Anda di halaman 1dari 44

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran
Universitas Alkhairaat
Palu
Refleksi kasus
Palu, 20 Desember 2018

BAYI KURANG BULAN (SMK), ASFIKSIA


NEONATORUM, GANGGUAN NAFAS RINGAN DAN
HIPERBILIRUBINEMIA

Disusun Oleh :
A Nurul Afiah Ali
(13 17777 14 230)

Pembimbing :
dr. Christina Kolondam, Sp.A

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITRAAN


KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT PALU
RSU ANUTAPURA PALU
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : A Nurul Afiah Ali


No. Stambuk : 13 17777 14 230
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Alkhairaat
Judul Referat : bayi kurang bulan (smk), Asfiksia neonatorum, gangguan nafas
ringan dan hiperbilirubinemia
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Bagian Ilmu Kesehatan Anak


RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, 20 Desember 2018

Pembimbing Mahasiswa

dr. Christina kolondam, Sp. A A Nurul Afiah Ali, S.ked

2
BAB I

PENDAHULUAN

Menurut definisi WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum

usia kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). Bayi

prematur ataupun bayi preterm adalah bayi yang berumur kehamilan 37 minggu

tanpa memperhatikan berat badan, sebagian besar bayi prematur lahir dengan

berat badan kurang 2400 gram. Bayi prematur memiliki berbagai masalah akibat

belum berkembangnya organ-organ tubuh, sehingga belum siap untuk berfungsi di

luar rahim. Masalah yang sering dijumpai pada bayi kurang bulan dan BBLR

adalah : Asfiksia, gangguan nafas, hipoglikemia, hipotermia, masalah pemberian

ASI, ikterus, infeksi, masalah perdarahan. Penatalaksanaan didasarkan pada

masalah yang muncul yang berkaitan dengan berat badan lahir rendah. (1) (2) (3)

Prematuritas dibedakan atas dua yaitu prematuritas murni dan bayi

dismatur. Prematuritas murni merupakan bayi yang lahir dengan berat badan

sesuai dengan masa kehamilan, seperti masa kehamilan kurang dari 37 minggu

dengan berat badan 1800-2000 gram. Sedangkan bayi dismatur merupakan bayi

dengan berat badan lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan, seperti bayi lahir

setelah sembilan bulan dengan berat badan tidak mencapai 2400 gram.(1)

Masalah yang ditimbulkan dengan bayi lahir prematur salah satunya

adalah asfiksia. Asfiksia neonatorum merupakan suatu kegagalan bernapas secara

spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai

3
dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis. Asfiksia neonatorum

mengakibatkan 14 per 100.000 kematian di Amerika Serikat. Sedangkan menurut

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 di Indonesia asfiksia

mengakibatkan kematian neonatal sebanyak 27%. Tingginya kasus ini dapat

disebabkan karena faktor maternal dan intrauterine. Penanganan bayi dengan

asfiksia adalah dengan melakukan resusitasi neonatus.(1)

Pada keadaan bayi mengalami asfiksia, kita bisa berpikir bahwa telah

terjadi suatu gangguan nafas. Gangguan nafas sampai saat ini masih merupakan

salah satu faktor penting sebagai penyebab tingginya angka kesakitan dan angka

kematian pada masa neonatus. Di Indonesia berdasarkan Survey Kesehatan

Rumah Tangga tahun 2010, sebesar 20% kematian neonatus disebabkan oleh

kelainan saluran nafas. Neonatus dianggap menderita gawat nafas apabila

ditemukan gejala meningkatnya frekuensi nafas (lebih dari 60x/menit). Gejala

gangguan nafas lainnya antara lain sesak nafas, adanya tarikan dinding dada dan

apabila gangguan sudah sangat berat dapat terjadi sianosis. Penanganan gangguan

napas didasarkan atas penanganan umum dan penanganan spesifik didasarkan atas

klasifikasi WHO(4,5).

Selain asfiksia, masalah yang sering terjadi pada bayi lahir prematur adalah

ikterus. Ikterus neonatorum adalah warna kuning yang terlihat pada kulit atau

selaput lendir oleh karena adanya penimbunan bilirubin di jaringan bawah kulit

atau selaput lendir sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan

konsentrasi bilirubin yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau

ensefalopati bilirubin bila tidak terkendali. Bayi dikatakan hiperbilirubinemia bila

4
mengalami peningkatan kadar bilirubin total >13 mg/dL. Penanganan pada bayi

dengan ikterus yang fisiologis dapat dilakukan rawat jalan, pemberian ASI/PASI

yang lebih ditingkatkan dan pemberian sinar matahari yang cukup pada bayi.

Penanganan hiperbilirubinemia dapat berupa terapi sinar atau fototerapi untuk

mengurangi kadar bilirubin yang ada di dalam sirkulasi. (1,6)

Berikut akan dibahas refleksi kasus mengenai Bayi prematur umur 1 hari

dengan diagnosis bayi kurang bulan (smk), Asfiksia neonatorum, gangguan nafas

ringan dan hiperbilirubinemia di ruangan kamar bayi di RSU ANUTAPURA

Palu.

5
BAB II

KASUS

A. IDENTITAS

 Nama : By. U
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Lahir Pada tanggal : 26 November 2018
 Usia : 1 hari
 Kebangsaan : Indonesia
 Agama : Islam
 Suku Bangsa : Kaili
 Nama Ayah : Tn. A usia 42 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
 Nama Ibu : Ny. U usia 38 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
 Alamat : DS Daenggune (sigi)
 Tanggal masuk ruangan /jam : 26 November 2018
 Tanggal keluar ruangan /jam : 5 Desember 2018
 Jumlah hari perawatan : 10 hari
 Ruangan perawatan : kamar bayi
 Diagnosis : bayi kurang bulan (smk), Asfiksia
neonatorum, gangguan nafas ringan dan hiperbilirubinemia
 Anamnesis diberikan oleh : kedua orang tua pasien

6
Family Tree :

ANAMNESIS

Seorang bayi baru lahir spontan berjenis kelamin perempuan dengan letak

bokong. Bayi lahir kembar gemeli 2 di rumah sakit RSU Anutapura Palu dengan

tidak menangis, biru pada daerah bibir dan sempat henti napas. Pasien

mengatakan usia kehamilan saat melahirkan adalah 34 minggu, dengan kondisi

pasien G2P2A0. Ibu tidak memilki riwayat sakit saat hamil, tidak ada riwayat

minum obat selama hamil. Riwayat pemeriksaan dan kontrol sebulan sekali pada

bidan desa.

Nilai apgar pada 5/6 dengan air ketuban jernih. Berat badan lahir 2400 gram

dan panjang badan lahir 47 cm. Anus palatum positif. Riwayat kehamilan ibu

G2P2A0, dan merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tidak ada riwayat

demam selama hamil, tidak ada anemia berat, dan tidak ada konsumsi obat-obat

tertentu.

7
PEMERIKSAAN FISIK

Tanda-tanda vital

Denyut jantung : 120x/menit

Suhu : 36,50C

Respirasi : 62 x/menit

CRT : < 2 detik

Berat Badan : 2400 gram

Panjang Badan : 47 cm

 Sistem pernapasan

Sianosis : sianosis hilang dengan O2

Merintih : ada

Apnea : tidak ada

Retraksi dinding dada : tidak ada

Pergerakan dinding dada : simetris

Cuping hidung : tidak ada

Bunyi pernapasan : bronkovesikular

Bunyi tambahan : wheezing -/-, rhonchi -/-.

