Anda di halaman 1dari 23

One Health

Pengertian

One Health merupakan pendekatan yang membahas keterkaitan antara kesehatan


manusia, hewan dan lingkungan. Jika terdapat satu aspek yang terganggu, maka akan
mengganggu aspek lainnya. Kesehatan manusia sangat erat kaitannya dengan kesehatan
hewan dan lingkungan sekitar, sehingga kerjasama semua sektor sangat diperlukan. Karena
itu dapat disimpulkan bahwa konsep One Health (satu kesehatan) adalah suatu upaya
kolaboratif dari berbagai sektor, utamanya kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan, baik
di tingkat lokal, regional, nasional, maupun global untuk mencapai kesehatan yang optimal.

One Health ini merupakan aktivitas global yang penting berdasarkan konsep bahwa
kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan atau ekosistem bersifat saling bergantung satu
sama lain atau interdependen. Sehingga tenaga profesional yang bekerja dalam satu lingkup
area tersebut, dapat memberikan pelayanan yang terbaik dengan cara saling berkolaborasi
untuk mencapai pemahaman yang lebih baik.

Populasi manusia terus mengalami pertumbuhan dan masyarakat seringkali


menempati area yang baru. Sehingga banyak orang tinggal dekat dengan hewan domestik,
baik hewan ternak maupun hewan peliharaan.

Hewan dan lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, misalnya sebagai sumber makanan, atau sebagai sumber mata pencaharian,
olahraga, pendidikan, dan persahabatan. Tentunya kedekatan manusia dengan hewan dan
lingkungan turut memberikan peluang penyebaran penyakit menular.

Dilihat dari aspek lingkungan, bumi mengalami perubahan iklim dan perubahan
penggunaan lahan seperti kebakaran dan penggundulan hutan. Kerusakan lingkungan dan
habitat dapat memberikan peluang baru terjadinya penyebaran penyakit menular termasuk
penyakit bersumber hewan (zoonosis). Selanjutnya, perpindahan orang, hewan dan produk
hewan mengalami peningkatan dalam perjalanan dan perdagangan internasional. Hal ini
menyebabkan penyakit menular turut tersebar dengan cepat ke hampir semua negara.
Contoh Aplikasi One Health

o COVID-19.

COVID-19 merupakan salah satu contoh penyakit yang menyebabkan masalah


kesehatan yang harus diselesaikan dengan pendekatan One Health. Kesehatan dan kebersihan
lingkungan menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang. Telah
diketahui bahwa, COVID-19 disebabkan oleh salah satu jenis virus dari keluarga besar
Coronavirus, yang umumnya ditemukan pada hewan.

Meski saat ini belum ditemukan bukti bahwa hewan peliharaan dapat menularkan
COVID-19, namun protokol kesehatan menganjurkan agar selalu mencuci tangan dengan
sabun dan air mengalir setelah berkontak dengan hewan peliharaan menjadi penting untuk
dilakukan. Kebiasaan ini juga dapat melindungi kita semua terhadap berbagai bakteri umum
seperti E. coli dan Salmonella yang dapat berpindah antara hewan peliharaan dan manusia.

o Selain COVID-19, pendekatan One Health juga dapat menyelesaikan berbagai


permasalahan kesehatan, misalnya penyakit zoonosis (penyakit bersumber dari hewan,
misalnya rabies), resistensi antibiotik, penyakit vector-borne (misalnya malaria, demam
berdarah dengue), isu keamanan pangan, isu kesehatan mental, penyakit kronis dan lain-
lain.

Penyakit zoonosis, atau penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia, saat
ini menjadi isu kesehatan global.

Beberapa yang muncul belakangan ini adalah Ebola, Severe Acute Respiratory


Syndrome (SARS), Zika dan COVID-19. Namun kesadaran masyarakat terhadap penyakit
menular ini masih rendah.

Penyakit zoonosis inilah yang satu dekade belakangan ini memicu lahirnya
konsep One World One Health. Kata One World mengandung arti bahwa saat ini kita hidup
di satu dunia, saling terhubung dan tidak terpisah-pisah.

Prinsip dan Koordinasi Aspek One Health


Pendekatan One Health dilaksanakan dengan 3 prinsip, yaitu komunikasi, koordinasi
dan kolaborasi antara kesehatan manusia, hewan, lingkungan dan sektor lainnya.

