Anda di halaman 1dari 6

TUTORIAL 3.

09 MODUL 1
1. Apakah infeksi telinga yang dialami pak Adi berhubungan dengan penyakit yang dialami
sekarang (meningitis)? Jika iya, bagaimana bisa? Mekanismenya seperti apa?
Jawab:
Infeksi pada telinga yang dialami pak Adi ini kemungkinan adalah otitis media, di mana
hal ini merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya infeksi oleh bakteri pada telinga
bagian tengah pasien, bisa disebabkan oleh kebiasaan pasien mengorek2 telinganya
dengan benda yang kotor, sehingga terjadi penumpukan bakteri di situ dan perlukaan
sehingga terjadi infeksi. Bisa disebabkan oleh bakteri streptokokus atau diplokokus.
Meskipun seringkali sulit untuk menentukan rute infeksi bakteri dari telinga tengah ke
meninges dengan adanya infeksi telinga tengah, rute yang mungkin adalah: 1)
persebaran hematogeous; 2) penyebaran atau invasi langsung a) melalui cacat tulang
atau sambungan; b) melalui membran jendela bundar dan masuk ke telinga bagian
dalam dan kemudian melalui invasi perivaskular dan perineural atau melalui saluran air
koklea. Dalam model hewan, S. pneumoniae telah terbukti melewati membran jendela
bundar utuh ke telinga bagian dalam dan kemudian ke modiolus melalui pori-pori kecil
di lamina spiral tulang. Jika sudah masuk, akan bertemu dengan lapisan meninges
terluar yaitu dura mater. Asam teikoat pada bakteri gram positif ini dapat mengaktifkan
mikroglia otak, dan menyebabkan terjadinya inflamasi (terjadi meningitis) yang akan
mengubah permeabilitas mikrovaskuler dari korteks dan terjadilah edema serebral.
Edema serebral bisa menyebabkan meningkatnya tekanan intracranial, yang nanti akan
berhubungan dengan gejala-gejala yang dialami pak Adi.
SUMBER:
Schilder, A. G., Chonmaitree, T., Cripps, A. W., Rosenfeld, R. M., Casselbrant, M. L.,
Haggard, M. P., & Venekamp, R. P. (2016). Otitis media. Nature reviews. Disease
primers, 2(1), 16063. https://doi.org/10.1038/nrdp.2016.63
2. Bagaimana gejala-gejala tadi bisa terjadi? Bagaimana mekanismenya?
Jawab:
Gejala-gejala meningitis adalah:
- Bicara tidak nyambung (status mentalnya terganggu), biasanya ditandai dengan
menurunnya GCS (jadi 9 sesuai kasus)
Hal ini terjadi karena adanya peningkatan tekanan intracranial yang nanti akan
mengakibatkan herniasi otak (keadaan di mana bagian otak mengalami pergeseran
dari posisi aslinya, kalau di sini karena adanya tekanan berlebih dari cairan otak).
Kondisi ini bisa menyebabkan kerusakan pada formasi retikuler otak dan akhirnya
kesadaran pasien bisa terganggu.
- Demam
Disebabkan karena respon mikroglia terhadap infeksi yang akhirnya melepaskan
sitokin2 proinflamatori yang memicu demam.
- Nyeri kepala yang hebat (biasanya memburuk saat pasien menggoyang2kan
kepalanya).
Terjadi karena adanya eksotoksin dari bakteri (asam teikoat pada gram positif,
lipopolisakarida pada gram negative), sitokin proinflamatori, dan peningkatan
tekanan intracranial yang akan menyebabkan terstimulasinya nosireseptor (reseptor
rasa sakit) pada meninges. Nyerinya bukan pada otak langsung karena sel serebral
tidak ada ujung saraf yang menyebabkan sensasi rasa sakit).
- Muntah
Terjadi karena meningkatnya tekanan intracranial, yang akan menstimulasi area
postrema (tempatnya di belakang medulla oblongata dan bagian kaudal ventrikel
keempat). Area postrema ini zona kemoreseptor untuk memicu refleks muntah,
sehingga jika dipicu akan menyebabkan gejala muntah2 :v
- Kaku kuduk (leher kaku)
Karena adanya inflamasi dari selaput otak tadi, saat dilakukan stretching dari
daerah2 dekat kepala (seperti leher) akan menyebabkan rasa sakit sehingga akan
menyebabkan kaku leher. Adanya kaku dan nyeri leher ini jadi salah satu cara untuk
mendeteksi adanya meningitis, yaitu Namanya Brudzinski sign and Kernig sign.
SECOND OPINION
Adanya penyakit yang menyebabkan iritasi pada meninges akan menyebabkan
timbulnya tanda rangsang meninges. Proses iritasi meninges yang menimbulkan
gambaran meningismus (kaku kuduk) terjadi akibat refleks spasme otot-otot
paravertebral. Posisi medulla spinalis yang terletak di bagian belakang vertebra
membuat medulla spinalis meregang apabila terjadi gerakan fleksi. Oleh karena
batang otak relative terfiksir, menyebabkan hanya medulla spinalis dan menginges
yang inflamasi semakin tertarik keatas. Regangan maksimal terjadi pada struktur
paling bawah dari vertebra, seperti nervus femoralis dan nervus sciatik yang melalui
cauda ekuina. Pada pasien dengan inflamasi dan iritasi meninges, peregangan pada
