PENDAHULUAN
1
mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedangkan perdarahan anovulatoar
biasanya dianggap berasal pada gangguan endokrin.4
Karena diagnosis PUD didasarkan pada penyingkiran penyebab patologis,
maka penting untuk mengetahui diagnosis banding PUD. Hingga 40 persen
wanita dengan PUD pada akhirnya akan diperoleh diagnosis lain jika diselidiki
secara intensif. Morbiditas psikiatrik juga berhubungan dengan PUD. Penelitian
komunitas menunjukkan bahwa wanita yang memiliki skor tinggi pada skor
psikiatrik lebih sering mengeluhkan gangguan menstruasi.
PUD meliputi setiap kondisi perdarahan uterus abnormal tanpa adanya
kehamilan, neoplasma, infeksi, atau lesi intra uterin lainnya. Perdarahan ini paling
sering sebagai akibat disfungsi endokrinologis yang menghambat ovulasi normal.4
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
4
progesteron, diikuti dengan withdrawal kedua hormon. Dari semua tipe hubungan
hormon-endometrium yang berbeda, stimulasi dan withdrawal estrogen-
progesteron menghasilkan endometrium yang paling stabil serta karakteristik
menstruasi yang paling reproduksibel. Rangkaian tersebut begitu mengendalikan
sehingga kebanyakan wanita ovulatorik mempunyai pola, volume, dan durasi
aliran menstruasi yang dikenalinya sendiri dan diharapkan, yang sangat sering
disertai oleh pola molimina premenstruasi yang sama konsisten dan dapat
diprediksi (pembengkakan, perlunakan payudara, perubahan mood). Bahkan
sedikit penyimpangan dari pola biasa dalam hal waktu, jumlah atau lama aliran
dapat menyebabkan kekhawatiran. Perhatian teliti terhadap detil riwayat
menstruasi dapat sangat membantu dalam membedakan perdarahan anovulatorik
dari penyebab-penyebab lainnya.1,4
Variasi dalam aliran menstruasi dan panjang siklus biasa terjadi pada usia
reproduksi ekstrim, selama masa remaja awal dan sebelum menopause. Prevalensi
dari siklus-siklus anovulatorik paling tinggi pada wanita-wanita berusia kurang
dari 20 dan lebih dari 40. Menarche biasanya diikuti oleh siklus yang relatif
panjang kira-kira 5-7 tahun, yang lamanya berkurang secara bertahap dan menjadi
lebih teratur. Meskipun karakteristik-karakteristik siklus menstruasi biasanya
tidak berubah selama usia reproduksi, panjang dan variabilitas siklus keseluruhan
berkurang secara lambat. Biasanya, nilai rata-rata dari panjang dan rentang siklus
mencapai titik terendah pada usia kira-kira 40-42. Selama 8-10 tahun berikutnya
sebelum menopause, tren ini terbalik; baik panjang maupun variabilitas siklus
rata-rata meningkat secara tetap karena ovulasi menjadi kurang teratur dan sering.
Rata-rata panjang siklus lebih besar pada wanita-wanita dengan massa dan
komposisi tubuh ekstrim; indeks massa tubuh yang tinggi dan rendah, massa
tubuh yang gemuk dan massa tubuh yang kurus berkaitan dengan peningkatan
rata-rata panjang siklus.1,4
Secara umum, variasi dalam panjang siklus mencerminkan perbedaan dalam
panjang fase folikuler dari siklus ovarium. Wanita-wanita yang punya siklus 25
hari mengalami ovulasi pada atau kira-kira pada hari 10-12, dan wanita-wanita
yang punya siklus 35 hari mengalami ovulasi kira-kira 10 hari kemudian. Dalam
5
beberapa tahun setelah menarke, fase luteal menjadi sangat konsisten (13-15 hari)
dan tetap begitu sampai perimenopause. Pada usia 25 tahun, lebih dari 40% siklus
panjangnya antara 25 dan 28 hari; dari usia 25 hingga 35 adalah lebih dari 60%.
