Anda di halaman 1dari 28

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Katarak kongenital adalah bentuk kekeruhan lensa yang terlihat pada anak
sejak lahir. Orang tua akan menyadari untuk pertama kali dengan melihat ada
bercak putih seperti awan pada mata anak, tergantung pada derajat katarak yang
dialami anak tersebut. Katarak kongenital dapat disebabkan oleh kelainan genetik,
infeksi intrauterin, berkaitan dengan sindroma, ataupun idiopatik.1
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan
jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan
menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.2
Berat ringannya gangguan tajam penglihatan pada penderita katarak
tergantung dari derajat kekeruhan lensa matanya. Gangguan tajam penglihatan
bervariasi dari mulai kesulitan melihat benda benda yang kecil sampai kebutaan.
Katarak tidak menular ke mata sebelahnya tetapi dapat mengenai kedua lensa
mata. Katarak bukan disebabkan karena mata yang terlalu lama dipakai dan mata
yang dipakai tidak akan memperberat katarak.2
Prevalensi katarak kongenital secara global mencapai angka 1-15 per 10000
anak, dan prevalensi katarak kongenital di negara berkembang 10 kali lipat
dibandingkan di negara maju. Katarak kongenital tersebut merupakan penyebab
utama timbulnya kebutaan pada anak. Ada sekitar 200.000 anak di seluruh dunia
yang menderita kebutaan akibat katarak kongenital dan 133.000 diantaranya
merupakan penduduk negara berkembang. Kebutaan pada anak tersebut
dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif di kemudian hari karena
diketahui gangguan visual dapat mengurangi kualitas hidup penderita,
menurunkan status sosial, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas.1

Kasus katarak kongenital yang bersifat herediter lebih banyak terdapat pada
kasus bilateral dibandingkan unilateral. Penelitian yang dilakukan terhadap
penderita katarak kongenital di UK mendapatkan 56% kasus bilateral dan hanya
6% kasus unilateral yang merupakan herediter. Angka yang lebih tinggi pada
kasus bilateral diduga karena adanya mekanisme genetik tertentu pada faktor

1
2

herediter yang dikaitkan dengan dismorfologi dan anomali sistemik sehingga


dapat mengenai kedua mata.1

BAB II

2
3

TINJAUAN PUSTAKA

A. KATARAK KONGENITAL
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan
jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan
menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.1,2
Istilah katarak dalam dunia kedokteran diartikan sebagai suatu “ kekeruhan
dari lensa mata” istilah ini sudah ada sejak dulu kala dan telah di pergunakan serta
ditemukan dalam buku liber Jurnal Ilmiah Simantek de oculis karangan pendeta
dari cartasginia bernama constantinus africanus (1018-1885). Buku tersebut
merupakan suatu Terjemahan dari sebuah buku kedokteran arab, yang didalamnya
terdapat istilah nuzul el ma yang berarti air mengalir ke bawah. Kemudian di
terjemahkan ke dalam bahasa latin sebagai carakta yang mengalir ke bawah
seperti air terjun atau portcullis.2
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau
bahan lensa didalam kapsul lensa. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa
dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein
lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolism normal lensa yang dapat
timbul pada berbagai usia tertentu. 2
Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa berhenti dalam
perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi. Keadaan lensa seperti ini
bukan tumor atau pertumbuhan jaringan didalam mata, akan tetapi merupakan
keadaan lensa menjadi berkabut. Bila kekeruhan katarak bertambah tebal,
penglihatan akan menjadi keruh seperti melihat melalui kaca jendela yang
berkabut. Berat ringannya gangguan tajam penglihatan pada penderita katarak
tergantung dari derajat kekeruhan lensa matanya. Gangguan tajam penglihatan
bervariasi dari mulai kesulitan melihat benda benda yang kecil sampai kebutaan.
Katarak tidak menular ke mata sebelahnya tetapi dapat mengenai kedua lensa
mata. Katarak bukan disebabkan karena mata yang terlalu lama dipakai dan mata
yang dipakai tidak akan memperberat katarak.2

3
4

Katarak kongenital adalah bentuk kekeruhan lensa yang terlihat pada anak
sejak lahir. Orang tua akan menyadari untuk pertama kali dengan melihat ada
bercak putih seperti awan pada mata anak, tergantung pada derajat katarak yang
dialami anak tersebut. Katarak kongenital dapat disebabkan oleh kelainan genetik,
infeksi intrauterin, berkaitan dengan sindroma, ataupun idiopatik.1
Prevalensi katarak kongenital secara global mencapai angka 1-15 per 10000
anak, dan prevalensi katarak kongenital di negara berkembang 10 kali lipat
dibandingkan di negara maju. Katarak kongenital tersebut merupakan penyebab
utama timbulnya kebutaan pada anak. Ada sekitar 200.000 anak di seluruh dunia
yang menderita kebutaan akibat katarak kongenital dan 133.000 diantaranya
merupakan penduduk negara berkembang. Kebutaan pada anak tersebut
dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif di kemudian hari karena
diketahui gangguan visual dapat mengurangi kualitas hidup penderita,
menurunkan status sosial, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas.1
Menurut Riskesdas tahun 2013, prevalensi katarak di Indonesia adalah 1,8%
dan untuk provinsi Sumatera Barat prevalensinya adalah 2,3%, sedangkan angka
prevalensi khusus untuk katarak kongenital belum tersedia. Data dari RSUP Dr.
M. Djamil Padang didapatkan dari 180 kasus katarak berumur di bawah 40 tahun
yang dioperasi di bagian mata dari tahun 1991-1999, 31% merupakan kasus
katarak congenital.1
Katarak kongenital lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita
Meskipun secara umum tidak ada predileksi jenis kelamin tertentu terhadap
kejadian katarak pada anak, akan tetapi perbedaan angka prevalensi tersebut
diamati untuk menghubungkan dengan ekspektasi sosial terhadap peran anak laki-
laki dalam masyarakat. Katarak kongenital bilateral ditemukan lebih banyak
dibandingkan unilateral. Jumlah penderita katarak kongenital bilateral adalah 73%
dan unilateral 27%, kemudian perbandingan penderita katarak kongenital pria
dengan wanita adalah 57.2% : 42.8% di RSUP Dr. M. Djamil Padang, pada tahun
1991-1999.1
Kelainan herediter, penyakit sistemik, dan gangguan metabolisme merupakan
faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya katarak kongenital. Penelitian di
India mendapatkan 7.2% kasus merupakan herediter, 4.6% terkait sindrom rubella
kongenital, 15.1% merupakan katarak sekunder, dan 73% tidak dapat ditentukan.

