Anda di halaman 1dari 10

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

REFERAT MINI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MEI 2015

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN


VARICELLA

DISUSUN OLEH :
Arwini Mudrika
C11110263
PEMBIMBING
dr. Rahmawati Anwar

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
1

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:
Nama

Arwini Mudrika

Nim

C111 10 263

Judul Referat :

Diagnosis dan penatalaksanaan varicella

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, MEI 2015


Residen Pembimbing

dr. Rahmawati Anwar

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN


VARISELA
BAB I
PENDAHULUAN
Varicella yang dikenal juga dengan Chickenpox merupakan suatu penyakit
infeksi primer dari Varicella Zoster Virus (VZV). Di daerah yang beriklim sedang,
varicella umumnya menyerang usia 10 tahun, sedangkan di daerah yang beriklim
tropis, varicella merupakan penyakit yang sering diderita oleh usia remaja. Selain
itu, penyakit ini juga sering muncul pada musim panas dimana terjadi peningkatan
suhu udara. Pada umumnya penyakit ini dianggap ringan, dapat sembuh sendiri,
namun dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Varicella juga tergolong
penyakit dengan angka penularan yang tinggi, dimana penyakit ini dapat menular
melalui kontak langsung dengan lesi dan melalui udara. Varicella dapat
menimbulkan infeksi sekunder yang disebut shingles atau Herpes Zoster yang
merupakan reaktivasi dari VZV yang tersisa dan tidak terlihat pada ganglia
neuron.(1-3)
A. ETIOLOGI
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV) yang ditularkan
melalui udara ke saluran pernafasan yang memiliki masa inkubasi kurang lebih 14
hari dengan rentang antara 9-21 hari. Pada pasien dengan immunosupresi masa
inkubasi akan berlangsung lebih pendek.(4) (5)
B. PATOGENESIS
Droplet udara pernafasan yang mengandung VZV diyakini sebagai
transmisi utama penyebaran Varicella, padahal kontak dengan cairan vesikel dari
penderita juga dapat menularkan penyakit ini. Penderita penyakit immunosupresi
seperti HIV/AIDS ataupun individu yang menerima obat immunosupresan
(steroid) juga rentan terjangkit penyakit ini.(5) (6)
3

Virus Varicella masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa traktus


respiratorius bagian atas (orofaring), kemudian mengalami multiplikasi awal dan
diikuti penyebaran virus ke pembuluh darah dan saluran limfe, keadaan ini disebut
viremia primer. Viremia primer menyebabkan virus ke sel retikuloendotelial
dalam limfe, hati dan organ lainnya, ini terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-6
setelah inkubasi awal. Viremia sekunder terjadi setelah kurang lebih 2 minggu,
meluas ke kulit dan sistem viscera menyebabkan lesi tipe vesikel. Viremia ini juga
menyebarkan virus ke sistem respirasi, sistem saraf pusat dan hati. Viremia ke
sistem respirasi menyebabkan adanya transmisi virus Varicella Zoster pada orang
yang belum terinfeksi. Viremia sekunder menyebabkan timbulnya demam dan
malaise. Virus akan menuju ke epidermis dengan cara menginvasi kapiler sel
endotel kurang lebih 14 16 hari setelah virus masuk ke tubuh. Setelah itu virus
akan berpindah dari lesi mukosa untuk menginvasi dasar ganglia neuron, dimana
virus akan tinggal sampai adanya reaktivasi di kemudian hari yang dapat
menyebabkan shingles (2,6,7)

