Anda di halaman 1dari 42

REFLEKSI KASUS Agustus 2016

GASTROSCHISIS
POST OPERASI STAGE CLOSURE

Nama : Andi Nur Ardiah Rahman


No. Stambuk : N 111 15 006
Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2016

1
BAB I
PENDAHULUAN

Gastroschisis (atau laparoschisis) adalah defek mayor dalam penutupan


dinding abdomen. Pada gastroshcisis, visera tidak tertutup dinding abdomen dan
herniasi menembus defek pada lateral umbilikus (biasanya pada sisi kanan, jarang
pada sisi kiri, dimana terjadi involusi vena umbilikal kedua), sehingga terjadi
eviserasi dari isi cavum abdomen. Gastroshisis biasanya berisi usus halus dan sama
sekali tidak terdapat membran yang menutupi. Kadang terdapat jembatan kulit
diantara defek tersebut dan umbilikalis. Dibanding omphalocele (1:6.000), insiden
gastroschisis jauh lebih rendah (1:20.000-30.000). Studi epidemiologis yang
diterbitkan dalam dua dekade terakhir, mengungkapkan prevalensi gastroschisis
rata-rata 1,76:10.000 kelahiran (0,4-3,01). Kasus ini membutuhkan intervensi
bedah segera setelah lahir.[1,2]
Di Indonesia belum jelas angka kejadian defek abdomen, baik gastroschisis
ataupun omphalocele. Indonesia mungkin merupakan negara yang beresiko tinggi
terjadinya gastroschisis karena dari penelitian terdapat resiko penyebab
gartroschisis yaitu kehamilan pada usia sangat muda (karena pernikahan diusia
muda), paritas tinggi (semakin banyak kelahiran pada satu ibu semakin tinggi
kemungkinan terkena gastroschisis), walau hal ini masih dikaitkan dengan
kehamilan pada usia tua, serta kekurangan asupan gizi pada ibu hamil.[1]
Pada dasarnya, etiologi gastroschisis tidak diketahui, tetapi diduga
merupakan hasil dari kombinasi faktor genetik dan non-genetik. Berbagai hipotesis
telah dirumuskan. Dukungan terhadap mekanisme vaskular berasal dari hubungan
dengan berbagai macam senyawa farmakologis vasoaktif, seperti laporan dari
gastroschisis bayi kembar dizigot setelah ibu mengonsumsi alkohol yang berlebihan
pada trimester pertama. Merokok dan penyalahgunaan narkoba, diketahui mampu
melintasi plasenta dan mempengaruhi sirkulasi umbilikal, juga telah dikaitkan
dengan gastroschisis dan keduanya memicu vasokonstriksi dan memiliki efek
berbahaya terhadap sirkulasi fetoplasenta. Di antara faktor-faktor risiko non
genetik, obat yang diminum selama kehamilan-seperti aspirin, ibuprofen dan