Skor Downe

Frekuensi Napas :1

Merintih :1

Sianosis :1

Retraksi :0

8
Udara Masuk :0

Total skor :3

WHO : Gangguan Napas Ringan (Takipneu)

 Sistem hematologi

Pucat : tidak ada

Ikterus : tidak ada

 Sistem kardiovaskuler

Bunyi Jantung : SI dan SII murni tanpa bising pada auskultasi

Murmur : tidak ada

 Sistem Gastrointestinal

Kelainan dinding abdomen: permukaan datar

Muntah : frekuensi (-), keluaran (-)

Diare : tidak ada

Residu lambung : tidak ada

Organomegali : tidak teraba dengan palpasi

Peristaltik : positif, kesan normal

Umbilikus

Pus : tidak ada

Kemerahan : tidak ada

Edema : tidak ada

 Sistem neurologi

Aktivitas : kurang aktif

Kesadaran : compos mentis

9
Fontanela : anterior belum menutup dan posterior belum

menutup

Sutura : belum menyatu

Ubun-ubun : tidak membonjol

Refleks cahaya : ada

Kejang : tidak ada

Tonus otot : normal

 Sistem Genitalia

Anus imperforata : tidak ada

Keluaran : tidak ada

 Pemeriksaan lain

Ekstremitas : Akral hangat

Turgor : kembali cepat < 2 detik

Kelainan kongenital : tidak ada

Trauma lahir : tidak ada

 Skor Ballard

Maturitas Neuromuskular

- Sikap tubuh :4

- Persegi jendela :3

- Rekoil lengan :3

- Sudut poplitea :2

- Tanda selempang :3

- Tumit ke kuping :2

10
Maturitas Fisik

- Kulit :2

- Lanugo :2

- Permukaan Plantar :3

- Payudara :2

- Mata/ telinga :3

- Genitalia :1

Total Skor : 30

Estimasi usia kehamilan : 36 minggu

( bayi lahir kurang bulan dan sesuai masa kehamilan)

11
RESUME :

Seorang bayi baru lahir spontan berjenis kelamin perempuan dengan letak

bokong. Bayi lahir kembar gemeli 2 di rumah sakit RSU Anutapura Palu dengan

tidak menangis, biru pada daerah bibir dan sempat henti napas. Pasien

mengatakan usia kehamilan saat melahirkan adalah 34 minggu, dengan kondisi

pasien G2P2A0. Ibu tidak memilki riwayat sakit saat hamil, tidak ada riwayat

minum obat selama hamil. Riwayat pemeriksaan dan kontrol sebulan sekali pada

bidan desa.

Nilai apgar pada 5/6 dengan air ketuban jernih. Berat badan lahir 2400 gram

dan panjang badan lahir 47 cm. Anus palatum positif. Skor Down di dapatkan

frekuensi Napas nilai 1, merintih nilai 1, sianosis 1, retraksi nilai 0, udara masuk

nilai 0 dengan total skor 3. Berdasarkan WHO didapatkan gangguan napas ringan

(Takipneu). Riwayat kehamilan ibu G2P2A0, dan merupakan anak kedua dari dua

bersaudara. Tidak ada riwayat demam selama hamil, tidak ada anemia berat, dan

tidak ada konsumsi obat-obat tertentu.

DIAGNOSIS :

- Bayi kurang bulan (SMK)

- Asfiksia Neonatorum

- Gangguan Nafas Ringan

- Ikterus Neonatorum

12
TERAPI :

 Tindakan Resusitasi :
- Bayi tidak menangis, tonus otot tidak baik

Langkah awal :

- Menghangatkan bayi di infant warmer


- Mengatur posisi bayi yakni memposisikan kepala sedikit tengadah (semi
ekstensi)
- Mengisap lendir dari saluran pernapasan (pada mulut, orofaring dan
hidung)
- Mengeringkan bayi dengan kain sambil memberikan rangsangan taktil
- Mereposisikan kembali kepala
- Melakukan penilaian ( denyut jantung, frekuensi pernapasan, & warna
kulit)
- LDJ <100x/menit
- VTP
- Memberikan O2 1 l/m
Dari hasil tindakan resusitasi langkah pertama didapatkan :

Denyut jantung : 120x/menit


Suhu : 36,50C
Respirasi : 62 x/menit
CRT : < 2 detik

 Tindakan Post Resusitasi :


- Memberikan injeksi vitamin K 1 mg di regio femoris sinistra
(anterolateral)
- Memberikan tetes mata gentamacin, 1 tetes tiap mata
- Memberikan 02 0,5 l/m
- IVFD Dextrosa 5% 8 tetes/menit (mikro)
- Injeksi Cefotaxime 2 x 90 mg IV

13
- Injeksi gentamisin 11 mg/24 jam
- Jaga kehangatan untuk mencegah hipotermi
- Awasi higine bayi untuk mencegah resiko infeksi

Anjuran pemeriksaan :

- Darah rutin

- Arteria dorsalis pedis (ADT)

- IT RATIO

- Gula Darah Sewaktu

- Pemeriksaan bilirubin total, indirek dan direk

14
FOLLOW UP
1. 27 November 2018
S: sesak (-), sianosis(-), merintih(+), ikterus(+) kremer 1-2.
O: - Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung : 135x/menit Suhu : 37,2 ºC
Pernapasan : 53x/menit CRT : < 2 detik
BBL : 2400 gr BBS : 2400 gr
KCL : 192 cc Keadaan Umum: Sedang
Pernapasan: 0 ( pernapasan 53x menit )
Retraksi: 0 (tidak ada retraksi)
Sianosis: 0 (tidak ada sianosis)
Air entry: 0 (udara masuk bilateral baik)
Merintih: 1 (dapat didengar)
Skor down : 1
- Sistem Pernapasan : pergerakan dinding dada (+), sianosis (-), retraksi (-),
merintih (+)
A:
- Bayi kurang bulan (SMK)
- Riw. Asfiksia Neonatorum
- Gangguan Nafas Ringan
- Ikterus neonatorum
P:
- IVFD Dextrosa 5% 6 tetes/menit
- Observasi ikterus
- Injeksi Cefotaxime 2 x 120 mg IV
- Injeksi gentamisin 12 mg/24 jam
- Injeksi Dexametason 3 x0,5 mg IV
- ASI/ ASB
Anjuran :
Pemeriksaan bilirubin indirek, direk dan

15
2. 28 November 2018
S: sesak (-), sianosis(-), merintih(-), ikterus(+) kremer 1-2
O: - Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung : 135x/menit Suhu : 37,2 ºC
Pernapasan : 53x/menit CRT : < 2 detik
BBL : 2400 gr BBS : 2400 gram
KCL : 240 cc Keadaan Umum: Sedang
Pernapasan: 0 ( pernapasan 53x menit )
Retraksi: 0 (tidak ada retraksi)
Sianosis: 0 (tidak ada sianosis)
Air entry: 0 (udara masuk bilateral baik)
Merintih: 0 (tidak merintih)
Skor down : 0
- Sistem Pernapasan : pergerakan dinding dada (-), sianosis (-), retraksi (-),
merintih (-)
- Pemeriksaan penunjang :
- Darah lengkap : tidak dilakukan pemeriksaan
A:
- Bayi kurang bulan (SMK)
- Riw. Asfiksia Neonatorum
- Riw. Gangguan Nafas Ringan
- Ikterus neonatorum