BAB II
DIAGNOSIS

Diagnosis klinis yang berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan klinis


dianggap sangat penting dalam pemberian terapi antivirus nantinya. Pemeriksaan
tambahan berupa tes laboratorium juga dibutuhkan untuk mempertegas dalam
menegakkan suatu diagnosis.(6)
a. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan kepada pasien apakah ini merupakan pertama
kalinya pasien mengalami gejala ataukah ini merupakan rekuren, sehingga dapat
membantu dalam membedakan varicella dengan herpes zoster. Riwayat kontak
dengan penderita (2-3 minggu sebelumya), riwayat pengobatan, serta riwayat
imunisasi (vaksin) juga harus digali pada proses anamnesis dengan pasien.(2) (6)
b. Gejala Klinis
Dua minggu setelah terpapar infeksi primer, gejala prodormal akan muncul 2-3
hari kemudian, seperti demam, menggigil, sakit kepala, malaise, mual, dan
muntah. Ruam akan muncul sebagai makula eritema pada wajah dan kulit kepala,
yang menyebar ke badan, tapi tidak menyebar ke ekstremitas atas distal dan
ekstremitas bawah. Dua belas jam kemudian makula akan berkembang menjadi
papul (1-3 mm), vesikel, dan pustule. Krusta akan terbentuk beberapa hari
kemudian, dan akan sembuh sempurna sekitar 1 minggu kemudian. Sementara
proses ini berlangsung timbul lagi vesikel-vesikel baru dengan bentuk dan ukuran
yang bermacam macam. Sangat gatal sehingga akibat garukan dapat
menimbulkan infeksi sekunder dan akan menimbulkan bekas pada kulit (8) (9)
Adapun bentuk lesi pada varicella adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Lesi tampak seperti Embun pada bunga mawar: vesikel berdinding tipis berisi
cairan bening dengan dasar yang kemerahan (7)

Gambar 2. Vesikel tampak berawan dengan bagian tengah tertekan ke dalam (umbilicated),
dengan tepi yang tidak beraturan (scalloped). (7)

Gambar 3. Krusta terbentuk di bagian tengah yang pada akhirnya akan menggantikan sisa
vesikel di bagian tepi. (7)

Gambar 4. A. Gambaran Lesi Papul eritem, vesikel vesikel (gambaran embun pada bunga
mawar), krusta, dan erosi pada daerah eskoriasi dapat dilihat pada anak dengan varicella pada
umunya.

B. Lesi dengan tampakan dari jarak yang jauh, terlihat pustule besar, pada wanita

berumur 21 tahun dengan demam dan mengidap varicella pneumonitis. (2)

c. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran Histopatologi
Prosedur laboratoris dengan pemeriksaan sitologis cairan vesikuler dengan
menggunakan metode Tzank (mengerok dasar lesi) yang diwarnai giemsa akan
menunjukkan sel raksasa multinuclear.(1) (5)
Laboratorium
1. Diagnosis pasti dari infeksi VZV dan juga perbedaan antara VZV dan HSV
ditegakkan melalui isolasi virus pada kultur sel diinokulasi dengan cairan
vesikel, darah, cerebrospinal fluid, atau jaringan yang terinfeksi
2. Tes serologis dapat mengindentifikasi seseorang yang menjadi kandidat untuk
isolasi dan profilaksis. Tes yang sering digunakan ialah ELISA (Enzyme-linked
immunosorbont assay). Namun, tes ini tidak memiliki spesifitas dan sensitivitas
yang kurang, dan kadang memberikan hasil positif palsu pada individu yang
rentan(2)

C. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. Smallpox
Smallpox atau Variola Vera adalah infeksi virus akut yang sangat menular.
Ditandai dengan adanya demam, menggigil, dan malaise yang tiba tiba.
Perkembangan eksantem yang cepat, pada umumnya berupa macula, dan
berkembang menjadi pustul, yang pada akhirnya menjadi krusta. (9)
2. Drug Eruption
Adverse Drug Reaction umumnya terjadi akibat overdosis, efek samping,
intolerasni dan alergi obat obatan. Hamper semua obat obatan dapat
mengakibatkan segala jenis reaksi, oleh karena itu penting untuk dimengerti
reaksi obat apa yang mungkin memicu gejala klinis tertentu. Tanyakan mengenai
riwayat pengobatan. Dapat juga dilakukan tes alergi seperti patch test. (10)
3. Gigitan Serangga
Reaksi kutan terhadap gigitan serangga/CRAB (Cutaneous Reaction to Artropoda
Bites) merupakan reaksi inflamasi dan/atau alergi, ditandai oleh erupsi pruritus
serius pada area gigitan berjam-jam sampai berhari-hari setelah gigitan,
manifestasinya oleh papul urtikaria berkelompok atau soliter, papulovesikel, yang
terbatas pada area gigitan. (11)

