Anda di halaman 1dari 22

Bagian Obstetri dan Ginekologi REFLEKSI KASUS

“ SUSPEK ADENOMIOSIS”

Disusun Oleh :

ABDUL JABAR MUHAMMAD

N 111 14 066

PembimbingKlinik:

dr. SYAHRIR ABDURRASYID, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2016
BAB I
PENDAHULUAN

Adenomiosis (endometriosis interna) adalah implantasi jaringan endometrium


di dalam miometrium (otot rahim). Akibat implantasi endometrium yang masih aktif
dalam otot rahim terjadi perubahan pada saat menstruasi atau aktivitasnya mengikuti
perubahan hormonal. Adenomiosis sering berkembang pada usia reproduksi lanjut,
biasanya antara usia 35 dan 50 tahun. Estimasi prevalensi adenomiosis sangat luas
dari 5-70% dengan frekuensi rata-rata tindakan histerektomi sekitar 20-30%.
Mekanisme perkembangan adenomiosis tidak diketahui. Pada binatang,
prolaktin muncul sebagai pemicu awal dari adenomiosis disamping estrogen dan
progesteron dibutuhkan sebagai penyelenggaranya. Ketika prolaktin dan antagonis
dopamin diberi pada mencit neonatus (usia 1-14 hari) atau mencit dewasa muda (usia
40-79 hari), binatang-binatang tersebut menderita adenomiosis dengan angka yang
lebih tinggi secara signifikan dibandingkan mencit yang tanpa perlakuan.
Adenomiosis adalah diagnosis klinis dan dapat dikonfirmasi dengan
gambaran patologi anatomi. Studi pencitraan yaitu USG transvaginal dan MRI
walaupun membantu tapi memiliki akurasi yang kurang dan tidak direkomendasikan
secara rutin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Adenomiosis (endometriosis interna) adalah implantasi jaringan
endometrium di dalam miometrium (otot rahim). Akibat implantasi
endometrium yang masih aktif dalam otot rahim terjadi perubahan pada saat
menstruasi atau aktivitasnya mengikuti perubahan hormonal. Pada saat
menstruasi, endometrium mengalami proses menstruasi pula tetapi darah tidak
mempunyai saluran untuk keluar sehingga terjadi timbunan darah. Timbunan
darah ini saat menstruasi menimbulkan rasa sakit.1
Adenomiosis uterus adalah perluasan kelenjar endometrium dan stroma
secara simetris atau terlokalisasi ke dalam miometrium. Kondisi ini juga dapat
dikaitkan dengan endometriosis atau mioma.2

2. Epidemiologi
Diagnosis adenomiosis ditegakkan secara histologis sehingga angka
insidensi yang pasti tidaklah dapat ditentukan. Dalam berbagai penelitian,
prevalensinya berkisar antara 5 hingga 70%. Besarnya rentang ini mungkin
dikarenakan oleh banyak faktor termasuk klasifikasi diagnostik yang beragam,
perbedaan jumlah jaringan yang diambil sebagai sampel biopsi dan biasa yang
mungkin timbul dari hal patologinya sendiri karena mempertimbangkan
perjalanan penyakit pasien. Secara umum, rata-rata frekuensi kejadian
adenomiosis pada histerektomi adalah sekitar 20-30%.3
Adenomiosis sering berkembang pada usia reproduksi lanjut, biasanya
antara usia 35 dan 50 tahun. Estimasi prevalensi adenomiosis sangat luas dari
5-70% dengan frekuensi rata-rata tindakan histerektomi sekitar 20-30%.Wanita
premenopause dengan diagnosis adenomiosis yaitu 70%. Di Indonesia
endometriosis ditemukan kurang lebih 30% pada wanita infertil.3,4
3. Etiologi
Mekanisme perkembangan adenomiosis tidak diketahui. Pada binatang,
prolaktin muncul sebagai pemicu awal dari adenomiosis disamping estrogen
dan progesteron dibutuhkan sebagai penyelenggaranya. Ketika prolaktin dan
antagonis dopamin diberi pada mencit neonatus (usia 1-14 hari) atau mencit
dewasa muda (usia 40-79 hari), binatang-binatang tersebut menderita
adenomiosis dengan angka yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan
mencit yang tanpa perlakuan. Disamping itu, mencit yang diberi
dietilstilbestrol dan progesteron menghasilkan proporsi lebih tinggi
berkembangnya adenomiosis. Meskipun demikian, tidak ada yang
menunjukkan secara langsung hubungan prolaktin dan kelebihan estrogen
terhadap perkembangan adenomiosis.5
Trauma uteri dengan gangguan pada endometrium dan miometrium
junction (misalnya pada proses kelahiran) telah dikaji sebagai penyebab
adenomiosis. Kemungkinan trauma persalinan merusak pertautan endometrial-
miometrial yang selanjutnya terjadi hiperplasia reaktif dari endometrium basalis
menghasilkan invasi miometrium melalui lapisan basal dan perkembangan
adenomiosis. Trauma pembedahan dari lapisan uterus juga sebagai predisposisi
perkembangan adenomiosis.4