P: IVFD Dextrosa 5% 6 tetes/menit


Injeksi Cefotaxime 2 x 120 mg IV
Injeksi gentamisin 12 mg/24 jam
Injeksi Dexametason 3 x0,5 mg IV
Fototerapi
Jaga kehangatan dengan penggunaan inkubator
Rawat tali pusat
ASI/ASIB

16
3. 29 November 2018

S: sesak (-), sianosis(-), merintih(-), ikterus(+) kremer 3-4


O: - Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung : 143x/menit Suhu : 37,1 ºC
Pernapasan : 34x/menit CRT : < 2 detik
BBL : 2400 gr BBS : 2400 gram
KCL : 264 cc Keadaan Umum: Sedang
Pernapasan: 0 ( pernapasan 34x menit )
Retraksi: 0 (tidak ada retraksi)
Sianosis: 0 (tidak ada sianosis)
Air entry: 0 (udara masuk bilateral baik)
Merintih: 0 (tidak merintih)
Skor down : 0
- Sistem Pernapasan : pergerakan dinding dada (-), sianosis (-), retraksi (-),
merintih (-)
- Pemeriksaan penunjang :
- Darah lengkap : tidak dilakukan
A:
- Bayi kurang bulan (SMK)
- Riw. Asfiksia Neonatorum
- Riw. Gangguan Nafas Ringan
- Ikterus neonatorum
P:
IVFD Dextrosa 5% 6 tetes/menit
Injeksi Cefotaxime 2 x 120 mg IV
Injeksi gentamisin 12 mg/24 jam
Injeksi Dexametason 0,5 mg/ 8 jam IV
Jaga kehangatan dengan penggunaan incubator
Fototerapi
Rawat tali pusat

17
ASI/ASIB

4. 30 November 2018
S: sesak (-), sianosis(-),merintih(-),ikterus(+) kremer 3-4
O: - Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung : 130x/menit Suhu : 37,2 ºC
Pernapasan : 34x/menit CRT : < 2 detik
BBL : 2400 gr BBS : 2500 gram
KCL : 325 cc Keadaan Umum: Sedang
Pernapasan: 0 ( pernapasan 34x menit )
Retraksi: 0 (tidak ada retraksi)
Sianosis: 0 (tidak ada sianosis)
Air entry: 0 (udara masuk bilateral baik)
Merintih: 0 (tidak merintih)
Skor down : 0
- Sistem Pernapasan : pergerakan dinding dada (-), sianosis (-), retraksi (-),
merintih (-)
- pemeriksaan penunjang :
- darah lengkap : tidak dilakukan pemeriksaan
A:
- Bayi kurang bulan (SMK)
- Riw. Asfiksia Neonatorum
- Riw. Gangguan Nafas Ringan
- Ikterus neoatorum

P:
Fototerapi 1x24 jam
Rawat tali pusat
ASI/ASIB
Stop injeksi

18
5. 1 Desember 2018
S: sesak (-), sianosis(-), merintih(-), ikterus(+) kremer 3-4
O: - Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung : 148x/menit Suhu : 37,2 ºC
Pernapasan : 36x/menit CRT : < 2 detik
BBL : 2400 gr BBS : 2400 gram
KCL : 312 cc
Keadaan Umum: Sedang, tonus aktif dan ikterus dengan kremer IV
Pernapasan: 0 ( pernapasan 36x menit )
Retraksi: 0 (tidak ada retraksi)
Sianosis: 0 (tidak ada sianosis)
Air entry: 0 (udara masuk bilateral baik)
Merintih: 0 (tidak merintih)
Skor down : 0
- Sistem Pernapasan : pergerakan dinding dada (-), sianosis (-), retraksi (-),
merintih (-)
- pemeriksaan penunjang : tidak dilakukan pemeriksaan

A:
- Bayi kurang bulan (SMK)
- Riw. Asfiksia Neonatorum
- Riw. Gangguan Nafas Ringan
- Ikterus neonatorum

P:
Diet ASI/ASIB
Fototerapi
Pasang sonde
Rawat tali pusat
aff infus

19
6. 3 Desember 2018
S: sesak (-), sianosis(-), merintih(-), ikterus(+) kremer 1-2
O: - Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung : 142x/menit Suhu : 36,7 ºC
Pernapasan : 42x/menit CRT : < 2 detik
BBL : 2400 gr BBS : 2400 gram
KCL : 312 cc
Keadaan Umum: Sedang, tonus aktif dan ikterus dengan kremer 1-2
Pernapasan: 0 ( pernapasan 42x menit )
Retraksi: 0 (tidak ada retraksi)
Sianosis: 0 (tidak ada sianosis)
Air entry: 0 (udara masuk bilateral baik)
Merintih: 0 (tidak merintih)
Skor down : 0
- Sistem Pernapasan : pergerakan dinding dada (-), sianosis (-), retraksi (-),
merintih (-)
- pemeriksaan penunjang :
o bilirubin total 16,30
o bilirubin direk 1,0
o bilirubin indirek 15,30

A:
- Bayi kurang bulan (SMK)
- Riw. Asfiksia Neonatorum
- Riw. Gangguan Nafas Ringan
- Hiperbilirubinemia
P:
Diet ASI/ASIB 50cc/3 jam
Fototerapi

20
Pasang sonde
Rawat tali pusat

7. 5 Desember 2018
S: sesak (-), sianosis(-), merintih(-), ikterus(-)
O: - Tanda Tanda Vital:
Denyut Jantung : 135x/menit Suhu : 37,2 ºC
Pernapasan : 53x/menit CRT : < 2 detik
BBL : 2400 gr BBS : 2400 gram
KCL : 360 cc
Keadaan Umum: Sedang, tonus aktif , ADP teraba
Pernapasan: 0 ( pernapasan 53x menit )
Retraksi: 0 (tidak ada retraksi)
Sianosis: 0 (tidak ada sianosis)
Air entry: 0 (udara masuk bilateral baik)
Merintih: 0 (tidak merintih)
Skor down : 0
- Sistem Pernapasan : pergerakan dinding dada (-), sianosis (-), retraksi (-),
merintih (-)
- pemeriksaan penunjang :
o bilirubin total 14,73
o bilirubin direk 13,39
o bilirubin indirek 0,66

A:
- Bayi kurang bulan (SMK)
- Riw. Asfiksia Neonatorum
- Riw. Gangguan Nafas Ringan
- Hiperbilirubinemia

21
P:

Diet ASI/ASIB 50cc/3 jam


Pasang sonde
Rawat tali pusat

22
BAB III

DISKUSI

Seorang bayi baru lahir spontan berjenis kelamin perempuan dengan

letak bokong. Bayi lahir kembar gemeli 2 di rumah sakit RSU Anutapura

Palu dengan tidak menangis, biru pada daerah bibir dan sempat henti napas.

Pasien mengatakan usia kehamilan saat melahirkan adalah 34 minggu,

dengan kondisi pasien G2P2A0. Ibu tidak memilki riwayat sakit saat hamil,

tidak ada riwayat minum obat selama hamil. Riwayat pemeriksaan dan

kontrol sebulan sekali pada bidan desa.

