Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

ILMU KESEHATAN ANAK


HERNIA DIAFRAGMATIKA

Pembimbing
dr. Sitti Radhiah, Sp.A

Disusun oleh:
I Gusti Ngurah Bayu Darma Putra 2017.04.200.260
I Made Adiarta Nugraha Putra 2017.04.200.261
I Putu Oka Pramudya 2017.04.200.262
Ida Bagus Indra Mahaputra 2017.04.200.263
Indra Hartawan 2017.04.200.264
Inggrit Bela Thesman 2017.04.200.265

PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Ilmu Kesehatan Anak


“Hernia Diafragmatika”

Disusun oleh:
I Gusti Ngurah Bayu Darma Putra 2017.04.200.260
I Made Adiarta Nugraha Putra 2017.04.200.261
I Putu Oka Pramudya 2017.04.200.262
Ida Bagus Indra Mahaputra 2017.04.200.263
Indra Hartawan 2017.04.200.264
Inggrit Bela Thesman 2017.04.200.265

Referat “Hernia Diafragmatika” ini telah diperiksa, disetujui, dan


diterima sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSAL Dr. Ramelan
Surabaya.

Surabaya, Mei 2019


Mengesahkan,
Dokter Pembimbing

dr. Sitti Radhiah, Sp.A

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB 2......................................................................................................................3
LAPORAN KASUS................................................................................................3
2.1 Subyektif..................................................................................................3
2.2 Obyektif....................................................................................................4
2.3 Assessment : Hernia Diafragmatika....................................................5
2.4 Planing :...................................................................................................5
BAB 3......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

ii
iii
BAB 1

PENDAHULUAN

Hernia adalah penonjolan ruas organ atau jaringan melalui lubang


abnormal. Hernia diafragmatika adalah sekat yang membatasi rongga
dada dan rongga perut. Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ
perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada diafragma. Akibat
penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu
pada diafragma. Terjadi bersamaan dengan pembentukan sistem organ
dalam rahim. Hernia diafragmatika termasuk kelainan bawaan yang terjadi
karena tidak terbentuknya sebagian diafragma, sehingga ada bagian isi
perut masuk kedalam rongga torak (Anonima, 2010).
Laporan hernia kongenital diafragmatika bervariasi dari 1:5000
kelahiran hidup sampai 1:2000 jika lahir mati dimasukkan. Defek lebih
sering terjadi pada sisi kiri(70-85%) dan kadang 5% bilateral. Malrotasi
dan hipoplasia pulmo sebenarnya terjadi pada semua kasus dan
diperkirakan merupakan komponen lesi dan tidak terkait anomali. Anomali
yang menyertai telah dikenali pada 20-30% dan meliputi lesi sistem saraf
sentral, atresia esofagus, omfalokel, lesi kardiovaskuler. Laporan kejadian
HKD pada anak kembar, sedarah, dan keturunan adalah sporadis.
Modepewarisan resesif autosom telah dikesankan pada keluarga dengan
agenesis total diafragma (Zimmermann T,1999).
Tatalaksana hernia diafragmatika optimal harus memperhatikan
berbagai hal yang terkait dengan kelainan di bawah ini.
1. Proses persalinan dan unit perawatan intensif neonatus. Bayi harus
dilahirkan di pusat kesehatan yang memiliki sarana bedah anak
dan perinatologi yang memadai. Secara umum sarana yang
diperlukan adalah intubasi endotrakeal dan pemakaian ventilasi
mekanik serta pemasangan pipa nasogastrik untuk dekompresi.

1
2. Stabilisasi perioperatif. Pada hernia diafragmatika terdapat paru
yang hipoplastik dan hipertensi pulmonal sehingga
dipertimbangkan pembedahan ditunda dimana umur rata –rata
untuk dilakukan pembedahan adalah sekitar 72 jam.

3. Ventilasi mekanik konvensional. Ventilasi mekanik dengan inspirasi


bertekanan rendah dipilih karna menurunkan kemungkinan
terjadinya pneumothorax kontralateral.

4. Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). Adalah


perlengkapan paru buatan yang digunakan untuk mengembangkan
sisa jaringan paru agar oksigenasi tetap adekuat selama
pembedahan dan untuk gagal nafas dan hipoksia berat.

