Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Di Indonesia dan negara tropis lainnya, morbiditas varicella masih tinggi,


terutama pada masa anak dan dewasa muda (pubertas). Sejak lama disepakati
bahwa varicella dapat sembuh sendiri (swasirna). Namun, varicella termasuk
penyakit yang kontagius (menular) dan penularan terjadi dengan cepat secara
airborn infection, terutama pada orang serumah dan pada orang dengan
immunokompremais. Pada orang immunokompremais (misalnya pasien dengan
HIV) dan kelompok tertentu (ibu hamil, neonatus) biasanya gejalanya lebih berat
dan mudah mengalami komplikasi.1,2,3,4,5,6,7
Pada sebagian besar anak-anak, infeksi VVZ adalah penyakit ringan dan
sembuh sendiri tapi bila terjadi komplikasi akan membutuhkan rawat inap dan
kematian dapat terjadi.1,2,3 Komplikasi serius termasuk keterlibatan sistem saraf
pusat, pneumonia, infeksi sekunder akibat invasi bakteri bahkan kematian. Infeksi
primer pada orang dewasa jarang terjadi namun memiliki tingkat komplikasi yang
lebih tinggi, dengan pneumonia yang paling umum.2,4 Pneumonia akibat VVZ
sering membutuhkan ventilasi mekanis dan angka kematian sekitar 10%-30%
meskipun telah diberikan terapi antivirus yang tepat.2
Varicella (cacar air) dan herpes zoster (cacar api) memiliki gejala klinis
yang berbeda yang disebabkan oleh famili virus herpes yang sama. Varicella
merupakan kelainan kulit exanthem akut yang sangat menular dan paling sering
terjadi pada masa kanak-kanak, yang merupakan akibat dari infeksi VVZ primer
pada individu yang rentan.3
Berbagai jenis obat antivirus berguna menghambat replikasi virus
varicella-zoster, misalnya asiklovir, valasiklovir, famsiklovir, dan foskarnet. 1,3
Imunisasi vaksin varicella di rekomendasikan untuk imunisasi pada anak,
pencegahan terjadinya komplikasi/varicella berat mencapai 100% bahkan ketika
vaksin baru diberikan 36 jam setelah eksposur.8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Infeksi akut primer oleh virus varicella-zoster yang menyerang kulit dan
mukosa, manifestasi klinis didahului gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf,
terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.1,3

VVZ adalah alphaherpesvirus manusia yang terkait erat dengan virus herpes
simpleks 1 (HSV1) dan virus herpes simpleks 2 (HSV2). VVZ adalah penyebab
penyakit varicella zoster (cacar air) sebagai infeksi primer dan menetap di ganglia
sensoris. Reaktivasi VVZ akan menghasilkan sindrom klinis yang disebut sebagai
herpes zoster (HZ, shingles). VVZ merupakan patogen yang sangat menular, dan
biasanya diperoleh melalui inhalasi virus.2,9

Varicella adalah penyakit umum yang disebabkan oleh virus varicella zoster
(VVZ), yang biasanya menyerang anak-anak usia 2-8 tahun.3,4,8 Setelah infeksi
primer, VVZ memiliki kemampuan untuk bertahan sebagai infeksi laten di ganglia
saraf sensorik.4,5 Faktor yang terkait dengan reaktivasi VVZ antara lain penuaan
dan immunosupresi. VVZ mengalami reaktivasi dan berkembang menjadi Herper
Zoster sebagai akibat dari penurunan CMI (Cell Mediated Imunity) pada usia
lanjut atau faktor penekan kekebalan lainnya.4

2. Epidemiologi

Varicella tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak (90%), tetapi


dapat juga menyerang orang dewasa (2%), sisanya menyerang kelompok tertentu.
Transmisi penyakit ini secara aerogen. Masa penularannya kurang lebih 7 hari
dihitung mulai timbulnya gejala kulit.1,3
Berbeda dengan varicella, meskipun virusnya sama, herpes zoster jarang
(hanya 3%) mengenai anak-anak. Morbiditas meningkat seiring bertambahnya
usia. Bila ditemukan herpes zoster pada anak, sebaiknya dicurigai kemungkinan
pasien tersebut immunokompremais.1,3