Meskipun hal ini merupakan interval antar menstruasi yang paling sering
dilaporkan, hanya kira-kira 15% siklus pada wanita usia reproduksi yang benar-
benar panjangnya 28 hari. Kurang dari 1% wanita punya siklus teratur yang
berlangsung kurang dari 21 hari atau lebih dari 35 hari. Kebanyakan wanita punya
siklus yang berlangsung dari 24 hingga 35 hari, namun paling tidak 20% wanita
mengalami siklus ireguler.4
Durasi aliran menstruasi biasanya adalah 4-6 hari, namun untuk beberapa
wanita (kira-kira 3%) menstruasi dapat berlangsung 2 hari atau 7 hari. Volume
rata-rata dari kehilangan darah menstruasi kira-kira 30 mL; lebih dari 80 mL
adalah abnormal. Aliran dapat berlebihan tanpa menjadi lama secara abnormal
karena kebanyakan kehilangan darah menstruasi terjadi pada 3 hari pertama.4
Konsep klasik menstruasi normal utamanya berasal dari observasi langsung
terhadap perubahan-perubahan siklik dalam endometrium yang ditransplantasi
dari uterus ke kamera okuli anterior primata bukan manusia; peristiwa-peristiwa
vaskuler memainkan peran kunci dalam penjelasan mengenai bagaimana
menstruasi dimulai dan berakhir. Awalnya, menstruasi dibayangkan sebagai
nekrosis iskemik dari endometrium yang disebabkan oleh vasokonstriksi arteriol-
arteriol spiral pada lapisan basal, yang dicetuskan oleh withdrawal estrogen dan
progesteron. Secara serupa, akhir dari menstruasi dijelaskan dengan gelombang
vasokonstriksi yang lebih lama dan lebih intens dikombinasi dengan mekanisme-
mekanisme koagulasi yang diaktifkan oleh stasis vaskuler dan kolaps
endometrium, dibantu oleh reepitelisasi cepat yang diperantarai oleh estrogen
yang berasal dari kohort folikuler baru yang muncul.4
2.3. Klasifikasi2,4
6
Berdasarkan kelainan tersebut maka perdarahan uterus disfungsional dapat dibagi
seperti table dibawah ini:
2.4. Etiopatogenesis
Patologi PUD bervariasi. Gambaran penting salah satu kelompok PUD
adalah gangguan aksis hipotalamus–pituitari–ovarium sehingga menimbulkan
siklus anovulatorik. Kurangnya progesteron meningkatkan stimulasi esterogen
terhadap endometrium. Endometrium yang tebal berlebihan tanpa pengaruh
progestogen, tidak stabil dan terjadi pelepasan irreguler. Secara umum, semakin
lama anovulasi maka semakin besar resiko perdarahan yang berlebihan. Ini adalah
bentuk PUD yang paling sering ditemukan pada gadis remaja.1,4,5
Korpus luteum defektif yang terjadi setelah ovulasi dapat menimbulkan PUD
ovulatori. Hal ini menyebabkan stabilisasi endometrium yang tidak adekuat, yang
kemudian lepas secara irreguler. Pelepasan yang irreguler ini terjadi jika terdapat
korpus luteum persisten dimana dukungan progestogenik tidak menurun setelah
8
14 hari sebagaimana normalnya, tetapi terus berlanjut diluar periode tersebut. Ini
disebut PUD ovulatori.1,2,3,4,5
Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus ovulasi
(pengeluaran sel telur/ovum dari indung telur), tanpa ovulasi maupun keadaan
lain, misalnya pada wanita premenopause (folikel persisten). Sekitar 90%
perdarahan uterus difungsional (perdarahan rahim) terjadi tanpa ovulasi
(anovulation) dan 10% terjadi dalam siklus ovulasi.1,2,4
9
sinkron. Setiap kegagalan produksi progesteron juga dapat mempengaruhi
kelenjar, stroma, dan pembuluh darah endometrium. Kegagalan produksi
progesteron disebabkan berbagai etiologi endokrin seperti penyakit thiroid,
hiperprolaktinemia, dan tumor ovarium yang menghasilkan hormon, penyakit
Cushing, dan yang paling penting adalah sindroma ovarium polikistik atau
sindroma Stein – Leventhal.
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah
perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang.
Kejadian tersering pada menarche (atau menarke: masa awal seorang wanita
mengalami menstruasi) atau masa pre-menopause.1,2
10
endometrium tipe sekresi tanpa ada sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai
etiologi :
1. korpus luteum persistens : dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang kadang
bersamaan dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan pelepasan
endometrium tidak teratur.