4. Gejala klinis
Gejala klinik yang dijumpai pada adenomiosis adalah:
1. Menoragia : perdarahan banyak saat menstruasi
2. Dismenorea sekunder : rasa sakit sebelum dan pada saat menstruasi
3. Nyeri pelvis
4. Pembesaran rahim asimetris walaupun ukuran biasanya kurang dari 14 cm
dan lunak, khususnya saat menstruasi. Pergerakan uterus tidak terbatas dan
tidak dikaitkan dengan kelainan adnexa. 6
5. Kadang-kadang adanya daerah adenomiosis yang melunak dapat diamati
tepat sebelum atau selama permulaan menstruasi.
6. Keadaan ini cenderung terjadi pada wanita yang melahirkan >30 tahun dan
jarang pada nulipara. 1

5. Faktor risiko
1. Usia
70-80% wanita mengalami histerektomi pada adenomiosis berada
pada dekade 4 dan 5 serta multiparitas. Beberapa penelitian melaporkan
rata-rata usia>50 tahun yang mengalami histerektomi pada penderita
adenomiosis.
Adenomiosis stadium awal mungkin menunjukkan perbedaan fenotip
klinik dibandingakan dengan adenomiosis stadium lanjut.
2. Multiparitas
Presentasi tinggi terjadinya adenomiosis pada wanita dengan
multiparitas. Kehamilan memudahkan pembentukan adenomiosis dengan
membiarkan fokus adenomiosis berada pada miometrium karena invasif
alami dari trofoblas terhadap pertambahan serabut-serabut miometrium.
Jaringan adenomiotik mungkin memiliki reseptor estrogen lebih tinggi
dan lingkungan hormonal pada kehamilan menguntungkan bagi
perkembangan kelompok endometriumektopik.
3. Pembedahan uterus
Wanita yang memiliki riwayat pembedahan uterus seperti kuretage
atau operasi caesar memiliki risiko lebih tinggi untuk berkembangnya
kondisi ini daripada wanita rata-rata yang berisiko.3
4. Merokok
Penurunan level serum estrogen telah dilaporkan pada perokok.
5. Kehamilan ektopik
Inplantasi adenomiosis dapat menghasilkan perkembangan kehamilan
didalam miometrium.
6. Depresi dan penggunaan antidepresan
Penelitian terbaru tentang adenomiosis telah menemukan peningkatan
risiko pada manusia dan binatang yang mengalami depresi dan
penggunaan antidepresan.Ini mungkin berkaitan dengan dinamika
prolaktin yang abnormal.
Pada penelitian in vitro menjelaskan bahwa prolaktin dihasilkan oleh
jaringan uterus manusia meliputi endometrium, miometrium dan
leiomioma dan reseptor prolaktin fungsional berada dalam uterus dan
mampu berlaku sebagai sel otot polos mitogen.Pertumbuhan
endometriosis mungkin di atur oleh sistem imun alami dalam lingkungan
pelvis.
7. Pengobatan tamoxifen
Adenomiosis relatif jarang pada wanita postmenopaus tapi indensi
lebih tinggi pada wanita yang diterapi dengan tamoxifen untuk kanker
payudara.
Tamoxifen adalah antagonis reseptor estrogen pada jaringan payudara
melalui metabolit aktifnya, hidroxytamoxifen.Di dalam jaringan
endometrium, hidroxytamoxifen bekerja seperti agonis sehingga
adenomiosis dapat berkembang atau teraktivasi kembali.4