2
Varicella terjadi di seluruh dunia, infeksi lebih sering terjadi pada usia yang
lebih muda di daerah beriklim sedang dibandingkan dengan daerah tropis. Kasus
lebih sering ditemukan terjadi pada musim dingin dan musim semi. Di daerah
kota, epidemi terjadi pada interval yang tidak teratur. Infeksi subklinis dapat
terjadi. Diperkirakan bahwa pada populasi yang tidak di vaksin, sekitar 15 kasus
per 1000 orang terjadi per tahun, dengan lebih dari setengah sebelum usia 5 tahun
dan 85% sebelum usia pubertas. Hal ini menyebabkan pemeriksaan serologi
positif sekitar 95% dari orang dewasa muda dengan tingkat sedikit lebih rendah di
daerah tropis.3,9

3. Etiologi

Penyebab varicella adalah virus varicella-zoster (VVZ). Penamaan tersebut


memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan penyakit
varicella, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster.1,2,3,9 VVZ merupakan
anggota family herpes virus. Virion VVZ berbentuk bulat, berdiameter 150-200
nm, DNA terletak di antara nukleokapsid, dan dikelilingi oleh selaput membran
luar dengan sedikitnya terdapat tiga tonjolan keluar glikoprotein mayor.
Glikoprotein ini yang merupakan target imunitas humoral dan seluler.1

Tabel 1. Jenis Human Herpes Virus dan Klasifikasinya.10

HUMAN HERPES VIRUS DAN KLASIFIKASI


Human herpesvirus Klasifikasi
Herpes simplex virus type 1 (HSV-1) (HHV-1) Alphaherpesvirinae
4.
Herpes simplex virus type 2 (HSV-2) (HHV-2) Alphaherpesvirinae
Varicella–zoster virus (VVZ) (HHV-3) Alphaherpesvirinae
Epstein–Barr virus (EBV) (HHV-4) Gammaherpesvirinae
Cytomegalovirus (CMV) (HHV-5) Betaherpesvirinae
Human herpesvirus 6 (HHV-6) Betaherpesvirinae
Human herpesvirus 7 (HHV-7) Betaherpesvirinae
Human herpesvirus 8 (HHV-8) Gammaherpesvirinae
Patogenesis

3
VVZ masuk ke dalam tubuh melalui mukosa saluran nafas atas dan orofaring.
Virus bermultiplikasi di tempat masuk (port d’entry), menyebar melalui pembuluh
darah dan limfe, mengakibatkan viremia primer. Tubuh mencoba mengeliminasi
virus terutama melalui sistem pertahanan tubuh non spesifik, dan imunitas
spesifik terhadap VVZ. Apabila pertahanan tubuh tersebut gagal mengeliminasi
virus terjadi viremia sekunder kurang lebih dua minggu setelah infeksi. Viremia
ini ditandai oleh timbulnya erupsi varicella, terutama dibagian sentral tubuh dan
dibagian perifer lebih ringan. Pemahaman baru menyatakan bahwa erupsi kulit
sudah dapat terjadi setelah viremia primer. Setelah erupsi kulit dan mukosa, virus
masuk ke ujung saraf sensorik kemudian menjadi laten di ganglion dorsalis
posterior. Pada suatu saat, bila terjadi reaktivasi VVZ, dapat terjadi manifestasi
herpes zoster, sesuai dermatom yang terkena.1,3,4,5

Gambar 1. Patogenesis VVZ10

Masa inkubasi virus varicella 10 – 21 hari (biasanya 14 - 15 hari). Penyebaran


adalah melalui kontak langsung dengan lesi dan melalui rute pernapasan, dengan
replikasi virus awal dalam nasofaring dan konjunctiva. Pada viremia primer
antara hari 4 dan 6 terjadi pada organ hati, limpa, paru-paru. Pada viremia
sekunder yang terjadi pada hari 11-20, terjadi infeksi pada epidermis dan
penampilan dari lesi kulit yang khas. Individu dapat menularkan virus selama