2
acetaminophen, layak mendapatkan perhatian. Faktor risiko lain adalah adanya
infeksi genitourinari pada maternal, sebelum atau selama trimester pertama
kehamilan. Peran ibu usia muda digambarkan dalam hampir semua studi:
perempuan berusia antara 14 dan 19 memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan
dengan perempuan berusia 25-29 tahun. Beberapa studi mengaitkan adanya peran
usia ayah, yaitu peningkatan risiko pada ayah berusia antara 20 dan 24 tahun
dibandingkan dengan mereka yang berusia 25-29 tahun.[2]
Gastroschisis dapat diketahui sebelumnya dengan menggunakan USG
sebelum terjadi kelahiran, yaitu dengan ditemukannya lengkungan isi perut yang
tergenang bebas dalam cairan amnion. Oleh karena defek ini terjadi lama sebelum
bayi lahir, maka rongga abdomen menjadi kecil dan dinding usus yang menonjol
(keluar) menjadi lebih tebal sebagai akibat kurangnya aliran darah balik dan iritasi
dari cairan amnion. Bayi dengan gastroschisis biasanya tidak disertai dengan defek
lain yang berat. Penutupan atau reduksi secara primer akan lebih berhasil apabila
dilakukan pada bayi dengan usia muda. Adanya diagnosis prenatal dengan USG
sangat membantu dalam pengelolaan bayi dengan defek dinding abdomen. Hingga
saat ini terjadi perbaikan dan peningkatan outcome baik pada gastroschisis maupun
omfalokel karena perbaikan perawatan pra operasi dengan adanya USG dan pasca
operasi. Perawatan pasca operasi yang canggih termasuk semakin majunya nutrisi
parenteral dan ventilator mekanik yang didisain untuk bayi kecil.[1]
Pasien-pasien gastroschisis memerlukan manajemen yang kompleks terutama
di Neonatal Intensive Care unit (NICU) dan follow up dalam jangka panjang setelah
pasien dipulangkan. Mengesampingkan kondisi neonatal akut, pada dasarnya
gastroschisis memiliki prognosis yang baik, jika tidak ada komplikasi tumpang
tindih, dan harus dibedakan dari omphalocele. Angka mortalitas gastroschisis
perinatal yang lebih sedikit, dibandingkan dengan omphalocele (hal ini sering
terkait dengan abnormalitas karyotype dan sindrom genetik). Namun pada bayi
dengan gastroschisis, organ yang herniasi dapat memberikan tanda-tanda kompresi,
yang membawa peningkatan risiko obstruksi, stenosis, perforasi, peritonitis
mekonium, polihidramnion dan kejadian iskemik.[2] Berikut akan dibahas mengenai
refleksi kasus gastroschisis di RSUD Undata Palu.

3
BAB II
KASUS

A. IDENTITIAS BAYI
Nama : Bayi Ny. F
Waktu Lahir : Kamis, 23 Juni 2016, Pukul 19:00
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Asam II
Waktu Masuk : Sabtu, 25 Juni 2016, Pukul 20:45

B. ANAMNESIS (HETEROANAMNESIS)
Bayi perempuan usia 2 hari masuk RSUD Undata Palu dengan keluhan
usus terburai diluar perut. Bayi rujukan dari RSU Anutapura, Palu dengan
diagnosis gastroschisis. Riwayat lahir tanggal 23/06/2016 pukul 19:00 secara
spontan letak belakang kepala di BPS (Bidan Praktek Swasta) Bidan S.W.
Menurut informasi rujukan, bayi cukup bulan, berat badan lahir 2400 gr dan
bayi lahir dengan usus terburai diluar perut. Bayi kemudian dirujuk ke RSU
Anutapura dan sempat dirawat 1 hari 2 malam. Informasi mengenai Apgar
score, Ballard score, kondisi bayi segera atau lambat menagis, serta warna air
ketuban tidak diketahui.
Bayi tiba di ruang perawatan Peristi pukul 20:45 dengan post operasi
stage closure. Operasi dilakukan di ruang OK Cito RSUD Undata. Bayi
masuk dengan terinfus cairan Dextrose 5% 10 gtt/m (mikrodrips) kolf 1,
kateter, usus terbungkus dengan urine bag/kantung silo, dan terpasang
terpasang OGT. Keadaan bayi saat masuk tampak sesak, merintih, tampak
pucat, dan tampak retraksi intercostal dan substernal. Bayi sempat kejang 1
kali pukul 23:30. Miksi (+), meconium (+), anus (+), palatum (+).
Riwayat maternal, bayi lahir dari ibu G6P5A0. Usia ibu pada saat hamil
38 tahun dan usia ayah 40 tahun. Kelima anak yang lain sehat, dan tidak ada
riwayat serupa pada keluarga. Ibu sering mengeluhkan pusing saat hamil,

4
sempat demam dan sakit perut pada kehamilan trimester pertama. Riwayat
mengkonsumsi jamu saat hamil usia kehamilan 1 bulan. Ibu mengaku malas
makan saat hamil. Riwayat ibu jarang memeriksakan kehamilannya, kontrol
1 kali trimester pertama dan 1 kali trimester ketiga. Ibu seorang URT dan
tidak melakukan aktivitas berat selama hamil. Ibu mengaku tidak merokok,
minum alkohol, dan menggunakan obat-obatan, ayah bayi seorang perokok
aktif.