struktur yang mengalami inflamasi memberikan stimulasi pada radiks nervus
afferent dan kemudian pada pusat refleks intraspinal. Stimulasi ini mengakibatkan
impuls tonik pada muskulus aksialis posterior yang menimbulkan spasme muskulus
ekstensor sebagai mekanisme protektif. Manifestasi klinis dari spasme otot inilah
yang disebut kaku kuduk, oleh karena manuver yang meregangkan elemen neural
dan meninges pada canalis spinalis memberikan mekanisme protektif untuk
meminimalisir tekanan pada struktur yang terinflamasi.
Sumber:
Hoffman, O., & Weber, R. J. (2009). Pathophysiology and treatment of bacterial
meningitis. Therapeutic advances in neurological disorders, 2(6), 1–7.
https://doi.org/10.1177/1756285609337975
3. Pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis?
Jawab:
- Pemeriksaan darah
mencakup hitung darah lengkap dengan hitung diferensial dan trombosit serta dua
kultur darah aerobik dengan volume yang sesuai (idealnya, sebelum memulai terapi
antimikroba). Elektrolit serum dan glukosa, nitrogen urea darah, dan konsentrasi
kreatinin sangat membantu dalam menentukan rasio cairan serebrospinal- (CSF)
terhadap-darah. Selain itu, pemeriksaan koagulasi dapat diindikasikan, terutama jika
terdapat lesi petechiae atau purpura.
o Jumlah sel darah putih (white blood cell / WBC) biasanya meningkat, dengan
pergeseran ke kiri; Namun, infeksi yang parah dapat dikaitkan dengan
leukopenia. Jumlah trombosit juga bisa berkurang. Leukopenia dan
trombositopenia berkorelasi dengan hasil yang buruk pada pasien dengan
meningitis bakterial [20,21].
o Kultur darah seringkali positif dan dapat berguna jika cairan serebrospinal
tidak dapat diperoleh sebelum pemberian antibiotik. Sekitar 50 sampai 90
persen pasien dengan meningitis bakterial memiliki kultur darah positif; hasil
yang lebih rendah telah dilaporkan dalam beberapa penelitian pada pasien
dengan infeksi meningokokus. Kultur yang diperoleh setelah terapi
antimikroba jauh lebih kecil kemungkinannya untuk menjadi positif,
terutama untuk meningokokus.
- Pemeriksaan CSF
Tiap pasien yang diduga meningitis harus diambil CSFnya lewat lumbar puncture (LP)
kecuali memang tidak ada kontraindikasi.
Walau tidak ada kontraindikasi absolut dari LP, tapi harus hati2 pada pasien dengan:
o Kemungkinan peningkatan tekanan intracranial dengan risiko herniasi
cerebral karena hidrosepalus obstruktif, edema serebral, dan lesi.
o Trombositopenia atau gangguan perdarahan lain.
o Dicurigai ada abses epidural spinal
LP harus ditunda jika pasien memiliki kondisi2 di bawah ini, yaitu:
o Keadaan immunocompromised (HIV, terapi imunosupresif, dll)
o Riwayat penyakit pada CNS (lesi, stroke, infeksi)
o Kejang yang baru terjadi
o Papilledema
o Kesadaran yang terganggu
Intinya, CSF yang diperiksa adalah:
o Cell count and differential
o Glucose concentration
o Protein concentration
o Gram stain and bacterial culture
o Other appropriate tests (eg, rapid tests, polymerase chain reaction [PCR]),
depending upon the level of concern for other etiologies of meningitis or
meningoencephalitis
Temuan karakteristik pada meningitis bakterial termasuk konsentrasi glukosa LCS
<40 mg / dL (<2,22 mmol / L), rasio CSF terhadap glukosa serum ≤0,4, konsentrasi
protein> 200 mg / dL (> 2000 mg / L), dan jumlah leukosit di atas 1000 / mikroL,
dengan persentase neutrofil biasanya lebih dari 80 persen. Spektrum nilai CSF pada
meningitis bakterial sangat luas, bagaimanapun, tidak adanya satu atau lebih dari
temuan tipikal bernilai kecil. Sebagai contoh, dalam sebuah studi prospektif
terhadap 1.412 orang dewasa dengan meningitis bakterial, CSF WBC> 1000 / microL
terlihat hanya pada 66 persen pasien. Mengapa beberapa pasien memiliki kelainan
CSF yang lebih ringan biasanya tidak dapat diidentifikasi. Penyebab potensial
termasuk presentasi awal, terapi antimikroba sebelumnya, dan neutropenia.
CSF tadi juga perlu dilakukan pemeriksaan pengecatan gram, untuk memastikan
bakteri yang menyerang meninges.
o Jika bakteri gram positif diplokokus kemungkinan itu infeksi pneumococcal,
o jika bakteri gram negative diplokokus kemungkinan itu infeksi
meningococcal,
o jika bakteri gram negative pleomorfik kecil, kemungkinan infeksi
haemophilus influenzae
o Jika bakteri gram positif batang dan coccobacillus kemungkinan infeksi
listerial.
Bisa dilakukan juga pemeriksaan metode rapid test dan juga PCR.
Sumber:
Clinical features and diagnosis of acute bacterial meningitis in adults oleh Rodrigo
Hasbun dkk tahun 2020 dari UPTODATE