4
setidaknya 4 hari sebelum dan 5 hari setelah penampilan lesi tersebut. Gejala
seperti demam, malaise, dan sakit kepala biasanya hadir tapi sedikit.5,8,9

Pasien menularkan virus kepada orang lain dari sekitar 2 hari sebelum sampai
5 hari setelah timbulnya ruam. Gelembung cairan mengandung sejumlah besar
virus. Sedangkan gelembung yang sudah kering tidak lagi mngandung virus dan
tidak akan menular ke orang lain.3,9

Cell-mediated immunity (CMI) penting dalam perlindungan dan pengendalian


infeksi. Jika infeksi primer terjadi saat CMI terganggu, seperti pada pasien
transplantasi organ, varicella bisa berat dan kadang-kadang fatal. Pada pasien
dengan gangguan imunitas, kejadian dan keparahannya dapat meningkat, dan
sering dipersulit oleh penyakit kulit lain yang juga diderita pasien dan
keterlibatan sistemik, seperti pneumonia, hepatitis atau ensefalitis.4,6,9

5. Manifestasi Klinis
 Gejala Prodromal Varicella
Pada anak-anak gejala prodromal jarang terjadi. Pada anak-anak yang lebih tua
dan orang dewasa, ruam seringkali didahului dengan 2-3 hari demam, menggigil,
malaise, sakit kepala, anoreksia, nyeri pinggang.1,3,5,7,9 Beberapa kasus dapat nyeri
tenggorokan dan batuk kering.3

 Ruam pada Varicella


Penyebaran terutama di daerah badan, kemudian menyebar secara sentrifugal
ke wajah dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir, mulut, dan
saluran napas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran
kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.1,9
Manifestasi klinis mencolok dari lesi varicella adalah perkembangannya yang
cepat, kurang lebih 12 jam, dari makula, papula, vesikel, pustula, dan krusta.
Vesikel khas varicella adalah ukuran 2-3 mm dan elips, dengan sumbu panjang
sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel dini memiliki ciri dangkal dan berdinding
tipis, dan dikelilingi oleh daerah eritema yang tidak teratur, yang memberikan lesi
penampilan "embun di kelopak bunga mawar". Cairan vesikel segera menjadi

5
keruh dengan masuknya sel-sel inflamasi, yang mengkonversi vesikel menjadi
papul. Lesi kemudian mengering, dimulai dari tengah, pertama memproduksi
pustul umbilikasi dan kemudian krusta. Krusta lepas spontan 1-3 minggu,
meninggalkan cekungan berwarna merah muda dan dangkal yang berangsur-
angsur hilang. Jaringan parut jarang ditemukan kecuali bila terjadi trauma pada
lesi atau terinfeksi dengan bakteri. Penyembuhan lesi dapat meninggalkan bercak
hipopigmentasi yang bertahan selama beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Vesikel juga berkembang di selaput lendir mulut, hidung, faring, laring, trakea,
saluran pencernaan, saluran kemih, dan vagina.1,3,5,6,8,9

Gambar 2. Varicella A. Gambaran lesi, yaitu papula eritematosa, vesikel ("embun


di kelopak mawar"), krusta, dan erosi hingga ekskoriasi, terlihat pada anak dengan
varicella tipikal. B. Perlusasan dari lesi, termasuk beberapa pustul yang besar,
terlihat pada perempuan umur 21 tahun.3

6. Pemeriksaan penunjang

Tzanck smear: Sitologi Pap (Tzanck smear) adalah alat untuk diagnosis cepat.
Tes tidak membedakan herpes simpleks dari varicella. Mengikis dasar lesi
awal dengan hematoxylin-eosin dan, Giemsa, Wright, toluidin biru. Sel
raksasa berinti banyak dan sel epitel yang mengandung eosinophilic
intranuclear inclusion body.3,5