5
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
- Denyut Jantung : 142 /menit
- Respirasi : 32 /menit
- Temperatur : 36oC 38C (22:30)
- CRT : 2 detik
Data Antropometrik
- Berat Badan Lahir : 2400 gram
- Panjang Badan : 40 cm
- Lingkar Kepala : 24 cm
- Lingkar Dada : 25 cm
Sistem Respirasi
- Sianosis : (+), Menghilang dengan O2
- Merintih : (+)
- Apneu : (-)
- Retraksi Dinding Dada : (+), Intercostal dan Substernal
- Gerakan Dinding Dada : Simetris
- Napas Cuping Hidung : (-)
- Stridor : (-)
- Bunyi Napas : Bronkovesikuler +/+
- Bunyi Tambahan : Ronkhi -/-, Wheezing -/-
DOWNE SCORE
o Frekuensi Napas :0
o Retraksi :2
o Sianosis :1
o Udara Masuk :0
o Merintih :2
Total skor :5
Kesimpulan : gangguan napas sedang/gawat
napas
Kriteria gangguan napas WHO : tidak ada gangguan napas

6
Sistem Cardiovascular
o Bunyi Jantung : S1 dan II murni reguler
o Bunyi Tambahan : Murmur (-), Gallop (-)
Sistem Hematologi
- Pucat : (+)
- Icterus : (-)
Sistem Gastrointestinal
- Kelainan dinding abdomen: (+), Visera tidak tertutup dinding
abdomen, usus terbungkus urine
bag/kantung silo (post operasi
stage closure).
Luka Operasi : Kering, perdarahan (-), pus (-)
Kantung Silo : Pus (-)
- Muntah : (-)
- Diare : (-)
- Residu Lambung : (+) 2 cc, warna merah kecokelatan
- Organomegali : (-)
- Bising usus : Sulit dinilai
- Umbilikus : Sulit dinilai
Sistem Neurologi
- Aktivitas : Lemah
- Kesadaran : Lethargi
- Fontanella : Datar
- Sutura : Belum fusi
- Reflex Cahaya : RCL (+/+), RCTL (+/+)
- Refleks Fisiologis : (++)
- Kejang : (+) 1 kali (pukul 23:30)
/
- Tonus otot : /

Sistem Reproduksi
- Anus imperforata : (-)

7
- Keluaran : (-)
Pemeriksaan lain:
- Kepala : Normocephalus
- Ekstremitas : Lengkap, akral hangat, edema (-)
- Turgor : Kembali segera
- Kelainan kongenital : Gastroschisis
- Trauma lain : (-)

D. RESUME
Bayi perempuan usia 2 hari masuk dengan herniasi organ ke luar
abdomen tanpa adanya membran yang melapisi, bayi rujukan dengan
diagnosis gastroschisis. Post operasi stage closure di RSUD Undata. Riwayat
lahir secara spontan letak belakang kepala di BPS, bayi cukup bulan (?), BBL
2400 gr, PB 40 cm, Apgar score (?), Ballard score (?), warna air ketuban (?).
Kejang (+), sesak (+), merintih (+), pucat (+), retraksi intercostal & substernal
(+). Miksi (+), meconium (+), anus (+), palatum (+). Riwayat maternal:
G6P5A0. Usia ibu 38 tahun & ayah 40 tahun. Riwayat pusing (+), demam (+),
sakit perut (+) kehamilan trimester I. Riwayat malas makan, konsumsi jamu
(+) usia kehamilan 1 bulan. Riwayat antenatal care (+) hanya 2, merokok
(-), alcohol (-), obat-obatan (-). Ayah bayi seorang perokok aktif.
Hasil pemeriksaan fisik, KU lemah, kesadaran lethargi. DJ:
142/menit, R: 32 x/menit, S:36oC 38C, CRT 2 detik, sianosis (+)
menghilang dengan O2, merintih (+), retraksi dinding dada (+) intercostal dan
substernal, Downe Score: 5 gangguan napas sedang/gawat napas, kulit
tampak pucat (+). Kelainan dinding abdomen (+) visera tidak tertutup dinding
abdomen, usus terbungkus urine bag/kantung silo (post operasi stage
closure), residu lambung (+) 2 cc warna merah kecokelatan, reflex (++),
/
Tonus otot /.

