Fakultas Kedokteran
Universitas Alkhairaat
Palu
Refleksi kasus
Palu, 20 Desember 2018
Disusun Oleh :
A Nurul Afiah Ali
(13 17777 14 230)
Pembimbing :
dr. Christina Kolondam, Sp.A
Pembimbing Mahasiswa
2
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut definisi WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum
usia kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). Bayi
prematur ataupun bayi preterm adalah bayi yang berumur kehamilan 37 minggu
tanpa memperhatikan berat badan, sebagian besar bayi prematur lahir dengan
berat badan kurang 2400 gram. Bayi prematur memiliki berbagai masalah akibat
luar rahim. Masalah yang sering dijumpai pada bayi kurang bulan dan BBLR
masalah yang muncul yang berkaitan dengan berat badan lahir rendah. (1) (2) (3)
dismatur. Prematuritas murni merupakan bayi yang lahir dengan berat badan
sesuai dengan masa kehamilan, seperti masa kehamilan kurang dari 37 minggu
dengan berat badan 1800-2000 gram. Sedangkan bayi dismatur merupakan bayi
dengan berat badan lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan, seperti bayi lahir
setelah sembilan bulan dengan berat badan tidak mencapai 2400 gram.(1)
spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai
3
dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis. Asfiksia neonatorum
Pada keadaan bayi mengalami asfiksia, kita bisa berpikir bahwa telah
terjadi suatu gangguan nafas. Gangguan nafas sampai saat ini masih merupakan
salah satu faktor penting sebagai penyebab tingginya angka kesakitan dan angka
Rumah Tangga tahun 2010, sebesar 20% kematian neonatus disebabkan oleh
gangguan nafas lainnya antara lain sesak nafas, adanya tarikan dinding dada dan
apabila gangguan sudah sangat berat dapat terjadi sianosis. Penanganan gangguan
napas didasarkan atas penanganan umum dan penanganan spesifik didasarkan atas
klasifikasi WHO(4,5).
Selain asfiksia, masalah yang sering terjadi pada bayi lahir prematur adalah
ikterus. Ikterus neonatorum adalah warna kuning yang terlihat pada kulit atau
selaput lendir oleh karena adanya penimbunan bilirubin di jaringan bawah kulit
4
mengalami peningkatan kadar bilirubin total >13 mg/dL. Penanganan pada bayi
dengan ikterus yang fisiologis dapat dilakukan rawat jalan, pemberian ASI/PASI
yang lebih ditingkatkan dan pemberian sinar matahari yang cukup pada bayi.
Berikut akan dibahas refleksi kasus mengenai Bayi prematur umur 1 hari
dengan diagnosis bayi kurang bulan (smk), Asfiksia neonatorum, gangguan nafas
Palu.
5
BAB II
KASUS
A. IDENTITAS
Nama : By. U
Jenis Kelamin : Perempuan
Lahir Pada tanggal : 26 November 2018
Usia : 1 hari
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Suku Bangsa : Kaili
Nama Ayah : Tn. A usia 42 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Nama Ibu : Ny. U usia 38 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
Alamat : DS Daenggune (sigi)
Tanggal masuk ruangan /jam : 26 November 2018
Tanggal keluar ruangan /jam : 5 Desember 2018
Jumlah hari perawatan : 10 hari
Ruangan perawatan : kamar bayi
Diagnosis : bayi kurang bulan (smk), Asfiksia
neonatorum, gangguan nafas ringan dan hiperbilirubinemia
Anamnesis diberikan oleh : kedua orang tua pasien
6
Family Tree :
ANAMNESIS
Seorang bayi baru lahir spontan berjenis kelamin perempuan dengan letak
bokong. Bayi lahir kembar gemeli 2 di rumah sakit RSU Anutapura Palu dengan
tidak menangis, biru pada daerah bibir dan sempat henti napas. Pasien
pasien G2P2A0. Ibu tidak memilki riwayat sakit saat hamil, tidak ada riwayat
minum obat selama hamil. Riwayat pemeriksaan dan kontrol sebulan sekali pada
bidan desa.
Nilai apgar pada 5/6 dengan air ketuban jernih. Berat badan lahir 2400 gram
dan panjang badan lahir 47 cm. Anus palatum positif. Riwayat kehamilan ibu
G2P2A0, dan merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tidak ada riwayat
demam selama hamil, tidak ada anemia berat, dan tidak ada konsumsi obat-obat
tertentu.