6. Patofisiologi
Peneliti mengajukan hipotesis bahwa patogenesis adenomiosis adalah invasi
miometrium oleh endometrium menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia miometrium.
Pendukung teori ini berkaitan dengan paritas yang menyebabkan gangguan pada
uterus saat kehamilan dan melahirkan secara sesar dapat memicu terjadinya
adenomiosis.2
Gambar 1. Uterus normal dan adenomyosis

Mekanisme pasti mengenai bagaimana munculnya gejala adenomiosis masih


belum jelas. Meskipun demikian, ada beberapa perubahan yang terjadi pada
miometrium pasien yang kemudian menimbulkan gejala menoragia.Fokus
adenomiosis dapat mempengaruhi susunan otot-otot normal di uterus, dan karena itu,
otot-otot uterus jadi tidak dapat berkontraksi dengan optimal sewaktu menstruasi
sehingga muncullah perdarahan dalam jumlah lebih banyak. Distorsi dari lapisan
miometrium sebelah dalam pada zona junctional juga akan mempengaruhi kontraksi
miometrium, orientasi, amplitudo dan frekuensi kontraksi, yang berakibat pada
menoragia, karena lapisan miometrium subendometriumnya terlibat dalam modulasi
kontraksi uterus di sepanjang siklus menstruasi. Sebagai tambahan, adenomiosis
dapat berakibat pada pembesaran uterus dimana luas area permukaan endometrium
jadi lebih luas, jaringan adenomiosis ektopik tersebut mengandung sitokin-sitokin
seperti faktor pertumbuhan angiogenik (basic fibroblast growth factor).6

Menoragia dapat menyebabkan ketidakstabilan uterus atau dismenorea akibat


stimulasi dan edema jaringan endometrium di dalam miometrium. Diperkirakan
bahwa jaringan adenomiosis mungkin memiliki karakteristik yang sama dengan
endometriosis, dimana endometrium ektopik tersebut memiliki reseptor
siklooksigenase 2 dalam jumlah yang sangat banyak. Jumlah reseptor yang sangat
banyak ini menyebabkan peningkatan pembentukan prostaglandin, dan
mengakibatkan dismenorea berat dan nyeri panggul kronik.2

Gambar 2.Histerektomi total

Hormon steroid gonadal juga berperan dalam patofisiologi adenomiosis.


Penempelan adenomiotik menunjukkan aktivitas sulfatase estron dan juga berbagai
bentuk reseptor estrogen. Peran estrogen dan estrogen reseptor pada penempelan
adenomiotik selanjutnya didukung dengan bukti bahwa hiperplasia endometrium
lebih lazim terjadi pada wanita yang mengalami adenomiosis. Prolaktin menjadi
kunci agen patologik. Mencit yang memiliki level prolaktin plasma yang tinggi dan
pemberian bromokriptin mencegah perkembangan adenomiosis. Paparan tidak
langsung dari uterus karena hiperprolaktinemia sekunder terhadap pengobatan
serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dapat menyebabkan adenomiosis. Teori ini
diperkuat dengan bukti yang menunjukkan bahwa depresi dan penggunaan
antidepresan meningkatkan kejadian adenomiosis. Serta peninggkatan level FSH
juga penting dalam patogenesis penyakit ini.7