Pengujian serologi: Nilai utama dari pengujian serologis adalah penilaian
status kekebalan pasien immunocompromised, seperti anak-anak dengan

6
penyakit neoplastik, yang berada di risiko pengembangan penyakit berat
dengan infeksi VVZ. Pada varicella, antibodi IgG, IgM dan IgA muncul 2-5
hari setelah timbulnya ruam, dan puncaknya pada minggu kedua dan minggu
ketiga.9 Kehadiran IgM antibodi atau kenaikan empat kali lipat dibandingkan
serum IgG titer menunjukkan infeksi baru.5,6 Kehadiran IgG menunjukkan
paparan masa lalu dan kekebalan.5 Varicella-zoster IgM spesifik dapat
terdeteksi dini 1-2 hari sebelum munculnya ruam, meskipun tidak adanya
antibodi tidak mengesampingkan diagnosis. Antibodi IgG muncul segera
setelah respon IgM dan bertahan sepanjang masa.7

Kultur : Pada kasus yang diragukan, virus dapat dibiakkan dari cairan
vesikel.5,6 VVZ dapat diisolasi dan diperbanyak secara in vitro dalam kultur
monolayer yang berasal dari berbagai macam sel manusia. Replikasi virus
dalam kultur sel ditandai oleh bentuk dari eosinophilic intranuclear inclusion
body dan sel raksasa berinti banyak.3

7. Diagnosis
Diagnosis varicella di tegakkan berdasarkan anamnesis, gejala prodromal, rasa
gatal, dan manifestasi klinis sesuai tempat predileksi dan morfologi yang khas
pada varicella.1,3 Varicella umumnya didiagnosis secara klinis karena karakteristik
ruam vesikuler dan distribusinya, serta melalui informasi epidemiologi seperti
riwayat paparan dan tidak menderita varicella sebelumnya.4,6

8. Diagnosis Banding
Varicella dapat dibedakan dengan beberapa kelainan kulit, antara lain harus
dibedakan dengan variola. Pada variola, penyakit lebih berat , memberi gambaran
lesi monomorf dan penyebarannya sentripetal di mulai dari bagian akral tubuh,
yaitu di telapak tangan dan telapak kaki, baru ke badan.1
Bedakan juga dengan herpes zoster, pada herpes zoster lesi monomorf, nyeri,
biasanya unilateral. Pada herpes zoster juga sama-sama biasanya didahului oleh
fase prodromal, setelah fase prodromal sering disertai dengan rasa nyeri,
perubahan pada kulit terjadi pada setengah bagian badan (unilateral) dan
berbentuk garis berkaitan dengan daerah dermatom dengan lesi berupa gelembung

7
kecil yang berkelompok di atas dasar eritematosa.
Dapat terjadi perkembangan yang berat
meliputi keterlibatan mata (zoster trigeminus
I), mukosa mulut (zoster trigeminus II, III) .
telinga bagian dalam (zoster oticus).1,3,5,6,7,9
Pada dermatitis herpetiform biasanya
simetris terdiri dari papula vesikuler yang
eritematous serta ada riwayat penyakit kronis, dan sembuh dengan meninggalkan
pigmentasi.9 Pada impetigo, lesi pertama adalah vesikel yang cepat menjadi pustul
dan krustosa, distribusi lesi terletak dimana saja,tidak menyerang mukosa.9 Pada
sifilis sekunder, tampak ruam yang tidak gatal, berwarna merah tembaga, dan lesi
biasanya simetris.1,9