7
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital
Suhu : 36,50C
Respirasi : 62 x/menit
Panjang Badan : 47 cm
Sistem pernapasan
Merintih : ada
Skor Downe
Frekuensi Napas :1
Merintih :1
Sianosis :1
Retraksi :0
8
Udara Masuk :0
Total skor :3
Sistem hematologi
Sistem kardiovaskuler
Sistem Gastrointestinal
Umbilikus
Sistem neurologi
9
Fontanela : anterior belum menutup dan posterior belum
menutup
Sistem Genitalia
Pemeriksaan lain
Skor Ballard
Maturitas Neuromuskular
- Sikap tubuh :4
- Persegi jendela :3
- Rekoil lengan :3
- Sudut poplitea :2
- Tanda selempang :3
- Tumit ke kuping :2
10
Maturitas Fisik
- Kulit :2
- Lanugo :2
- Permukaan Plantar :3
- Payudara :2
- Mata/ telinga :3
- Genitalia :1
Total Skor : 30
11
RESUME :
Seorang bayi baru lahir spontan berjenis kelamin perempuan dengan letak
bokong. Bayi lahir kembar gemeli 2 di rumah sakit RSU Anutapura Palu dengan
tidak menangis, biru pada daerah bibir dan sempat henti napas. Pasien
pasien G2P2A0. Ibu tidak memilki riwayat sakit saat hamil, tidak ada riwayat
minum obat selama hamil. Riwayat pemeriksaan dan kontrol sebulan sekali pada
bidan desa.
Nilai apgar pada 5/6 dengan air ketuban jernih. Berat badan lahir 2400 gram
dan panjang badan lahir 47 cm. Anus palatum positif. Skor Down di dapatkan
frekuensi Napas nilai 1, merintih nilai 1, sianosis 1, retraksi nilai 0, udara masuk
nilai 0 dengan total skor 3. Berdasarkan WHO didapatkan gangguan napas ringan
(Takipneu). Riwayat kehamilan ibu G2P2A0, dan merupakan anak kedua dari dua
bersaudara. Tidak ada riwayat demam selama hamil, tidak ada anemia berat, dan
DIAGNOSIS :
- Asfiksia Neonatorum
- Ikterus Neonatorum
12
TERAPI :
Tindakan Resusitasi :
- Bayi tidak menangis, tonus otot tidak baik
Langkah awal :
13
- Injeksi gentamisin 11 mg/24 jam
- Jaga kehangatan untuk mencegah hipotermi
- Awasi higine bayi untuk mencegah resiko infeksi
Anjuran pemeriksaan :
- Darah rutin
- IT RATIO
14
FOLLOW UP
1. 27 November 2018
S: sesak (-), sianosis(-), merintih(+), ikterus(+) kremer 1-2.
O: - Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung : 135x/menit Suhu : 37,2 ºC
Pernapasan : 53x/menit CRT : < 2 detik
BBL : 2400 gr BBS : 2400 gr
KCL : 192 cc Keadaan Umum: Sedang
Pernapasan: 0 ( pernapasan 53x menit )
Retraksi: 0 (tidak ada retraksi)
Sianosis: 0 (tidak ada sianosis)
Air entry: 0 (udara masuk bilateral baik)
Merintih: 1 (dapat didengar)
Skor down : 1
- Sistem Pernapasan : pergerakan dinding dada (+), sianosis (-), retraksi (-),
merintih (+)
A:
- Bayi kurang bulan (SMK)
- Riw. Asfiksia Neonatorum
- Gangguan Nafas Ringan
- Ikterus neonatorum
P:
- IVFD Dextrosa 5% 6 tetes/menit
- Observasi ikterus
- Injeksi Cefotaxime 2 x 120 mg IV
- Injeksi gentamisin 12 mg/24 jam
- Injeksi Dexametason 3 x0,5 mg IV
- ASI/ ASB
Anjuran :
Pemeriksaan bilirubin indirek, direk dan
15
2. 28 November 2018
S: sesak (-), sianosis(-), merintih(-), ikterus(+) kremer 1-2
O: - Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung : 135x/menit Suhu : 37,2 ºC
Pernapasan : 53x/menit CRT : < 2 detik
BBL : 2400 gr BBS : 2400 gram
KCL : 240 cc Keadaan Umum: Sedang
Pernapasan: 0 ( pernapasan 53x menit )
Retraksi: 0 (tidak ada retraksi)
Sianosis: 0 (tidak ada sianosis)
Air entry: 0 (udara masuk bilateral baik)
Merintih: 0 (tidak merintih)
Skor down : 0
- Sistem Pernapasan : pergerakan dinding dada (-), sianosis (-), retraksi (-),
merintih (-)
- Pemeriksaan penunjang :
- Darah lengkap : tidak dilakukan pemeriksaan
A:
- Bayi kurang bulan (SMK)
- Riw. Asfiksia Neonatorum
- Riw. Gangguan Nafas Ringan
- Ikterus neonatorum
16
3. 29 November 2018
17
ASI/ASIB
4. 30 November 2018
S: sesak (-), sianosis(-),merintih(-),ikterus(+) kremer 3-4
O: - Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung : 130x/menit Suhu : 37,2 ºC