8
Kriteria sepsis: 4A, 2B
Kecurigaan sepsis: 2 atau lebih A, 3 atau lebih B
Dugaan sepsis: 1 A dan 1 atau 2 B
Kategori A Kategori B
Persalinan kurang hieginis Tremor
Gangguan napas: apneu, Lethargi/lunglai
takipneu (>60/menit), sianosis
sentral, merintih, retraksi
dinding dada
Gangguan kesadaran Iritabel/rewel
Kejang Kurang aktif
Hipotermi/Hipertermi Gangguan minum, muntah
Kondisi memburuk secara Kembung
cepat dan dramatis
Tanda-tanda muncul sesudah hari
ke-4

E. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja: Gastroschisis post operasi stage closure
Diagnosis Sekunder:
BBLR
Sepsis Neonatorum
Respiratory Distress Neonatorum
Diagnosis Banding: Omphalocele

F. TERAPI
NON-MEDIKAMENTOSA
Menjaga kehangatan bayi (dalam inkubator suhu 32oC)
Bila suhu tubuh >37,5C, kompres hangat
O2 1-2 lpm
Puasakan
Perawatan pada area post op. stage closure: GV setiap hari dan salep
Burnazin setiap 2 hari.
MEDIKAMENTOSA
IVFD Dextrose 5% : NaCl 0,9% (1:4 atau 100 ml : 400 ml) 8 gtt/m
Injeksi Metronidazole 325 mg/IV

9
Injeksi Cefotaxime 2125 mg/IV
Injeksi Ketorolac 31/3 ampul/IV
Injeksi Ranitidin 21/4 ampul/IV
Bila kejang:
- Injeksi Sibital 40 mg/iv Kejang I
- Injeksi Sibital 20 mg/iv Kejang II
- Injeksi Sibital 20 mg/iv Kejang III
- Maintenance 26 mg/iv

G. ANJURAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Laboratorium
- Darah Rutin
- Gula Darah Sewaktu
- Bilirubin direct, indirect, dan total jika bayi icterus.
Konsul Bedah Anak

10
H. FOLLOW UP
Hari/Tanggal : Minggu/26 Juni 2016
S Bayi umur 3 hari
Usus terburai keluar abdomen (+)
Kejang (+), Sesak (+), Sianosis (+), Merintih (+)
Puasa (+), Kateter (-)
Usus terbungkus dengan urine bag/kantung silo (+), OGT (+)
BAB (+) berlendir, BAK (+)
O Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Letargi
Denyut jantung : 140 x/menit
Respirasi : 44 x/menit
Suhu tubuh : 36,5C 36,4C 37,8C
SpO2 : 95%
Berat badan : 2400 gram
Sistem Pernapasan
- Merintih : (+)
- Apnea : (-)
- Retraksi : (+)
- Bunyi Pernapasan : Bronkovesikular +/+
- Bunyi Tambahan : Ronkhi -/-, Wheezing -/-
DOWNE SCORE
- Frekuensi napas :0
- Retraksi :1
- Sianosis :1
- Udara masuk :0
- Merintih :2
Total skor :4
Kesimpulan : gangguan nafas sedang
Kriteria gangguan napas WHO: gangguan napas (-)
Sistem Kardiovaskular
- Bunyi Jantung I/II : Murni, regular
- Murmur : (-)
Sistem Neurologis
- Aktivitas : Lemah
/
- Tonus Otot :
/
- Kejang : (+) Kejang ke II (09:30)
- Refleks : (++)
Sistem Hematologi
- Pucat : (+)
- Icterus : (-)
Sistem Gastrointestinal
- Kelainan dinding abdomen: (+) visera tidak tertutup
dinding abdomen
Luka Op. : kering, perdarahan (-), pus (-)
Kantung Silo : pus (-)
- Muntah : (-)
- Diare : (-)

11
- Residu Lambung : (+) 2 cc, warna merah
kecokelatan
- Peristaltik : Sulit dinilai
- Umbilikus : Sulit dinilai
Sistem Genitalia
- Anus Imperforata : (-)
- Keluaran : (-)
- Keluaran : (-)
Pemeriksaan Lain
- Ekstremitas : Akral hangat
- Turgor : Kembali segera
Kriteria sepsis: 3A, 2B
Kecurigaan sepsis: 2 atau lebih A, 3 atau lebih B
Dugaan sepsis: 1 A dan 1 atau 2 B
Kategori A Kategori B
Persalinan kurang hieginis Tremor
Gangguan napas: apneu, Lethargi/lunglai
takipneu (>60/menit), sianosis
sentral, merintih, retraksi
dinding dada
Gangguan kesadaran Iritabel/rewel
Kejang Kurang aktif
Hipotermi/Hipertermi Gangguan minum, muntah
Kondisi memburuk secara cepat Kembung
dan dramatis
Tanda-tanda muncul sesudah hari
ke-4