Nilai apgar pada 5/6 dengan air ketuban jernih. Berat badan lahir 2400

gram dan panjang badan lahir 47 cm. Anus palatum positif. Skor Down di

dapatkan frekuensi Napas nilai 1, merintih nilai 1, sianosis 1, retraksi nilai 0,

udara masuk nilai 0 dengan total skor 3. Berdasarkan WHO didapatkan

gangguan napas ringan (Takipneu). Riwayat kehamilan ibu G2P2A0, dan

merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tidak ada riwayat demam

selama hamil, tidak ada anemia berat, dan tidak ada konsumsi obat-obat

tertentu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital nadi 120x/menit,


Suhu 36,50 C, respirasi 62 x/menit, CRT < 2 detik, berat badan 2200 gram,
Panjang badan 47 cm, sianosis hilang dengan O2 dengan nilai 1, Merintih,
Apnea tidak ada, Retraksi dinding dada, Pergerakan dinding dada simetris,
Cuping hidung tidak ada, Bunyi pernapasan bronchovesicular,bunyi
tambahan wheezing -/-, rhonchi -/. Skor Downe dengan frekuensi napas nilai
1, Merintih nilai 1, Sianosis nilai 1, Retraksi nilai 0, Udara Masuk nilai 0,

23
Total skor 3. Berdasarkan kriteria WHO adalah Gangguan Napas Ringan
(Takipneu).
Sistem hematologi didapatkan pucat tidak ada dan ikterus kremer 1-2.
Pada Sistem kardiovaskuler didapatkan bunyi jantung SI dan SII murni
tanpa bising pada auskultasi, murmur tidak ada, Sistem Gastrointestinal
didapatkan kelainan dinding abdomen dengan permukaan datar, muntah
frekuensi (-), keluaran (-), Diare tidak ada, Residu lambung tidak ada,
Organomegali tidak teraba dengan palpasi, Peristaltik positif, kesan normal,
Umbilikus Pus tidak ada, Kemerahan tidak ada, Edema tidak ada. Pada
Sistem neurologi didapatkan aktivitas kurang aktif, kesadaran compos
mentis, Fontanela anterior belum menutup dan posterior belum menutup,
Sutura belum menyatu, Ubun-ubun tidak menonjol, Refleks cahaya ada,
kejang tidak ada, tonus otot normal. Pada sistem genitalia anus imperforata
tidak ada, keluaran tidak ada, Pemeriksaan lain ekstremitas akral hangat,
Turgor kembali cepat < 2 detik, kelainan kongenital tidak ada, Trauma lahir
tidak ada. Skor Ballard Maturitas Neuromuskular pada sikap tubuh 4,
Persegi jendela 3, Rekoil lengan 3,Sudut poplitea 2, tanda selempang 3,
Tumit ke kuping 2. Maturitas fisik kulit 2, Lanugo 2, Permukaan plantar
3, payudara 2, Mata/ telinga 3, Genitalia 1,Total Skor 30. Estimasi usia
kehamilan : 36 minggu. Pemeriksaan penunjang pada hari ke 6 didapatkan
hasil bilirubin total 16,30, bilirubin direk 1,0, bilirubin indirek 15,30
sedangkan pada hari ke 7 didapatkan bilirubin total 14,73, bilirubin direk
13,39, dan bilirubin indirek 0,66.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatkan bahwa diagnosis pasien pada kasus ini adalah Bayi kurang bulan
(SMK), Riw. Asfiksia Neonatorum, Riw. Gangguan Nafas Ringan,
Hiperbilirubinemia.
Pada bayi kurang bulan atau bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum 37
minggu usia kehamilan sedangkan bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan
berat badan lahir kurang dari 2500 gram.(1)

24
Pada kasus ini didapatkan kelahiran bayi 36 minggu sehingga
merupakan bayi prematur yang lahir sebelum 37 minggu usia kehamilan dan
BBLR dengan berat 2400 gram.
Faktor risiko terjadinya bayi prematur antara lain(5):
a. Janin: Gawat janin, kehamilan kembar, eritroblastosis, hydrop non imun
b. Plasenta: Plasenta previa, abruptio plasenta
c. Uterus: Uterus bikornat, serviks tidak kompeten
d. Ibu: Pre eklamsia, penyakit medis kronis (misalnya penyakit jantung),
Infeksi (misanya Listeria monositogenes, infeksi saluran kemih),
penyalahgunaan obat
e. Lain-lain: Ketuban pecah sebelum waktunya, polihidramnion, Iatrogenik
Pada kasus ini Faktor risiko terjadinya bayi prematur dalah dari janin
sendiri dengan kehamilan kembar.
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses
persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Banyak keadaan yang
dapat menyebabkan asfiksia pada janin diantaranya sebagai berikut ;(2)
Table 1.Faktor risiko asfiksia neonatorum
Faktor risiko antepartum Faktor risiko intrapartum Faktor risiko janin
- Primipara - Malpresentasi - Prematuritas
- Penyakit pada ibu - Partus lama - Pertumbuhan
- Demam saat - Persalinan yang sulit janin yang
kehamilan dan traumatic terhambat
- Hipertensi dalam - Ketuban bercampur - Kelainan
kehamilan meconium kongenital
- Anemia - Ketuban pecah dini
- Diabetes - Induksi oksitosin
gestasional - Prolapse tali pusat
- Penyakit hati dan
ginjal
- Penyakit kolagen
dan pembuluh
darah

25
Pada kasus ini bayi mengalami asfiksia ringan karena berdasarkan skor
apgar 5/7 yaitu aktivitas didapatkan nilai 2, pulse didapatkan nilai 1,
grimace didapatkan nilai 1, appearance 0, respiration 1. Berdasarkan tabel
faktor risiko diatas maka dapat disimpulkan faktor risiko yang dialami oleh
bayi akibat faktor janin, yang dimana bayi mengalami prematuritas.
Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia :
Penilaian awal saat lahir harus dilakukan pada semua bayi. Penilaian awal
ialah : apakah bayi menangis atau bernapas, dan apakah tonus otot baik. Jika bayi
baru lahir cukup bulan, menangis, tonus ototnya baik, bayi dikeringkan dan
dipertahankan tetap hangat. Hal ini dilakukan dengan bayi berbaring di dada
ibunya dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi yang tidak memenuhi kriteria
tersebut, dinilai untuk dilakukan resusitasi.
Diberikan waktu kira-kira 60 detik (the Golden Minute) untuk melengkapi
langkah awal, menilai kembali, dan memulai ventilasi jika dibutuhkan. Penentuan
ke langkah berikut didasarkan pada penilaian simultan dua tanda vital yaitu
pernapasan dan frekuensi denyut jantung. Setelah ventilasi tekanan positif (VTP)
atau setelah pemerbian oksigen tambahan, penilaian dilakukan pada tiga hal yaitu
frekuensi denyut jantung, pernapasan, dan status oksigenasi. (1)

Gambar 1. Resusitasi Neonatus (1)