Pernapasan : 34x/menit CRT : < 2 detik
BBL : 2400 gr BBS : 2500 gram
KCL : 325 cc Keadaan Umum: Sedang
Pernapasan: 0 ( pernapasan 34x menit )
Retraksi: 0 (tidak ada retraksi)
Sianosis: 0 (tidak ada sianosis)
Air entry: 0 (udara masuk bilateral baik)
Merintih: 0 (tidak merintih)
Skor down : 0
- Sistem Pernapasan : pergerakan dinding dada (-), sianosis (-), retraksi (-),
merintih (-)
- pemeriksaan penunjang :
- darah lengkap : tidak dilakukan pemeriksaan
A:
- Bayi kurang bulan (SMK)
- Riw. Asfiksia Neonatorum
- Riw. Gangguan Nafas Ringan
- Ikterus neoatorum
P:
Fototerapi 1x24 jam
Rawat tali pusat
ASI/ASIB
Stop injeksi
18
5. 1 Desember 2018
S: sesak (-), sianosis(-), merintih(-), ikterus(+) kremer 3-4
O: - Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung : 148x/menit Suhu : 37,2 ºC
Pernapasan : 36x/menit CRT : < 2 detik
BBL : 2400 gr BBS : 2400 gram
KCL : 312 cc
Keadaan Umum: Sedang, tonus aktif dan ikterus dengan kremer IV
Pernapasan: 0 ( pernapasan 36x menit )
Retraksi: 0 (tidak ada retraksi)
Sianosis: 0 (tidak ada sianosis)
Air entry: 0 (udara masuk bilateral baik)
Merintih: 0 (tidak merintih)
Skor down : 0
- Sistem Pernapasan : pergerakan dinding dada (-), sianosis (-), retraksi (-),
merintih (-)
- pemeriksaan penunjang : tidak dilakukan pemeriksaan
A:
- Bayi kurang bulan (SMK)
- Riw. Asfiksia Neonatorum
- Riw. Gangguan Nafas Ringan
- Ikterus neonatorum
P:
Diet ASI/ASIB
Fototerapi
Pasang sonde
Rawat tali pusat
aff infus
19
6. 3 Desember 2018
S: sesak (-), sianosis(-), merintih(-), ikterus(+) kremer 1-2
O: - Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung : 142x/menit Suhu : 36,7 ºC
Pernapasan : 42x/menit CRT : < 2 detik
BBL : 2400 gr BBS : 2400 gram
KCL : 312 cc
Keadaan Umum: Sedang, tonus aktif dan ikterus dengan kremer 1-2
Pernapasan: 0 ( pernapasan 42x menit )
Retraksi: 0 (tidak ada retraksi)
Sianosis: 0 (tidak ada sianosis)
Air entry: 0 (udara masuk bilateral baik)
Merintih: 0 (tidak merintih)
Skor down : 0
- Sistem Pernapasan : pergerakan dinding dada (-), sianosis (-), retraksi (-),
merintih (-)
- pemeriksaan penunjang :
o bilirubin total 16,30
o bilirubin direk 1,0
o bilirubin indirek 15,30
A:
- Bayi kurang bulan (SMK)
- Riw. Asfiksia Neonatorum
- Riw. Gangguan Nafas Ringan
- Hiperbilirubinemia
P:
Diet ASI/ASIB 50cc/3 jam
Fototerapi
20
Pasang sonde
Rawat tali pusat
7. 5 Desember 2018
S: sesak (-), sianosis(-), merintih(-), ikterus(-)
O: - Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung : 135x/menit Suhu : 37,2 ºC
Pernapasan : 53x/menit CRT : < 2 detik
BBL : 2400 gr BBS : 2400 gram
KCL : 360 cc
Keadaan Umum: Sedang, tonus aktif , ADP teraba
Pernapasan: 0 ( pernapasan 53x menit )
Retraksi: 0 (tidak ada retraksi)
Sianosis: 0 (tidak ada sianosis)
Air entry: 0 (udara masuk bilateral baik)
Merintih: 0 (tidak merintih)
Skor down : 0
- Sistem Pernapasan : pergerakan dinding dada (-), sianosis (-), retraksi (-),
merintih (-)
- pemeriksaan penunjang :
o bilirubin total 14,73
o bilirubin direk 13,39
o bilirubin indirek 0,66
A:
- Bayi kurang bulan (SMK)
- Riw. Asfiksia Neonatorum
- Riw. Gangguan Nafas Ringan
- Hiperbilirubinemia
21
P:
22
BAB III
DISKUSI
letak bokong. Bayi lahir kembar gemeli 2 di rumah sakit RSU Anutapura
Palu dengan tidak menangis, biru pada daerah bibir dan sempat henti napas.
dengan kondisi pasien G2P2A0. Ibu tidak memilki riwayat sakit saat hamil,
tidak ada riwayat minum obat selama hamil. Riwayat pemeriksaan dan
Nilai apgar pada 5/6 dengan air ketuban jernih. Berat badan lahir 2400
gram dan panjang badan lahir 47 cm. Anus palatum positif. Skor Down di
merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tidak ada riwayat demam
selama hamil, tidak ada anemia berat, dan tidak ada konsumsi obat-obat
tertentu.