Hasil Laboratorium:
Minggu, 25/06/2016
Darah Rutin
WBC : 13,36 103/uL (5,0-19,5)
RBC : 6,05 106/uL (4,76-6,95)
HGB : 16,9 g/dL (10-18)
HCT : 54,5 % (31-55)
PLT : 296 103/uL (150-440)

CT :3 menit (1-5 menit)


BT :6 menit (4-10 menit)

GDS (I): 50 mg/dL

A Gastroschisis post op. stage closure + BBLR + Kecurigaan Sepsis


P Bayi dalam inkubator
O2 1-2 lpm
Perawatan pada area post op. stage closure hari I:
- GV tiap hari pada luka op.
AFF OGT

12
IVFD Dextrose 5% 10 gtt/m Dextrose 5% : NaCl 0,9% (1:4) 10
gtt/m
Injeksi Cefotaxime 120 mg/12 jam/IV
Injeksi Metronidazole 10 mg/8 jam/IV
Injeksi Metoclorpramide 30,2 mg/IV
Injeksi Ranitidin 1 ampul/6 jam/IV
Injeksi Ketorolac 1 ampul/8 jam/IV
Erythromycin Syr. 41 Cth./6 jam STOP
Bila kejang:
- Injeksi Sibital 40 mg/iv Kejang I
- Injeksi Sibital 20 mg/iv Kejang II
- Injeksi Sibital 20 mg/iv Kejang III
- Maintenance 26 mg/iv

Hari/Tanggal : Senin/27 Juni 2016


S Bayi umur 4 hari
Usus terburai keluar abdomen (+),
Merintih (+), Kejang (-), Sesak (-), Sianosis (+), Puasa (+), Kateter (-),
usus terbungkus dengan urine bag/kantung silo (+), OGT (-),
BAB (+) berlendir, BAK (+)
O Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Letargi
Denyut jantung : 112 x/menit
Respirasi : 45 x/menit
Suhu tubuh : 36,7C
Saturasi O2 : 94%
Berat badan : 2400 gram
Sistem Pernapasan
- Merintih : (+)
- Apnea : (-)
- Retraksi : (+)
- Bunyi Pernapasan : Bronkovesikular +/+
- Bunyi Tambahan : Ronkhi -/-, Wheezing -/-
DOWNE SCORE
- Frekuensi napas :0
- Retraksi :1
- Sianosis :1
- Udara masuk :0
- Merintih :2
Total skor :4
Kesimpulan : gangguan napas sedang
Kriteria gangguan napas WHO: gangguan napas (-)
Sistem Kardiovaskular
- Bunyi Jantung I/II : Murni, regular
- Murmur : (-)
Sistem Neurologis
- Aktivitas : Lemah
/
- Tonus Otot :
/
- Kejang : (-)

13
- Refleks : (++)
Sistem Hematologi
- Pucat : (-)
- Icterus : (-)
Sistem Gastrointestinal
- Kelainan dinding abdomen: (+) visera tidak tertutup
dinding abdomen, warna usus normal
Luka Op. : kering, perdarahan (-), pus (-)
Kantung Silo : pus (+)
- Muntah : (-)
- Diare : (-)
- Residu Lambung : (+) 10 cc, warna cokelat
kehitaman
- Peristaltik : Sulit dinilai
- Umbilikus : Sulit dinilai
Sistem Genitalia
- Anus Imperforata : (-)
- Keluaran : (-)
Pemeriksaan Lain
- Ekstremitas : Akral hangat
- Turgor : Kembali segera