7. Diagnosis
Adenomiosis adalah diagnosis klinis dan dapat dikonfirmasi dengan
gambaran patologi anatomi. Studi pencitraan yaitu USG transvaginal dan MRI
walaupun membantu tapi memiliki akurasi yang kurang dan tidak
direkomendasikan secara rutin.5

8. Diagnosis Banding
1. Kehamilan
2. Leiomioma submukosa (leiomioma terjadi pada 50-60% kasus adenomiosis)
3. Endometriosis pelvis (menyebabkan komplikasi pada 15% adenomiosis)
4. Sindrom kongestif pelvis
5. Hipertrofi uteri idiopatik
6. Kanker endometrium.1

9. Penatalaksanaan
1. Bersifat simtomatik jika masih ingin mempertahankan kemampuan untuk
memiliki anak. Terapi hormon tidak bermanfaat.
2. Kadang-kadang adenomioma yang terisolasi dapat diangkat dengan
pembedahan.
3. Terapi kuratif yang biasa dikerjakan adalah histerektomi. 1
4. Pada kasus adenomiosis ringan tidak membutuhkan terapi dan sering
menghilang secara spontan setelah menopaus.
5. Nyeri menstruasi yang parah dapat diterapi dengan obat antiprostaglandin.
Namun jika periode nyeri berkepanjangan dan tidak dapat ditoleransi
dengan antiprostaglandin maka dipertimbangkan untuk dilakukan
histerektomi.
6. Hormon sintetik agonis GnRH (gonadotropin-releasing hormone) dapat
menjadi alternatif diluar pembedahan seperti progestin-releasing
intrauterine devices (misalnya Mirena). 3
7. NSAID, kontrasepsi oral, dan menekan menstruasi menggunakan progestin
telah dibuktikan dapat membantu dalam penanganan awal. 6
BAB III

LAPORAN KASUS

STATUS GINEKOLOGI

Tanggal Pemeriksaan :26/07/2016

Jam : 14.00 WITA

IDENTITAS

Nama : Ny. D
Umur : 47 Tahun (18-08-1969)
Alamat : Toli-toli
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA

ANAMNESIS

Menarche : 13 tahun

Keluhan Utama : Riwayat perdarahan berlebih saat haid

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien masuk dengan pengantar untuk rencana dilakukan Histerektomi total atas
indikasi adenomiosis. Sebelumnya pasien mengeluh perdarahan haid yang banyak
sejak 6 bulan terakhir, pasien mengganti pembalut > 5 kali/hari, durasi haid 10-14
hari. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut bagian bawah. Nyeri perut dialami ketika
pasien sedang haid. Nyeri haid yang hebat sehingga pasien selalu meminta obat anti
nyeri pada mantri atau bidan untuk menghilangkan rasa nyeri tersebut. Pasien sudah
keluar masuk RS 2 kali dengan keluhan yang sama. Riwayat nyeri dan keluar darah
saat berhubungan seksual disangkal. Pasien menggunakan kontrasepsi suntik selama
±10 tahun, namun telah dihentikan sejak 8 bulan yang lalu.Demam (-), pusing (-),
batuk (-), mual (-), muntah (-), penurunan nafsu makan (-) dan penurunan berat
badan (-), BAK (+), BAB (+).

Riwayat Obstetri :
I : laki-laki, usia 24 tahun, lahir di rumah ditolong oleh dukun.
II : perempuan, usia 20 tahun, lahir di rumah ditolong oleh dukun.
III : laki-laki, 18 tahun, lahir di rumah, ditolong oleh dukun.
IV : perempuan, 15 tahun, lahir di rumah di tolong oleh bidan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien telah 2 kali masuk RS karena keluhan yang sama,
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Peny. Jantung (-), Asma (-), Alergi (-)