4
5

Kasus yang tidak dapat ditentukan penyebabnya tersebut terdiri dari 67% ibu
pasien mempunyai riwayat sakit saat hamil dan 22% ibu pasien mengkonsumsi
obat-obatan saat hamil.1
Kasus katarak kongenital yang bersifat herediter lebih banyak terdapat pada
kasus bilateral dibandingkan unilateral. Penelitian yang dilakukan terhadap
penderita katarak kongenital di UK mendapatkan 56% kasus bilateral dan hanya
6% kasus unilateral yang merupakan herediter. Angka yang lebih tinggi pada
kasus bilateral diduga karena adanya mekanisme genetik tertentu pada faktor
herediter yang dikaitkan dengan dismorfologi dan anomali sistemik sehingga
dapat mengenai kedua mata.1
Salah satu terapi untuk penderita katarak kongenital adalah operasi untuk
mengangkat opasitas lensanya. Terapi operasi ini dilakukan pada pasien dengan
hasil red reflex yang negatif (American Academy of Ophthalmology Section 6,
2011). Pemeriksaan red reflex post operasi perlu dilakukan dan dicatat untuk
diamati perubahan red reflex sebelum dan setelah operasi.1
Usia anak penderita katarak kongenital saat dioperasi dapat mempengaruhi
prognosis penglihatan yang signifikan di kemudian hari. Untuk itu distribusi usia
anak saat dioperasi juga perlu diamati. Suatu penelitian di Tanzania tahun 2005
menunjukkan dari 74 anak penderita katarak kongenital, 39% diantaranya
dioperasi saat usia 0-6 bulan, 17% usia 7-12 bulan, 23% usia 13-24 bulan, 5%
usia 25-60 bulan, dan 16% usia >60 bulan. Keterlambatan usia operasi di atas
dipengaruhi tiga hal, yaitu kesadaran orangtua terhadap katarak yang diderita
anaknya, akses menuju pelayanan kesehatan, serta persetujuan untuk dioperasi.1
Keterlambatan usia operasi dapat memperburuk prognosis, hal ini disebabkan
karena timbulnya kelainan mata lainnya pada penderita katarak kongenital,
diantaranya ambliopia, strabismus, dan nistagmus (American Academy of
Ophthalmology Section 6, 2011). Sebagian besar anak dengan katarak kongenital
akan menderita ambliopia. Prevalensi strabismus adalah 28.8 % pada katarak
kongenital bilateral dan 45% pada unilateral, sedangkan prevalensi nistagmus
ditemukan 30.5% pada katararak kongenital bilateral saja, dan 55.6% diantaranya
juga mengalami strabismus.1
Operasi sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada penderita katarak kongenital
melihat banyaknya kelainan mata lain yang dapat timbul sehingga mempengaruhi

5
6

prognosis nantinya. Lateralitas juga dapat diperhitungkan saat menentukan jadwal


operasi. Katarak kongenital unilateral sebaiknya dioperasi lebih cepat karena
kemungkinan untuk timbulnya ambliopia dan kelainan mata lainnya lebih cepat
dibanding katarak bilateral. Untuk mencapai hasil seoptimal mungkin, sebaiknya
katarak kongenital bilateral dioperasi sebelum usia 10 minggu, dan katarak
kongenital unilateral dioperasi lebih cepat lagi, yaitu sebelum usia 6 minggu.
(American Academy of Ophthalmology Section 6, 2011).1
Jenis operasi yang dilakukan terhadap penderita katarak kongenital adalah
Extra Capsular Cataract Extraction atau disingkat ECCE. ECCE dapat pula
ditambahkan dengan implantasi lensa intraokular (ECCE+IOL), namun implantasi
lensa intraokular ini jarang diterapkan untuk anak usia kurang dari 2 tahun karena
ukuran panjang visual axis-nya masih akan bertambah sehingga lebih baik
digunakan kacamata atau lensa kontak untuk mengoreksi afakia pasca operasi.
Jenis operasi yang dilakukan dapat ditentukan berdasarkan usia anak saat
dioperasi.1

B. DEFINISI
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir pada
tahun pertama kehidupan dan merupakan salah satu penyebab kebutaan pada anak
yang sering di jumpai. Jika katarak tetap tak terdeteksi, kehilangan penglihatan
yang permanen dapat terjadi. Turunnya penglihatan akibat katarak tergantung
pada posisi kekeruhan lensa, jika kekeruhan lentikular timbul pada sumbu
penglihatan maka akan terjadi gangguan visus secara signifikan dan dapat
berlanjut menjadi kebutaan. Jika kataraknya sedikit, dibagian depan atau perifer
lensa, gangguan penglihatan hanya sedikit.3
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan
penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penangannya
yang kurang tepat.4

C. EMBRIOLOGI DAN ANATOMI LENSA


Pembentukan lensa manusia di mulai kira – kira hari ke 25 kehamilan
yang disebut vesikel optic yang menonjol dari otak bagian depan atau di