5. Pemberian surfaktan. Gagal nafas pada hernia diafragmatika


berhubungan dengan perkembangan paru yang abnormal dan
defisiensi surfaktan. Studi menunjukan adanya penurunan produksi
surfaktan apoprotein A yang lebih berat pada sisi hernia
diafragmatika dibandingkan sisi yang lain. Surfaktan sebaiknya
diberikan segera setelah bayi menarik nafasnya pertama kali
(Reksoprodjo, Soelarto & Staf, 2010).

Secara keseluruhan bayi yang dapat bertahan hidup dengan hernia


diafragma adalah sekitar 67%. Terdapat juga kejadian kematian janin
spontan yaitu sekitar 7-10%. Prognosis yang buruk dapat dilihat dari
anomali mayor yang terkait, gejala muncul sebelum usia 24 jam, hypoplasi
pulmo yang parah, tampak herniasi yang mengarah pada contralateral
pulmo dan membutuhkan ECMO. Permasalahan pada pulmo merupakan
salah satu sumber morbiditas dari kelangsungan hidup bayi (nelson,
2016).

2
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Subyektif
I. IDENTITAS
 Nama : By. Ny. Heti Wardiana
 Usia : 5 hari
 Jenis kelamin : Laki – laki
 Alamat : Lamongan
 Tanggal MRS : 23/04/2019
 Ruangan : NICU IGD
 DPJP : dr. Sitti Radhiah, Sp.A

II. ANAMNESA UMUM :


 Keluhan Utama :
Neonatus usia 6 hari,pasien rujukan dari RS
Muhammadyah Lamongan.
 Riwayat penyakit sekarang :
Neonatus lahir tanggal 17 April 2019 di RS
muhammadyah lamongan secara spontan, ditolong oleh
tenaga medis, APGAR tidak diketahui, keadaan saat lahir
sesak dan berat badan lahir rendah yaitu 2400 gr.
Resusitasi yang telah dilakukan tidak diketahui. BAB
(+) ,BAK (+), muntah (-), kembung (-), terdapat banyak
lendir mulut, sesak (+), biru(+)
 Riwayat keluarga :
Didapatkan riwayat keluarga jauh ibu pernah
meninggal beberapa hari setelah lahir tetapi tidak
diketahui penyebabnya.
 Riwayat kehamilan :
Selama hamil ibu selalu memeriksakan kehamilanya
ke puskesmas sesuai jadwal hanya meminum vitamin
penambah darah. Tidak didapatkan rwayat sakit ketika
hamil. Obat obatan lain merokok (-) meminum jamu
selama kehamilan (-).

3
2.2 Obyektif
III. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum :
 Kesan umum : pasien tampak sakit berat
 Kesadaran : koma
 Vital sign :
Nadi : tidak teraba
RR : 56x/mnt
HR : tidak terdengar
SpO2 :70%
 BBL : 2400 gr
 Panjang badan : 50 cm

IV. Pemeriksaan Fisik


1. K/L : bibir sianosis, usaha nafas (gasping).
2. Thorax : bentuk dada asymetris, ICS melebar, suara nafas
tidak terdengar.
3. Abdomen : cekung,BU tidak dapat dievaluasi.
4. Extremitas : Akral dingin , edema (-)

+ +
+ +

V. Pemeriksaan penunjang :
 Foto thorax : Tampak gambaran haustra usus pada
hemithorax sinistra yang mendesak paru kiri dan jantung
ke hemithorax dextra.

4
2.3 Assessment : Hernia Diafragmatika
2.4 Planing :
 Resusitasi - ventilasi
 Operasi

5
BAB 3
PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas, dari pemeriksaan


dicurigai suatu Hernia Diafragmatika.
Hernia adalah penonjolan ruas organ atau jaringan melalui lubang
abnormal. Henia diafragmatika adalah sekat yang membatasi rongga
dada dan rongga perut. Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ
perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada diafragma. Akibat
penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu
pada diafragma. Terjadi bersamaan dengan pembentukan sistem organ
dalam rahim. Hernia diafragmatika termasuk kelainan bawaan yang terjadi
karena tidak terbentuknya sebagian diafragma, sehingga ada bagian isi
perut masuk kedalam rongga torak (Anonima, 2010).
Pada pasien kami, didapatkan penonjoloan diafragma yang masuk
ke thorax dan mendesak paru kiri sehingga pasien mengalami sesak dan
juga pada pasien ini menurut kami masuk ke dalam tipe non-traumatika
yaitu hernia bochdalek.
Hernia Morgagni merupakan hernia kongenital, hernia ini jarang
menimbulkan gejala sebelum usia dewasa. Sebaliknya, hernia Bochdalek
menyebabkan gangguan pernapasan segera setelah lahir sehingga
memerlukan pembedahan darurat. Namun, kedua jenis ini sering tidak
menimbulkan gejala sehingga dapat merupakan kelainan asimtomatik.
Sisi toraks yang terkena terlihat lebih menonjol, perkusi pekak, suara
napas menghilang pada auskultasi. Mediastinum tergeser ke sisi toraks
yang normal (Goel ayush, 2014; pober br, 2010).
Pada literatur disebutkan gejala yang timbul pada hernia
diafragmatika antara lain sebagai berikut:
1. Retraksi sela iga dan substernal
2. Perut kecil dan cekung
3. Suara nafas tidak terdengar pada paru karena terdesak isi
perut.