23
Total skor 3. Berdasarkan kriteria WHO adalah Gangguan Napas Ringan
(Takipneu).
Sistem hematologi didapatkan pucat tidak ada dan ikterus kremer 1-2.
Pada Sistem kardiovaskuler didapatkan bunyi jantung SI dan SII murni
tanpa bising pada auskultasi, murmur tidak ada, Sistem Gastrointestinal
didapatkan kelainan dinding abdomen dengan permukaan datar, muntah
frekuensi (-), keluaran (-), Diare tidak ada, Residu lambung tidak ada,
Organomegali tidak teraba dengan palpasi, Peristaltik positif, kesan normal,
Umbilikus Pus tidak ada, Kemerahan tidak ada, Edema tidak ada. Pada
Sistem neurologi didapatkan aktivitas kurang aktif, kesadaran compos
mentis, Fontanela anterior belum menutup dan posterior belum menutup,
Sutura belum menyatu, Ubun-ubun tidak menonjol, Refleks cahaya ada,
kejang tidak ada, tonus otot normal. Pada sistem genitalia anus imperforata
tidak ada, keluaran tidak ada, Pemeriksaan lain ekstremitas akral hangat,
Turgor kembali cepat < 2 detik, kelainan kongenital tidak ada, Trauma lahir
tidak ada. Skor Ballard Maturitas Neuromuskular pada sikap tubuh 4,
Persegi jendela 3, Rekoil lengan 3,Sudut poplitea 2, tanda selempang 3,
Tumit ke kuping 2. Maturitas fisik kulit 2, Lanugo 2, Permukaan plantar
3, payudara 2, Mata/ telinga 3, Genitalia 1,Total Skor 30. Estimasi usia
kehamilan : 36 minggu. Pemeriksaan penunjang pada hari ke 6 didapatkan
hasil bilirubin total 16,30, bilirubin direk 1,0, bilirubin indirek 15,30
sedangkan pada hari ke 7 didapatkan bilirubin total 14,73, bilirubin direk
13,39, dan bilirubin indirek 0,66.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatkan bahwa diagnosis pasien pada kasus ini adalah Bayi kurang bulan
(SMK), Riw. Asfiksia Neonatorum, Riw. Gangguan Nafas Ringan,
Hiperbilirubinemia.
Pada bayi kurang bulan atau bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum 37
minggu usia kehamilan sedangkan bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan
berat badan lahir kurang dari 2500 gram.(1)
24
Pada kasus ini didapatkan kelahiran bayi 36 minggu sehingga
merupakan bayi prematur yang lahir sebelum 37 minggu usia kehamilan dan
BBLR dengan berat 2400 gram.
Faktor risiko terjadinya bayi prematur antara lain(5):
a. Janin: Gawat janin, kehamilan kembar, eritroblastosis, hydrop non imun
b. Plasenta: Plasenta previa, abruptio plasenta
c. Uterus: Uterus bikornat, serviks tidak kompeten
d. Ibu: Pre eklamsia, penyakit medis kronis (misalnya penyakit jantung),
Infeksi (misanya Listeria monositogenes, infeksi saluran kemih),
penyalahgunaan obat
e. Lain-lain: Ketuban pecah sebelum waktunya, polihidramnion, Iatrogenik
Pada kasus ini Faktor risiko terjadinya bayi prematur dalah dari janin
sendiri dengan kehamilan kembar.
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses
persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Banyak keadaan yang
dapat menyebabkan asfiksia pada janin diantaranya sebagai berikut ;(2)
Table 1.Faktor risiko asfiksia neonatorum
Faktor risiko antepartum Faktor risiko intrapartum Faktor risiko janin
- Primipara - Malpresentasi - Prematuritas
- Penyakit pada ibu - Partus lama - Pertumbuhan
- Demam saat - Persalinan yang sulit janin yang
kehamilan dan traumatic terhambat
- Hipertensi dalam - Ketuban bercampur - Kelainan
kehamilan meconium kongenital
- Anemia - Ketuban pecah dini
- Diabetes - Induksi oksitosin
gestasional - Prolapse tali pusat
- Penyakit hati dan
ginjal
- Penyakit kolagen
dan pembuluh
darah
25
Pada kasus ini bayi mengalami asfiksia ringan karena berdasarkan skor
apgar 5/7 yaitu aktivitas didapatkan nilai 2, pulse didapatkan nilai 1,
grimace didapatkan nilai 1, appearance 0, respiration 1. Berdasarkan tabel
faktor risiko diatas maka dapat disimpulkan faktor risiko yang dialami oleh
bayi akibat faktor janin, yang dimana bayi mengalami prematuritas.
Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia :
Penilaian awal saat lahir harus dilakukan pada semua bayi. Penilaian awal
ialah : apakah bayi menangis atau bernapas, dan apakah tonus otot baik. Jika bayi
baru lahir cukup bulan, menangis, tonus ototnya baik, bayi dikeringkan dan
dipertahankan tetap hangat. Hal ini dilakukan dengan bayi berbaring di dada
ibunya dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi yang tidak memenuhi kriteria
tersebut, dinilai untuk dilakukan resusitasi.
Diberikan waktu kira-kira 60 detik (the Golden Minute) untuk melengkapi
langkah awal, menilai kembali, dan memulai ventilasi jika dibutuhkan. Penentuan
ke langkah berikut didasarkan pada penilaian simultan dua tanda vital yaitu
pernapasan dan frekuensi denyut jantung. Setelah ventilasi tekanan positif (VTP)
atau setelah pemerbian oksigen tambahan, penilaian dilakukan pada tiga hal yaitu
frekuensi denyut jantung, pernapasan, dan status oksigenasi. (1)
26
Penatalaksanaan dilakukan pada saat bayi asfiksia adalah didapatkan
bayi tidak menangis, tonus otot tidak baik lalu dilakukan langkah awal yaitu
menghangatkan bayi di infant warmer, mengatur posisi bayi yakni
memposisikan kepala sedikit menengadah (semi ekstensi), mengisap lendir
dari saluran pernapasan (pada mulut, orofaring dan hidung), mengeringkan
bayi dengan kain sambil memberikan rangsangan taktil, mereposisikan
kembali kepala, melakukan penilaian ( denyut jantung, frekuensi
pernapasan, & warna kulit), lalu dilakukan pemeriksaan LDJ didapatkan
<100x/menit maka melakukan VTP (ventilasi tekanan positif) lalu bayi
menangis setelah itu diberikan O2 1 l/m. Dari hasil tindakan resusitasi
langkah pertama didapatkan denyut jantung 120x/menit, Suhu 36,50C,
Respirasi 62 x/menit, dan CRT < 2 detik.
Pada bayi yang mengalami asfiksia sangat rentan mengalami gangguan napas.
Gangguan napas adalah adalah suatu keadaan meningkatnya kerja pernapasan
yang ditandai dengan ; (1)
1. Takipneu : frekuensi napas > 60-80 kali/menit
2. Retraksi interkostal atau substernal
3. Napas cuping hidung selama inspirasi
4. Merintih saat inspirasi
5. Sianosis ; sianosis sentral yaitu warna kebiruan pada bibir. Dapat
mencerminkan abnormalitas jantung, hematologi, atau pernapasan yang
harus dilakukan tindakan segera
6. Apnu atau henti napas
7. Bila takipneu, retraksi, cuping hidung dan merintih menetap beberapa pada
beberapa jam setelah lahir harus dilakukan tindakan segera.
27
3. Bayi dari ibu DM : terjadi distres respirasi akibat kelambatan pematangan
paru
4. Bayi lahir dengan operasi sesar : bayi yang lahir dengan operasi sesar,
dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru (TTN)
5. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini atau
air ketuban yang berbau dapat mengakibatkan pneumonia bakterialis atau
sepsis
6. Bayi dengan kulit berwarna seperti mekonium yang kemungkinan terjadi
akibat aspirasi mekonium(7).
28
e. Kelainan atau Malformasi Kongenital(8)
Pada kasus ini faktor predisposisi terjadinya gangguan nafas adalah bayi
kurang bulan. Selain itu, kemungkinan besar diakibatkan oleh penyakit
membran hialin dimana hal ini sering didapatkan pada bayi prematur
dengan berat badan lahir rendah. Didalam paru terdapat surfaktan yang
melapisi alveoli paru.Fungsi dari surfaktan adalah menjaga alveoli agar
tidak kolaps pada saat pengisian oksigen pada paru. Produksi surfaktan
terjadi pada trimester ketiga kehamilan sehingga bayi yang lahir kurang
bulan (prematur), belum mempunyai surfaktan yang cukup untuk menjaga
stabilisasi alveoli sehingga dapat terjadi gangguan pernafasan(1,4).
29
Tanpa napas sedang
30
3. Jaga patensi jalan napas dan memberikan oksigen 2-3 liter/menit
4. Jika bayi mengalami apnea:
a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b. Lakukan penilaian lanjut
5. Bila terjadi kejang potong kejang
6. Segera periksa kadar glukosa darah(9)
B. Management spesifik
Management gangguan napas berat adalah
- Dengan pemberian 02 dengan kecepatan aliran sedangMenangani sepsis
- Bila bayi menunjukan tanda perburukan atau terdapat sianosis sentral,
naikkan pemberian 02 pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan napas
bayi semakin berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan 02
100% , segera rujuk
- Jika gangguan napas masih menetap setelah 2 jam, pasang pipa lambung
untuk mengosongkan cairan lambung dan udara.