Gambar 3. Lesi pustular variola dengan karakteristik lesi terbanyak pada


wajah dan ekstremitas.3

8
Gambar 4 : Herpes zoster pada badan 9

Gambar 5. Dermatitis herpetikum 9

Gambar 6. Streptococcal (group A) Impetigo non bullosa.9

Gambar 7. Khas papula merah tembaga di sifilis


sekunder 9

9. Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat simtomatik dengan anti
piretik dan analgesik, untuk menghilangkan rasa
gatal dapat diberikan sedatif atau antihistamin
yang mempunyai efek sedatif. Antipiretik antara
lain parasetamol, hindari salisilat atau aspirin karena dapat menimbulkan sindrom
Reye.1,8

9
Indikasi pemberian antivirus adalah bila sebelumnya telah ada anggota
keluarga serumah yang menderita varicella, atau pada pasien
immunokompremais, antara lain pasien dengan keganasan, infeksi HIV/AIDS,
atau yang sedang mendapat pengobatan immunosupresan, misalnya kortikosteroid
jangka panjang, atau sitostatik dan pada kehamilan.1,8
Pada varicella, antivirus tidak diberikan secara rutin karena sebagian besar
infeksi varicella tidak serius dan biasanya self-limited.6,7 Terapi spesifik diberikan
pada pasien dengan resiko tinggi terjadinya varicella berat atau pada pasien yang
sudah mengalami penyakit berat. Pemberian selama 5 hari dimulai sejak 24 jam
pertama timbulnya ruam menunjukkan hasil yang baik.5,6,8
Acyclovir adalah analog nukleosida sintetis yang menghambat replikasi virus
herpes manusia, termasuk Varicella Zoster Virus. Asiklovir mudah melintasi
plasenta dan dapat ditemukan di jaringan janin, darah tali pusat serta dalam cairan
ketuban. Ini dapat menghambat replikasi virus selama viremia maternal,
membatasi alur transplasental dari virus. Data yang diterbitkan sejak asiklovir
menjadi tersedia tidak menunjukkan peningkatan efek samping terkait dengan
penggunaannya dalam kehamilan.11

Pemberian dosis asiklovir sebagai berikut:1,5,8

1. Bayi/anak : 10-20 mg/kgBB/hari; dosis terbagi 4-5x20 mg/kgBB/kali (maks.


800 mg/kali) selama 7 hari.
2. Dewasa : asiklovir 5x800 mg/hari selama 7 hari atau valasiklovir untuk
dewasa 3x1 gram/hari selama 7 hari atau Famsiklovir untuk dewasa
3x250mg/hari selama 7 hari.
3. Immunokompremais :
 Asiklovir 10 mg/kgBB, intravena atau iv drip , 3xsehari, minimal 10 hari atau,
 Asiklovir 5x800 mg/hari/oral minimal 10 hari atau ,
 Valasiklovir 3x1 gram/hari minimal 10 hari atau
 Famsiklovir 3x500 mg/hari selama minimal 10 hari
Terapi lokal ditujukan mencegah agar varicella tidak pecah terlalu dini, karna
itu diberikan bedak yang ditambah dengan zat anti gatal (mentol,kamfora). Jika
timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik oral atau salep.1
10. Pencegahan

10
a. Vaksin varicella (imunisasi aktif) berasal dari galur yang telah dilemahkan.
Angka serokonversi mencapai 97%-99% . diberikan pada yang berumur 12
bulan atau lebih.1,8,11 Lama proteksi belum diketahui pasti. Meskipun
demikian, vaksinasi ulangan dapat diberikan setelah 4-6 tahun. Pemberian
secara subkutan sebesar 0,5 ml pada anak berusia 12 bulan sampai 12 tahun.
Pada usia di atas 12 tahun ,juga diberikan 0,5 ml . setelah 4-8 minggu diulangi
dengan dosis yang sama. Bila terpajan kurang dari 3 hari , perlindungan
vaksin yang diberikan masih terjadi, sedangkan antibody yang cukup sudah
timbul antara 3-6 hari setelah vaksinasi.1
b. Varicella Zoster Immunoglobulin (imunisasi pasif) . VZIG telah terbukti
menurunkan tingkat infeksi varicella jika diberikan dalam waktu 72 sampai 96
jam setelah exposure. Efektivitas VZIG ketika diberi melampaui 96 jam
setelah paparan awal belum dievaluasi.11 Perlindungan diperkirakan lebih 3
minggu, yang sesuai dengan paruh imunoglobulin tersebut.5 Indikasi utama
untuk penggunaan VZIG pada wanita hamil adalah pengurangan risiko ibu
dari komplikasi terkait infeksi varicella dikaitkan dengan penyakit orang
dewasa.6 Dosisnya adalah 125 unit per 10 kg diberikan secara intramuskular,
dengan dosis maksimum 625 unit. VZIG direkomendasikan untuk semua
wanita hamil yang beresiko.11