PEMERIKSAAN FISIK

KU : Baik Tekanan Darah: 110/70 mmHg


BB : 52 Kg Nadi : 84 x/mnt
Respirasi : 20 x/mnt
Suhu Tubuh : 37, 4˚C
 Kepala – Leher :
Conjungtiva Anemis : (-/-)
Sklera ikterik : (-/-)
Pembesaran KGB : (-/-)

 Thorax :
Inspeksi : Pergerakan dada simetris ki=ka, retraksi (-/-)
Palpasi : Nyeri tekan (-/-), vocal fremitus simetris ki=ka, krepitasi (-/-)
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

 Abdomen :
Inspeksi : Tampak cembung
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Massa (-), Nyeri tekan (+).
 Genitalia
Pemeriksaan Dalam (VT) :
- Kondisi vagina: lembab dan hangat
- Kondisi serviks: penebalan (+), pembesaran (+),edema (-)
- Dilatasi serviks (pembukaan) : tidak ada
· - Keadaan ketuban : ( - )

- Bagian terendah janin : ·tidak dapat di nilai


- keadaan panggul : spina ischiadika tidak teraba
· - Pelepasan : darah (+)

 Ekstremitas
Edema : (-/-)Akral hangat.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah lengkap :

RBC : 5,1 x 10⁶/mm3


WBC : 8,2 x 103 / mm3
HCT : 38,1 %
PLT : 256 x 103 / mm3
HB : 12,3 g/dL
Pemeriksaan kimia darah :

GDS : 116 mg/dL


Ureum : 13 mg/dL
Kreatinin : 0,69 mg/dL
SGOT : 13 ul
SGPT : 12 ul
HbsAg : Non Reaktif
USG:

Hasil USG : Uterus Membesar, ukuran endometrium 5,22 cm x 1,41 cm kesan


Adenomiosis

RESUME

Pasien perempuan 47 tahun masuk dengan pengantar dari dokter untuk rencana
dilakukan Histerektomi total atas indikasi adenomiosis. Sebelumnya pasien mengeluh
perdarahan haid yang banyak sejak 6 bulan terakhir, pasien mengganti pembalut > 5
kali/hari, durasi haid 10-14 hari.Pasien juga mengeluhkan nyeri perut bagian
bawah.Nyeri perut dialami ketika pasien sedang haid.Nyeri haid yang hebat sehingga
pasien selalu meminta obat anti nyeri pada mantri atau bidan untuk menghilangkan
rasa nyeri tersebut.Pasien sudah keluar masuk RS 2 kali dengan keluhan yang sama.
Riwayat nyeri dan keluar darah saat berhubungan seksual disangkal. Pasien
menggunakan kontrasepsi suntik selama ±10 tahun, namun telah dihentikan sejak 8
bulan yang lalu.Dari pemeriksaan fisik di dapatkan abdomen tampak cembung, massa
(-), nyeri tekan (+).

Dari pemeriksaan penunjang dari pemeriksaan darah rutin didapatkan penurunan HB


12,3 g/dL.USG :tampak gambaran uterus membesar kesan adenomiosis.

