IKTERUS NEONATORUM
Disusun oleh :
Rizki Maulana
1102015202
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nomor RM : 010xxx
Tanggal Masuk RS : 21 November 2020
(LEVEL 1)
2
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Bayi dengan keluhan kulit terlihat menguning setelah 3 hari kelahiran.
3
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu pasien mengatakan selama kehamilan tidak mengalami sakit,
ibu pasien merasa selama hamil kondisinya baik-baik saja. Ibu pasien
mengatakan kebutuhan gizi selama kehamilan tercukupi. Tidak ada riwayat
hipertensi selama kehamilan, tidak ada riwayat trauma selama kehamilan,
asma, penyakit jantung bawaan, dan diabetes mellitus. Ibu asien terkena
penyakit COVID 19 4 minggu yang lalu.
F. Riwayat Kelahiaran
G. Riwayat Imunisasi
Pasien sudah mendapatkan imunisasi Hepatitis B.0
4
H. Riwayat Nutrisi
Pasien tidak mendapatkan ASI dari ibu pasien, dikarnakan ibu masih positif
COVID-19, untuk penggantinya pasien di berikan susu formula.
I. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ke 2 dari dua bersaudara, ada riwayat keguguran pada
ibu pasien yaitu pada kehamilan anak pertama pada saat usia kandungan 3
bulan.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Panjang Badan :47 cm
kesadaran :Composmentis
B. Tanda Vital
Nadi : 128 x/menit, reguler, isi cukup, simetris di 4 ektremitas.
Respirasi : 35 x/menit, abdoinal, reguler, dalam.
Suhu : 36,7°C,
SpO2 : 97 %
C. Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
refleks cahaya ada, pupil isokor diameter 2mm/2mm.
Hidung : napas cuping hidung tidak ada
Telinga : sekret tidak ada
Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-)
Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
Toraks : Bentuk simetris
5
Pulmo : Retraksi tidak ada
Vesicular Breathing Sound kanan = kiri
tidak ada Rhonki , tidak ada wheezing.
6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
V. RESUME
Bayi lahir secara spontan di tolong oleh dokter, dengan berat badan lahir 2500 gram dan
panjang badan 47 cm, bayi lahir dari ibu G2POA1 usia 30 tahun lahir dengan usia kehamilan
37-38 minggu (Aterm). Bayi lahir pukul 11.00 Wib, jenis kelamin perempuan, kondisi lahir
segera menangis, gerak aktif, tangis kuat. Apgar Score 8/9, bayi tidak sesak dan retraksi, dan
tidak tampak kebiruan.pada usia 3 hari pasca lahir bayi tampak kuning di bagian kepala
sampai bawah pusar, kuning tampak pertama kali di bagian kepala lalu menjalar sampai
bagian bawah pusar, pada pemeriksaan fisik pada kulit di dapatkan ikterus kremer III.
Keadaan umum pasien tampak sakit ringan dengan kesadaran komposmentis, pemeriksaan
tanda vital didaptkan denyut nadi 128x/menit, isi cukup, reguler, Frekuensi pernafasan 35
x/menit, abdominal, reguler, dan saturasi oksigen 97%.
Hasil laboratorium darah (24 November 2020) didapatkan adanya peningakatan kadar
bilirubin.