26
Penatalaksanaan dilakukan pada saat bayi asfiksia adalah didapatkan
bayi tidak menangis, tonus otot tidak baik lalu dilakukan langkah awal yaitu
menghangatkan bayi di infant warmer, mengatur posisi bayi yakni
memposisikan kepala sedikit menengadah (semi ekstensi), mengisap lendir
dari saluran pernapasan (pada mulut, orofaring dan hidung), mengeringkan
bayi dengan kain sambil memberikan rangsangan taktil, mereposisikan
kembali kepala, melakukan penilaian ( denyut jantung, frekuensi
pernapasan, & warna kulit), lalu dilakukan pemeriksaan LDJ didapatkan
<100x/menit maka melakukan VTP (ventilasi tekanan positif) lalu bayi
menangis setelah itu diberikan O2 1 l/m. Dari hasil tindakan resusitasi
langkah pertama didapatkan denyut jantung 120x/menit, Suhu 36,50C,
Respirasi 62 x/menit, dan CRT < 2 detik.
Pada bayi yang mengalami asfiksia sangat rentan mengalami gangguan napas.
Gangguan napas adalah adalah suatu keadaan meningkatnya kerja pernapasan
yang ditandai dengan ; (1)
1. Takipneu : frekuensi napas > 60-80 kali/menit
2. Retraksi interkostal atau substernal
3. Napas cuping hidung selama inspirasi
4. Merintih saat inspirasi
5. Sianosis ; sianosis sentral yaitu warna kebiruan pada bibir. Dapat
mencerminkan abnormalitas jantung, hematologi, atau pernapasan yang
harus dilakukan tindakan segera
6. Apnu atau henti napas
7. Bila takipneu, retraksi, cuping hidung dan merintih menetap beberapa pada
beberapa jam setelah lahir harus dilakukan tindakan segera.

Gangguan napas memiliki faktor predisposisi diantaranya sebagai berikut :


1. Bayi kurang bulan : Paru bayi secara biokimiawi masih imatur dengan
kekurangan surfaktan yang melapisi rongga alveoli
2. Depresi neonatal ( kegawatan neonatal )

27
3. Bayi dari ibu DM : terjadi distres respirasi akibat kelambatan pematangan
paru
4. Bayi lahir dengan operasi sesar : bayi yang lahir dengan operasi sesar,
dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru (TTN)
5. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini atau
air ketuban yang berbau dapat mengakibatkan pneumonia bakterialis atau
sepsis
6. Bayi dengan kulit berwarna seperti mekonium yang kemungkinan terjadi
akibat aspirasi mekonium(7).

Faktor penyebab terjadinya gangguan nafas :


1. Kelainan paru: Pnemonia
2. Kelainan jantung : Penyakit Jantung Bawaan, Disfungsi miokardium
3. Kelainan Susunan Syaraf Pusat akibat : Asfiksia, Perdarahan otak
4. Kelainan metabolik : Hipoglikemia, Asidosis metabolik
5. Kelainan Bedah : Pneumotoraks, Fistel Trakheoesofageal, Hernia
diafragmatika
6. Kelainan lain : Sindrom Aspirasi Mekonium, “Transient tachypnea of the
Newborn“ dan Penyakit Membran Hialin(2).

Penyebab gangguan nafas menurut masa gestasi :


1. Pada Bayi Kurang Bulan :
a. Penyakit Membran Hialin
b. Pneumonia
c. Asfiksia
d. Kelainan atau Malformasi Kongenital
2. Pada Bayi Cukup Bulan :
a. Sindrom Aspirasi Mekonium
b. Pneumonia
c. ”Transient Tachypnea of the Newborn ”
d. Asidosis metabolik

28
e. Kelainan atau Malformasi Kongenital(8)
Pada kasus ini faktor predisposisi terjadinya gangguan nafas adalah bayi
kurang bulan. Selain itu, kemungkinan besar diakibatkan oleh penyakit
membran hialin dimana hal ini sering didapatkan pada bayi prematur
dengan berat badan lahir rendah. Didalam paru terdapat surfaktan yang
melapisi alveoli paru.Fungsi dari surfaktan adalah menjaga alveoli agar
tidak kolaps pada saat pengisian oksigen pada paru. Produksi surfaktan
terjadi pada trimester ketiga kehamilan sehingga bayi yang lahir kurang
bulan (prematur), belum mempunyai surfaktan yang cukup untuk menjaga
stabilisasi alveoli sehingga dapat terjadi gangguan pernafasan(1,4).

Tabel 2.klasifikasi gangguan napas WHO

Frekuensi Gejala tambahan gangguan Klasifikasi


napas napas

> 60 Dengan Sianosis sentral dan tarikan


kali/menit dinding dada atau merintih saat
ekspirasi.
Gangguan
Atau > 90 Dengan Sianosis sentral atau tarikan
Napas
kali/ menit dinding dada atau merintih saat
ekspirasi. Berat

Atau < 30 Dengan Gejala lain dari gangguan napas.


kali/ menit
Atau tanpa

60-90 Dengan Tarikan dinding dada atau merintih


kali/menit saat ekspirasi

Tetapi Sianosis sentral Gangguan

29
Tanpa napas sedang

Atau > 90 Tanpa Tarikan dinding dada atau


kali/ menit merintih saat ekspirasi atau
sianosis sentral.

60-90 Tanpa Tarikan dinding dada atau Gangguan


kali/menit merintih saat ekspirasi atau napas
sianosis sentral. ringan

60-90 Dengan Sianosis sentral Kelainan


kali/menit jantung
kongenital
Tetapi Tarikan dinding dada atau merintih.
Tanpa

Berdasarkan kriteria WHO pada kasus ini pasien mengalami gangguan


napas ringan karena 63 kali/menit tetapi tanpa tarikan dinding dada atau
merintih.

Pada penegakan diagnosis pasien tersebut dapat dilakukan pemeriksaan


radiologi anak, analisis gas darah, kultur darah dan pemeriksaan glukosa
darah. Pada kasus ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan hanya
pemeriksaan darah rutin dan gula darah sewaktu.

Penanganan bayi dengan gawat napas dibagi menjadi 2 yaitu management


umum dan management spesifik, yaitu diantaranya ;(1)

A. Manajemen secara umum yaitu :


1. Pasang jalur infus intravena Dekstrosa 5% berdasarkan kebutuhan
cairan perhari
2. Pantau selalu tanda vital

30
3. Jaga patensi jalan napas dan memberikan oksigen 2-3 liter/menit
4. Jika bayi mengalami apnea:
a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b. Lakukan penilaian lanjut
5. Bila terjadi kejang potong kejang
6. Segera periksa kadar glukosa darah(9)

B. Management spesifik
Management gangguan napas berat adalah
- Dengan pemberian 02 dengan kecepatan aliran sedangMenangani sepsis
- Bila bayi menunjukan tanda perburukan atau terdapat sianosis sentral,
naikkan pemberian 02 pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan napas
bayi semakin berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan 02
100% , segera rujuk
- Jika gangguan napas masih menetap setelah 2 jam, pasang pipa lambung
untuk mengosongkan cairan lambung dan udara.
- Jika bayi sudah menunjukkan tanda perbaikan ( frekuensi napas menurun,
tarikan dinding dada berkurang dan warna kulit membaik). (1)

C. Management gangguan napas sedang


- Lanjutkan pemberian 02 dengan kecepatan aliran sedang
- Bayi dipuasakan
- Bila suhu aksila 34-36,50 C atau 37,5-390 C tangani untuk suhu abnormal
- Bila suhu normal terus amati, pada kasus ini suhu bayi normal
- Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam.
Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda perburukan
setalah 2 jam. Kemungkinan besar sepsis.
- Bila telah menunjukan perbaikan (frekuensi napas menurun, tarikan
dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang )
- Kurangi terapi 02 secara bertahap. (1)
D. Management gangguan napas ringan

31
- Amati pernapasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya
- Bila dalam pengamatan gangguan napas memburuk atau timbul gejala
sespsis lainnya terapi dengan kemungkinan sepsis dan tangani gangguan
napas sedang atau berat
- Beri ASI bila bayi mampu mengisap
- Kurangi pemberian 02 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian 02 jika frekuensi napas antara 30-60 x/menit. Jika
frekuensi napas menetap 30-60 x/menit dan tidak ada tanda-tanda sepsis
pasien dapat dipulangkan. (1)

Pada kasus ini bayi mendapatkan terapi gangguan napas ringan yaitu
Beri ASI bila bayi mampu mengisap.