6
7

encephalon. Karena vesikal optic bertambah besar, maka vesikel optic makin
mendekati permukaan ectoderm, suatu lapisan tunggal dari sel – sel kuboid.3
Sel – sel ectoderm akan menekan vesikel optic menjadi kolumnar pada hari ke
27 kehamilan. Di daerah ini terdapat sel – sel yang tebal yang disebut lens plate
atau lens placode. Suatu mediator kimia dari neuroektoderm diperkirakan
merangsang pembentukan lens plate. Kontak fisik langsung antara permukaan
ectoderm tidak diperlukan dalam peristiwa induksi lensa ini. 1 Lens pit atau fovea
lentis muncul pada hari ke 29 kehamilan sebagai indentasi kecil dari inferior lens
plate. Lens pit makin dalam melalui proses invaginasi dan multiplikasi selular.3
Karena lens pit terus berinvaginasi, pangkal sel-sel yang berhubungan dengan
permukaan ectoderm mengerut bahkan menghilang. Hasil berupa suatu lapisan
sel-sel kuboid yang terkurung dalam sebuah membrane ( the lens capsule ) yang
disebut vesikel lensa. Pada hari ke 33 kehamilan, vesikel lensa ini diameternya
mencapai 0,2 mm.3
Karena vesikel lensa terbentuk melalui proses invaginasi permukaan
ectoderm, apeks dari lapisan tunggal sel-sel berada di depan lumen vesikel lensa,
dengan dasar sel sepanjang vesikel lensa pada waktu bersamaan dengan
terbentuknya vesikel lensa, berlangsung pula pembentukan vesikel optic melalui
proses invaginasi yang dimulai dengan pembentukan dua lapis optic cup.3
Sel-sel posterior vesikel lensa menjadi lebih kolumnar dan mulai berelongasi.
Karena berelongasi, sel-sel ini menghilang ke dalam lumen vesikel lensa. Pada
hari ke 40 kehamilan, lumen vesikel lensa hilang sama sekali. Sel-sel yang
berelongasi disebut serat-serat lensa primer. Inti dari serat lensa primer ini
bergerak mendekati lamina basal posterior ke posisi lebih anterior. Serat-serat
lensa kemudian menjadi piknotik karena organel-organel intraseluler menjadi tak
teratur. Serat-serat lensa primer berubah menjadi nucleus embriotik yang akan
menempati daerah sentral lensa.3
Walaupun sel-sel lapisan posterior dari vesikel optic berdifferensiasi menjadi
serat lensa primer, sel-sel anterior vesikel lensa tidak berubah. Lapisan sel-sel
kuboid ini akan menjadi epitel lensa kemudian berdifferensiasi dan pertumbuhan
materi - materi lensa dari epitel lensa. Kapsul lensa berkembang dari perpaduan
membrane basement, epitel lensa anterior dan serat lensa posterior.3

7
8

Kira-kira minggu ke 7 kehamilan, sel-sel epitel lensa di daerah ekuator


membelah cepat dan berelongasi membentuk serat lensa sekunder. Bagian anterior
dari masing-masing serat lensa ini berkenbang ke pole anterior lensa, meresap ke
bawah epitel lensa. Dengan demukian serat lensa baru terbentuk menjadi fetal
nucleus. 3
Karena serat-serat lensa berkembang anterior dan posterior, pola ini berbentuk
pertemuan serat-serat antara bagian anterior dan posterior lensa. Pola ini dikenal
sebagai suture. Bentuk Y suture dikenal pada kehamilan 8 minggu dengan bentuk
Y suture anterior dan Y suture terbalik anterior. 3
Hanya selama kehamilan Y suture terbentuk. Jika serat-serat lensa terus
menerus terbentuk dan lensa terus bertambah, maka pole suture lensa berkembang
kompleks. 3

Gambar 1. Anatomi Lensa

Lensa adalah struktur kristalin berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa


memiliki dua permukaan, yaitu permukaan anterior dan posterior. Permukaan
posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Radius kurvatura anterior
10 mm dan radius kurvatura posterior 6 mm. Diameter lensa adalah 9-10 mm dan
ketebalan lensa adalah 3,5 mm saat lahir hingga 5 mm saat usia lanjut. Berat lensa
135 mg pada usia 0-9 tahun hingga 255 mg pada usia 40-80 tahun.5
Lensa terletak di bilik posterior bola mata, di antara permukaan posterior iris
dan badan vitreus pada lengkungan berbentuk cawan badan vitreus yang di sebut
fossa hyaloid. Lensa bersama dengan iris membentuk diafragma optikal yang
memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata (Lang, 2000). Lensa tidak
memiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Lensa dipertahankan di
tempatnya oleh serat zonula yang berada di antara lensa dan badan siliar. Serat

8
9

zonula ini, yang bersal dari ephitel siliar, adalah serat kaya fibrilin yang
mengelilingi lensa secara sirkular.5
Lensa berkembnag bikonveks, avaskuler, bening dengan sebagian besar
struktur transparan. Bagian-bagian lensa berupa nucleus, korteks, epitel lensa dan
kapsul ( anterior dan posterior ) yang semi permiabel. Komposisi lensa terdiri dari
65% air, 35% protein, dan sedikit mineral.3

D. PERTUMBUHAN LENSA
Lensa akan terus tumbuh dan membentuk serat lensa seumur hidup, tidak
ada sel yang mati ataupun terbuang karena lensa ditutupi oleh kapsul lensa.
Pembentukan serat lensa pada ekuator, yang akan terus berlanjut seumur hidup,
membentuk nukleus infantil selama dekade pertama dan kedua kehidupan serta
membentuk nukleus dewasa selama dekade ketiga. Arah pertumbuhan lensa yang
telah berkembang berlawanan dengan arah pertumbuhan embriologinya. Sel yang
termuda akan selalu berada di permukaan dan sel yang paling tua berada di pusat
lensa. Laju pertumbuhan lensa adalah 1,3 mg/tahun antara usia 10-90 tahun.5

E. HISTOLOGI LENSA
Secara histologis, lensa memiliki tiga komponen utama:
1. Kapsul lensa
Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20 μm), homogen, refraktil, dan
kaya akan karbohidrat, yang meliputi permukaan luar sel-sel epithel. Kapsul
ini merupakan suatu membran basal yang sangat tebal dan terutama terdiri atas
kolagen tipe IV dan glikoprotein. Kapsul lensa paling tebal berada di ekuator
(14 μm) dan paling tipis pada kutub posterior (3 μm). Kapsul lensa bersifat
semipermeabel, artinya sebagian zat dapat melewati lensa dan sebagian lagi
tidak.5
2. Epitel subkapsular
Epitel subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada
permukaan anterior lensa. Epitel subkapsular yang berbentuk kuboid akan
berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator dan akan terus memanjang dan
membentuk serat lensa. Lensa bertambah besar dan tumbuh seumur hidup
dengan terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel yang terdapat di ekuator
lensa. Sel-sel epitel ini memiliki banyak interdigitasi dengan serat-serat lensa.5