- Jika bayi sudah menunjukkan tanda perbaikan ( frekuensi napas menurun,
tarikan dinding dada berkurang dan warna kulit membaik). (1)
31
- Amati pernapasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya
- Bila dalam pengamatan gangguan napas memburuk atau timbul gejala
sespsis lainnya terapi dengan kemungkinan sepsis dan tangani gangguan
napas sedang atau berat
- Beri ASI bila bayi mampu mengisap
- Kurangi pemberian 02 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian 02 jika frekuensi napas antara 30-60 x/menit. Jika
frekuensi napas menetap 30-60 x/menit dan tidak ada tanda-tanda sepsis
pasien dapat dipulangkan. (1)
Pada kasus ini bayi mendapatkan terapi gangguan napas ringan yaitu
Beri ASI bila bayi mampu mengisap.
Ikterus adalah deskolorasi kuning pada kulit, membran mukosa, dan sklera
akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Pada neonatus penampakan
kuning terjadi bila kadar bilirubin serum > 5 mg/dl, Sedangkan dikatakan
hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin dalam serum > 13 mg/dl. (1)
Ikterus terbagi atas 2 yaitu :
a. Ikterus fisiologis
Terjadi setelah 24 jam pertama. Pada bayi cukup bulan nilai puncak 6-8
mg/dl biasanya tercapai pada hari ke-3-5. Pada bayi kurang bulan nilainya 10-
12 mg/dl bahkan sampai 15 mg/dl. Peningkatan/akumulasi bilirubin serum <
5 mg/dl/hari.
b. Ikterus patologis (non fisiologis)
Terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Peningkatan/akumulasi bilirubin
serum > 5 mg/dl/hari. Bilirubin total serum > 17 mg/dl pada bayi yang
mendapat ASI . Ikterus menetap setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau
setelah 14 hari pada bayi kurang bulan. Bilirubin direk > 2 mg/dl.
32
Gambar 2. Fisiologi Metabolisme bilirubin (10)
Pada pasien ini, mengalami peningkatan bilirubin pada hari ke 3-5
dengan bayi kurang bulan nilainya 10-12 mg/dl bahkan sampai 15 mg/dl.
Peningkatan/akumulasi bilirubin serum < 5 mg/dl/hari sedangkan pada
kasus ini bayi ini mengalami peningkatan kdar bilirubin total 13,91 bilirubin
direk 13,17 dan bilirubin indirek 0,74.
Terdapat 4 mekanisme umum tentang patofisiologi terjadinya ikterus pada
neonatus yaitu:(1,11)
a. Pembentukan bilirubin yang berlebihan akibat proses hemolisis yang
meningkat pada neonatus (akibat sepsis, perdarahan tertutup, inkompatibilitas
darah, hematoma darah ekstravaskuler, kelainan sel darah merah intrinsik) dan
bisa secara fisiologis mengingat umur eritrosit pada neonatus cenderung lebih
pendek sekitar 80-90 hari.
b. Gangguan transportasi bilirubin tak terkonjugasi oleh hati akibat
hipoalbuminemia sehingga kapasitas pengangkutan bilirubin tak terkonjugasi
(indirect) berkurang.
c. Gangguan Uptake ikatan bilirubin dan albumin oleh hati akibat difesiensi
enzim glucorinil transferase yang dapat bersifat fisiologis. Kekurangan enzim ini
biasa terjadi pada hepar yang imatur pada bayi preterm, dapat juga terjadi pada
pasien hipotiroid.
d. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor
intra hepatik yang bersifat obstruktif fungsional atau mekanik ataupun akibat
peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Pada kasus ini, hiperbilirubinemia yang terjadi tergolong fisiologis
terutama berkaitan dengan waktu munculnya yaitu pada hari ke-3. Yang
dimana ikterus fisiologis muncul setelah 24 jam kelahiran, penyebab ikterus
pada kasus ini adalah pada proses metabolisme dan ekskresi. Proses
metabolisme terganggu karena bayi tergolong prematur sehingga hati belum
33
sepenuhnya matur sehingga proses metabolisme masih kurang. Ekskresi
juga terganggu dikaitkan dengan peningkatan sirkulasi enterohepatik
karena rendahnya asupan enteral.
Untuk manajemen ikterus patologis biasanya dilakukan rawat inap
dilakukan fototerapi. Pada kasus ini untuk ikterusnya dilakukan fototerapi
karena berdasarkan kurva sudah termasuk indikasi untuk fototerapi.
