dikonsumsi pada perut kosong (1 atau 2 jam sebelum/sesudah makan)
CEFTRIAXONE
53

1.Farmakodinamik
Ceftriaxone adalah golongan cefalosporin dengan spektrum luas,
yang membunuh bakteri dengan menghambat sintesis dinding sel
bakteri.Ceftriaxone secara relatif mempunyai waktu paruh yang panjang
dan diberikan dengan injeksi dalam bentuk garam sodium.
2.Farmakokinetik
Ceftriaxone secara cepat terdifusi kedalam cairan jaringan,
diekskresikan dalam bentuk aktif yang tidak berubah oleh ginjal (60%)
dan hati (40%).Setelah pemakaian 1 g, konsentrasi aktif secara cepat
terdapat dalam urin dan empedu dan hal ini berlangsung lama, kira-kira
12-24 jam.Rata-rata waktu paruh eliminasi plasma adalah 8 jam. Waktu
paruh pada bayi dan anak-anak adalah 6,5 dan 12,5 jam pada pasien
dengan umur lebih dari 70 tahun. Jika fungsi ginjal terganggu, eliminasi
biliari terhadap Ceftriaxone meningkat.
3.Indikasi

Sepsis
Meningitis
Infeksi abdominal
Infeksi tulang, persendian, jaringan lunak, kulit, dan luka-luka
Pencegah infeksi prabedah
Infeksi dengan pasien gangguan mekanisme daya tahan tubuh
Infeksi ginjal dan saluran kemih
Infeksi saluran pernafasan
Infeksi kelamin termasuk gonorrhea

4..Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap Cefalosporin
Hipersensitif terhadap penisilin/antibiotika -lactam
5.Dosis

54

Dewasa dan anak-anak > 12 tahun: 1x12 g, setiap 24 jam


Pada infeksi berat dapat ditingkatkan sampai 4 g (1x sehari)
AZITROMISIN
1.Farmakologi
Azitromisin adalah antibiotik golongan makrolida pertama yang
termasuk dalam kelas azalide.Azitromisin diturunkan dari eritromisin
dengan menambahkan suatu atom nitrogen ke cincin lakton eritromisin A.
Pemberian azitromisin secara oral diserap secara cepat dan segera
didistribusi ke seluruh tubuh. Distribusi azitromisin yang cepat ke dalam
jaringan dan konsentrasi yang tinggi dalam sel mengakibatkan kadar
azitromisin dalam jaringan lebih tinggi dari plasma atau serum. Sebuah
studi memperlihatkan bahwa makanan meningkatkan kadar maksimum
(Cmax ) hingga 23% tapi tidak ada perubahan pada nilai AUC.
2.Mikrobiologi
Azitromisin beraksi menghambat sintesis protein mikroorganisme
dengan mengikat ribosom subunit 50S. Azitromisin tidak mengusik
pembentukan asam nukleat.Azitromisin aktif terhadap mikroorganisme
berikut berdasarkan in vitro dan infeksi klinis.
Bakteri aerob gram positif :Staphylococcus aureus, Streptococcus
agalactiae, Streptococcus pneumoniae, dan Streptococcus pyogenes.
Bakteri aerob gram negatif :Haemophilus ducreyi, Haemophilus
influenzae, Moraxella catarrhalis, dan Neisseria gonorrhoeae.
Mikroorganisme

lainnya

:Chlamydia

pneumoniae,

Chlamydia

trachomatis, dan Mycoplasma pneumoniae.


Azitromisin memperlihatkan resistensi silang dengan galur gram positif
resisten eritromisin.Sebagian besar galur Enterococcus faecalis dan
methicillin-resistant staphylococci resisten terhadap azitromisin.

55

3.Indikasi
Infeksi saluran napas bawah dan atas, kulit, dan penyakit hubungan
seksual.
4.Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap azitromisin atau makrolida lainnya.
5.Dosis& Cara PemberianDewasa dan lansia : 500 mg per hari selama 3
hari
Anak > 6 bulan : dosis tunggal 10 mg/kg selama 3 hari.
6.Efek samping :
Mual, rasa tidak nyaman di perut, muntah, kembung, diare, gangguan
pendengaran, nefritis interstisial, gangguan ginjal akut, fungsi hati
abnormal, pusing/vertigo, kejang, sakit kepala, dan somnolen.
7.Interaksi
Antasid yang mengandung aluminium dan magnesium mengurangi kadar
puncak plasma (rate of absorption) azitromisin, namun nilai AUC (extent
of absorption) tak berubah.Azitromisin mengurangi klirens triazolam
sehingga meningkatkan efek farmakologinya.

gram/hariselama 3 hari

Non farmako:
1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, abservasi
dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas
demam. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi
tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari
komplikasi pneuomonia hipostatik dan dekubitus.