6
4. Bunyi jantung di daerah yang berlawanan karena terdorong
oleh isi perut.
5. Terdengar bising usus di daerah dada.
6. Gangguan pernafasan yang berat
7. Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen)
8. Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
9. Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris)
10.Takikardia (denyut jantung yang cepat) (Goel ayush, 2014).
Pada pasien kami, didapatkan gejala :
- Sesak nafas
- BBLR (2400kg)
- Sianosis
- Dan didapatkan keadaan umum pasien
tampaksakit berat dengan kesadaran koma, nadi
pasien juga tidak teraba, RR : 56x/mnt, SpO2 :
70%
- K/L : bibir sianosis, usaha nafas (gasping).
- Thorax : bentuk dada asymetris, ICS melebar,
suara nafas tidak terdengar.
- Abdomen : cekung, BU tidak dapat dievaluasi.
- Extremitas : Akral dingin
Analisa gas darah dapat dilakukan untuk menentukan adanya
asidosis respiratorik akibat distress nafas, analisa gas darah juga dapat
digunakkan sebagai indikator sederhana untuk menilai derajat hipoplasia
paru dan dapat dikatakan hipoplasia paru berat jika kada PCO2 diatas 50
torr.
Pemeriksaan penunjang yang penting adalah dilakukannya
pemeriksaan radiologi yaitu pemeriksaan foto thorak. Sekitar 23 – 73%
ruptur diafragma karena trauma dapat dideteksi dengan pemeriksaan
radiologi thoraks.
Foto Rontgen toraks biasanya membantu diagnostik. Pandangan
lateral sering menampakkan usus masuk melewati bagian posterior
diafragma. Selain itu tampak pula:
a. Diafragma indistinct dengan opasifikasi pada semua
hemithorax
b. Perut skapoid

7
c. Deviasi garis endotrakeal tube, nasogastrik tube (Rasad,
2009).

Gambar 3.1 Foto toraks hernia diafragmatika. Terlihat perselubungan


udara dinding usus halus mengisi ruang toraks sinistra.

8
Foto toraks AP hernia Morgagni. Terlihat perselubungan udara dan
dinding usus halus di rongga toraks.

Pada pasien kami dilakukan pemeriksaan foto thorax, dengan


Tampak gambaran haustra usus pada hemithorax sinistra yang mendesak
paru kiri dan jantung ke hemithorax dextra.

9
Penyakit hernia diafragmatik merupakan kelainan bawaan yang
bisa disebabkan saat ibu hamil (bumil) mengandung, tidak rutin kontrol
kesehatan. “Bisa saja mengonsumsi obat-obatan yang tidak dianjurkan
saat masa kehamilan yang berefek samping pada janin. Selain itu,
paparan radiasi dan lingkungan sekitar yang tercemar bisa saja
memengaruhi kesehatan ibu dan janin, hal tersebut dapat menimbulkan
adanya lubang pada diafragma (selaput rongga dada) akibat
ketidaksempurnaan penyatuan organ-organ diafragma dalam
perkembangan janin. Akhirnya, menyebabkan usus masuk melewati
lubang diafragma. Usus melilit mengitari paru-paru dan jantung. Tekanan
dari usus tersebut akan mencari lapisan mana yang paling lemah,
kemudian menembus dinding diafragma.
Menurut dokter spesialis bedah anak, Iman Martafani, penyakit itu
sebetulnya kelainan bawaan lahir, dia menjelaskan, penyakit tersebut
terjadi karena pada usia embrio, empat sampai delapan minggu,
pembentukan organ diafragma yang memisahkan antara rongga dada dan
rongga perut tidak sempurna. Lubang terus berkembang dan melebar
ketika usia kehamilan tua. Lubang yang terbentuk pada diafragma
tersebut membuat organ-organ perut dapat memasuki rongga dada.
Kondisi itu menyebabkan bayi kesulitan bernapas, kulit berwarna
kebiruan, denyut jantung dan napas yang cepat ketika bayi lahir. “Akibat
tekanan dari pernapasan, dengan mudah usus masuk ke celah jantung
yang akan mendorong mengitari paru-paru sehingga bayi sulit bernapas
(iman, 2015).
Pada pasien kami tidak ada faktor resiko, karena belum diketahui
penyebabnya, dan termasuk penyakit kongenital.
Tata laksana hernia diafragmatika optimal harus memperhatikan
berbagai hal yang terkait dengan kelainan di bawah ini.
1. Proses persalinan dan unit perawatan intensif neonatus. Bayi
harus dilahirkan di pusat kesehatan yang memiliki sarana bedah
anak dan perinatologi yang memadai. Secara umum sarana
yang diperlukan adalah intubasi endotrakeal dan pemakaian