Tidak ada satu organisasi atau sektor yang mampu mengatasi masalah ketiga sektor
ini sendiri-sendiri, melainkan perlu kerjasama dan kolaborasi semua sektor, terutama dalam
hal deteksi dini, melakukan penelitian yang akurat, respon yang efektif dari sebuah peristiwa
yang mengancam kesehatan di seluruh dunia. Dengan kerjasama tersebut, diharapkan
kesehatan bagi semua manusia, hewan, dan lingkungan dapat tercapai.

Sumber:

1. Centers for Disease Control and Prevention. One Health Day.


di https://www.cdc.gov/onehealth/one-health-day.html#:~:text=November%203%2C
%202020%2C%20marks%20the,human%2Danimal%2Denvironment%20interface.
2. Centers for Disease Control and Prevention. One Health Basics
di https://www.cdc.gov/onehealth/basics/index.html
3. Kementerian Kesehatan RI. QnA Pertanyaan dan Jawaban Terkait COVID-19.
di https://covid19.kemkes.go.id/qna-pertanyaan-dan-jawaban-terkait-covid-19/
#Bisakah_manusia_terinfeksi_COVID-19_dari_hewan
4. Kementerian Kesehatan RI. Perkuat Kemampuan Negara Untuk Cegah, Deteksi, dan
Respon Ancaman Kesehatan Masyarakat.
di https://www.kemkes.go.id/article/print/16062800002/perkuat-kemampuan-negara-
untuk-cegah-deteksi-dan-respon-ancaman-kesehatan-masyarakat.html

Planetary Health

Definisi

Planetary health" didefinisikan sebagai "kesehatan penduduk dan kondisi sistem


natural yang mempengaruhinya." Konsep ini diajukan oleh Komisi Yayasan Rockefeller-
Lancet untuk planetary health yang bertujuan mentransformasi sektor kesehatan masyarakat,
yang selama ini hanya terfokus kepada kesehatan penduduk tanpa mempertimbangkan sistem
natural.
Komisi EAT-Lancet memperbarui konsep ini dan memperkenalkan terminologi baru
"planetary health diet" untuk menggaris-bawahi peran krusial dari pola makan yang dapat
menghubungkan kesehatan penduduk dengan kelestarian lingkungan hidup dan
mengintegerasi agenda-agenda yang biasanya terpisah serta menjadikannya sebuah agenda
global umum untuk transformasi sistem pangan demi tercapainya SDGs dan Perjanjian Paris.

Prinsip Planetary Health Diet

1. Piring planetary health harus berisikan sayuran dan buah kurang lebih setengah volume
piring; setengahnya lagi berisikan kontribusi kalori biji-bijian utuh, protein nabati, lemak tak
jenuh, dan asupan rendah protein hewani (opsional).

2. Pola makan sehat mencakup asupan kalori yang optimal dan sebagian besar terdiri dari
beragam jenis pangan nabati, sedikit pangan hewani, mengandung lemak tak jenuh (bukan
lemak jenuh), dan sedikit biji-bijian olahan, pangan olahan (highly processed foods) dan gula
tambahan.
3. Meningkatkan konsumsi pangan sehat seperti buah, sayuran, polong-polongan dan
kacang-kacangan menjadi lebih dari dua kali lipat, dan mengurangi konsumsi global pangan
yang kurang sehat seperti gula tambahan dan daging merah sebesar lebih dari 50% (terutama
dengan mengurangi konsumsi berlebihan di negara yang lebih makmur).

Akan tetapi, sebagian besar penduduk di seluruh dunia bergantung pada mata
pencaharian agropastoral (suatu sistem pemeliharaan ternak dengan memanfaatkan limbah
pertanian sebagai pakan ternak) dan protein hewani dari ternak.

Selain itu, banyak penduduk masih kekurangan gizi secara signifikan dan kesulitan
mendapatkan jumlah mikronutrien yang memadai dari pangan nabati semata. Dengan
mempertimbangkan hal ini, peran pangan sumber hewani dalam pola makan penduduk harus
dipertimbangkan secara hati-hati dalam setiap konteks dan secara lokal dan regional.