9
10

3. Serat lensa
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan
gepeng. Serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi dan berasal
dari sel-sel subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organelnya
dan menjadi sangat panjang. Sel-sel ini berisikan sekelompok protein yang
disebut kristalin.5

Gambar 2. Histologi Lensa

Lensa ditahan di tempatnya oleh sekelompok serat yang tersusun radial yang
disebut zonula, yang satu sisinya tertanam di kapsul lensa dan sisi lainnya pada
badan siliar. Serat zonula serupa dengan miofibril serat elastin. Sistem ini penting
untuk proses akomodasi, yang dapat memfokuskan objek dekat dan jauh dengan
mengubah kecembungan lensa. Bila mata sedang istirahat atau memandang objek
yang jauh, lensa tetap diregangkan oleh zonula pada bidang yang tegak lurus
terhadap sumbu optik. Bila melihat dekat, muskulus siliaris akan berkontraksi,
dan koroid beserta badan siliar akan tertarik ke depan. Ketegangan yang
dihasilkan zonula akan berkurang dan lensa menebal sehingga fokus objek dapat
dipertahankan.5

F. FISIOLOGI LENSA
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya keretina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, ototototsiliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa
sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas

1
0
11

cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda
dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang.3
Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih
sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut antara
korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina
dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan
refraksi lensa perlahan-lahan berkurang. 3

 Metabolisme Lensa Normal


Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium
dan kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar
kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar
natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan
keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke
bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K
ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase.
Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur
HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga
untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah
enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan Katarak Juvenil sorbitol
dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase. 3

G. FUNGSI LENSA
Lensa adalah salah satu dari media refraktif terpenting yang berfungsi
memfokuskan cahaya masuk ke mata agar tepat jatuh di retina. Lensa memiliki
kekuatan sebesar 10-20 dioptri tergantung dari kuat lemahnya akomodasi. 5

H. KOMPOSISI LENSA
Lensa terdiri atas air sebanyak 65%, protein sebanyak 35% (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral
dibandingkan jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada dijaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Lensa tidak memiliki serabut saraf, pembuluh
darah, dan jaringan ikat.5

1
1
12

Protein lensa dapat dibagi menjadi dua berdasarkan kelarutannya dalam air,
yaitu protein laut air (protein sitoplasmik) dan protein tidak larut air (protein
sitoskeletal). Fraksi protein larut air sebesar 80% dari seluruh protein lensa yang
terdiri atas kristalin. Kristalin adalah protein intraselular yang terdapat pada
epithelium dan membran plasma dari sel serat lensa. Kristalin terbagi atas kristalin
alpha (α), beta (β), dan gamma (γ). Akan tetapi, kristalin beta dan gamma adalah
bagian dari famili yang sama sehingga sering disebut sebagai kristalin
betagamma.5
Kristalin alpha merepresentasikan 32% dari protein lensa. Kristalin alpha
adalah protein dengan besar molekul yang paling besar yaitu sebesar 600-4000
kDa, bergantung pada kecenderungan subunitnya untuk beragregasi. Kristalin
alpha bukan merupakan suatu protein tersendiri, melainkan gabungan dari 4
subunit mayor dan 9 subunit minor. Setiap polipeptida subunit memiliki berat
molekul 20 kDa. Rantai ikatannya merupakan ikatan hidrogen dan interaksi
hidrofobik. Kristalin alpha terlibat dalam transformasi sel epithel menjadi serat
lensa. Laju sintesis kristalin alpha tujuh kali lebih cepat di sel epitel dari pada di
serat kortikal, mengindikasikan penurunan laju sintesis setelah transformasi.
Kristalin beta dan gamma memiliki rangkaian asam amino homolog dan struktur
yang sama sehingga dapat dipertimbangkan sebagai satu famili protein. Kristalin
beta berkontribusi sebesar 55% dari protein larut air pada protein lensa.5
Protein lensa yang tidak larut air dapat dibagi menjadi dua, yaitu protein
yang larut dalam urea dan yang tidak larut dalam urea. Fraksi yang larut dalam
urea terdiri atas protein sitoskeletal yang berfungsi sebagai rangka struktural sel
lensa. Fraksi yang tidak larut urea terdiri atas membran plasma serat lensa.
Major Intrinsic Protein (MIP) adalah protein yang menyusun plasma membran
sebesar 50%. MIP pertama sekali muncul di lensa ketika serat lensa mulai
memanjang dan dapat di jumpai di membran plasma di seluruh masa lensa. MIP
tidak dijumpai di sel epitel, maka dari itu MIP berhubungan dengan diferensiasi
sel menjadi serat lensa.5
Seiring dengan meningkatnya usia, protein lensa menjadi tidak larut air dan
beragregasi membentuk partikel yang lebih besar yang mengaburkan cahaya.
Akibatnya lensa menjadi tidak tembus cahaya. Selain itu, seiring dengan

1
2
13

bertambahnya usia, maka makin banyak protein yang larut urea menjadi tidak
larut urea.5
I. ETIOLOGI DAN MORFLOGI
Diperkirakan 50% penyebab katarak kongenital idiopatik, 30% herediter
( 20% diantarnya autosomal dominan ), selebihnya oleh karena sebab lain. Wanita
sebagai pembawa sifat ( carrier ) menunjukkan kekeruhan pada Y suture lensa
tapi tidak terlihat jelas. Menurut Friedman 50% katarak kongenital adalah mutasi
baru, yang mana 8,3 - 23 bersifat familial. Sementara itu pewarisan secara
autosomal dominan, autosomal resesif dan X-linked jarang ditemukan. Secara
skematik penyebab terjadinya katarak kongenital dapat di bagi atas : 3
1. Idiopatik
2. Pewarisan Mendel
a) Autosomal Dominan
b) Autosomal Resesif
c) X-linked
3. Infeksi intrauterine
a) Rubella
b) Chicken pox/ Herpes zoster
c) Herpes Simpleks
d) Cytomegalovirus
4. Prematuritas
5. Gangguan Metabolic
a) Galaktosemia
b) Sindrom Lowe
c) Sindrom Alport
6. Gangguan Kromosom
a) Trisomy- 21 ( Sindrom Down )
b) Trisomy- 13 ( Sindrom Patau )
c) Trisomy- 18 ( Sindrom Edwar )
7. Abnormalitas Okuler
a) Mikroptalmia
b) Aniridia
c) Persisten Hiperplasia Primary Vitreous ( PHPV )