Ikterus adalah deskolorasi kuning pada kulit, membran mukosa, dan sklera
akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Pada neonatus penampakan
kuning terjadi bila kadar bilirubin serum > 5 mg/dl, Sedangkan dikatakan
hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin dalam serum > 13 mg/dl. (1)
Ikterus terbagi atas 2 yaitu :
a. Ikterus fisiologis
Terjadi setelah 24 jam pertama. Pada bayi cukup bulan nilai puncak 6-8
mg/dl biasanya tercapai pada hari ke-3-5. Pada bayi kurang bulan nilainya 10-
12 mg/dl bahkan sampai 15 mg/dl. Peningkatan/akumulasi bilirubin serum <
5 mg/dl/hari.
b. Ikterus patologis (non fisiologis)
Terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Peningkatan/akumulasi bilirubin
serum > 5 mg/dl/hari. Bilirubin total serum > 17 mg/dl pada bayi yang
mendapat ASI . Ikterus menetap setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau
setelah 14 hari pada bayi kurang bulan. Bilirubin direk > 2 mg/dl.

32
Gambar 2. Fisiologi Metabolisme bilirubin (10)
Pada pasien ini, mengalami peningkatan bilirubin pada hari ke 3-5
dengan bayi kurang bulan nilainya 10-12 mg/dl bahkan sampai 15 mg/dl.
Peningkatan/akumulasi bilirubin serum < 5 mg/dl/hari sedangkan pada
kasus ini bayi ini mengalami peningkatan kdar bilirubin total 13,91 bilirubin
direk 13,17 dan bilirubin indirek 0,74.
Terdapat 4 mekanisme umum tentang patofisiologi terjadinya ikterus pada
neonatus yaitu:(1,11)
a. Pembentukan bilirubin yang berlebihan akibat proses hemolisis yang
meningkat pada neonatus (akibat sepsis, perdarahan tertutup, inkompatibilitas
darah, hematoma darah ekstravaskuler, kelainan sel darah merah intrinsik) dan
bisa secara fisiologis mengingat umur eritrosit pada neonatus cenderung lebih
pendek sekitar 80-90 hari.
b. Gangguan transportasi bilirubin tak terkonjugasi oleh hati akibat
hipoalbuminemia sehingga kapasitas pengangkutan bilirubin tak terkonjugasi
(indirect) berkurang.
c. Gangguan Uptake ikatan bilirubin dan albumin oleh hati akibat difesiensi
enzim glucorinil transferase yang dapat bersifat fisiologis. Kekurangan enzim ini
biasa terjadi pada hepar yang imatur pada bayi preterm, dapat juga terjadi pada
pasien hipotiroid.
d. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor
intra hepatik yang bersifat obstruktif fungsional atau mekanik ataupun akibat
peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Pada kasus ini, hiperbilirubinemia yang terjadi tergolong fisiologis
terutama berkaitan dengan waktu munculnya yaitu pada hari ke-3. Yang
dimana ikterus fisiologis muncul setelah 24 jam kelahiran, penyebab ikterus
pada kasus ini adalah pada proses metabolisme dan ekskresi. Proses
metabolisme terganggu karena bayi tergolong prematur sehingga hati belum

33
sepenuhnya matur sehingga proses metabolisme masih kurang. Ekskresi
juga terganggu dikaitkan dengan peningkatan sirkulasi enterohepatik
karena rendahnya asupan enteral.
Untuk manajemen ikterus patologis biasanya dilakukan rawat inap
dilakukan fototerapi. Pada kasus ini untuk ikterusnya dilakukan fototerapi
karena berdasarkan kurva sudah termasuk indikasi untuk fototerapi.
Berdasarkan kurva, bayi pada kasus ini tergolong high risk karena usia
kehamilan 36 minggu dan mengalami asfiksia yang merupakan salah satu
faktor risiko. Selain itu hasil pemeriksaan bilirubin total bilirubin total
13,91, bilirubin direk 13,17, bilirubin indirek 0,74 dan pada bayi telah
memasuki usia hari ke-5. Jadi berdasarkan kurva bayi telah memenuhi
syarat untuk fototerapi.
Penanganan hiperbilirubinemia dapat berupa fototerapi, fototerapi yang
dilakukan pada pasien bertujuan untuk mengurangi kadar bilirubin yang terdapat
di dalam sirkulasi. Mekanisme fototerapi yang terjadi berupa fotoisomerasi dan
oksidasi fotosensitif. Fotoisomerasi mempertinggi ekskresi bilirubin dengan cara
mengubah konfigurasi bilirubin. Selama fototerapi, energi cahaya dari panjang
gelombang yang sesuai dapat mengubah konfigurasi Z atau cis ikatan ganda
menjadi konfigurasi E membentuk struktur isomer E, Z atau Z, E atau E,E.
Penyusunan kembali, secara internal dalam molekul bilirubin mengakibatkan
terganggunya pengikatan hidrogen dan membuka sisi polar bilirubin untuk
molekul air. Sehingga hasil perubahan konfigurasi bilirubin menjadi larut dalam
air dan dapat diekskresi melalui empedu dan urin tanpa konjugasi sebelumnya.
Sedangkan oksidasi fotosensitif menyebabkan bilirubin terhidrolisis menjadi
monopirol, dipirol, dan tripirol, yang larut dalam air dan kemudian dieksresi ke
dalam empedu atau urin. Jadi fototerapi menurunkan konsentrasi bilirubin dengan
mempertinggi kelarutan air. (1,3)

34
Pemberian terapi fototerapi

Keterangan: Bayi pada kasus ini termasuk higher risk karena usia
kehamilan tergolong preterm (36 minggu) dan bayi memiliki faktor risiko
berupa asfiksia. Berdasarkan kurva diatas didapatkan bahwa bayi pada
kasus ini termasuk indikasi untuk fototerapi.