BAB III
PENATALAKSANAAN

Terapi Varicella bersifat terapi simptomatik, namun pada kondisi tertentu


misalnya pada penderita yang mengalami imunosupresi atau pada komplikasi
berat sebaiknya digunakan obat antivirus. Obat antivirus yang bisa digunakan
adalah Acyclovir 800 mg 5 kali sehari untuk 5-7 hari. Acyclovir oral yang
digunakan dengan dosis tinggi untuk 800 mg, 5 kali sehari untuk 7-10 hari dapat
memperpendek waktu penyakit dan mengurangi sedikit nyeri bagi orang dewasa.
Bagi anak, dosis yang sering digunakan adalah 20 mg/kgBB 4 kali sehari untuk 5
hari. Acyclovir termasuk kedalam golongan antivirus yang disebut synthetic
nucleoside analogues yang bekerja dengan cara menghentikan penyebaran virus di
dalam tubuh dan acyclovir diberikan sedini mungkin setelah gejala-gejala mulai
muncul.(2) Apabila terjadi infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik, pada gejala
gatal gatal diberikan antihistamin dan lotion pengering.(10) Pada anak anak
untuk mencegah pembentukan vesikel dan mempercepat penyembuhan lesi
digunakan Acyclovir sistemik dalam 24 jam pertama dapat membuat turunnya
demam dan gejala sistemik lainnya dalam waktu 1 hari. Pemberian vaksin
varicella sangat dianjurkan pada semua orang sejak umur 12 bulan atau lebih.
Dosis pertama diberikan pada anak anak umur 12 18 bulan dan 2 dosis dalam
interval waktu 4-8 minggu, diberikan pada umur 13 tahun. Vaksin ini sangat
efektif, dimana vaksin mencegah varicella pada 85% anak anak yang telah
diimunisasi. (5)

DAFTAR PUSTAKA
1.

William D James TGB, Dirk.M Elston editor. Andrew's Diseases of The


9

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Skin - Clinical Dermatology. 10 ed. USA: Saunders Elseiver; 2006.


Stephen E Straus MNO, Kenneth E Schmader. Varicella and Herpes
Zoster. Fitzpattricks Dermatology in General Medicine. 7 ed. New York:
Mc Graw-Hill; 2008. p. 1885-98.
Benson Ogunjimi PVD, Philippe Beutels. Herpes Zoster Risk Reduction
through Exposure to Chickenpox Patients: A Systematic Multidisciplinary
Review. PLOS ONE. 2013;8(6):1-18. Epub 2013.
Richard Weller JH, John Savin, Mark Dahl. Infections.
Clinical
Dermatology Australia: Blackwell Publishing Asia; 2008. p. 239-41.
Habif TP. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infections. Clinical
Dermatology : A Color Guide to Diagnosis and Therapy. Philadelphia:
Mosby; 2004.
Vandana Madkan KS, Julie Brantley, Daniel Carrasco, Natalia Mendoza, ,
Tyring SK. Viral Infections. Bolognia: Dermatology. 2 ed. USA: Mosby;
2008.
Virus Infections. In: Tony Burns SB, Neil Cox, Christopher Griffiths
editor. Rook's Textbook of Dermatology. Australia: Wiley-Blackwell; 2012.
Hall JC. Dermatologic Virology. Sauer's Manual of Skin Diseases. 9 ed.
USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
Wolfram Sterry RP, Walter Burgdorf. Viral Diseases. Thieme Clinical
Companions Dermatology. New York: Thieme; 2006. p. 59-61.
Wolfram Sterry RP, Walter Burgdorf. Drug Reactions. Thieme Clinical
Companions Dermatology. New York: Thieme; 2006. p. 179-82.
Vandana Madkan KS, Julie Brantley, Daniel Carrasco, Natalia Mendoza, ,
Tyring SK. Bites and Stings. Bolognia: Dermatology. 2 ed. USA: Mosby;
2008.

10

Anda mungkin juga menyukai