• Neonatus Cukup Bulan (NCB)-sesuai masa kehailan (SMK), kehamilan (37-38 Minggu,
BBL 2500)
• Ikterus Neonatorum
IX. PENATALAKSANAAN
• Termoregulasi
Rawat Inkubator, Target suhu 36,5-37,5 C
• Cairan/nutrisi Adekuat
Pemberian Pasi 8 x15 ml
• Foto terapi
• Observasi keadaan umum dan Tanda vital
X. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Functionam : ad bonam
Quo ad Sanationam : ad bonam
XI. EDUKASI
Edukasi orang tua mengenai penyakit pasien
Edukasi orang tua mengeni faktor risiko penyebab penyakit pasien
Edukasi orang tua mengenai terapi penyakit pasien
XII. FOLLOW UP
11/11/2020
S : Bayi Ny. S, usia 3 hari, hari perawatan ke 1 O
: Keadaan Umum : Sedang
8
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 150 x/menit
Respirasi : 50 x/menit
SpO2 : 98%
Suhu : 36.6°C
Sesak : (-)
Retraksi : Tidak ada
Kulit : tampak kuning dari kepala hingga kaki (Kramer IV)
Muntah tidak ada, BAK ada, BAB ada, Menangis ada, gerak aktif
A : Hiperbilirubin
NCB-SMK)
P :
PASI 8 x 15 ml
Pantau keadaan uum dan tanda vital
Pantai BAB dan BAk
9
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikterus
Ikterus adalah deskolorasi kuning pada kulit, membran mukosa, dan sklera akibat
peningkatan kadar bilirubin dalam darah.1 Warna kuning tersebut tampak pada sklera,
membran mukosa, wajah, frenulum, palmar creases, yang meluas sesuai arah sefalokaudal ke
dada, perut, kemudian ekstremitas. Neonatus akan tampak kuning apabila kadar bilirubin >5
mg/dl.2 Ikterus tampak lebih nyata bila terdapat prematuritas, asidosis, hipoalbumin, dan
dehidrasi. Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering
ditemukan pada bayi baru lahir. Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum berfungsi
optimal sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal, menyebabkan
dominasi bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Dengan menggunakan nomogram dapat
dilihat kadar normal dan nilai tinggi bilirubin dalam darah, dengan menggunakan persentil
sesuai umur.3
13
disertai kelainan metabolisme bilirubin. Kadar normal bilirubin tali pusat <2 mg/dL dan
berkisar 1,4-1,9 mg/dL.4
Faktor risiko yang meningkatkan kadar bilirubin indirek antara lain usia maternal, ras,
diabetes pada ibu, prematuritas, obat, ketinggian, polisitemia, laki-laki, trisomi 21,
cephalohematoma, induksi oksitosin, ASI, dehidrasi/deprivasi kalori, perlambatan pasase
usus dan riwayat keluarga/saudara yang memiliki ikterus fisiologis.2
Table 1. Faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologis4
Dasar Penyebab
Peningkatan bilirubin
yang tersedia Peningkatan sel darah merah
• Peningkatan Penurunan umur sel darah
produksi bilirubin merah
Peningkatan early bilirubin
Peningkatan aktifitas β-
• Peningkatan glukoronidase
resirkulasi melalui Tidak adanya flora bakteri
enterohepatik shunt Pengeluaran meconium yang
terhambat
Penurunan bilirubin
clearance Defisiensi protein karier
• Penurunan clearance Penurunan aktifitas UPDGT
dari plasma
• Penuruanan
metabolism hepatic
14
5. Tidak terdapat kondisi patologis lain
Diagnosis ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan atau preterm dapat dipikirkan
hanya apabila sebab lain telah disingkirkan berdasarkan riwayat, temuan klinis, dan
laboratorium.
Salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana
dan mudah adalah dengan Penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari
16
telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,
dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian
kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah
17
Gambar 2. Pendekatan hiperbilirubinemia pada neonatus.2
18
Gambar 3. Pendekatan diagnosis pada ikterus neonatus2
20
2.9. Penilaian Risiko
Sebelum dipulangkan dari pusat perawatan, setiap bayi baru lahir harus dinilai risiko
untuk terjadinya hiperbilirubinemia berat. Hal ini perlu terutama pada bayi yang akan
dipulangkan sebelum berusia 72 jam. American Academy of Pediatric merekomendasikan
untuk menilai Total Bilirubin Serum atau Transcutaneous Bilirubin dan/atau menilai faktor
risiko klinis. Nilai Total Bilirubin Serum dapat diperoleh saat melakukan pemeriksaan rutin.
Pada bayi dengan nilai Total Bilirubin Serum rendah menurut nomogram memiliki resiko
rendah untuk terjadinya hiperbilirubinemia berat.4
Gambar 4. Nomogram penilaian risiko hiperbilirubinemia pada bayi dengan usia gestasi 36
minggu/lebih dengan BB lahir 2000 gram/lebih, dan pada bayi dengan usia gestasi 35
minggu/lebih dengan BB lahir 2500 gram/lebih.
Tabel 5. Faktor risiko untuk terjadinya hiperbilirubinemia berat pada neonatus usia kehamilan
35 minggu/lebih
21
2.10. Tatalaksana Ikterus Neonatorum
Prinsip penatalaksanaan ikterus neonatorum secara umum adalah:4
1. Mengobati sesuai penyebab
2. Memperbaiki hidrasi
Terutama dilakukan dengan pemberian minum sesegera mungkin, sering menyusui untuk
mengurangi sirkulasi enterohepatik, menunjang kestabilan flora normal, dan merangsang
aktifitas usus halus.