2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,
menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron
disebabkan oleh gangguan LH releasing faktor. Diagnosis dibuat, apabila hasil
biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran
endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
3. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya
pembuluh darah dalam uterus
4. Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam
mekanisme pembekuan darah.
Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)1,2,4
Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian
baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan
rahim berkepanjangan.
Pada tipe ini berhubungan dengan fluktuasi kadar estrogen dan jumlah folikel
yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folike ini mengeluarkan estrogen
sebelum mengalami atresia dan kemudian diganti oelh folikel-folikel baru .
Endometrium dibawah pengaruh estrogen akan tumbuh terus, dan dari
endometrium yang mula-mula proliperatif dapat terjadi endometrium hiperplastik
kistik. Jika gambaran ini diperoleh pada saat kerokan dapat diambil kesimpulan
bahwa perdarahan bersifat anovulatoar. Biasanya perdarahan disfungsional ini
terjadi pada masa pubertas dan masa pramenopause. Pada masa pubertas terjadi
sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau
terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan
Releasing factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam
masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan
lancar.
11
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada
harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi
ovulatoar. Sedangkan pada wanita dewasa dan terutama dalam masa
pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk
menentukan ada tidaknya tumor ganas.
2.7. Diagnosa4
Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dalam
pemeriksaan pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya
penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan.
Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan
laparoskopi jika diperlukan. Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda
premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan
tubuh, perubahan mood, atau kram abdomen) lebih cenderung bersifat ovulatori.
Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak teratur setelah
mengalami amenore berbulan – bulan, kemungkinan bersifat anovulatori.
Peningkatan suhu basal tubuh (0,3–0,60C), peningkatan kadar progesteron serum
(> 3 ng/ml) dan atau perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada
biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti
ovulasi.
Diagnosis PUD setelah eksklusi penyakit organik traktus genitalia, terkadang
menimbulkan kesulitan karena tergantung pada apa yang dianggap sebagai
penyakit organik, dan tergantung pada sejauh mana penyelidikan dilakukan untuk
menyingkirkan penyakit traktus genitalia. Pasien berusia dibawah 40 tahun
memiliki resiko yang sangat rendah mengalami karsinoma endometrium, jadi
pemeriksaan patologi endometrium tidaklah merupakan keharusan. Pengobatan
medis dapat digunakan sebagai pengobatan lini pertama dimana penyelidikan
secara invasif dilakukan hanya jika simptom menetap. Resiko karsinoma
endometerium pada pasien PUD perimenopause adalah sekitar 1 persen. Jadi,
pengambilan sampel endometrium penting dilakukan.
12
ANAMNESIS
Pada pasien yang mengalami PUD, anamnesis perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding
PEMERIKSAAN FISIK
Menilai:
PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH,
LH, Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan
perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana.
2. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b)
histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan
perdarahan tidak teratur atau wanita muda (< 40 tahun) yang gagal berespon
terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium.
Penyakit organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase.
Maka penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai
pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada
wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan
dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas endometrium.
14
Langkah diagnostic perdarahan uterus disfungsional
15
D. Penyebab iatrogenic yang dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal
antara lain penggunaan obat-obatan golongan antikoagulan, sitostatika,
hormonal, anti psikotik, dan suplemen.
E. Setelah kehamilan dan penyebab iatrogenic disingkirkan langkah selanjutnya
adalah melakukan evaluasi terhadap kelainan sistemik meliputi fungsi tiroid,
fungsi hemostasis, dan fungsi hepar. Pemeriksaan hormone tiroid dan fungsi
hemostasis perlu dilakukan bila pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
didapatkan gejala dan tanda yang mendukung (rekomendasi C). Bila
terdapat galaktorea maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap hormone
prolaktin untuk menyingkirkan kejadian hiperprolaktinemia.
F. Bila tidak terdapat kelainan sistemik, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan pada saluran
reproduksi. Perlu ditanyakan adanya riwayat hasil pemeriksaan pap smear
yang abnormal atau riwayat operasi ginekologi sebelumnya. Kelainan pada
saluran reproduksi yang harus dipikirkan adalah servisitis, endometritis,
polip, mioma uteri, adenomiosis, keganasan serviks dan uterus serta
hyperplasia endometrium.