1
3
14

 Morfologi :
1) Polar yaitu lensa bagian korteks subkapsular, kapsul anterior dan kapsul
posterior. 3
a. Katarak polaris anterior : biasanya kecil, bilateral, sistemik, non
progresif dan tidak terlalu mengganggu penglihatan. Merupakan herediter
dengan pola autosomal dominan. 3
b. Katarak polaris posterior : umumnya mengganggu penglihatan,
bertendensi menjadi lebih besar, unilateral dan kapsul kaku. Merupakan herediter
dengan pola autosomal dominan. 3
2) Sutural (stellate) : kekeruhan pada Y – suture dari nukleus, biasanya tidak
mengganggu penglihatan, bercabang-cabang, bilateral, sistemik. Merupakan
herediter dengan pola autosomal dominan. 3

Gambar 3. Congenital Sutural Cataract

3) Koronary : kekeruhan pada korteks kecil-kecil dan berkelompok tersusun di


sekitar equator lensa berbentuk seperti mahkota (corona). Kekeruhan tidak dapat
dilihat tanpa dilatasi pupil. Tidak mempengaruhi ketajaman penglihatan.
Merupakan herediter dengan Utarapola autosomal dominan. Katarak dengan
bentuk ini telah dideskripsikan pada Down Syndrome dan Myotonic dystrophy. 3
4) Cerulean ( blue-dot cataract ) : kekeruhan kecil kebiru-biruan sekitar korteks,
non progesif dan tidak mengganggu penglihatan. 3
5) Nuklear : kekeruhan yang terjadi pada nukleus lensa embrional dan atau
nukelus fetal. Biasanya bilateral dan jika luas gejalanya berat dan kekeruhan

1
4
15

dapat total mengenai nukleus. Mata dengan katarak nuclear congenital cenderung
Mikrophthalmia. 3
6) Kapsular : kekeruhan kecil pada epitel lensa dan kapsul anterior. Merupakan
differensial dari katarak polaris anterior. Umumnya tidak mengganggu
penglihatan. 3
7) Lamellar (zonular) : merupakan bentuk katarak kongenital terbanyak, bilateral
dan sistemik. Efek terhadap penglihatan bervariasi tergantung pada ukuran dan
densitas kekeruhan lensa. Pada beberapa kasus katarak lamellar adalah transisi
dari pengaruh toksik selama perkembangan lensa fetus. Katarak Lamellar adalah
transisi dari pengaruh toksik selama perkembangan lensa fetus. Katarak lamellar
juga diwariskan secara autosomal dominan. Katarak lamellar adalah kekeruhan
zona atau lapisan spesifik lensa. Secara klinis katarak dapat dilihat sebagai
lapisan keruh dengan sentral jernih. Kekeruhan yang berbentuk tapal kuda disebut
riders. 3

Gambar 4. zonular congenital cataract

8) Komplit atau total adalah katarak dengan morfologi semua serat lensa keruh.
Refleks fundus tidak ada, dan retina tidak dapat dilihat dengan ophthalmoscopy
direct maupun indirect. Beberapa katarak bisa sub total waktu lahir dan bergerak
sangat cepat menjadi katarak komplit. Katarak bisa unilateral dan bilateral yang
menimbulkan gangguan penglihatan berat. 3
Katarak kongenital adalah katarak yang ditemukan pada anak - anak.
biasanya dalah katarak yang di temukan pada bayi ketika waktu lahir yang
disebabkan oleh virus rubella pada ibu yang hamil muda.2

1
5
16

Infeksi kongenital CMV merupakan infeksi oleh virus dari family


Herpetoviridae subfamili β yang terjadi dalam kehamilan. Insidensi CMV
kongenital berkisar 1% dari seluruh bayi baru lahir. Salah satu akibat yang
ditimbulkan dari infeksi CMV kongenital ini adalah katarak kongenital.6
Pada 90% wanita dengan infeksi CMV selama kehamilan, tidak
menunjukkan gejala dan tidak terlacak (Quinonez, 2004). Sekitar 90% infeksi
CMV kongenital tidak menunjukkan gejala. Sementara yang lain menunjukkan
gejala khas berupa ikterik (62%), petechiae (58%), dan hepatosplenomegali
(50%). Ketiga gejala tersebut merupakan trias gejala khas yang sering ditemui
pada penderita. Selain itu bayi dengan CMV congenital dapat pula ditemukan
adanya gangguan penglihatan dalam hal ini katarak. keluhan muncul pandangan
kabur, Pada pemeriksaan mata ditemukan bintik putih pada mata, kekeruhan pada
lensa dan fundus refleks negatif. 6
Katarak congenital oleh karena infeksi cytomegalovirus merupakan
masalah yang harus ditangani secara menyeluruh, baik aspek klinis berupa gejala
pada penderita, maupun aspek laborat berupa hasil pemeriksaan terhadap virus
CMV yang meliputi serologi, penemuan antigen berupa virus ataupun badan
inklusi, dan akan lebih tepat dengan menggunakan PCR. 6

J. EPIDEMIOLOGI
Katarak kongenital dan infantile secara umum terjadi dalam 1 dalam setiap
2000 kelahiran hidup, yang terjadi akibat gangguan pada perkembangan normal
lensa. Prevalensi pada negara berkembang sekitar 2-4 tiap 10.000 kelahiran hidup.
Adapun frekuensi kejadiannya sama antara jenis kelamin lakilaki dan perempuan.
Katarak congenital bertanggung jawab pada 10% kejadian kehilangan penglihatan
pada anak-anak.7
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang terjadi sebelum
perkembangan refleks fiksasi terjadi yaitu sebelum usia 2-3 bulan. Katarak
kongenital bertanggung jawab sekitar 10% dari seluruh kehilangan penglihatan
pada anak. Di Inggris, setiap tahunnya terdapat 200-300 kasus bayi lahir dengan
katarak kongenital. Di Indonesia belum ada data signifikan tentang katarak
kongenital.4
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau
bahan lensa di dalam kapsul lensa. Kekeruhan lensa ini dapat diketahui segera