DIAGNOSIS
Suspek Adenomiosis

PENATALAKSANAAN

- Rencana operasi Histerektomi total

FOLLOW UP Tanggal : 27/07/2016


S : nyeri perut (+), mules (+), keluar darah dari vagina (+).
O :KU : baik
TD : 110/80 mmHg
N :100 x/menit
P : 24 x/menit
S : 360C
A : Suspek Adenomiosis
P :Rencana histerektomi total
FOLLOW UP 28/07/2016
S : nyeri perut (+), mules (+), keluar darah dari vagina (+).
O :KU : baik
TD : 110/80 mmHg
N :96 x/menit
P : 20 x/menit
S : 360C
A : suspek Adenomiosis
P :Rencana histerektom totali hari ini
LAPORAN OPERASI
Penderita dibaringkan telentang di meja operasi. Dilakukan tindakan aseptik dan
antiseptik selanjutnya abdomen dan sekitarnya ditutup dengan doek steril kecuali
lapangan operasi. Setelah dalam anestesia spinal dilakukan insisi pada abdomen
secara pfannenstiel ± 14 cm. Insisi diperdalam lapis demi lapis secara tajam dan
tumpul.Dilakukan eksplorasi, terlihat uterus membesar dengan ukuran
12x10x7cm. Kedua tuba dan ovarium baik, Ovarium ditinggalkan dengan maksud
untuk mencegah agar tidak terjadi menopause sebelum waktunya serta mencegah
terjadinya gangguan koroner atau arteriosklerosis umum. Diputuskan untuk
dilakukan Histerektomi total. Ligamentum rotundum dextra diklem dengan tiga
buah klem, digunting, dijahitligasi dengan chromic. Bagian sisi uterus dijahit
dengan seide, begitu juga sisi kontralateral. Pangkal tuba, ligamentum ovarii
proprium dextra diklem dengan tiga buah klem, digunting dijahit dengan ligasi,
begitu juga dilakukan untuk yang sinistra. Ligamentum latum dijepit dengan tiga
buah klem, dijahit ligasi.Begitu juga sisi kontralateral. Plica vesica uterine
diidentifikasi dijepit dengan dua buah kocher, digunting kecil diantaranya dan
diperlebar ke lateral sampai ligamentum rotundum lalu disisihkan ke bawah
dengan kasa steril. Identifikasi arteri uterine dextra, vasa uterina dextra diklem
dengan tiga buah klem, digunting, dijahit ligasi, kontrol perdarahan, begitu juga
dilakukan untuk sisi sinistra ligamentum kardinale dan ligamentum sakrouterina
dijepit, digunting, dijahitligasi begitu juga sisi kontra lateralnya.Identifikasi
puncak vagina kemudian diklem dengan klem bengkok, uterus dipotong sampai
lepas dari vagina. Puncak vagina diklem dengan beberapa klem panjang,
dimasukkan kasa betadine ke vagina, puncak vagina djahit. Kavum abdomen
dibersihkan dari sisa-sisa perdarahan, kontrol perdarahan → (-). Abdomen ditutup
lapis demi lapis, fascia secara jelujur, fat secara jelujur dengan cat gut, kulit
dijahit secara subcuticular .Luka operasi ditutup dengan kasa steril.Perdarahan : ±
500 cc. Diuresis : ± 300 cc. Jam 14.30 WITA operasi selesai.
Diagnosis pra operatif : Adenomiosis
Diagnosis post operatif : Post Histerektomi total a/i Suspek
adenomiosis
Jenis operasi : Histerektomi totalis
Lama operasi : 1 jam 30 menit
Jaringan yang dieksisi ke PA : uterus
Hasil PA :
Pemeriksaan makroskopik diterima 1 potong jaringan berat ± 7 gram ukuran
2,3x1,5x1,2 cm sampai dengan 3x1,5x0,5 cm, konsistensi padat kenyal pada
irisan tampak kista berisi ekstravasasi darah yang dikelilingi jaringan otot, dan
pada pemeriksaan mikroskopik menunjukan potongan jaringan yang terdiri dari
jaringan sel-sel otot polos yang hipertrofi tersusun melingkari kantung kista
dengan dinding lapisan mukosa endometrium berisi penumpukan sel-sel darah
merah.
Instruksi Post Operasi

- IVFD RL 28 tts/mnt
- Transfusi PRC bertahap
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/IV/12 jam
- Inj. Transamin 1 amp/iv/8 jam
- Drips metronidazole 0,5 g/12 jam
- Inj. Ketorolac 1 Amp/IV/8 jamz
- Inj. Ondancentron 1 amp/iv/8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/iv/8 jam
- Inj. Gentamicin 1 amp/11v/12 jaM
FOLLOW UP
S :Nyeri luka bekas operasi (+), BAB (-), BAK (+)
O :KU : baikKesadaran : Compos mentis
Konjungtiva Anemis : (-/-)
TD : 110/70 mmHg R : 16 x/mnt
N : 92x/mnt S : 36,9˚C
A :Post Histerektomi total a/i suspek adenomiosis
P :Aff infus
Cefadroxil tab 2X1
Asam mefenamat tab 3X500 mg
Dulcolax supp 1X1