10
ventilasi mekanik serta pemasangan pipa nasogastrik untuk
dekompresi.
2. Stabilisasi perioperatif. Pada hernia diafragmatika terdapat paru
yang hipoplastik dan hipertensi pulmonal sehingga
dipertimbangkan pembedahan ditunda dimana umur rata –rata
untuk dilakukan pembedahan adalah sekitar 72 jam.
3. Ventilasi mekanik konvensional. Ventilasi mekanik dengan
inspirasi bertekanan rendah dipilih karna menurunkan
kemungkinan terjadinya pneumothorax kontralateral.
4. Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). Adalah
perlengkapan paru buatan yang digunakan untuk
mengembangkan sisa jaringan paru agar oksigenasi tetap
adekuat selama pembedahan dan untuk gagal nafas dan
hipoksia berat.
5. Pemberian surfaktan. Gagal nafas pada hernia diafragmatika
berhubungan dengan perkembangan paru yang abnormal dan
defisiensi surfaktan. Studi menunjukan adanya penurunan
produksi surfaktan apoprotein A yang lebih berat pada sisi
hernia diafragmatika dibandingkan sisi yang lain. Surfaktan
sebaiknya diberikan segera setelah bayi menarik nafasnya
pertama kali.

Pada pasien kami tatalaksana yang diberikan yakni intubasi dan


ventilasi untuk perbaiki kondisi pasien, dimana saturasi oksigen pasien
terus menurun dan kondisi pasien semakin lama semakin buruk.

Secara keseluruhan bayi yang dapat bertahan hidup dengan hernia


diafragma adalah sekitar 67%. Terdapat juga kejadian kematian janin
spontan yaitu sekitar 7-10%. Prognosis yang buruk dapat dilihat dari
anomali mayor yang terkait, gejala muncul sebelum usia 24 jam, hypoplasi
pulmo yang parah, tampak herniasi yang mengarah pada contralateral
pulmo dan membutuhkan ECMO. Permasalahan pada pulmo merupakan
salah satu sumber morbiditas dari kelangsungan hidup bayi (nelson,
2016).

11
Pada pasien kami, prognosis pasien buruk karena dapat dilihat dari
anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien kami telah mengalami gagal
nafas, dan terlambat diberikan penanganan serta dapat dilihat dari
saturasi oksigen pasien kami yang terus menurun. Dan pasien telah
meninggal pada pukul 21.45.

Pertanyaan – pertanyaan :
1. Kelainan jantung pada hernia diafragmatika ?