Contoh makanan planetary health diet di antaranya adalah diet fleksitarian, yang
merujuk kepada pola makan berbasis nabati tetapi dapat juga mencakup asupan rendah ikan,
daging, dan produk susu.
SUMBER :

Buku Pola Makan Sehat dari Sistem Pangan Berkelanjutan Pangan Planet Bumi Kesehatan
oleh Prof. Walter Willett MD Harvard T.H. Chan School of Public Health
Faktor-Faktor Menyebabkan Kerusakan Lingkungan Hidup

1. Faktor Alam
Kerusakan lingkungan hidup karena faktor alam terjadi karena adanya bencana alam, seperti
banjir, gempa bumi, dan gunung meletus.

2. Banjir
Selain karena ulah manusia, banjir juga dapat terjadi karena faktor alam, misalnya hujan yang
terus-menerus. Curah hujan seperti ini akan membuat sungai meluap atau membuat tanggul
jebol karena tidak mampu lagi menampung debit air. Banjir yang sering terjadi saat musim
penghujan dapat membuat bangunan dan tempat tinggal makhluk hidup rusak, lapisan tanah
yang subur hilang terbawa air, serta tanaman-tanaman rusak.

4. Gempa Bumi
Gempa bumi terjadi karena adanya pergerakan lempeng bumi atau aktivitas gunung berapi
dan dampaknya bergantung pada besarnya kekuatan gempa. Gempa bumi akan
mengakibatkan banyak bangunan yang roboh, terjadi tanah longsor, dan terputusnya jalur
transportasi. Jika kekuatan gempa sangat besar, kemungkinan akan menimbulkan tsunami.

5. Gunung Berapi Meletus


Saat meletus, gunung berapi akan mengelurkan abu vulkanik, lahar, lava, uap panas, dan
material lainnya yang dapat merusak lingkungan. Dampak dari letusan tersebut dapat
berlangsung lama bergantung pada besarnya kekuatan letusan, tetapi saat kembali normal,
daerah yang terdampak letusan akan menjadi subur. Letusan gunung berapi akan
mengakibatkan gangguan pernapasan, gas beracun, kerusakan lingkungan, bahkan dapat
mematikan lingkungan sekitar.

6. Faktor Manusia
Selain faktor alam, faktor manusia juga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan hidup.

7. Membuang Sampah Sembarangan


Saat ini, masih banyak orang yang membuang sampah sembarangan, terutama di sungai. Hal
ini akan mengakibatkan banjir jika musim penghujan tiba.
8. Limbah Industri
Limbah industri ini dapat berasal dari pabrik dan rumah tangga. Jika tidak dikelola dengan
tepat, limbah-limbah tersebut akan merusak lingkungan hidup.

9. Menebang Hutan Secara Liar


Saat ini, luas hutan di Indonesia semakin berkurang karena maraknya aksi penebangan liar.
Hutan yang gundul tidak dapat meresap dan menahan aliran air hujan sehingga dapat terjadi
banjir dan longsor.

SUMBER :

Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertahanan , Pemerintah Kabupaten Buleleng


tahun 2020

https://disperkimta.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/faktor-faktor-menyebabkan-
kerusakan-lingkungan-hidup-86
Dampak Perubahan Iklim

Dampak perubahan iklim terhadap kesehatan dapat terjadi secara langsung maupun
tidak langsung :

1. Mempengaruhi kesehatan manusia secara langsung berupa paparan langsung dari


perubahan pola cuaca ( suhu, curah hujan,kelembaban, kenaikan muka air laut dan
peningkatan frekuensi cuaca ekstrem).

2. Mempengaruhi kesehatan manusia secara tidak langsung. Mekanisme yang terjadi adalah
perubahan iklim mempengaruhi faktor lingkungan seperti perubahan kualita lingkungan
( kualitas air,udara dan makanan),penipisan lapisan ozon,penurunan sumber daya
air,kehilangan fungsi ekosistem, dan degradasi lahan yang pada akhirnya tersebut
mempengaruhi kesehatan manusia.