4. Tatalaksana meningitis?
Jawab:
- Pada orang dewasa imunokompeten yang sehat dengan dugaan meniningitis
bakterial, perawatan di rumah sakit harus dimulai dengan
sefalosporin generasi ketiga (2 g ceftriaxone 12 jam IV) dan bukan penisilin (karena
potensi resistensi pneumokokus) dan pada mereka yang berusia lebih dari 50
tahun, amoksisilin dan gentamisin untuk menutupi Infeksi Listeria (2 g amoksisilin
tiap 4 jam, 7 mg / kg gentamisin 1 kali sehari)

- Ketika ada kemungkinan infeksi nosokomial (yaitu didapat di rumah sakit, seperti
setelah operasi, trauma atau dengan adanya shunt), ceftazidime (2 g setiap 8 jam)
lebih disukai karena lebih aktif melawan Pseudomonas aeruginosa daripada
sepertiga lainnya. generasi sefalosporin. Vankomisin (15 mg / kg setiap 8 jam)
ditambahkan untuk menutupi staphylococcus yang sangat resisten.

- Jika pasien memiliki alergi penisilin atau sefalosporin, kloramfenikol (12,5 mg / kg


setiap 6 jam) harus diberikan dengan vankomisin (tambahkan kotrimoksazol jika
dicurigai Listeria).

- Deksametason (10 mg setiap 6 jam) harus diberikan bersamaan dengan antibiotik


dan dilanjutkan selama 4 hari pada semua kasus. Ini terutama efektif jika
pewarnaan Gram atau kultur positif untuk pneumokokus tetapi mungkin
bermanfaat untuk penyebab meningitis bakterial lainnya.

- Asiklovir (10 mg / kg IV setiap 8 jam) harus dimulai jika ensefalitis virus akibat virus
herpes simpleks (HSV) dianggap memungkinkan.

Sumber:
Neurology a queen square textbook. Edisi 2. Charls clark. 2016
5. Pencegahan meningitis?
Jawab:
Bisa dilakukan vaksinasi untuk mencegah bakteri meningococcus. Sementara ada 2 jenis
vaksin untuk bakteri jenis ini, yaitu vaksin MenACWY (konjugat) dan vaksin Men B
(rekombinan). Konjugat maksudnya vaksin yang membantu penggabungan protein ke
antigen untuk meningkatkan proteksi terhadap bakteri tersebut. Rekombinan
merupakan suatu jenis vaksin di mana antigen protein dimasukkan ke dalam virus atau
bakteri yang tidak berbahaya yang kemudian membuat salinan antigen yang dikenali
oleh sistem kekebalan dan menciptakan antibodi pelindung terhadap bakteri tadi.
- MenACWY
o Menactra. Diberi 2 dosis pada saat sebelum remaja dan saat remaja. Bisa
diberi juga pada pasien berisiko terkena meningitis. Melindungi 4 tipe bakteri
yang menyebabkan penyakit meningokokal (serogrup A C W dan Y)
o Menveo. Dosis sama seperti menactra. Semua sama seperti menactra.
- MenB
o Bexsero. Diberikan dengan 2 dosis pada individu berumur 16 sampai 23
tahun yang tidak mengalami risiko penyakit meningokokal. Pada orang yang
memiliki risiko, diberi tetap 2 dosis. Membantu melindungi dari penyakit
meningokokal serogrup B.
o Trumenba. Dosis sama, perbedaan pada orang yang memiliki risiko, di mana
dosis diberikan 3 kali.
Seorang anak harus menerima vaksinasi MenB jika memiliki beberapa kondisi, seperti:
- Punya gangguan imun bernama defisiensi komponen komplemen
- Mengonsumsi obat inhibitor komplemen
- Limpa mengalami kerusakan atau diangkat sebelumnya
- Termasuk grup berisiko tinggi.
Sumber:
Meningococcal Vaccination: What Everyone Should Know dari CDC.

Anda mungkin juga menyukai