12
 Kelainan jantung pada hernia diafragmatika erat kaitannya dengan
kelainan pada paru sehingga biasa disebut dengan kelainan
cardiopulmonary dengan manifestasinya berupa chronic lung
disease, reactive airway disease, recurrent respiratory infections,
dan persistent pulmonary hypertension (Bagolan & Morini, 2007;
Lally & Engle, 2008; Trachsel et al., 2005;Wischermann et al.,
1995).
 Chronic lung disease : Struktur paru-paru secara mendasar
diubah dalam CDH karena berkurangnya jumlah bronkus
dan alveoli di ipsilateral dan, jarang pada paru kontralateral.
Meski jumlahnya dari alveoli dapat meningkat dari waktu ke
waktu (Beals et al., 1992), jumlah saluran udara yang lebih
besar tidak, karena perkembangan bronkial selesai pada
sekitar 16 minggu kehamilan (Reid, 1984). Postnatal,
paparan oksigen tambahan dan ventilasi mekanik
menghasilkan edema paru dan kebocoran protein,
menyebabkan denaturasi surfaktan dan cedera paru-paru.
 Reactive airway disease : Sekitar 25% bayi CDH
menunjukkan bukti penyakit jalan nafas obstruktif (Jaillard et
al., 2003), dengan hingga 45% dari orang yang selamat
menunjukkan gejala seperti asma selama masa kanak-
kanak dan remaja (Davis et al., 2004; Trachsel et al., 2005).
Sebuah studi oleh Crankson dan rekan menemukan 45%
dari 31 orang yang selamat dari CDH mengalami serangan
mengi berulang dan diperlukan bronkodilator dan / atau
steroid inhalasi (Crankson et al., 2005). Dalam laporan lain,
bronkodilator diresepkan pada 40% dan steroid inhalasi
pada 35% dari penderita CDH selama tahun pertama
kehidupan (Muratore et al., 2001).
 Recurrent respiratory infections : Sebuah laporan tahun
2001 oleh Muratore et al menemukan 16% dari penderita
CDH membutuhkan oksigen tambahan pada saat keluar dari
rumah sakit; studi yang lebih baru menunjukkan jumlah ini

13
lebih dekat ke 40% hingga 50% (Colby 2004; Cortes et al.,
2005). Batuk dan infeksi saluran pernapasan sering terjadi
pada 25% hingga 50% anak-anak, terutama pada tahun
pertama kehidupan (Falconer et al., 1990; Kamata et al.,
2005). Persentase yang signifikan dari pasien CDH
dipulangkan ke rumah dengan terapi diuretik untuk
manajemen edema paru (Muratore et al., 2001).
 Pulmonary hypertension : Hipertensi paru kronis adalah
salah satu faktor penyulit utama dalam CDH (Kinsella et al.,
2005), dan, menurut satu laporan, terjadi pada hingga 21%
bayi CDH (Kinsella et al., 2003). Kekambuhan hipertensi
paru di luar periode neonatal dapat menyebabkan ventilasi
mekanik yang berkepanjangan, menjalankan ECMO kedua,
atau kematian (Dela Cruz et al., 1996; Lally & Breaux, 1995).
Dalam studi retrospektif kecil dari 8 bayi dengan CDH, 100%
ditemukan memiliki bukti hipertensi paru pada ekokardiografi
(Benjamin et al., 2010). Kematian keseluruhan disebabkan
oleh hipertensi paru mendekati 50% pada populasi CDH
(Kinsella et al., 1997; The Neonatal Inhaled Nitric Kelompok
Studi Oksida (NINOS), 1997). Dalam upaya untuk
mengkorelasikan hasil dengan tingkat keparahan hipertensi
paru di antara kohort bayi CDH, Dillon dkk menyelidiki
perkiraan tekanan arteri pulmonalis menggunakan
ekokardiografi serial. Berdasarkan temuan mereka, penulis
mengusulkan itu hampir setengahnya pasien CDH akan
menyelesaikan hipertensi paru mereka dalam 21 hari
pertama, dan kelangsungan hidup mungkin hampir 100%

2. Masalah nutrisi pada hernia diafragmatika ?


 Sejumlah penelitian telah mendokumentasikan insidensi morbiditas
gastrointestinal yang tinggi pada CDH selamat (Fasching et al.,
2000; Muratore et al., 2001; Van Meurs et al., 1993). Bergejala
gastroesophageal reflux (GER), kesulitan makan, dan kegagalan