Berdasarkan kurva, bayi pada kasus ini tergolong high risk karena usia
kehamilan 36 minggu dan mengalami asfiksia yang merupakan salah satu
faktor risiko. Selain itu hasil pemeriksaan bilirubin total bilirubin total
13,91, bilirubin direk 13,17, bilirubin indirek 0,74 dan pada bayi telah
memasuki usia hari ke-5. Jadi berdasarkan kurva bayi telah memenuhi
syarat untuk fototerapi.
Penanganan hiperbilirubinemia dapat berupa fototerapi, fototerapi yang
dilakukan pada pasien bertujuan untuk mengurangi kadar bilirubin yang terdapat
di dalam sirkulasi. Mekanisme fototerapi yang terjadi berupa fotoisomerasi dan
oksidasi fotosensitif. Fotoisomerasi mempertinggi ekskresi bilirubin dengan cara
mengubah konfigurasi bilirubin. Selama fototerapi, energi cahaya dari panjang
gelombang yang sesuai dapat mengubah konfigurasi Z atau cis ikatan ganda
menjadi konfigurasi E membentuk struktur isomer E, Z atau Z, E atau E,E.
Penyusunan kembali, secara internal dalam molekul bilirubin mengakibatkan
terganggunya pengikatan hidrogen dan membuka sisi polar bilirubin untuk
molekul air. Sehingga hasil perubahan konfigurasi bilirubin menjadi larut dalam
air dan dapat diekskresi melalui empedu dan urin tanpa konjugasi sebelumnya.
Sedangkan oksidasi fotosensitif menyebabkan bilirubin terhidrolisis menjadi
monopirol, dipirol, dan tripirol, yang larut dalam air dan kemudian dieksresi ke
dalam empedu atau urin. Jadi fototerapi menurunkan konsentrasi bilirubin dengan
mempertinggi kelarutan air. (1,3)
34
Pemberian terapi fototerapi
Keterangan: Bayi pada kasus ini termasuk higher risk karena usia
kehamilan tergolong preterm (36 minggu) dan bayi memiliki faktor risiko
berupa asfiksia. Berdasarkan kurva diatas didapatkan bahwa bayi pada
kasus ini termasuk indikasi untuk fototerapi.
35
Komplikasi yang ditakutkan dari ikterus adalah terjadinya kernikterus
yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Pada
kernikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara lain: bayi tidak mau
menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu kejang tonus otot
meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya
menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan
pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.
Prognosis terbagi atas dua, yaitu prognosis jangka pendek dan prognosis
jangka panjang. Prognosis jangka pendek dapat dikatakan baik jika setelah
pulang ikterus sudah sepenuhnya hilang. Sedangkan prognosis jangka
panjang dapat dinilai dengan melihat ada tidaknya kern ikterus yang terjadi.
Pada kasus ini, tanda dan gejala kern ikterus tidak ada. Berkaitan dengan
prematuritas, pemantauan tumbuh kembang jangka panjang juga penting.
Selain itu, prognosis juga berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan
masalah yang dapat muncul berkaitan dengan prematuritas.
ASI dari ibu yang melahirkan bayi prematur berbeda dengan ASI dari ibu
yang melahirkan bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan karena ASI merupakan
cairan tubuh yang dinamis, dan komposisi ASI senantiasa berubah untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi bayi baru lahir. ASI pertama yang dikonsumsi bayi,
disebut fore-milk (ASI awal), mengandung kadar lemak yang lebih rendah, yang
secara konstan meningkat kadarnya dalam hind-milk (ASI akhir), dan hal ini
diduga yang mendasari timbulnya rasa puas atau kenyang pada bayi.
Selain itu, ASI bayi prematur ternyata mengandung lebih banyak sistein,
taurin, lipase yang meningkatkan absorbsi lemak, asam lemak tak jenuh rantai
panjang (long chain polyunsaturated fatty acids), nukleotida, dan gangliosida,
selain juga memiliki bioavailabilitas yang lebih besar terhadap beberapa jenis
elemen mineral.
Kandungan gizi ASI bayi prematur lebih tinggi dibandingkan dengan bayi
matur (cukup bulan), sehingga pertumbuhan bayi prematur pada awalnya
seringkali cukup baik. Komposisi ASI bayi prematur akan berubah menjadi
36
serupa ASI bayi matur dalam waktu 3-4 minggu, namun pada saat itu masa
kehamilan bayi juga sudah cukup bulan sehingga ASI-nya sesuai dengan
kebutuhannya. Untuk bayi yang pada usia kronologis 4 minggu masa kehamilan
belum mencapai 37 minggu selain ASI perlu ditambahkan Human Milk Fortifier
(fortifikasi ASI).