1
6
17

setelah bayi lahir atau dapat terjadi selama masa perkembangan anak. Prevalensi
katarak pada anak di dunia sekitar 15 per 10.00 kasus. Di Negara berkembang
kasus kebutaan anak akibat katarak dapat mencapai 1-4 per 10.000 kasus.8
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), katarak
merupakan kelainan mata yang menyebabkan kebutaan dan gangguan
penglihatan yang paling sering ditemukan. Prevalensi katarak pada anak di dunia
sekitar 15 per 10.000 kasus. Di negara berkembang kasus kebutaan anak akibat
katarak dapat mencapai 1-4 per 10.000 kasus. Oleh sebab itu, World Health
Organization (WHO) mencanangkan program Vision 2020 untuk mengurangi
berbagai penyebab kebutaan pada anak. 8

K. GAMBARAN KLINIS
Gejala yang paling sering dan mudah dikenali adalah leukokoria. Gejala
ini kadang-kadang tidak terlihat jelas pada bayi yang baru lahir, karena pupil
miosis. Bila katarak binokuler, penglihatan kedua mata buruk sehingga orangtua
biasanya membawa anak dengan keluhan anak kurang melihat, tidak dapat fokus
atau kurang bereaksi terhadap sekitarnya. Gejala lain yang dapat di jumpai antar
lain fotofobia, strabismus, nistagmus. Katarak kongenital gejalanya: pupil tampak
warna putih/ abu-abu. Adanya riwayat keluarga perlu ditelusuri karena kira-kira
sepertiga katarak kongenital merupakan herediter. Riwayat kelahiran yang
berkaitan dengan prematuritas, infeksi maternal, pemakaian obat-obatan dan
radiasi selama kehamilan perlu ditanyakan. 3,9,10

Gambar 5. Katarak congenital Gambar 6. Katarak Kongenital

1
7
18

Gambar 7. Katarak Pediatrik

Katarak kongenital sering hadir bersamaan dengan kelainan okuler atau


sistemik lain. Hal ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan kromosom
dan gangguan metabolik. Kelainan okuler yang dapat ditemukan antara lain
mikroptalmus, megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi retina, atrofi retina,
dan lain-lain. Sedangkan kelainan non okuler yang di dapat antara lain : retardasi
mental, gagal ginjal, anomali gigi, penyakit jantung kongenital, wajah mongoloid
dan sebagainya. 3

L. PENATALAKSANAAN
 EVALUASI
Semua anak baru alhir berhak mendapat pemeriksaan mata, termasuk
evaluasi dengan ophthalmoscopy. Pemeriksaan dari refleks fundus dapat
menyatakan keadaan sedikit keruh. Evaluasi lengkap dari refleks merah yang
simetris secara normal mudah dikerjakan di dalam ruangan gelap dengan cahaya
yang terang dari ophthalmoscopy direct kedalam kedua mata secara simultan.
Pemeriksaan kini disebut tes iluminasi, tes refleks fundus atau tes Bruckner,
dengan mudah dapat digunakan secara rutin untuk skrining bola mata oleh
perawat, dokter anak dan praktisi. Retinoskopi pada anak dengan pupil tidak
dilatasi membantu untuk penilaian penglihatan potensial pada mata katarak.
Kekeruhan sentral atau dikelilingi distorsi kortikal lebih dari 3 mm dapat dilihat
secara signifikan. 3,11,12
 ANAMNESA

1
8
19

Memperhatikan anamnesa lengkap, onset dan tanda serta gejala dari status
okuli dari pemeriksaan mata sebelumnya dapat membantu prognosis penglihatan
setelah terapi. Selain itu, dalam anamnesa juga harus diperoleh informasi
mengenai tumbuh kembang anak, kebiasaan makan, kelainan tumbuh kembang
lainnya, lesi kulit dan riwayat keluarga. 3
 FUNGSI PENGLIHATAN
Perkembangan fungsi penglihatan dapat dibantu dari anamnesa, observasi
dari fiksasi dan refleks, pemeriksaan tingkah laku, dan pemeriksaan
elektrofisiologi. Anak dengan katarak kongenital bilateral biasanya menunjukkan
penurunan penglihatan dan perkembangan yang terlambat, fiksasi okuli dan
pergerakan mata dapat menurun atau tidak ada. Strabismus juga dapat di jumpai,
khususnya pada anak dengan katarak unilateral. Nistagmus terjadi karena
kehilangan penglihatan awal dan sebagai tanda bahwa penglihatan bisa menjadi
turun setelah terapi. 3
 PEMERIKSAAN SEGMEN ANTERIOR
Pemeriksaan dengan slit-lamp dapat menjelaskan morfologi dari katarak
dan dapat membantu menentukan penyebab dan prognosis. Hal yang berhubungan
dengan kornea abnormal, iris dan pupil dapat dicatat. Slit lamp yang mudah
dibawa secara khusus membantu pemeriksaan bayi dan anak. Glaukoma bisa
dikesampingkan karena katarak dan glaukoma dihubungkan dengan rubella
congenital dan Lowe Syndrome. 3
 PEMERIKSAAN FUNDUSKOPI
Suatu pemeriksaan untuk melihat keadaan retina dan optic disc untuk
memperkirakan penglihatan potensial dari mata. Ketika katarak sudah komplit dan
menghambat aksis penglihatan. B-ultrasonografi dapat digunakan untuk
menyingkirkan retina dan vitreous patologis. Secara khusus penting dilakukan
pada pasien dengan katarak bilateral yang tebal untuk melihat adanya
retinoblastoma. 3,11,12,13
 PEMBEDAHAN
1. Pengangkatan lensa ( lensektomi )
Pada anak-anak pemasangan lensa kontak ataupun kacamata ditujukan
untuk koreksi afakia. Lensektomi dilakukan melalui insisi kecil di limbus atau
pars plana menggunakan alat pemotong vitreous atau alat aspirasi manual. Irigasi