Kontraindikasi dilakukannya foto terapi adalah :


a. Hiperbilirubinemia karena bilirubin direk (hepatitis)
b. Hiperbilirubinemia obstruktiva (atresia biliaris)
Bayi yang menjalani fototerapi harus di observasi dengan ketat untuk
menentukan penghentian fototerapi. Berikut ini syarat penghentian fototerapi(11):
a. Bayi cukup bulan dengan bilirubin total ≤ 12 mg/dl.
b. Bayi kurang bulan dengan bilirubin total ≤ 10 mg/dl.
c. Jika timbul efek samping.
Adapun efek samping yang dapat terjadi selama dilakukannya fototerapi yaitu;
hipertermi, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, bronze baby syndrome,
dan kerusakan retina. (11)

35
Komplikasi yang ditakutkan dari ikterus adalah terjadinya kernikterus
yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Pada
kernikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara lain: bayi tidak mau
menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu kejang tonus otot
meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya
menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan
pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.
Prognosis terbagi atas dua, yaitu prognosis jangka pendek dan prognosis
jangka panjang. Prognosis jangka pendek dapat dikatakan baik jika setelah
pulang ikterus sudah sepenuhnya hilang. Sedangkan prognosis jangka
panjang dapat dinilai dengan melihat ada tidaknya kern ikterus yang terjadi.
Pada kasus ini, tanda dan gejala kern ikterus tidak ada. Berkaitan dengan
prematuritas, pemantauan tumbuh kembang jangka panjang juga penting.
Selain itu, prognosis juga berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan
masalah yang dapat muncul berkaitan dengan prematuritas.
ASI dari ibu yang melahirkan bayi prematur berbeda dengan ASI dari ibu
yang melahirkan bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan karena ASI merupakan
cairan tubuh yang dinamis, dan komposisi ASI senantiasa berubah untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi bayi baru lahir. ASI pertama yang dikonsumsi bayi,
disebut fore-milk (ASI awal), mengandung kadar lemak yang lebih rendah, yang
secara konstan meningkat kadarnya dalam hind-milk (ASI akhir), dan hal ini
diduga yang mendasari timbulnya rasa puas atau kenyang pada bayi.

Selain itu, ASI bayi prematur ternyata mengandung lebih banyak sistein,
taurin, lipase yang meningkatkan absorbsi lemak, asam lemak tak jenuh rantai
panjang (long chain polyunsaturated fatty acids), nukleotida, dan gangliosida,
selain juga memiliki bioavailabilitas yang lebih besar terhadap beberapa jenis
elemen mineral.

Kandungan gizi ASI bayi prematur lebih tinggi dibandingkan dengan bayi
matur (cukup bulan), sehingga pertumbuhan bayi prematur pada awalnya
seringkali cukup baik. Komposisi ASI bayi prematur akan berubah menjadi

36
serupa ASI bayi matur dalam waktu 3-4 minggu, namun pada saat itu masa
kehamilan bayi juga sudah cukup bulan sehingga ASI-nya sesuai dengan
kebutuhannya. Untuk bayi yang pada usia kronologis 4 minggu masa kehamilan
belum mencapai 37 minggu selain ASI perlu ditambahkan Human Milk Fortifier
(fortifikasi ASI).

Pada kasus ini terapi digunakan adalah ASI ON demand dengan


kemampuan bayi untuk menyusu bergantung pada kematangan fungsi
refleks hisap dan menelan. Bayi dengan usia kehamilan ibu di atas 34
minggu (berat di atas 1800 gram) dapat disusukan langsung kepada ibu
karena refleks hisap dan menelannya biasanya sudah cukup baik.

Sepsis neonatal merupakan infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan
ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan
sumsum tulang atau air kemih. Keadaan ini sering terjadi padi bayi beresiko
misalnya BKB, BBLR, bayi dengan sindrom gangguan napas atau bayi yang lahir
dari ibu beresiko. Sepsis neonatal dibagi dalam dua kelompok yaitu sepsis awitan
dini dan awitan lambat. Pada awitan dini, kelainan ditemukan pada hari-hari
pertama kehidupan (umur di bawah 3 hari). Infeksi terjadi secara vertikal karena
penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran.
Berlainan dengan kelompok awitan dini, penderita awaitan lambat terjadi
disebabkan kuman yang berasal dari lingkungan di sekitar bayi setelah hari ke 3
lahir. Proses infeksi semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal
dan termasuk di dalamnya infeksi karena kuman nosokomial.

Sepsis neonatorum terbagi atas sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) 18


jam, ibu demam intrapartum dengan suhu > 38oC), korioamnionitis, denyut janin
yang menetap > 160x/menit, dan ketuban berbau. Sedangkan faktor resiko minor
meliputi ketuban pecah > 12 jam, ibu dengan demam intrapartum >37,5oC, nilai
APGAR rendah(menit I <5, menit ke 5<7), bayi dengan berat badan lahir sangat
rendah (<1500gram), usia gestasi < 37 minggu, kehamilan ganda, keputihan pada
ibu yang tidak dapat diobati, dan ibu dengan ISK/tersangka ISK yang tidak

37
diobati. Penyebab SNAL yaitu adanya infeksi silang dan infeksi nosokomial,
pelayanan asepsis/antisepsis yang tidak optimal, petugas yang tidak memadai.
(1,2,3)

Kuman penyebab SNAD terdiri dari streptokokkus, E.coli, H. Influenza,


Listeria Monositogenes, enterobacter spp, acinetobacter spp, coli spp. Sedangkan
kuman penyebab SNAL adalah S. Aureus, E. Coli, Klebsiella, Pseudomonas,
Enterobakter, Kandida, Streptokokkus group B, Serratia, Acitenobakter, dan
kuman anaerob.

Gejala klinis pada sepsis bisa terdapat gawat napas, suhu yang tidak stabil,
gangguan minum, muntah, sklerema, penurunan aktivitas, letargis, distensi
abdomen, hipotensi, kejang, fontanella menonjol, keluar darah dari telinga,dan
kemerahan di sekitar umbilikus, ikterus (2,4)

Adapun kriteria A dan kriteria B meliputi :

Kriteria A Kriteria B
Lahir di tempat yang Tremor
tidak higienis
Gangguan kesadaran Letargi/lunglai
Gangguan napas Mengantuk/aktifitas
berkurang
Kejang Irritable/rewel
Suhu abnormal Gangguan minum/
(hipotermi/hipertermi) muntah
Kondisi memburuk Mulai muncul hari ke-4
secara cepat

Bayi berumur lebih dari tiga hari :


a. Bila bayi mempunyai 2 tanda atau lebih pada Kategori A atau 3 tanda
atau lebih pada Kategori B

38
b. Bila bayi mempunyai 1 tanda pada Kategori A dan 1 tanda pada Kategori B,
atau 2 tanda pada Kategori B.
Diagnosa sepsis terbagi dua yaitu dugaan sepsis dan curiga sepsis. Dugaan
sepsis jika ditemukan 2 kategori A dan 1 atau lebih kategori B, sedangkan curiga
sepsis jika ditemukan 3 ketagori A dan 2 atau lebih kategori B.
Pada kasus ini, pasien didiagnosa sebagai dugaan sepsis, dimana
ditemukan 2 kategori A (gangguan kesadaran, dan gangguan nafas) dan 1
kategori B (lethargi )
Diagnosis klinis sepsis neonatal mempunyai masalah tersendiri. Gambaran
klinis pasien sepsis neonatal tidak spesifik. Bervariasinya gejala klinik dan
gambaran klinis yang tidak seragam menyebabkan kesulitan dalam menentukan
diagnosis pasti. Untuk hal itu pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan
laboratorium, skor sepsis, ADT maupun pemeriksaan IT Ratio.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan yakni terdiri dari darah


perifer lengkap, hitung jenis, dan biakan darah. Pada umumnya ditemukan
peningkatan leukosit yang didominasi oleh sel PMN, penurunan leukosit
(<5000/µL), leukositosis (>30.000/µL), trombositopeni (<100.000/µL), dan
neutropeni absolut (PMN <1500). Sampai saat ini, biakan darah (kultur darah)
masih menjadi baku emas dalam menentukan diagnosis septicemia, tetapi hasil
pemeriksaan membutuhkan waktu minimal 2-5 hari. 2,7,9