Kriteria sepsis: 2A, 2B


Kecurigaan sepsis: 2 atau lebih A, 3 atau lebih B
Dugaan sepsis: 1 A dan 1 atau 2 B
Kategori A Kategori B
Persalinan kurang hieginis Tremor
Gangguan napas: apneu, Lethargi/lunglai
takipneu (>60/menit), sianosis
sentral, merintih, retraksi
dinding dada
Gangguan kesadaran Iritabel/rewel
Kejang Kurang aktif
Hipotermi/Hipertermi Gangguan minum, muntah
Kondisi memburuk secara cepat Kembung
dan dramatis
Tanda-tanda muncul sesudah hari
ke-4

A Gastroschisis post op. stage closure + BBLR + Kecurigaan Sepsis


P Bayi dalam inkubator
O2 1-2 lpm
OGT terbuka
Perawatan pada area post op. stage closure hari II:
- GV tiap hari pada luka op.
- Posisi setengah duduk 30-45
- Salep Burnazin pada kantung usus setiap 2 hari

14
IVFD Dextrose 5% : NaCl 0,9% (1:4 atau 100 ml : 400 ml) 8 gtt/m
(kolf I)
Injeksi Metronidazole 325 mg/IV
Injeksi Cefotaxime 2125 mg/IV
Injeksi Ketorolac 31/3 ampul/IV
Injeksi Ranitidin 21/4 ampul/IV
Injeksi Sibital Maintenance 6 mg/12 jam

Anjuran: pemeriksaan darah rutin, GDS, dan elektrolit

Hari/Tanggal : Selasa/28 Juni 2016


S Bayi umur 5 hari
Usus terburai keluar abdomen (+), Icterus (+) Kremer IV
Merintih (+), Kejang (-), Sesak (-), Sianosis (-), Puasa (+), Kateter (-),
usus terbungkus dengan urine bag/kantung silo (+), OGT terbuka (+),
BAB (+) berlendir, BAK (+)
O Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Letargi
Denyut jantung : 96 x/menit
Respirasi : 42 x/menit
Suhu tubuh : 36,7C
SpO2 : 90 %
Berat badan : 2400 gram
Sistem Pernapasan
- Merintih : (+)
- Apnea : (-)
- Retraksi : (+)
- Bunyi Pernapasan : Bronkovesikular +/+
- Bunyi Tambahan : Ronkhi -/-, Wheezing -/-
DOWNE SCORE
- Frekuensi napas :0
- Retraksi :1
- Sianosis :1
- Udara masuk :0
- Merintih :2
Total skor :4
Kesimpulan : gangguan napas ringan
Kriteria gangguan napas WHO: gangguan napas (-)
Sistem Kardiovaskular
- Bunyi Jantung I/II : Murni, regular
- Murmur : (-)
Sistem Neurologis
- Aktivitas : Menurun
/
- Tonus Otot :
/
- Kejang : (-)
- Refleks : (++)
Sistem Hematologi
- Pucat : (-)
- Icterus : (+) Kremer IV

15
Sistem Gastrointestinal
- Kelainan dinding abdomen: (+) visera tidak tertutup
dinding abdomen, warna usus normal
Luka Op. : kering, perdarahan (-), pus (-)
Kantung Silo : pus (+)
- Muntah : (-)
- Diare : (-)
- Residu Lambung : (+) (27/06 pukul 22:00) 10
cc, warna cokelat kehitaman
28/06 pukul 06:10 40 cc
warna merah kecokelatan
- Peristaltik : Sulit dinilai
- Umbilikus : Sulit dinilai
Sistem Genitalia
- Anus Imperforata : (-)
- Keluaran : (-)
Pemeriksaan Lain
- Ekstremitas : Akral hangat
- Turgor : Kembali segera

Kriteria sepsis: 2A, 2B


Kecurigaan sepsis: 2 atau lebih A, 3 atau lebih B
Dugaan sepsis: 1 A dan 1 atau 2 B
Kategori A Kategori B
Persalinan kurang hieginis Tremor
Gangguan napas: apneu, Lethargi/lunglai
takipneu (>60/menit), sianosis
sentral, merintih, retraksi
dinding dada
Gangguan kesadaran Iritabel/rewel
Kejang Kurang aktif
Hipotermi/Hipertermi Gangguan minum, muntah
Kondisi memburuk secara cepat Kembung
dan dramatis
Tanda-tanda muncul sesudah hari
ke-4