3. Terapi sinar
Terapi sinar untuk menurunkan kadar bilirubin indirek pada bayi dengan
hiperbilirubinemia/ ikterus non fisiologis. Indikasi dapat dilihat pada protokol fototerapi
yang dikeluarkan oleh American Academy of Pediatric 2004. Faktor risiko yang
meningkatkan keperluan untuk dilakukan terapi sinar adalah penyakit hemolitik isoimin,
defisiensi G6PD, asfiksia, letargi yang signifikan, instabilitas suhu, asidosis, dan albumin
<3 gr/dL. Sinar yang direkomendasikan adalah sinar biru dengan panjang gelombang
430-490 nm. Radiasi yang diberikan oleh lampu foton tersebut akan mengubah struktur
bilirubin sehingga bilirubin akan diekskresikan ke empedu atau urine melalui
22
fotoisomerisasi, tanpa membutuhkan glukoronidase hepatik. Bilirubin harus dimonitor
selama dan setelah terapi, risiko rebound karena fotoisomerisasi reversible setelah terapi
dihentikan. Kontraindikasi untuk hiperbilirubinemia terkonjugasi. Efek samping
fototerapi adalah dehidrasi hipernatremik, kerusakan retina, diare, dan kelainan kulit
(hiperpigmentasi, ruam, eritema, luka bakar), hipertermi, bronze baby syndrome. Terapi
sinar dihentikan bila kadar bilirubin turun dibawah batas untuk dilakukan terapi sinar atau
mendekati nilai dilakukan untuk transfusi tukar.
23
4. Transfusi tukar
Transfusi tukar dilakukan apabila terapi sinar gagal menurunkan kadar bilirubin total.
Transfusi tukar merupakan metode tercepat untuk menurunkan konsentrasi bilirubin
serum dan mencegah efek toksik bilirubin. Indikasi transfusi tukar dapat dilihat pada
protokol yang dikeluarkan oleh American Academy of Pediatric 2004. Transfusi tukar
direkomendasikan bila Total Serum Bilirubin cenderung naik walau sudah dilakukan
fototerapi intensif. Transfusi tukar harus segera dilakukan bila bayi menunjukkan
tanda-tanda ensefalopati bilirubin akut (hipertonia, arching, retrokolis, opistotonus,
demam, high pitched cry) atau bila Total Serum Bilirubin berada ≥ 5 mg/dL dari garis
kurva. Faktor risiko yang meningkatkan kebutuhan untuk dilakukan transfusi tukar
adalah penyakit hemolitik isoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi, instabilitas suhu,
sepsis, asidosis. Selain kadar bilirubun, indikasi transfusi tukar juga dapat dilihat
dengan rasio Bilirubin/Albumin.
Darah yang digunakan untuk transfusi tukar merupakan modified whole blood ( RBC
dan plasma) yang kompatibel dengan bayi dan crossmatch dengan ibu.
Gambar 6. Guideline tranfusi tukar pada neonatal dengan usia gestasi 35 minggu.3
24
Tabel 7. Rasio Bilirubin/Albumin ( B/A) untuk indikasi dilakukan transfusi tukar.2
25
BAB III
DISKUSI
Pasien merupakan bayi Cukup bulan dengan usia gestasi 31 minggu. Pasien Lahir
secara spontan pada ibu yang positif COVID -19
Pada kasus ini, bayi usia 3 hari berat 2500 gram, dengan keluhan badan menguning
sejak usia 3 hari setelah lahir. Berdasarkan keluhan tersebut yang pertama kali harus
dipikirkan adalah bahwa pasien mengalami ikterus neonatorum. Kemudian harus dibedakan
apakah ikterus pada pasien ini merupakan kelainan fisiologis atau patologis. Ikterus pada
pasien diduga diakibatkan hiperbilirubinemia yang bersifat patologis. Bersifat patologis
dikarenakan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik terdapat tanda-tanda ke arah sepsis pada
pasien, seperti adanya takikardi, terdapat napas cuping hidung dan retraksi otot-otot bantu
napas, bayi merintih.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium, terdapat beberapa
diagnosis banding yang disingkirkan:
- riwayat buang air besar pasien berwarna kehijauan, riwayat BAB yang berwarna seperti
dempul dan BAK berwarna teh disangkal. Dengan adanya riwayat BAB pasien yang
berwarna kehijauan dan tidak adanya riwayat BAB seperti dempul menunjukkan bahwa
kemungkinan pada pasien dapat disingkirkan penyebab obstruksi seperti atresia bilier. Pada
ikterus obstruksi atau kolestasis, BAB pasien biasanya berwarna seperti dempul oleh
karena empedu tidak dapat diekskresikan ke duodenum sehingga tidak dapat dihasilkan
sterkobilin yang mewarnai feses dan hasilnya adalah feses yang berwarna pucat seperti
dempul. Ikterus dari deposit bilirubin indirek pada kulit memperlihatkan kuning yang cerah
atau orange, sedangkan ikterus tipe obstruktif memiliki kuning kehijauan pada kulit. Pada
pemeriksaan fisik pasien hari ke 3, kulit pasien berwarna kekuningan dengan krammer IV.