FOLLOW UP
S :Nyeri luka bekas operasi berkurang (+), BAB (+), BAK lancar.
O :KU : baik
Kesadaran : Compos mentis
Konjungtiva Anemis : (-/-)
TD : 110/70 mmHg R : 16 x/mnt
N : 80x/mnt S : 36,7˚C
A :Post Histerektomi total a/i suspek adenomiosis
P :Cefadroxil tab 2X1
Asam mefenamat tab 3X500 mg

FOLLOW UP
S :Keluhan (-)
O :KU : baik
Kesadaran : Compos mentis
Konjungtiva Anemis : (-/-)
TD : 110/60 mmHg
R : 22 x/mnt
N : 78 x/mnt
S : 36,7˚C
Hasil lab :
RBC: 3.14 x 10⁶/mm3
WBC: 14.5 x 103 / mm3
HCT: 26.2 %
PLT: 211 x 103 / mm3
HB: 10.1 g/dL
A :Post Histerektomi total a/i suspek adenomiosis
P :Cefadroxil tab 2X1
Asam mefenamat tab 3X500 mg
Boleh pulang, kontrol di poli 3 harikemudian
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut.
Berdasarkan hasil anamnesis, Pasien masuk dengan riwayat menorhagiadan
dismenorhea sejak 6 bulan terakhir. Dispareunia (-), post coital bleeding (-).
Dari hasil pemeriksaan fisik di dapatkan abdomen tampak cembung, massa (-),
nyeri tekan (+).
Dari pemeriksaan penunjang USG tampak gambaran uterus membesar kesan
adenomiosis.
Setelah dilakukan laparatomi dapat diketahui bahwa pasien memiliki perbesaran
uterus menjadi ukuran 12cm x 10cm x 7cm. Untuk penegakan diagnosis pasti
adenomiosis dibutuhkan pemeriksaan histopatologi, pada pasien ini sampel masa
uterus telah dikirimkan ke laboratorium histopatologi, hasil pemeriksaan
histopatologi menunjukkan, pada pemeriksaan makroskopik diterima 1 potong
jaringan berat ± 7 gram ukuran 2,3x1,5x1,2 cm sampai dengan 3x1,5x0,5 cm,
konsistensi padat kenyal pada irisan tampak kista berisi ekstravasasi darah yang
dikelilingi jaringan otot, dan pada pemeriksaan mikroskopik menunjukan potongan
jaringan yang terdiri dari jaringan sel-sel otot polos yang hipertrofi tersusun
melingkari kantung kista dengan dinding lapisan mukosa endometrium berisi
penumpukan sel-sel darah merah. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa adenomiosis pada gambaran histopatologi akan tampak pulau-pulau jaringan
endometrium diantara serabut otot lapisan miometrium, kedalaman penetrasi jaringan
endometrium kedalam lapisan miometrium dapat diklasifikasikan. Hipertrofi dan
hiperplasia miometrium sering tampak bervariasi disekitar pulau-pulau jaringan
endometrium, dan dapat ditemukan sel fagosit dan hemosiderin pada jaringan
miometrium. Hanya saja pada pemeriksaan histopatologi pada pasien ini tidak
dilakukan secara menyeluruh, karena sampel yang dikirimkan hanya berupa massa
tumor yang terdapat pada uterus. Untuk menghilangkan kecurigaan kita terhadap
penyebab perdarahaan lain seperti contohnya mioma uteri, keganasan endometrium
maupun endoserviks, seharusnya diperlukan pengambilan dan pemeriksaan pada
lebih banyak sampel, misalnya sampel dapat diambil pada bagian miometrium,
endometrium, dan serviks.
Penyebab pasti penyakit tersebut tidak diketahui namun faktor risiko yang
dimiliki pasien diduga dapat memicu berkembangnya penyakit tersebut.Faktor
multiparitas juga menjadi salah satu pemicu terjadinya adenomiosis.Pasien telah
melahirkan secara spontan sebanyak 3 kali ditolong dukun dengan peralatan seadanya
dan tidak steril.
Menorhagi terjadi akibat fokus adenomiosis yang terbentuk pada miometrium
menyebabkan otot-otot uteri tidak dapat berkontraksi dengan optimal sehingga
perdarahan terjadi lebih banyak saat menstruasi.Pembesaran uterus karena adanya
adenomiosis membuat luas permukaan endometrium menjadi lebih luas sehingga
Dismenore terjadi diperkirakan karena jaringan adenomiosis mungkin memiliki
karakteristik yang sama dengan endometriosis, dimana endometrium ektopik tersebut
memiliki reseptor siklooksigenase 2 dalam jumlah yang sangat banyak. Jumlah
reseptor yang sangat banyak ini menyebabkan peningkatan pembentukan
prostaglandin, dan mengakibatkan dismenorea berat dan nyeri panggul kronik.
Pada kasus ini tatalaksana yang dipilih adalah histerektomi total, histerektomi
merupakan tindakan yang paling tepat untuk penatalaksanaan adenomiosis. Jenis
histerektomi yang dilakukan tergantung dari luasnya penyebaran jaringan
endometrium pada miometrium. secara umum tindakan ini dipilih dengan
pertimbangan beberapa hal:
1. Pasien telah mempunyai keturunan
2. Telah dilakukan terapi medis ataupun tindakan non operasi yang adekuat.
3. Pemeriksaan telah dilakukan untuk mengetahui penyebab di luar rahim yang
menyebabkan gejala yang dialami pasien atau berbagai penyebab yang
dapat mengakibatkan tindakan histerektomi tidak tepat.
4. Jika memang terdapat indikasi histerektomi, maka keganasan harus dapat
disingkirkan.
5. Persetujuan tindakan medis harus dilakukan termasuk didalamnya
keuntungan dan kerugian dari histerektomi dan dilakukan diskusi dengan
pasien.