Hasil Laboratorium: Senin/27 Juni 2016


Darah Rutin
WBC : 6,62 103/uL (3,6-11,0)
RBC : 6,86 106/uL (3,8-5,2)
HGB : 17,8 g/dL (11,7-15,5)
HCT : 51,6 % (35-47)
PLT : 231 103/uL (150-440)

GDS (II) : 35,0 mg/dL Bolus Dextrose 10% 5 cc GDS (III) : 52


mg/dL

Elektrolit Darah
- Natrium : 131 mmol/L (135-145 mmol/L)

16
- Kalium : 7,1 mmol/L (3,5-5,5 mmol/L)
- Chlorida : 82 mmol/L (96-106 mmol/L)
A Gastroschisis post op. stage closure + BBLR + Kecurigaan Sepsis +
Hiperkalemia + Icterus kremer IV + Hipoglikemia (post)
P Bayi dalam inkubator
O2 1-2 lpm
OGT terbuka
Perawatan pada area post op. stage closure hari III:
- GV tiap hari pada luka op.
- Posisi setengah duduk 30-45
- Salep Burnazin pada kantung usus setiap 2 hari

IVFD Dextrose 5% : NaCl 0,9% (1:4 atau 100 ml : 400 ml) 8 gtt/m
Benutrion 24 ml/hari
Injeksi Metronidazole 325 mg/IV
Injeksi Cefotaxime 2125 mg/IV
Injeksi Ketorolac 31/3 ampul/IV
Injeksi Ranitidin 21/4 ampul/IV
Injeksi Sibital Maintenance 6 mg/12 jam

Anjuran: pemeriksaan bilirubin direct/indirect/total, GDS

Hari/Tanggal : Rabu/29 Juni 2016


S Bayi umur 6 hari
Usus mulai masuk ke dalam abdomen (+), Icterus (+) kremer IV,
Sclerema (+), Merintih (+), Puasa (+), Sianosis (+), Sesak (+),Kejang (-)
Kateter (-), usus terbungkus dengan urine bag/kantung silo (+), OGT
terbuka (+), BAB (+) berlendir, BAK (+)
A Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Letargi
Denyut jantung : 106 x/menit
Respirasi : 44 x/menit
Suhu tubuh : 36,7C 38,6C 36,2C
SpO2 : 91 %
Berat badan : 2400 gram
Sistem Pernapasan
- Merintih : (+)
- Apnea : (-)
- Retraksi : (+)
- Bunyi Pernapasan : Bronkovesikular +/+
- Bunyi Tambahan : Ronkhi -/-, Wheezing -/-
DOWNE SCORE
- Frekuensi napas :0
- Retraksi :1
- Sianosis :2
- Udara Masuk :0
- Merintih :2
Total skor :5
Kesimpulan : gangguan napas sedang

17
Kriteria gangguan napas WHO: gangguan napas (-)
Sistem Kardiovaskular
- Bunyi Jantung I/II : Murni, regular
- Murmur : (-)
Sistem Neurologis
- Aktivitas : Tidur
/
- Tonus Otot :
/
- Kejang : (-)
- Refleks : (++)
Sistem Hematologi
- Pucat : (+)
- Icterus : (+) Kremer IV
Sistem Gastrointestinal
- Kelainan dinding abdomen: (+) visera tidak tertutup
dinding abdomen, warna usus merah kecokelatan
Luka Op. : kering, perdarahan (-), pus (-)
Kantung Silo : pus (+)
- Muntah : (-)
- Diare : (-)
- Residu Lambung : (+) 10 cc, warna cokelat
kehitaman
- Peristaltik : Sulit dinilai
- Umbilikus : Sulit dinilai
Sistem Genitalia
- Anus Imperforata : (-)
- Keluaran : (-)
Pemeriksaan Lain
- Ekstremitas : Akral hangat
- Kulit : Sclerema (+)

Kriteria sepsis: 3A, 2B


Kecurigaan sepsis: 2 atau lebih A, 3 atau lebih B
Dugaan sepsis: 1 A dan 1 atau 2 B
Kategori A Kategori B
Persalinan kurang hieginis Tremor
Gangguan napas: apneu, Lethargi/lunglai
takipneu (>60/menit), sianosis
sentral, merintih, retraksi
dinding dada
Gangguan kesadaran Iritabel/rewel
Kejang Kurang aktif
Hipotermi/Hipertermi Gangguan minum, muntah
Kondisi memburuk secara cepat Kembung
dan dramatis
Tanda-tanda muncul sesudah hari
ke-4