1
9
20

dapat dilakukan dengan alat infus terintegrasi atau kanul yang terpisah untuk
pembedahan bimanual. Korteks dan lensa secara umum bersifat lunak sehingga
fakoemulsifikasi tidak diperlukan. 3
Kapsulektomi anterior dilakukan sebelum atau setelah pengangkatan
seluruh korteks. Karena kekruhan kapsul posterior cepat terjadi pada anak-anak,
penanganan kapsulotomi moderat dan vitrektomi anterior sebaiknya dilaksanakan
pada saat pembedahan, terutama pada bayi. Sisa kapsul lensa posterior bagian
perifer sebaiknya ditinggalkan untuk memfasilitasi penanaman IOL sekunder di
kemudian hari. 3
2. Ekstra kapsular katarak ekstraksi
Ketika IOL digunakan secara luas pada tahun 1980 maka tehnik yang
digunakan para ahli adalah tehnik ekstra kapsular katarak dan menggantikan
tehnik intrakapsular. Walaupun ECCE memerlukan insisi limbus yang relatif
besar ( 8-10 mm ) tapi hal ini relatif sederhana dan memudahkan untuk belajar
tanpa membutuhkan peralatan yang mahal. Setelah can opener capsulotomy
dilakukan dengan jarum halus atau cystitome sehingga nukleus lensa terdorong. 3
Material korteks di aspirasi dan diangkat dari kapsul posterior yang intak.
Dimana sebagai tempat insersi IOL di dalam kantung kapsular. Insisi kemudian di
jahit, kadang-kadang hal ini menimbulkan astigmatisma kornea. Perbaikan visual
secara lambat biasanya 3 bulan post operasi dan astigmatisma dapat hilang dalam
beberapa waktu kemudian. 3
3. Rehabilitasi optik post operasi
Pilihan koreksi optik untuk afakia tergantung pada berbagai faktor.
Kacamata afakia adalah metode paling aman yang tersedia dan mudah diganti
untuk mengakomodasi perubahan refraksi yang timbul seiring pertumbuhan anak.
Kacamata tidak praktis pada monokular afakia disebabkan adanya anisekonia.
Sampai anak dapat memakai lensa bifokal, pilihan kekuatan refraksi sebaiknya
sedikit miopia. Lensa kontak adalah pilihan metode terpopuler yang sangat baik
pada kasus monokular afakia. Mengubah kekuatan lensa relatif mudah
dilaksanakan dan beberapa lensa kontak dapat dipakai selama 24 jam. Sangat
disayangkan lensa kontak mudah bergeser bila mata digosok-gosok dan harganya
mahal. Sebagai tambahan, koreksi kacamata diperlukan jika penglihatan yang

2
0
21

jelas diinginkan untuk penglihatan dekat dan jauh. Tetapi lensa kontak juga
memiliki resiko infeksi berulang dan terjadinya ulkus kornea. 3

4. Pemilihan kekuatan lensa intra okuler.


Karena mata anak-anak terus memanjang hingga usia 11 tahun, pilihan
kekuatan lensa intra okuler yang tepat sangatlah rumit. Penelitian telah
memperhatikan bahwa kelainan refraksi pada anak yang afakia mengalami
pergeseran miopia ( Myopic shift ) 7-8 D dari usia 1 hingga 10 tahun. Kemudian
jika anak dibuat emetropia pada usia 1 tahun nilai refraksinya pada usia 10 tahun
menjadi sekitar -8D. Oleh karena itu implantasi lensa intra okuler memerlukan
perhitungan yang mencakup usia anak dan target refraksi pada saat dilakukan
pembedahan. Kebanyakan ahli memasang implant lensa intra okuler dengan
kekuatan yang dibutuhkan sampai usia dewasa dan membiarkan anak tumbuh
dewasa dengan pilihan kekuatan lensa intra okuler tersebut. 3
Kemudian anak yang undercorrection dan memerlukan kacamata
hipermetropia dengan penurunan kekuatan refraksi bertahap hingga usia remaja.
Ahli lainnya lebih menganjurkan emetropia pada saat implantasi lensa intraokuler,
khususnya pada yang unilateral untuk menghindari anisometropia dan
memfasilitasi perkembangan fungsi binokuler. Pada anak-anak seperti ini
berkembang progesif menjadi lebih miopia seiring waktu dan akhirnya
memerlukan prosedur sekunder untuk mengatasi peningkatan anisometropia. 3
Pada kasus terinfeksi rubella, dengan katarak kongenital okuli sinistra
dan pseudofaki okuli dekstra Dilakukan pembedahan dengan phacoemulsifikasi
okuli sinistra dan pemasangan lensa intraokular. Hasil visus membaik dengan
tindakan operasi, namun tidak mencapai fungsi yang maksimal. Hal ini
diakibatkan karena proses pembedahan yang baru dilakukan saat usia 4 tahun,
sehingga macula tidak berkembang secara maksimal. Simpulan, tatalaksana
pembedahan dengan phacoemulsifikasi dengan pemasangan lensa intraocular
memberikan kemajuan penglihatan pada katarak kongenital. 4

A. KOMPLIKASI
Pada anak-anak komplikasi setelah pengangkatan lensa berbeda dengan
dewasa. Retinal detachment, macula edema, dan abnormalitas kornea jarang pada
anak-anak. Insidensi infeksi setelah operasi dan perdarahan, sama pada dewasa

2
1
22

dan anak-anak. Glaukoma berhubungan dengan pediatrik afakia berkembang


setiap tahun setelah pengangkatan lensa dilaporkan terjadi sampai 25% dari
pasien. 3,14,15

BAB III

LAPORAN KASUS

KATARAK KONGENITAL

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. Moh Hafidz
Umur : 3 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : -
Alamat : DS. Sibalaya Selatan
No. Register : 533712
Tanggal : 26 Maret 2019
Dokter Pemeriksa : dr. Santy Kusumaawaty, Sp.M
RS : RSU ANUTAPURA PALU

II. ANAMNESIS

2
2
23

Keluhan Utama : Bintik putih dimata hitam pada kedua mata


Anamnesis Terpimpin :
Pasien bayi hafidz usia 3 bulan dibawa kepoliklinik mata RSU
Anutapura Palu dengan keluhan bintik putih dimata hitam pada kedua mata.
Yang Dialami pasien sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu. Bayi tidak ada
kontak mata dengan ibu & orang sekitarnya. Bayi ketika lahir cukup bulan
dengan BBL 2,9 gram. Mata merah (-), nyeri (-), mata berair (-) secret
berlebihan (-). Ibu pasien memililiki riwayat Demam pada saat masa
kehamilan.