11. Komplikasi
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang timbul dan lebih sering pada
orang dewasa berupa ensefalitis , pneumonia, glomerulonephritis, karditis,
hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah (beberapa
macam purpura). Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat
menimbulkan kelainan kongenital , sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari
menjelang kelahiran dapat menyebabkan varicella kongenital pada neonatus.1,4,6,8,9

Infeksi kulit.
Komplikasi yang paling umum pada anak-anak adalah infeksi bakteri pada
kulit.4,6,8 Infeksi sekunder harus dicurigai ketika vesikulopustul berkembang
menjadi besar, lembab, daerah gundul, dan terutama ketika lesi menjadi
menyakitkan.5

Komplikasi neurologis.

11
Komplikasi ekstrakutaneus paling umum adalah keterlibatan sistem saraf
pusat.4 Ensefalitis dan Sindrom Reye adalah komplikasi cacar. Ada dua bentuk
ensefalitis. Bentuk cerebellar terlihat pada anak adalah self limiting disease dan
pemulihan total terjadi. Ada ataksia dengan nistagmus, sakit kepala, mual,
muntah, dan kaku kuduk. Pasien dewasa dengan ensefalitis terjadi perubahan
sensorium, kejang, dan tanda-tanda neurologis fokal dengan angka kematian
hingga 35%. Sindrom Reye adalah ensefalopathy non inflamatory akut yang
berhubungan dengan hepatitis atau metamorfosis lemak dari hati; 20% sampai
30% kasus Sindrom Reye didahului oleh varicella. 5,6,8 Tingkat kematian adalah
20%. Penggunaan Salisilat selama infeksi varicella dapat meningkatkan risiko
pengembangan Sindrom Reye.5

Pneumonia
Pneumonia terjadi pada 1: 400 kasus. Pneumonia jarang pada anak-anak
normal, tetapi merupakan komplikasi serius yang paling umum pada orang
dewasa normal.4 Viral pneumonia berkembang 1-6 hari setelah timbulnya ruam.
Dalam kebanyakan kasus itu adalah asimtomatik dan dapat dideteksi hanya
dengan pemeriksaan x-ray dada. Batuk, dyspnea, demam, dan nyeri dada dapat
terjadi.5 Tingkat kematian untuk varicella pneumonia dewasa adalah 10% dari
pasien immunokompeten dan 30% dari pasien immunocompromised.5,9
12. Prognosis

Perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene memberi prognosis yang


baik dan dapat mencegah timbulnya jaringan parut.1 Varicella pada orang
immunocompromised bisa berat dan progresif dengan mortalitas 7-10%.9 Pasien
varicella dengan immunocompromised Morbiditas dan mortalitas nya meningkat
nyata, pada pasien tersebut replikasi virusnya berlanjut dan meluas ,hal tersebut
dilihat pada peninggian level viremia yang berkepanjangan.3

13. Edukasi


Jaga untuk tetap segar (kompres dingin dan mandi air hangat).8,12

Gunakan pakaian katun halus12

12

Air mandi hangat mengandung setengah cangkir sodium bikarbonat dapat
meringankan , setelah itu kulit dikeringkan dengan ditepuk-tepuk12

Jaga agar kuku tidak panjang untuk mengurangi kerusakan akibat garukan (ini
dapat mengurangi skar dan resiko infeksi sekunder oleh bakteri)12