G. Bila tidak terdapat kelainan sistemik dan saluran reproduksi maka gangguan
haid yang terjadi digolongkan dalam perdarahan uterus disfungsional
(PUD).
H. Bila terdapat kelainan pada saluran reproduksi dilakukan pemeriksaan dan
penanganan lebih lanjut sesuai dengan fasilitas.
I. Pada kelainan dysplasia serviks perlu dilakukan pemeriksaan kolposkopi
untuk menentukan tata laksana lebih lanjut.
J. Bila dijumpai polip endoserviks dapat dilakukan polipektomi.
K. Bila dijumpai massa di uterus dan adneksa perlu dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut dengan USG transvaginal atau saline infusion sonography (SIS).
Ultrasonografi transvaginal merupakan lini pertama untuk mendeteksi
kelainan pada kavum uteri (rekomendasi A). Sedangkan tindakan SIS
diperlukan bila penilaian dengan USG transvaginal belum jelas rekomendasi
A.
16
L. Bila dijumpai massa di saluran reproduksi maka dilanjutkan dengan
tatalaksana operatif
M. Diagnosis infeksi ditegakkan bila pada pemeriksaan bimanual uterus teraba
kaku dan nyeri. Pada kondisi ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
Chlamydia dan Neisseria. Pengobatan yang direkomendasikan adalah
doksisiklin 2 x 100mg selama 10 hari
2.8. Penatalaksanaan
18
NON-HORMONAL
A. Asam Traneksamat
Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen. Plasminogen
akan diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk memecah fibrin menjadi
fibrin degradation products (FDPs). Oleh karena itu obat ini berfungsi sebagai
agen anti fibrinolitik. Obat ini akan menghambat faktor-faktor yang memicu
terjadinya pembekuan darah, namun tidak akan menimbulkan kejadian trombosis.
Efek samping : gangguan pencernaan, diare dan sakit kepala.
HORMONAL
A. Estrogen
Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak. Sediaan
yang digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4x1 dalam waktu 48
jam. Pemberian EEK dosis tinggi tersebut dapat disertai dengan pemberian
obat anti-emetik seperti promethazine 25mg per oral atau intra muscular setiap 4-
6 jam sesuai dengan kebutuhan. Mekanisme kerja obat ini belum jelas,
kemungkinan aktivitasnya tidak terkait langsung dengan endometrium.Obat ini
bekerja untuk memicu vasospasme pembuluh kapiler dengan cara mempengaruhi
kadar fibrinogen, faktor IV, faktor X, proses gregasi trombosit dan
permeabilitas pembuluh kapiler. Pembentukan reseptor progesterone akan
meningkat sehingga diharapkan pengobatan selanjutnya dengan menggunakan
progestin akan lebih baik. Efek samping berupa gejala akibat efek estrogen yang
berlebihan seperti perdarahan uterus, mastodinia dan retensicairan.
B. PKK
Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi akibat
endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada saat perdarahan akut
adalah 4x1 tablet selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3 x 1 tablet selama 3 hari,
dilanjutkan dengan 2 x1 tablet selama 2 hari, dan selanjutnya 1x 1 tablet selama
3 minggu. Selanjutnya bebas pil selama 7 hari, kemudian dilanjutkan dengan
pemberian pil kontrasepsi kombinasi paling tidak selama 3 bulan. Apabila
pengobatannya ditujukan untuk menghentikan haid, maka obat tersebut dapat
diberikan secara kontinyu, namun dianjurkan setiap 3-4 bulan dapat dibuat
perdarahan lucut. Efek samping dapat berupa perubahan mood, sakit kepala, mual,
retensi cairan, payudara tegang, deep vein thrombosis, stroke dan serangan
jantung.
20
C. Progestin
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta akan
mengaktifkan enzim17-hidroksi steroid dehidrogenase pada sel-sel endometrium,
Sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron yang efek biologisnya lebih
rendah dibandingkan dengan estradiol. Meski demikian penggunaan progestin
yang lama dapat memicu efek anti mitotic yang mengakibatkan terjadinya
atrofi endometrium.
21
Efek samping : peningkatan berat badan, perdarahan bercak, rasa begah,
payudara tegang, sakit kepala, jerawat dan timbul perasaan depresi.