14
pertumbuhan kronis yang diperlukan pemberian susu tambahan
secara enteral.
 GER : Terjadi pada sebagian besar bayi dan anak-anak yang
lahir dengan CDH,. Beberapa mekanisme telah diusulkan
untuk menjelaskan tingginya insiden GER dalam CDH,
termasuk janin dengan obstruksi esofagus yang
mengakibatkan gangguan motilitas pada esofagus,
gangguan sudut-Nya karena lokasi abnormal perut di dalam
rahim,dan tidak adanya diafragma parahiatal yang lengkap
atau sebagian. Presentasi klinis bervariasi: beberapa bayi
dan anak-anak akan mengalami muntah berulang,
sedangkan pada yang lain GERdapat bermanifestasi
sebagai bradycardic persisten atau pneumonia aspirasi
(Kieffer et al., 1995).
 Kesulitan makan : Keterlambatan inisiasi oral saat
pemberian makan (ASI) berkontribusi pada perkembangan
kesulitan makan pada bayi CDH. Van Meurs et al
menemukan 22% dari yang selamat dari CDH mengalami
"Penolakan makan ekstrem" dalam dua tahun pertama
kehidupan, 75% di antaranya membutuhkan nutrisi
tambahan jangka panjang. Secara umum, sepertiga hingga
setengah dari bayi CDH membutuhkan suplemen dengan
pemberian tabung enteral untuk mendukung pertumbuhan
pada tahun pertama kehidupan, baik melalui makan tabung
nasogastrik atau gastrostomi (Muratore et al., 2001; Van
Meurs et al., 1993).
 Kegagalan tumbuh : Dalam hubungannya dengan
peningkatan permintaan metabolik karena morbiditas paru
dan GER yang mendasarinya, masalah yang berhubungan
dengan pemberian makanan sering mengakibatkan
kegagalan untuk berkembang. Berat dan tinggi badan yang
tercatat di bawah persentil ke-25 pada lebih dari 50% bayi
CDH selama tahun pertama kehidupan.

15
3. Pencegahan dari hernia diafragmatika ?
 Secara pasti hernia diafragmatika tidak dapat dicegah karena
merupakan penyakit kongenital dan ada dugaan ditemukannya
kelainan pada kromosom pada neonatus dengan hernia
diafragmatika.
 Sekitar tujuh puluh sampai delapan puluh persen (70-80%) hernia
diafragmatika merupakan hernia posterolateral melalui foramen
Bochdalek yang terbentuk akibat kegagalan penutupan kanalis
pleuroperitoneal pada 10 minggu kehidupan janin. Usus halus,
gaster, limpa, serta sebagian kolon transversum dari rongga
peritoneal dapat masuk ke rongga toraks (90% sebelah kiri).
 Selanjutnya paru-paru di rongga toraks yang bersangkutan tidak
berkembang (hipoplasi) dan tidak berfungsi baik pada waktu lahir.
Organ abdomen yang dapat mengalami herniasi antara lain gaster,
usus halus, kolon, lien dan hepar.
 Hernia diafragmatika akan menyebabkan gangguan
kardiopulmoner karena terjadi penekanan paru dan terdorongnya
mediastinum ke arah kontralateral. Namun menurut penelitian
kelainan ini dapat ditekan dengan terpenuhinya nutrisi selama
kehamilan seperti asam folat, vitamin A, vitamin B komplek dan
protein serta rutin cek kehamilan pada tenaga medis, tidak
meminum obat-obat diluar indikasi, jamu dan merokok maupun
meminum alkohol (Goel Ayush, Agrawal Rishi et al, 2014).

4. Manajemen dari hernia diafragma ?


 MANAJEMEN POST-NATAL DARI CDH
Manajemen persalinan
Infant dengan CDH sebaikanya segera diintubasi dan diventilasi
dan diberikan tekanan inspirasi puncak <25 cmH 2O. Masker wajah dan T-
piece atau kantong dan masker resusitasi sebaiknya tidak digunakan,
karena dapat menyebabkan distensi herniasi usus, meningkatkan
kerusakan respirasi. Tabung nasogaster ukuran besar (contoh: French
gauge 8) sebaiknya ditempatkan untuk mengurangi tekanan lambung dan
usus halus (Van Den Hout et al, 2009)