Sepsis neonatal merupakan infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan
ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan
sumsum tulang atau air kemih. Keadaan ini sering terjadi padi bayi beresiko
misalnya BKB, BBLR, bayi dengan sindrom gangguan napas atau bayi yang lahir
dari ibu beresiko. Sepsis neonatal dibagi dalam dua kelompok yaitu sepsis awitan
dini dan awitan lambat. Pada awitan dini, kelainan ditemukan pada hari-hari
pertama kehidupan (umur di bawah 3 hari). Infeksi terjadi secara vertikal karena
penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran.
Berlainan dengan kelompok awitan dini, penderita awaitan lambat terjadi
disebabkan kuman yang berasal dari lingkungan di sekitar bayi setelah hari ke 3
lahir. Proses infeksi semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal
dan termasuk di dalamnya infeksi karena kuman nosokomial.
37
diobati. Penyebab SNAL yaitu adanya infeksi silang dan infeksi nosokomial,
pelayanan asepsis/antisepsis yang tidak optimal, petugas yang tidak memadai.
(1,2,3)
Gejala klinis pada sepsis bisa terdapat gawat napas, suhu yang tidak stabil,
gangguan minum, muntah, sklerema, penurunan aktivitas, letargis, distensi
abdomen, hipotensi, kejang, fontanella menonjol, keluar darah dari telinga,dan
kemerahan di sekitar umbilikus, ikterus (2,4)
Kriteria A Kriteria B
Lahir di tempat yang Tremor
tidak higienis
Gangguan kesadaran Letargi/lunglai
Gangguan napas Mengantuk/aktifitas
berkurang
Kejang Irritable/rewel
Suhu abnormal Gangguan minum/
(hipotermi/hipertermi) muntah
Kondisi memburuk Mulai muncul hari ke-4
secara cepat
38
b. Bila bayi mempunyai 1 tanda pada Kategori A dan 1 tanda pada Kategori B,
atau 2 tanda pada Kategori B.
Diagnosa sepsis terbagi dua yaitu dugaan sepsis dan curiga sepsis. Dugaan
sepsis jika ditemukan 2 kategori A dan 1 atau lebih kategori B, sedangkan curiga
sepsis jika ditemukan 3 ketagori A dan 2 atau lebih kategori B.
Pada kasus ini, pasien didiagnosa sebagai dugaan sepsis, dimana
ditemukan 2 kategori A (gangguan kesadaran, dan gangguan nafas) dan 1
kategori B (lethargi )
Diagnosis klinis sepsis neonatal mempunyai masalah tersendiri. Gambaran
klinis pasien sepsis neonatal tidak spesifik. Bervariasinya gejala klinik dan
gambaran klinis yang tidak seragam menyebabkan kesulitan dalam menentukan
diagnosis pasti. Untuk hal itu pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan
laboratorium, skor sepsis, ADT maupun pemeriksaan IT Ratio.
39
ditemukan kenaikan rasio yang disertai perubahan fisiologis lainnya; oleh
karena itu, rasio I/T ini dikombinasikan dengan gejala-gejala lainnya agar
diagnosis sepsis neonatorum dapat ditegakkan.
40
tahun terakhir ini karena telah terjadi peningkatan resistensi terhadap kanamisin,
gentamisin, dan tobramisin.13
Oleh karena itu, pada infeksi nosokomial lebih dipilih pemakaian netilmisin
atau amikasin dikombinasikan dengan cloxacillin 100 mg/KgBB/hari sebagai lini
pertama. 9,13
41
2) Pilihan kedua ialah ampisilin 300-400 mg/kgBB/hari intravena, dibagi dalam 4
dosis, dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/kgBB/hari intravena
dibagi dalam 4 dosis.
3) Pilihan selanjutnya ialah kotrimoksazol 10 mg/kgBB/hari intravena dibagi
dalam 2 dosis.
Prognosis pada kasus ini ialah dubia et bonam, dimana diagnosa Bayi kurang
bulan (SMK), Riwayat Asfiksia Neonatorum, riwayat gangguan Nafas
Ringan, dan Hiperbilirubinemia telah diberikan manajemen sesuai target, dan
proses penanganan sesuai protokol.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Rosiswatmo R., 2012. Sari Pediatri, Vol. 14. Jakarta. Badan Penerbit IDAI
2. Tim Poned UKK Perinatologi IDAI., 2012. Gangguan Nafas Pada Bayi Baru
Anak, edisi ke 18. Sepsis dan Meningitis Neonatus. Jakarta : EGC; 2004 ; hal
653-663.
2016.
http://www.merckmanuals.com/professional/sec19/ch279/ch279m.html diakses
9. Triana A, Damayanti IP, Afni R, Yanti JS. Buku Ajar Kebidanan Kegawat
10. Pujiati. Gangguan Napas Pada Bayi Baru Lahir. Semrang ; Bagian Ilmu
43
11. Haksari EL. Menyusui Bayi dengan Hipoglikemia. Jakarta : Indonesian
Professor; 2013.
44