Faktor Risiko Kesehatan

Dampak kesehatan akibat perubahan iklim di antaranya dapat menimbukan polusi


udara yang berpengaruh terhadap kesehatan (air pollution), penyakit yang berhubungan
dengan air dan makanan (water and food borne diseases), penyakit yang berhubungan dengan
fektor ( vektor borne diseases), malnutrisi,gangguan mental,heat stress. Faktor Risiko
kesehatan terhadap perubahan iklim terdiri dari :

1. Faktor Risiko penyakit tular Vektor ( Vektor borne disease) Akibat perubahan iklim

a. Faktor-faktor iklim berpengaruh terhadap risiko penularan penyakit tular vektor seperti
DBD, Chikungunya, Malaria, Leptospirosis, Filariasis dan lain-lain.

b. Kelembaban, Curah hujan dan jumlah hari hujan mempunyai hubungan positif dengan
kasus DBD. Semakin tinggi curah hujan dan hari hujan, breeding places semakin meluas
keberadaannya, maka kasus DBD semakin meningkat. Kelembaban,curah hujan dan hari
hujan mempengaruhi Umur nyamuk/vector populasi vector

Banjir berpotensi terhadap frekuensi keterpaparan kencing tikus yang terinfeksi bakteri dan
virus
c. Suhu mempunyai hubungan erat dengan siklus perkembangan nyamuk, dan berpengaruh
langsung terhadap perkembangan parasit dalam tubuh vektor. Rata-rata suhu optimum untuk
perkembangbiakan vektor berkisar antara 25-27°C memerlukan rata-rata selama 12 hari, pada
suhu diatas suhu optimum ( 32-35°C ( focks et al 1995 et al kemenkes 2012) siklus hidup
untuk aedes menjadi lebih pendek (rata-rata 7 hari)potensinya lebih sering ukuran tubuh
nyamuk lebih kecil dari ukuran normal sehingga pergerakan nyamuk menjadi lebih agresif.

2. Faktor Risiko penyakit tular Air ( Water birne disease) akibat perubahan iklim Suhu yang
lebih panas berpengaruh pada produksi makanan dan ketersediaan air. Perubahan iklim
mengakibatkan kekeringan serta banjir pada kondisi cuaca yang panas dimana terjadi
pencairan es di kutub utara sehingga mempengaruhi kualitas,kuantitas dan aksesibilitas air
minum/air bersih.

Virus dan bakteri berkembang pesat dengan adalanya global warming sehingga menyebabkan
penyakit diare meningkat.

3. Faktor risiko penyakit tular makanan dan gizi ( food borne disease and Nutrision)

Gagal panen dan kekeringan akibat perubahan iklim dapat mepengaruhi ketersediaan
pangan di tingkat masyarakat. Sistim distribusi dan daya beli masyarakat sangat menentukan
ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga. Ketidak cukupan kualitas,kuantitas dan
aksesibilitas dapat membuka peluang munculnya masalah gizi.

4. Faktor risiko penyakit tular udara ( Air borne disease )

Gangguan pernafasan mungkin memburuk oleh pemanasan yang diakibatkan


peningkatan pada frekuensi smog event ( ozon tingkat – dasar) dan polusi udara partikulat.
Ground level ozon dapat merusak jaringan paru, dan sangat berbahaya bagi penderita Asma
dan penyakit paru kronis. Sinar matahari dan suhu tinggi, dikombinasikan dengan polutan
lain seperti oksida nitrogen dan senyawa organik yang mudah menguap, dapat menyebabkan
ozon tingkat dasar meningkat. Perubahan iklim dapat meningkatkan konsentrasi ozon tingkat
dasar. Polutan lain yang menjadi
5. Faktor risiko penyakit tidak menular

Faktor risiko penyakit tidak menular adalah suatu kondisi secara potensial berbahaya
dan dapat memicu terjadinya penyakit tidak menular pada seseorang atau kelompok tertentu.
Menurunnya kualitas lingkungan akibat perubahan iklim menyebabkan tingginya tingkat
polusi lingkungan,mengakibatkan berbagai penyakit tidak menular seperti kanker
kulit,asma,penyakit yang disebabkan oleh gangguan imun, heat stroke dan lain-lain.

6. Faktor risiko perubahan iklim terhadap kejadian bencana

Terjadinya kenaikan suhu di bumi, yang mengakibatkan hilangnya keseimbangan


dalam siklus bumi dan kenaikan suhu permukaan serta perubahan musim yang tidak dapat
diprediksi.perubahan iklim berdampak pada terjadinya bencana alam dimanamana mulai dari
badai topan, badai siklon tropis,banjir,endemis dan kekeringan berupa fenomena alam akibat
pemanasan global. Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang
ekonomi,sosial,kesehatan dan lingkungan

7. Faktor risiko perubahan iklim terhadap gangguan jiwa

Sebagian besar orang yang terpapar perubahan iklim termasuk bencana dapat
beradaptasi dengan baik, namun sebagian yang lain akan mengalami stres, perubahan
perilaku dan dapat timbul gangguan jiwa.