Pada pasien ini didapatkan peningkatan leukosit yang didominasi sel


limfosit yang lebih banyak dibandingkan dengan sel PMN, sel granulasi sel
toksik (+) dengan IT Ratio 16% dengan kesan gambaran eritrosit normositik
normokrom disertai leukositosis dengan tanda infeksi. Rasio neutrofil imatur
dan neutrofil total (rasio I/T)Pemeriksaan ini sering dipakai sebagai
penunjang diagnosis sepsis neonatorum. Semua bentuk neutrofil imatur
dihitung, dan rasio maksimum yang dapat diterima untuk menyingkirkan
diagnosis sepsis pada 24 jam pertama kehidupan adalah 0,16. Pada
kebanyakan neonatus, rasio turun menjadi 0,12 pada 60 jam pertama
kehidupan. Sensitivitas rasio I/T berkisar antara 60-90%, dan dapat

39
ditemukan kenaikan rasio yang disertai perubahan fisiologis lainnya; oleh
karena itu, rasio I/T ini dikombinasikan dengan gejala-gejala lainnya agar
diagnosis sepsis neonatorum dapat ditegakkan.

Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana


sepsis neo1natorum, sedangkan penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu
dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam
melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan
berakibat peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan hal
tersebut, penggunaan antibiotik secara empiris dapat dilakukan dengan
memperhatikan pola kuman penyebab yang tersering ditemukan di klinik tersebut.
Antibiotik tersebut segera diganti apabila sensitivitas kuman diketahui. 1, 10, 11

Manajemen kemungkinan besar sepsis yakni :

- Pasang jalur IV dan berikan cairan IV dengan dosis rumatan


- Ambil sampel darah dan kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan
sensitivitas (bila kemungkinan ) dan periksa juga hemoglobin

a. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan dini


Pada pasien SAD (Septik Awitan Dini), terapi empirik antibiotik yang
digunakan adalah antibiotik yang mampu mengkover bakteri penyebab paling
sering terjadinya sepsis seperti E.Coli, Staphylococcus Aureus, SGB
(Streptococcus Group B), dan Listeria monocytogenes. Kombinasi penisilin atau
ampisilin ditambah aminoglikosida mempunyai aktivitas antimikroba lebih luas
dan umumnya efektif terhadap semua organisme penyebab SAD. Kombinasi ini
sangat dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas antibakteri.13

b. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan lambat


Kombinasi penisilin atau ampisilin dengan aminoglikosida dapat juga
digunakan untuk terapi awal Sepsis Awitan Lambat (SAL). Pada beberapa rumah
sakit, strain penyebab infeksi nosokomial telah mengalami perubahan selama 20

40
tahun terakhir ini karena telah terjadi peningkatan resistensi terhadap kanamisin,
gentamisin, dan tobramisin.13
Oleh karena itu, pada infeksi nosokomial lebih dipilih pemakaian netilmisin
atau amikasin dikombinasikan dengan cloxacillin 100 mg/KgBB/hari sebagai lini
pertama. 9,13

Tabel 7. Terapi Antibiotik Sepsis Neonatal

Pada pasien ini diberikan kombinasi antimikroba spektrum luas dan


umumnya efektif terhadap semua organisme penyebab SAD. Kombinasi ini
sangat dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas antibakteri.
diberikan antibiotik injeksi cefotaxime 2x120 mg, gentamisin 12 mg/24 jam
dan injeksi dexametasone 3 x 0,5 mg IV.

Terapi yang diberikan untuk sepsis neonatal yaitu dengan memberikan


antibiotik spektrum luas sambil menungggu kultur bakteri dan uji resitensi.
1) Antibiotik yang menjadi pilihan pertama ialah sefalosporin (sefotaksim)
dengan dosis 200 mg/kgBB/hari intravena dibagi dalam 2 dosis,
dikombinasikan dengan amikasin yang diberikan dengan dosis awal 10
mg/kgBB/hari intravena, atau dengan gentamisin 6 mg/kgBB/hari dibagi dalam
2 dosis.

41
2) Pilihan kedua ialah ampisilin 300-400 mg/kgBB/hari intravena, dibagi dalam 4
dosis, dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/kgBB/hari intravena
dibagi dalam 4 dosis.
3) Pilihan selanjutnya ialah kotrimoksazol 10 mg/kgBB/hari intravena dibagi
dalam 2 dosis.

Prognosis pada kasus ini ialah dubia et bonam, dimana diagnosa Bayi kurang
bulan (SMK), Riwayat Asfiksia Neonatorum, riwayat gangguan Nafas
Ringan, dan Hiperbilirubinemia telah diberikan manajemen sesuai target, dan
proses penanganan sesuai protokol.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Rosiswatmo R., 2012. Sari Pediatri, Vol. 14. Jakarta. Badan Penerbit IDAI

2. Tim Poned UKK Perinatologi IDAI., 2012. Gangguan Nafas Pada Bayi Baru

Lahir. Palu. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD UNDATA.

3. Nelson, 2012. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15 Volume 1, EGC : Jakarta.

4. IDAI. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : IDAI ; 2014.

5. Behrman, Kliegman, Arvin. NelsonTextbook of Pediatrics, Ilmu Kesehatan

Anak, edisi ke 18. Sepsis dan Meningitis Neonatus. Jakarta : EGC; 2004 ; hal

653-663.

6. Ann L Anderson-Berry, MD. 2014. Page available at

http://emedicine.medscape.com/article/978352-overview diakses tanggal 7 Januari

2016.

7. Mary T. Caserta, MD. 2013. Neonatal Sepsis. Page available at

http://www.merckmanuals.com/professional/sec19/ch279/ch279m.html diakses

tanggal 7 Januari 2016.

8. Claudio Chiesa et al. 2004. Diagnosis of Neonatal Sepsis : A Clinical and

Laboratory Challenge. Page available at

http://www.clinchem.org/cgi/content/full/50/2/279 diakses tanggal 7 januari 2016.

9. Triana A, Damayanti IP, Afni R, Yanti JS. Buku Ajar Kebidanan Kegawat

Daruratan Maternal dan Neonatal. Yogyakarta : Deepublish ; 2015 ; hal 164

10. Pujiati. Gangguan Napas Pada Bayi Baru Lahir. Semrang ; Bagian Ilmu

Kesehatan Anak ;2014.

43
11. Haksari EL. Menyusui Bayi dengan Hipoglikemia. Jakarta : Indonesian

pediatric society ; 2013.

12. Effendi SH. Sepsis Neonatal; Penatalaksanaan Terkini Serta Berbagai

Masalah Dilematis. Bandung : Simposium Ilmiah dan Workshop Meet The

Professor; 2013.

44

Anda mungkin juga menyukai