D. Androgen
Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasal dari turunan 17a-etinil
testosteron. Obat tersebut memiliki efek androgenic yang berfungsi untuk
menekan produksi estradiol dari ovarium, serta memiliki efek langsung
terhadap reseptor estrogen di endometrium dan di luar endometrium. Pemberian
dosis tinggi 200 mg atau lebih per hari dapat dipergunakan untukmengobati
PUD. Efek samping : peningkatan berat badan, kulit berminyak, jerawat,
perubahan suara.
PENGOBATAN OPERATIF
Jenis pengobatan ini mencakup: dilatasi dan kuretase, ablasi laser dan
3,6,
histerektomi.
Dilatasi dan kuretase merupakan tahap yang ringan dari jenis pengobatan operatif
pada perdarahan uterus disfungsional. Tujuan pokok dari kuretase pada
perdarahan uterus disfungsional adalah untuk diagnostik, terutama pada umur
diatas 35 tahun atau perimenopause. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya
22
frekuensi keganasan pada usia tersebut. Tindakan ini dapat menghentikan
perdarahan karena menghilangkan daerah nekrotik pada endometrium. Ternyata
dengan cara tersebut perdarahan akut berhasil dihentikan pada 40-60% kasus. 3,4,6
Namun demikian tindakan kuretase pada perdarahan uterus disfungsional
masih diperdebatkan, karena yang diselesaikan hanyalah masalah pada organ
sasaran tanpa menghilangkan kausa. Oleh karena itu kemungkinan kambuhnya
cukup tinggi (30-40% sehingga acapkali diperlukan kuretase berulang. Beberapa
ahli bahkan tidak menganjurkan kuretase sebagai pilihan utama untuk
menghentikan perdarahan pada perdarahan uterus disfungsional, kecuali jika
pengobatan hormonal gagal menghentikan perdarahan. 3,4,6
Pada ablasi endometrium dengan laser ketiga lapisan endometrium
diablasikan dengan cara vaporasi neodymium YAG laser. Endometrium akan
hilang permanen, sehingga penderita akan mengalami henti haid yang permanen
pula. Cara ini dipilih untuk penderita yang punya kontrindikasi pembedahan dan
tampak cukup efektif sebagai pilihan lain dari histerektomi, tetapi bukan sebagai
pengganti histerektomi. 3,4,6
Tindakan histerektomi pada penderita perdarahan uterus disfungsional harus
memperhatikan usia dan paritas penderita. Pada penderita muda tindakan ini
merupakan pilihan terakhir. Sebaliknya pada penderita perimenopause atau
menopause, histerektomi harus dipertimbangkan bagi semua kasus perdarahan
yang menetap atau berulang. Selain itu histerketomi juga dilakukan untuk
perdarahan uterus disfungsional dengan gambaran histologis endometrium
hiperflasia atipik dan kegagalan pengobatan hormonal maupun dilatasi dan
kuretase.
23
2.10. Prognosis4
24
BAB III
KESIMPULAN
25
PUD perimenopause disebabkan oleh menurunnya jumlah folikel ovarium
dan meningkatnya resistensi folikel ovarium terhadap stimulasi gonadotropin.
Terdapat kemungkinan keganasan. Jadi, wanita perimenopause dengan PUD harus
selalu diperiksa dengan kuretase atau histeroskopi tanpa penundaan. Meskipun
terapi konservatif dapat dicoba sebagai tatalaksana sementara, seringkali
diperlukna histerektomi.
Perdarahan uterus disfungsional merupakan salah satu alasan tersering bagi
wanita untuk mencari pengobatan medis. Pemeriksaan pasien secara rinci
diperlukan untuk menegakkan diagnosis dengan menyingkirkan penyakit organik.
Saat ini, diagnosis PUD tidak adekuat. Tersedia berbagai modalitas pengobatan
untuk PUD. Pengobatan utama yakni terapi medis dapat menghasilkan pemulihan
simptomatik tetapi keluaran jangka panjangnya tidak menggembirakan. Oleh
karena itu, ahli ginekologi harus selalu memberitahu pasien mengenai seluruh
aspek penatalaksanaan PUD.
26
DAFTAR PUSTAKA
27