SUMBER :

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KESEHATAN SUSILAWATI

Jurnal e-SEHAD, Volume 1, Nomor 2, Juni 2021, Hal: 25-31

Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Jambi

Dampak Berdasarkan Populasi yang Terkena :

1. Terhadap K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)

Dalam kajian yang disampaikan Prof. Dr.Ir.H. Gusti Hardiansyah M.Sc,QAM, IPU
selaku dosen Pasca Sarjana Perubahan Iklim Dan Mitigasi Bencana, mengatakan dampak
pada cuaca dan muka air laut terjadi meningkatnya temperatur permukaan global memiliki
serangkaian pengaruh yang rumit pada pola cuaca.

Perkiraan cuaca menjadi kurang akurat karena perubahan yang tak menentu menurut
arah mata angin, kemungkinan dampak yang terjadi mencakup:

- kekeringan yang lebih lama,


- musim hujan yang menjadi lebih panjang
- dan terjadinya cuaca ekstrim,
- serta meningkatnya intensitas siklon tropis,
- muka air laut akan bertambah antara 9 hingga 88 cm pada 2100 dan akan terus
bertambah.
Kejadian iklim ekstrem akibat perubahan iklim tentu berdampak pada kejadian
bencana.

Selain pengaruh terhadap epidemiologi penyakit, Perubahan iklim juga berdampak


pada keselamatan dan kesehatan kerja.

Populasi pekerja yang terkena dampak perubahan iklim termasuk diantaranya yaitu

 pekerja pertanian,
 pekerja bangunan,
 petugas penanggulangan bencana,
 nelayan komersial,
 paramedis
 petugas pemadam kebakaran,
 pekerja transportasi,
 pekerja formal petugas disinfeksi Dinas Kesehatan,
 pekerja lainnya yang terpapar kondisi cuaca di luar rumah, terutama mereka yang
melakukan pekerjaan fisik untuk jangka waktu lama. (Laws, et al, 2015).

Dampak :
Contoh

Kasus pada pekerja formal petugas disinfeksi pada Dinas Kesehatan Prov Kalbar

Pelaksanaan disinfeksi yang telah dilakukan oleh petugas berlangsung selama


pandemi Covid-19 dari awal bulan Maret 2021 sampai dengan sekarang.

Gejala :

Dampak perubahan iklim ini menjadikan pekerja disinfeksi lebih cepat lelah, karena
cuaca yang ekstrim yang panas dan terjadinya dampak kesehatan lain, seperti dehidrasi,
pusing dan mual.

Tatalaksana :

Untuk itu beberapa hal yang dilakukan agar dampak kesehatan tidak bertambah parah
dengan memberikan makanan tambahan suplemen Vitamin kepada petugas disinfeksi,
memberikan makanan tambahan berupa susu dan kacang hijau, kemudian bagi petugas
mendapatkan makanan yang bergizi seimbang sebelum melakukan disinfeksi ke lapangan.
(Riskesda 2020)

Keselamatan Kesehatan Kerja dan Olahraga berkaitan dengan kondisi sosial dan
ekonomi masyarakat, dalam upayanya melibatkan dan membutuhkan dukungan kerjasama
lintas sektor. Oleh karena itu, pencapaian tujuan keselamatan kesehatan kerja dan olahraga
bagi semua pekerja dan peningkatan produktivitas pekerja yang optimal membutuhkan
kebijakan dan rencana strategi dalam rangka mengamankan kondisi kerja dan
mempromosikan kesehatan kerja, serta paling utama melindungi pekerja pada kelompok
berisiko pekerja usia lanjut dan pekerja yang terpajan bahan berbahaya.