III.PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
A. Inspeksi

INSPEKSI OD OS

Palpebra Udem (-) Udem (-)

Silia Normal Normal

App.
Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Lakrimalis

Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Kornea Jernih Jernih


Kesan N
BMD Kesan N
Coklat, Kripte (+)
Iris Coklat, Kripte (+)

Pupil Bulat, Sentral, RC(+) Bulat, Sentral, RC(+)

Lensa Keruh Keruh

GBM Ke segala arah Ke segala arah

B. Palpasi

Pemeriksaan OD OS

Tensi Okuler Tn Tn

2
3
24

Nyeri Tekan (-) (-)

Massa Tumor (-) (-)

Glandula Tidak ada Tidak ada


Preaurikuler pembesaran pembesaran

C. Visus
VOD = Tidak dilakukan pemeriksaan
VOS = Tidak dilakukan pemeriksaan

D. Tonometri
TOD : tidak dilakukan pemeriksaan
TOS : tidak dilakukan pemeriksaan

E. Campus Visual
Tidak dilakukan pemeriksaan.

F. Color Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan.

G. Light Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan.

H. Penyinaran Oblik

Penyinaran Oblik OD OS

Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Kornea Jernih Jernih

BMD Normal Normal

Iris Coklat, kripte (+) Coklat,kripte (+)

Pupil Bulat,sentral, RC Bulat,sentral, RC

2
4
25

(+) (+)

Lensa Keruh Keruh

I. Diafanoskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan

J. Oftalmoskopi
Refleks fundus (-), kekeruhan lensa

K. Slit Lamp
SLOD : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD normal, iris coklat,
kripte (+),pupil bulat sentral, RC (+), lensa keruh.

SLOS : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD normal, iris coklat,
kripte (+), pupil bulat sentral, RC (+), lensa keruh.

L. Laboratorium
Tidak dilakukan pemeriksaan

M. Pemeriksaan Lain
Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. RESUME
Seorang bayi Laki-laki, berusia 3 bulan, datang ke poliklinik mata
RSU ANUTAPURA PALU dengan keluhan utama Bintik putih dimata hitam
pada kedua mata, Dialami sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu. Bayi tidak ada
kontak mata dengan ibu & orang sekitarnya. Bayi ketika lahir cukup bulan
dengan BBL 2,9 gram. Mata merah (-), nyeri (-), mata berair (-) secret
berlebihan (-).

2
5
26

Dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan, OD pada inspeksi, kornea


jernih, BMD dan Iris normal, RC(-), lensa keruh. Dari palpasi OD didapatkan
nyeri tekan(-). Pada penyinaran oblik didapatkan kornea keruh, BMD kesan
normal, iris coklat, kripte (+), pupil oklusi (+) dan lensa keruh. OS kesan
lensa mengalami keruh dari hasil inspeksi, palpasi dan penyinaran oblik.
Pemeriksaan visus didapatkan : VOD = 0 dan VOS = 0. Dengan slit
lamp OD lensa keruh, iris coklat, kripte (+), sinekia posterior, oklusi pupil
(+). Sedangkan OD kesan mengalami keruh pada lensa.

V. DIAGNOSIS
Katarak Kongenital

VI. PENATALAKSANAAN

 Anjuran ODS USG


 Ekstra kapsular katarak ekstraksi

VII. DISKUSI
Pasien didiagnosis katarak kongenital, berdasarkan anamnesis yang
menyatakan keluhan utama berupa mata mengalami bintik putih dimata hitam
pada kedua mata. Dialami sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu. Bayi tidak ada
kontak mata dengan ibu & orang sekitarnya. Bayi ketika lahir cukup bulan dengan
BBL 2,9 gram. Mata merah (-), nyeri (-), mata berair (-) secret berlebihan (-).

2
6
27

BAB IV

PENUTUP

Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan
jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan
menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.2
Berat ringannya gangguan tajam penglihatan pada penderita katarak
tergantung dari derajat kekeruhan lensa matanya. Gangguan tajam penglihatan
bervariasi dari mulai kesulitan melihat benda benda yang kecil sampai kebutaan.
Katarak tidak menular ke mata sebelahnya tetapi dapat mengenai kedua lensa
mata. Katarak bukan disebabkan karena mata yang terlalu lama dipakai dan mata
yang dipakai tidak akan memperberat katarak.2

Kelainan herediter, penyakit sistemik, dan gangguan metabolisme merupakan


faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya katarak kongenital. Penelitian di
India mendapatkan 7.2% kasus merupakan herediter, 4.6% terkait sindrom rubella
kongenital, 15.1% merupakan katarak sekunder, dan 73% tidak dapat ditentukan.
Kasus yang tidak dapat ditentukan penyebabnya tersebut terdiri dari 67% ibu
pasien mempunyai riwayat sakit saat hamil dan 22% ibu pasien mengkonsumsi
obat-obatan saat hamil.1
Kasus katarak kongenital yang bersifat herediter lebih banyak terdapat pada
kasus bilateral dibandingkan unilateral. Penelitian yang dilakukan terhadap
penderita katarak kongenital di UK mendapatkan 56% kasus bilateral dan hanya
6% kasus unilateral yang merupakan herediter. Angka yang lebih tinggi pada
kasus bilateral diduga karena adanya mekanisme genetik tertentu pada faktor
herediter yang dikaitkan dengan dismorfologi dan anomali sistemik sehingga
dapat mengenai kedua mata.1

2
7
28

Salah satu terapi untuk penderita katarak kongenital adalah operasi untuk
mengangkat opasitas lensanya. Terapi operasi ini dilakukan pada pasien dengan
hasil red reflex yang negatif (American Academy of Ophthalmology Section 6,
2011). Pemeriksaan red reflex post operasi perlu dilakukan dan dicatat untuk
diamati perubahan red reflex sebelum dan setelah operasi.1

2
8

Anda mungkin juga menyukai