Prognosis dari kasus ini adalah dubia ad bonam, menurut teori tindakan
histerektomi merupakan tindakan kuratif untuk kasus adenomiosis. Hal ini ditunjang
dengan follow-up pasien yang menunjukkan perkembangan kesehatan pasien yang
membaik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Benson, RC., Pernoll, ML, 2009, Buku Saku Obstetri & Ginekologi, Edisi 9,
EGC, Jakarta.
2. Sinclair, C, 2010, Buku Saku Kebidanan, EGC, Jakarta.
3. Carlson, KJ, et al, 2004, The Harvard Guide to Women’s Health, Harvard
University Press.
4. Taran, FA, et. Al, 2013, Adenomyosis: epidemiology, Risk Factors, Clinical
Phenotype and Surgical and Interventional Alternatives to Hysterectomy,
geburtshilfe Frauenheilkd, Journal: accessed Maret 20 2016, German.
5. Blaustein, A, Kurman, RJ, 2002, Blaustein’s Pathology of the Female Genital
Tract, Springer Science & Business Media.
6. Berek, JS, 2007, Berek & Novak’s Gynecology, Williams, L, Wilkins.
7. Strauss, JF, Barbieri RL, 2013, Yen and Jaffe’s Reproductive Endocrinology,
Elsevier Health Sciences, accessed Maret 20 2014.
8. Milwaukee, 2008, Endometriosis, article, accessed in Maret 22 2016, Gale
Encyclopedia of Medicine.
9. Agarwal N, Subramanian, A, 2010, Endometriosis-Morphology, clinical
presentations and Molecular Pathology, Medknow Publications, Accessed in
Maret 222016.

Anda mungkin juga menyukai