Arah kebijakan dan strategi keselamatan kesehatan kerja dan olahraga adalah
berupaya membangun masyarakat yang sehat bugar dan produktif dengan menitikberatkan
upaya promotif dan preventif secara bertahap, terpadu dan berkesinambungan.
SUMBER :

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Petugas Disinfeksi
dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat 2021 oleh Nurul Bariyah
https://dinkes.kalbarprov.go.id/dampak-perubahan-iklim-terhadap-keselamatan-dan-
kesehatan-kerja-petugas-disinfeksi/

2. Bagi Kesehatan Masyarakat dan Munculnya Penyakit Tertentu + Epidemiologinya

Laporan Lancet Countdown mewakili konsensus para peneliti terkemuka dari 38


institusi akademik dan badan-badan PBB. Ke-44 indikator dalam laporan tahun 2021
memperlihatkan peningkatan dampak kesehatan dari perubahan iklim berikut ini:

1. Potensi wabah demam berdarah, chikungunya dan Zika meningkat paling pesat di
negara-negara dengan indeks pembangunan manusia yang sangat tinggi, termasuk negara-
negara Eropa.

2. Kecenderungan infeksi malaria yang meningkat di daerah dataran tinggi yang lebih
dingin di negara-negara dengan indeks pembangunan manusia yang rendah. Pantai di
sekitar Eropa utara dan AS menjadi lebih kondusif bagi bakteri yang menyebabkan
gastroenteritis, infeksi luka parah, dan sepsis. Di negara-negara dengan sumber daya
terbatas, dinamika yang sama menempatkan kemajuan puluhan tahun dalam mengendalikan
atau menghilangkan penyakit ini dalam risiko.

3.Ada 569,6 juta orang yang tinggal kurang dari lima meter di atas permukaan laut saat ini,
yang dapat menghadapi peningkatan risiko banjir, badai yang lebih intens, dan larutan
garam fisiologi tanah dan air. Banyak dari orang-orang ini dapat dipaksa untuk
meninggalkan daerah-daerah ini secara permanen dan bermigrasi lebih jauh ke pedalaman.

3. Bagi Populasi Rentan :

* Anak-Anak
Sebuah laporan dari The Lancet Countdown 2019 tentang kesehatan dan perubahan
iklim menunjukkan bahwa perubahan iklim merupakan ancaman besar bagi kesehatan anak-
anak di dunia dan dapat mempengaruhi masa depan seluruh generasi jika suhu global tidak
dijaga jauh di bawah 2 derajat celsius.

Sementara Indonesia telah menghindari krisis gizi yang serius dalam beberapa tahun
terakhir, perubahan iklim cenderung meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana tersebut
di Indonesia sehingga meningkatkan risiko terhadap gizi

Penelitian yang disusun oleh 35 lembaga global, termasuk Organisasi Kesehatan


Dunia, WHO, dan Bank Dunia jelas menunjukkan hubungan antara perubahan iklim,
kerusakan lingkungan, dan kesehatan. Temperatur yang meningkat memicu kelaparan dan
malnutrisi, peningkatan skala dan ruang lingkup penyakit menular dan semakin seringnya
peristiwa cuaca ekstrem, sementara polusi udara telah mematikan paru-paru manusia seperti
halnya rokok tembakau.

Penyebab :

 Akses sulit ke makanan

Seorang bayi yang lahir hari ini akan terkena dampak perubahan iklim sejak awal
kehidupannya.

Per wilayah :

- Burkina Faso (negara di Afrika Barat).

Naiknya suhu ditambah dengan kekeringan dan banjir menghilangkan mata


pencaharian orang-orang dan mendorong naiknya harga pangan, yang pada akhirnya
menyebabkan kelaparan dan kekurangan gizi, terutama di negara-negara yang sangat
bergantung pada pertanian, seperti Burkina Faso.

"Malnutrisi akut pada anak berusia lima tahun di Burkina Faso jumlahnya lebih dari
10%," Maurice Ye, yang berasal dari negara itu dan penasihat Program Pengendalian Malaria
Nasional di Madagaskar, mengatakan pada DW. "Jumlah tersebut akan meningkat jika
masalah ini tidak diatasi."

- Di India,

Kekurangan gizi di India sudah menjadi penyebab bagi dua pertiga kematian pada
anak di bawah usia lima tahun. Meskipun kekurangan gizi sering dikaitkan dengan kelaparan,
namun tidak menutup kemungkinan juga merupakan akibat dari makanan yang tidak sehat.
Karena bahan pokok seperti biji-bijian dan harga beras mengalami kenaikan, sehingga
konsumen termotivasi untuk membeli makanan olahan yang lebih murah.