Sebagian besar pasien dengan penyakit varicella dapat sembuh sempurna , dan
hanya 2-6% kasus varicella yang berkembang menjadi berat, seperti pada
pasien dengan kekebalan tubuh menurun4
BAB III

KESIMPULAN

Varicella adalah Infeksi akut primer yang disebabkan oleh virus varicella-
zoster yang menyerang kulit dan mukosa, manifestasi klinis didahului gejala
konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.1,3
Manifestasi klinis mencolok dari lesi varicella adalah perkembangannya yang
cepat, kurang lebih 12 jam, dari makula mawar berwarna untuk papula, vesikel,
pustula, dan krusta. Vesikel khas varicella adalah ukuran 2-3 mm dan elips,
dengan sumbu panjang sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel dini memiliki ciri
dangkal dan berdinding tipis, dan dikelilingi oleh daerah eritema yang tidak
teratur, yang memberikan lesi penampilan "embun di kelopak bunga mawar".
cairan vesikel segera menjadi keruh dengan masuknya sel-sel inflamasi, yang
mengkonversi vesikel menjadi papul.1,3,5,6,8,9
Pengobatan bersifat simtomatik dengan anti piretik dan analgesik, untuk
menghilangkan rasa gatal dapat diberikan sedatif atau antihistamin yang
mempunyai efek sedative.1,8 Terapi local ditujukan mencegah agar varicella tidak
pecah terlalu dini, karna itu diberikan bedak yang ditambah dengan zat anti gatal
(mentol,kamfora). Indikasi pemberian antivirus adalah bila sebelumnya telah ada
anggota keluarga serumah yang menderita varicella, atau pada pasien
immunokompremais, antara lain pasien dengan keganasan, infeksi HIV/AIDS,
atau yang sedang mendapat pengobatan immunosupresan, misalnya kortikosteroid
jangka panjang, atau sitostatik dan pada kehamilan.1

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Boediardja S.A., Handoko R.P. Varicella. 7th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2015.
2. Taylor L, Harris H.P., Poole T., Turner N. 2012 Antigen Review for the New
Zealand National Immunisation Schedule: Varicella-zoster virus. New
Zealand: The University of Auckland; 2014.
3. Schmader K.E., Oxman N.M. Varicella and Herpes Zoster. In: Goldsmith
L.A., Katz S.I., Gilchrest B.A., Paller A.S., Leffel D.J., Wolf K, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8 ed: McGraw-Hill’s Access
Medicine; 2012.
4. Bergstrom T, Bialek S.R., Esso D, Jit Mark, Liese J.G., Melker H, et al.
Varicella vaccine in the European Union Stockholm. European Centre for
Disease Prevention and Control. 2014.
5. Habif T.P. Varicella. Habif: Clinical Dermatology, A Color Guide to Diagnosis
and Therapy. 4th ed: Mosby; 2004.
6. Gershon A.A. Varicella-Zoster Virus Infections. Pediatrics in Review.
2008;29(1).
7. Pace D. Review of Varicella Zoster Virus: from Epidemiology to Prevention.
Malta Medical Journal. 2008;20(3).
8. James W.D., Berger T.G., D.M E. Viral Diseases. Andrew's Disease of the
Skin Clinical Dermatology. 10 ed: Elsevier; 2006.
9. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Varicella Zoster Virus. Rook's
Textbook of Dermatology. 8 ed: Wiley-Blackwell; 2010.
10. Zerboni L, Sen N, Oliver S.L, Arvin A.M. Molecular mechanisms of varicella
zoster virus pathogenesis. PMC: California. 2014
11. Shrim A, Koren G, Yudin M.H., Farine D. Management of Varicella Infection
(Chickenpox) in Pregnancy. March Jogc Mars. 2012;34(3).
12. Allen S. Chikenpox and Shingles Infection. The Pharmaceutical Journal.
2006;277.

14

Anda mungkin juga menyukai