Pada pemeriksaan laboratorium ada peningkatan bilirubin direk, namun peningkatan
bilirubine direk tidak >20%. Dengan pemeriksaan lab tersebut dan tidak adanya BAB
dempul, kemungkinan disebabkan adanya cholestasis dapat disingkirkan.
- Pasientidak dicurigai mengalami sepsis awitan dini ada karena pasien sejak awal kelahiran
pasien tidak mengalami distres pernapasan, pasien tampak compomentis, skor APGAR di
dapatkan 8/9, Saat pemeriksaan kondisi hemodinamik pasien juga belum stabil, pasien
tampak tenang dan aktif, Pada pemeriksaan laboratorium pada umur 3 hari, didapatkan
26
kadar Bilirubin meningkat. Kemungkinan hiperbilirubinemia dikarenakan ikterus
neonatorum.
- Kemungkinan kuning bukan disebabkan karena kelainan hemolisis karena munculnya saat
3 hari dan pada bayi ini didapatkan tidak adanya inkompatibilitas golongan darah terhadap
ibunya. Golongan darah ibu B/Rh + dan anak O/Rh +.
- Tidak ada riwayat terpapar hewan peliharaan atau mengkonsumsi daging/sayuran tidak
matang menurunkan kecurigaan terhadap infeksi TORCH pada pasien dapat disingkirkan.
Riwayat pemakaian obat pada saat hamil juga disangkal.
- Dari keterangan riwayat kelahiran pasien tidak didapatkan adanya riwayat trauma pada saat
lahir, yang dapat menyebabkan terjadinya cephalohematoma yang akan menyebabkan
kuning akibat lisis hematoma.
- Riwayat kelainan pembekuan darah pada anggota keluarga pasien disangkal.
- Fasies dari bayi termasuk normofasies tidak tampak menderita suatu sindrom.
- Pasien belum mendapatkan ASI, kemungkinan untuk brestfeeding jaundice ada.
Berdasarkan penjelasan di atas kemungkinan besar hiperbilirubinemia pada pasien
dikarenakan ikterus fisiologis, karna pada pasien tidak di temukan kecurigaan sepsis
,ditambah pasien juga lahir cukup bulan .Oleh karena itu, tatalaksana yang terpenting adalah
dengan mengatasi asupan nutrisi yang adekuat dan fototerapi, Tatalaksana yang dapat
diberikan pada pasien adalah menempatkannya dalam infant warmer dan suhu dijaga 36,5-
37,5oC karena pada bayi mudah terjadi instabilitas suhu. Pada kasus ini karena kadar bilirubin
totalnya 13 mg/dl dan berat badan 2500 g, sesuai dengan panduan terapi sinar bayi sesuai berat
badanya, premature, pasien termasuk indikasi untuk diberikan terapi sinar. Terapi sinar yang
diberikan pada pasien adalah blue light terapi.Pasien diperiksa bilirubin total, direct dan
indirect ulang untuk mengetahui perkembangan setelah fototerapi.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Martiza I. Ikterus. Dalam: Juffrie M, Soenarta SS, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani
NS. Buku ajar gastrenterologi hepatologi jilid I. Jakarta: IDAI; 2008. h.263,273.
2. Ambalavanan N, Carlo WA. Jaundice and Hyperbilirubinemia in the Newborn. In:
Kliegman R, Stanton B, Schor N, St Geme J, Beherman R. Nelson Textbook of Pediatrics.
2011. Philadelphia: Elsevier; 2011. p.603-8.
3. Amerian Academy of Pediatrics. Management of Hyperbilirubinemia in the Newborn
Infant 35 or More Weeks of Gestation. Pediatrics. 2004;114;297.
4. Sukadi A. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, USman A, et al. Buku ajar
neonatologi. Edisi pertama. Jakarta: IDAI; 2008. h. 147-69.
5. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, et al.
Hiperbilirubinemia. Dalam: Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia.
Jakarta: ikatan dokter anak indonesia. Jakarta: IDAI; 2011. h.118
28