"Itu masuk ke ujung lain dari spektrum malnutrisi, yaitu kelebihan berat badan,"
Poornima Prabhakaran, Wakil Direktur Pusat Kesehatan Lingkungan di Yayasan Kesehatan
Masyarakat India dan juga penulis yang berkontribusi dalam laporan itu, mengatakan kepada
DW.

 Tempat kelahiran yang mematikan

Balita menjadi yang paling menderita karena meningkatnya penyakit menular,


infeksi. Naiknya suhu, pemanasan air, perubahan pola curah hujan dan tingkat kelembaban
yang tinggi mendorong penyebaran bakteri yang menyebabkan penyakit diare seperti kolera,
dan juga menciptakan kondisi pembiakan yang ideal untuk nyamuk malaria atau demam
berdarah.

Epidemiologi :

Berdasarkan catatan WHO, pada tahun 2017 diperkirakan ada 435.000 kematian
akibat malaria secara global dan setiap dua menit seorang anak di suatu tempat di dunia
meninggal akibat penyakit tersebut. WHO juga memperkirakan jumlah tersebut harus
menjadi perhatian khusus bagi negara-negara seperti Burkina Faso, di mana malaria
menyebabkan lebih dari 28.000 kematian pada tahun 2018 saja. Namun perubahan iklim juga
akan memungkinkan nyamuk pembawa penyakit ini mencapai negara-negara baru, seperti di
Eropa selatan.
Sekitar setengah dari populasi dunia saat ini berisiko terkena penyakit dengue, kata
laporan Lancet.

Jika anak-anak selamat dari kekurangan gizi dan penyakit menular, mereka mungkin
tidak akan terhindar dari ancaman polusi udara yang dapat merusak fungsi paru-paru mereka,
memperburuk asma, dan meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.

Polusi udara luar ruangan dari partikel halus (PM2.5) telah berkontribusi terhadap 2,9
juta kematian dini di seluruh dunia.

 Panas dan dingin menerpa

Cuaca ekstrem seperti kebakaran hutan dan gelombang panas juga berkontribusi
terhadap kesehatan seorang anak yang lahir hari ini.

Epidemiologi :

152 dari 196 negara telah mengalami peningkatan jumlah orang yang terpapar kebakaran
hutan sejak tahun 2001, yang mengakibatkan kematian langsung dan penyakit pernapasan.
Suhu tinggi yang melewati batas menjadi perhatian khusus bagi orang lanjut usia di atas 65
tahun.

Dampak :

Panas juga dapat menyebabkan dehidrasi pada anak-anak dan orang tua, kata para
ahli.

Suhu dingin juga merupakan risiko bagi banyak orang, ini membunuh lebih banyak
orang daripada panas secara keseluruhan, tapi banyak dari itu adalah karena faktor sosial."

 Penghapusan batubara yang mendesak

Prabhakaran berharap berbagai dampak kesehatan ini akan menjadi titik balik bagi
para pembuat kebijakan terkait isu perubahan iklim.
Ada hubungan antara dampak kesehatan dari pembakaran bahan bakar fosil dan
batubara.

Kondisi ini juga berpotensi menimbulkan dampak kesehatan yang serius termasuk
stress akibat cuaca ekstrim, dehidrasi, cedera, alergi, asma dan penyakit jantung, kelaparan,
perselisihan sosial, psikologis dan ekonomi. Dampak perubahan iklim bagi kesehatan
manusia, khususnya kelompok lanjut usia (lansia), sangat signifikan. Akses informasi yang
tidak memadai sangat erat kaitannya dengan sumber, media, dan pesan tentang perubahan
iklim yang dikomunikasikan ke target khalayak, populasi rentan lansia.
Program-program untuk mitigasi bencana, termasuk aspek kesehatan dan faktor
pendukung lainnya

Pemerintah telah memahami pentingnya lingkungan yang mendukung dan yang


pertama dari dua kebijakan yang termasuk dalam konsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014
adalah untuk:

a. “Meningkatkan kepemimpinan yang efektif, koordinasi multi-sektor, dan


pembagian tanggung jawab untuk mendukung Gerakan 1.000 HPK7 di tingkat pusat
dan daerah”

Sasaran & Tujuan

Gerakan Nasional 1.000 Hari Pertama Kehidupan, akan segera dicanangkan pada
bulan November 2012 mendatang oleh Ibu Negara. Gerakan ini merupakan inisiatif global
dari Scaling Up Nutrition (SUN) Movement dan merupakan upaya global dari berbagai negara
dalam rangka memperkuat komitmen dan rencana aksi percepatan perbaikan gizi. SUN
Movement diikuti oleh 28 negara yang memiliki tingkat stunting sangat tinggi, serta negara
yang mempunyai perhatian terhadap peningkatan perbaikan gizi di dunia.