16
MANAJEMEN DI UNIT NEONATAL
Protokol standar telah dipublikasikan untuk manajemen post natal
dengan CDH direkomendasikan ventilasi gentle dan terapi agresif untuk
hipertensi pulmoner (Tracy et al, 2007).
Bantuan pernapasan
Hasil CDH terbaik dari infant dicapai dengan stabilisasi medis dini
dan penundaan perbaikan dengan pembedahan sampai optimis untuk
dilakukan. Pemasangan intubasi dan ventilasi, contohnya pencegahan
tekanan tinggi (puncak tekanan <25 cmH 2O dan puncak tekanan ekspirasi
akhir <5 cmH2O dan penerimaan tekanan tinggi karbon dioksida arteri
(PaCO2) (hiperkapnia permisif mencapai PaCO2 sebesar 60-65 mmHg),
lebih disukai (Van Den Hout et al, 2009). Lebih dari 90% pusat
International CDH Registry bertujuan untuk mencapai PaCO2 yang
rendah untuk mengurangi tahanan vaskuler pulmoner. Beberapa pusat
secara rutin menggunakan agen blok neuromuskuler, di mana pusat
lainnya menghindari penggunaannya, karena paralisis otot dapat menjadi
efek samping pada ventilasi. Indikasi untuk bentuk bantuan alternative
(ventilasi oksilasi frekuensi tinggi (HPOV), nitrat oksida inhalasi (iNO), dan
ECMO) adalah pada pH <7,25, PaCO2 > 60 mmHg dan saturasi oksigen
preduktus kurang dari 80-85% dengan konsentrasi oksigen inspirasi 60%
(Van Den Hout et al, 2009). Terdapat sebuah penelitian acak multi senter
(Persatuan CDH-EUR)) memeriksa apakah HFOV elektif meningkatkan
ketahanan hidup dan/atau memiliki keuntungan lain hasilnya akan sangat
terbuka untuk memberikan pilihan bantuan respirasi.

Tabel Rekomendasi post natal untuk manajemen hernia diafragma congenital


(CDH) berdasarkan consensus persatuan CDH-EURO
Tatalaksana di ruang Tidak ada resusitasi dengan kantong dan
persalinan masker
Intubasi segera
PImax <25 cm H2O)
Tatalaksana di NICU Menggunakan ventilasi untuk

17
mempertahankan saturasi preduktal
antara 85% dan 95%
CMV atau HFOV, maksimum PImax 25-28
cmH2O pada CMV dan Paw 17 cmH2O
pada HFOV
Tekanan darah rarget: nilai normal sesuai
usia kehamilan
Pertimbangan bantuan inotropik
Hipertensi pulmoner Echokardiografi
iNO tetapi hentikan jika tidak ada respon
Jika pada fase kronik: inhibitor
fosfodiesterase, atagonis endotelin,
inhibitor tirosin kinase
Indikasi ECMO Kemampuan untuk mempertahankan
saturasi preduktal >85%
Asidosis respirasi
Transport oksigen inadekuat (laktat >5
mmol/L)
Waktu perbaikan dengan FiO2 <0,5
pembedahan Rerata tekanan darah normal untuk usia
kehamilan
Keluaran urin >2ml/kg/jam
Tidak ada tanda-tanda PH
PImax: tekanan puncak inspirasi; NICU: neonatal intensive care unit; CMV:
ventilasi mekanik konvensional; HFOV: ventilasi oskilasi frekuensi tinggi;
Paw: rerata tekanan saluran napas; iNO: nitrat oksida inhalasi; ECMO:
oksigenasi membrane ekstrakorporal; FIO2: fraksi oksigen inspirasi; PH:
hipertensi pulmoner

Bantuan tekanan darah


Tingkat tekanan darah arteri perlu dipertahankan pada level normal sesuai
usia kehamilan pasien, tetapi jika terdapat tanda hipertensi pulmoner,
tekanan darah arteri pada infant aterm perlu dipertahankan pada level

18
yang lebih tinggi (contoh > 50 mmHg). Echokardiografi perlu dilakukan
untuk menentukan apakah volume ekspansi layak.
Tatalaksana hipertensi pulmoner
Hipertensi pulmoner seringkali terjadi pada infant dengan CDH.
Keparahan hipertensi pulmoner mempengaruhi hasil. iNO meningkatkan
oksigenasi sampai 50% pada kasus, tetapi efeknya dapat hanya
sementara dan penggunaan iNO tidak mempengaruhi hasil secara
keseluruhan.

MANAJEMEN PEMBEDAHAN UNTUK CDH


Pendekatan pembedahan defek diafragma secara umum merupakan
prosedur yang tidak rumit. Namun demikian terdapat beberapa
kontroversi, meliputi waktu pembedahan, kesembuhan alami (pola
prostetik vs kesembuhan primer), kebutuhan pendekatan abdominal dan
meminimalisir pendekatan invasif.