56

2. Diet
Pasien dengan demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan
akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Karena ada pendapat
bahwa usus perlu diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa
pemberian makanan padat dini dapat diberikan dengan aman pada pasien demam
tifoid.
7

Pencegahan
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan terkontaminasi S. typhi,
maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman
yang dikonsumsi. S. typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi
57 C untuk beberapa menit atau dengan proses ionidasi/klorinasi. 8
Secara lebih detail, strategi pencegahan demam tifoid mencakup halhal
berikut : 9
a.

Penyediaan sumber air minum yang baik

b.

Penyediaan jamban yang sehat

c.

Sosialisasi budaya cuci tangan

d.

Sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum diminum

e.

Pemberantasan lalat

f.

Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman

g.

Sosialisasi pemberian ASI pada ibu menyusui

h.

Imunisasi

Walaupun imunisasi tidak dianjurkan di AS (kecuali pada kelompok


yang beresiko tinggi), imunisasi pencegahan tifoid termasuk dalam program
pengembangan imunisasi yang dianjurkan di Indonesia. Akan tetapi,
program ini masih belum diberikan secara gratis karena keterbatasan sumber
daya pemerintah Indonesia. Oleh sebab itu orang tua harus membayar biaya
imunisasi untuk anaknya. 9
Jenis vaksinasi yang tersedia adalah :
a.

Vaksin parenteral utuh

57

Berasal dari sel S. typhi utuh yang sudah mati. Setiap cc vaksin
mengandung sekitar 1 miliar kuman. Dosis untuk anak usia 1-4 tahun adalah
0,1 cc, anak usia 6-12 tahun 0,25 cc, dan dewasa 0,5 cc. Dosis diberikan 2
kali dengan interval 4 minggu. Karena efek samping dan tingkat
perlindungannya yang pendek, vaksin jenis ini sudah tidak beredar lagi. 9
b.

Vaksin oral Ty21a

Ini adalah vaksin oral yang mengandung S. typhi strain Ty21a hidup.
Vaksin diberikan pada usia minimal 6 tahun dengan dosis 1 kapsul setiap 2
hari selama 1 minggu. Menurut laporan, vaksin oral Ty21a bisa memberikan
perlindungan selama 5 tahun. 9
c.

Vaksin parenteral polisakarida

Vaksin ini berasal dari polisakarida Vi dari kuman Salmonella. Vaksin


diberikan secara parenteral dengan dosis tunggal 0,5 cc intramuskular pada
usia mulai 2 tahun dengan dosis ulangan setiap 3 tahun. Jenis vaksin ini
menjadi pilihan utama karena relatif paling aman.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Recommendations for management of common childhood
conditions. http://www.who.or.id
Behrman, Richard, 2007. Nelson Esensi Pediatri. Edisi 4. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta
Declan, T. Wash, 1997. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi. Jakarta : EGC

58

Departemen Farmakologi dan Teurapeutik Fakultas Kedokteran


Indonesia.2012.Farmakologi dan Terapi.Jakarta:Badan Penerbit FKUI.
Guyton, C. Arthur; Hall, E. John., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,
Edisi 11. Jakarta : EGC
Hassan, Rusepno, 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :
Jakarta
http://www.dechacare.comdiakses pada 24 Maret 2015
Jawetz,Ernest,et all. 1996.Mikrobiologi Kedokteran.Edisi20.Jakarta:EGC.
Price, A. Sylvia; Wilson, M. Lorraine., 2005. Patofiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC
Rudolph, abraham, 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 2. Volume 1.
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Shulman, S. T; Phair, J. P; Sommers, H. M., 1994. Dasar Biologis & Klinis
Penyakit Infeksi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press
Sudoyo et al, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Widoyono, 2011. Penyakit Tropis. Epidemiologi, Penularan, Pencegahan,
dan Pemberantasannya. Edisi kedua. Erlangga : Jakarta
www.indofarma.co.id diakses pada Kamis, 24 Maret 2015

59

Anda mungkin juga menyukai