Sasaran dan tujuan yang hendak dicapai oleh gerakan 1000 HPK ini hingga tahun
2015 adalah :

 menurunkan proporsi ibu usia subur yang menderita anemia sebanyak 50 persen,
 meningkatkan presentase ibu yang memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan pertama
secara berturut-turut paling kurang 50 persen,
 menurunkan proporsi anak balita yang menderita kurus (wasting) kurang dari 5
persen.
 Juga bertujuan untuk menurunkan anak yang lahir berat badan rendah sebesar 30
persen, (bayi yang lahir dengan berat di bawah 2500 gram) dan
 menurunkan proporsi anak balita yang stunting sebesar 40 persen.

Pihak yang terlibat

Gerakan ini tidak hanya melibatkan pemerintah sebagai pemangku kepentingan, tetapi
juga melibatkan pihak donor, dunia usaha, organisasi/lembaga sosial pemasyarakatan, mitra
pembangunan (UN System) dan juga organisasi profesi dan akademisi, serta media sebagai
pilar dalam SUN Movement, Gerakan 1000 HPK.

b. Target dan rencana Konsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 memuat satu rekomendasi
untuk:

• “Mengembangkan Rencana Aksi Pangan dan Gizi multi-sektor lima-tahunan di tingkat


nasional, provinsi dan kabupaten.”

Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional (RAN-PG) lima tahunan untuk periode
2015-2019 sudah tersedia dimana kemudian menjadi tanggung jawab Bappenas.

Difokuskan pada 1.000 hari pertama kehidupan (Gerakan 1.000 HPK7). Bappenas
kemudian merilis versi terbaru RAN-PG untuk periode 2017-2019. Target gizi nasional telah
dimasukkan dalam RPJMN 2015-2019 namun tantangannya adalah untuk memastikan bahwa
target-target tersebut tercermin dalam rencana strategis (RENSTRA) kementerian terkait.

Kementerian Dalam Negeri telah menanggapi dengan mengeluarkan instruksi pada


Maret 2018 ke 100 kabupaten pertama untuk Gerakan Penurunan Stunting Nasional yang
mengarahkan pemerintah lokal untuk mengintegrasikan intervensi untuk penurunan stunting
dari berbagai kementerian ke dalam RPJMD (Kementerian Desa PDTT, 2017), dan untuk:

1. Melakukan semua intervensi gizi esensial

2. Memobilisasi multi-pihak untuk melaksanakan penurunan stunting

3. Melakukan kegiatan terkait stunting dengan aksi multisektoral yang konvergen untuk
memberikan manfaat kepada kelompok sasaran

4. Secara rutin memantau semua intervensi

c. Peraturan perundang-undangan

Satu dari beberapa strategi yang direkomendasikan dalam konsolidasi Kajian Sektor
Kesehatan 2014 adalah untuk:
• “Memperkuat desain, implementasi dan pemantauan hukum, peraturan dan standar untuk
gizi”.

Ada kemajuan terbatas dalam menetapkan perundang-undangan nasional untuk


melindungi dan mempromosikan gizi yang baik.

Perundang-undangan mencakup :

- hak atas pangan (No. 18, 2012),


- perlindungan pemberian ASI eksklusif dan pengawasan dalam penggunaan susu
formula (No. 33, 2012),
- fortifikasi tepung terigu dengan zat besi (No 153, 2001) dan
- iodisasi garam (No 69, 1994).
Tabel Intervensi Program untuk Menanggulangi Beban Ganda Masalah Gizi di
Sepanjang Siklus Kehidupan
Sumber :
Buku Kajian Sektor Kesehatan Pembangunan Gizi di Indonesia oleh Kementerian PPN /
Bappenas tahun 2019
https://www.bappenas.go.id/files/1515/9339/2047/FA_Preview_HSR_Book04.pdf

Anda mungkin juga menyukai