Waktu pembedahan
Terdapat dua percobaan acak prospektif dan tinjauan sistematik untuk
pendekatan awal atau tertunda, gagal menunjukkan perbedaan yang
signifikan pada mortalitas dan variabel sekunder (seperti lama perawatan
di rumah sakit, kebutuhan ECMO, dan durasi bantuan respirasi).
Tidak ada kriteria universal untuk menentukan stabilisasi pre-
operatif dan hal ini dapat terjadi dengan penundaan minimal pada
sejumlah pasien, tetapi ada pula penundaan berhari-hari. Ketika bukti
ilmiah masih kurang, tampaknya memang ada alasan untuk menunda
pembedahan sampai kestabilan medis tercapai. Hampir semua
pembedahan mengikuti protokol ini.
Tidak ada konsesus yang menyatakan kapan pasien distabilisasi
dari EMCO sebaiknya dioperasi. Beberapa rumah sakit lebih suka
melakukan dekanulasi pasien sebelum perbaikan pembedahan,
sedangkan rumah sakit lain leibh suka memperbaiki diafragma lebih awal
atau nanti ketika setelah pemberian EMCO (Tracy et al, 2007).

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Anne T Saladyga. 2012. Acquired diaphragmatic hernias. Diakses


pada30Juni2014.Darihttp://emedicine.medscape.com/article/42805
5-overview.
2. Anonima 2010, Hernia Diafragmatika, Bedah UGM, diakses 19
Maret 2012. http://www.bedahugm.net/hernia-diafragmatika.
3. Adminradgraytc. Congenital Diaphragmatic hernia. [online]. 2012.
[cited 2012 Jan 20] : [screen] 1/4. Available from : http:
http://www.radgray.com/xray/chest/congenital-diaphragmatic-
hernia6.
4. Behnnan R.E., Kliegman R.M. Nelson Textbook of Pediatrics. W.B.
Saunders Company, International Edition, 18th ed., 2007.

20
5. Dewabenny. Hernia Diafragmatika Traumatika. [online]. 2012. [cited
2012 Jan 9] : [screen] 1/4. Available from : URL:
http://home.coqui.net/titolugo/PSU26.html.

6. Goel Ayush, Agrawal Rishi et al. 2014. Congenital diaphragmatic


hernia. Radiopaedia. Diakses melalui http://radiopaedia.org/ pada
15 Desember 2014.

7. Kliegman, R., Stanton, B., St. Geme, J., Schor, N., & Behrman, R.
(2016). Nelson Textbook of Pediatrics (20th ed.). Philadelphia, PA:
Saunders.
http://bedah umum.com/2009/01/21/repair-hernia-diafragmatika

8. Muslimah. Hernia Diafragmatika. [online]. 2012. [cited 2012 Jan


9] : [screen] ½. Available from : URL:http://lampungpost/hernia.htm.

9. P.Puri.M.E Hollwarthy (eds). pediatric Surgery ATLAS series


Congenital Phragmatic Hernia 115-124, 2006

10. Pober BR, Russel MK, Ackerman KG. 2010. Congenital


diaphragmatic hernia overview. Gene Reviews. University of
Wahington. Seattle. Diakses melalui http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pada 15 Desember 2014

11. Robert M.Arensman, Daniel A. Bambiri, P.Stephen Almond,


pediatric surgery Georgetown, Texas USA, Diaphragmatic
Anomalies, 325-331; 2000
12. Schwartz, SD. Congenital diaphragmatic hernias : diakses pada 13
january 2016. Dari http://emedicine.medscape.com/article/426142-
overview
16. Putra S., Hamid A., Semadi IN. 2006. Hernia Bochdalek. Sari
Pediatri, Vol. 7, No.4.Hal: 232-236.

13. Shanding B. Diaphragmatic hernia. Dalam: Behrman RE, Kliegman


RM, Nelson WE, Vaughan VC, penyunting. Nelson Textbook of
Pediatrics. Edisi keempat belas. Philadelphia: W.B. Saunders
company, 2000. h. 1032-3.

14. Richard L, wayne vogi, adam w.2012.gray’s


anatomy.singapore.elsevier churchill livingstone

15. Rasad, Sjahriar. Radiologi diagnostik. Ed 2. Jakarta: Balai Penerbit


FKUI; 2009.

16. Reksoprodjo, Soelarto & Staf.2010. Pengajar Bagian Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara.

21
17. Wirahadi. Internal hernia. [online]. 2012. [cited 2012 Jan 9] :
[screen] 3/5. Available from URL http://www.internalhernia.com.

18. Zimmermann T. An unusual trauma in labour: Diaphragmatic


rupture. Zentrald Gynakol. 1999; 121(2): 92-4.

22

Anda mungkin juga menyukai