Hasil Laboratorium: Selasa, 28 Juni 2016


Elektrolit Darah

18
1. Natrium : 135 mmol/L (135-145 mmol/L)
2. Kalium : 5,7 mmol/L (3,5-5,5 mmol/L)
3. Chlorida : 105 mmol/L (96-106 mmol/L)

GDS (IV) : 25,2 mg/dL Bolus Dextrose 10% 5 cc


GDS (V) : 52 mg/dL
Bilirubin Indirect : 0,6 mg/dL
Bilirubin Direct : 4,9 mg/dL
Bilirubin Total : 5,5 mg/dL

A Gastroschisis post op. stage closure + BBLR + Kecurigaan Sepsis +


Hiperkalemia + Icterus kremer IV + Hipoglikemia (post)
P Bayi dalam inkubator
O2 1-2 lpm
OGT terbuka
Perawatan pada area post op. stage closure hari IV:
- GV tiap hari pada luka op.
- Posisi setengah duduk 30-45
- Salep Burnazin pada kantung usus setiap 2 hari

IVFD Dextrose 5% : NaCl 0,9% (1:4 atau 100 ml : 400 ml) 8 gtt/m
Benutrion 24 ml/hari
Injeksi Metronidazole 325 mg/IV
Injeksi Cefotaxime 2125 mg/IV
Injeksi Ketorolac 31/3 ampul/IV
Injeksi Ranitidin 21/4 ampul/IV
Injeksi Sibital Maintenance 6 mg/12 jam STOP

Hari/Tanggal : Kamis/30 Juni 2016


S Bayi umur 7 hari
Usus mulai masuk ke dalam abdomen (+), Icterus (+) Kremer IV,
Sclerema (+), Merintih (+), Sesak (+), Sianosis (+), Kejang (-),
Puasa (+), Usus terbungkus dengan urine bad/kantung silo (+), OGT
terbuka (+), infus ter-aff
BAB (-), BAK (+)

19
A Keadaan Umum : Jelek
Kesadaran : Letargi
Denyut jantung : 142 x/menit
Respirasi : 54 x/menit
Suhu tubuh : 36,9C
SpO2 : 89%
Berat badan : 2400 gram
Sistem Pernapasan
- Merintih : (+)
- Apnea : (-)
- Retraksi : (+)
- Bunyi Pernapasan : Bronkovesikular +/+
- Bunyi Tambahan : Ronkhi -/-, Wheezing -/-
DOWNE SCORE
- Frekuensi Napas :0
- Retraksi :2
- Sianosis :2
- Udara masuk :0
- Merintih :2
Total skor :6
Kesimpulan : gangguan napas berat
Kriteria gangguan napas WHO: gangguan napas (-)
Sistem Kardiovaskular
- Bunyi Jantung I/II : Murni, regular
- Murmur : (-)
Sistem Neurologis
- Aktivitas : Tidur
/
- Tonus Otot :
/
- Kejang : (-)
- Refleks : (+)
Sistem Hematologi
- Pucat : (+)
- Icterus : (+), Kremer IV
Sistem Gastrointestinal
- Kelainan dinding abdomen: (+) visera tidak tertutup
dinding abdomen, warna usus merah kecokelatan
Luka Op. : kering, perdarahan (-), pus (-)
Kantung Silo : pus (+)
- Muntah : (-)
- Diare : (-)
- Residu Lambung : (+) 10 cc, warna kuning
kecokelatan
- Peristaltik : Sulit dinilai
- Umbilikus : Sulit dinilai
Sistem Genitalia
- Anus Imperforata : (-)
- Keluaran : (-)
Pemeriksaan Lain
- Ekstremitas : Akral dingin

20
- Kulit : Sclerema (+)

Kriteria sepsis: 4A, 2B


Kecurigaan sepsis: 2 atau lebih A, 3 atau lebih B
Dugaan sepsis: 1 A dan 1 atau 2 B
Kategori A Kategori B
Persalinan kurang hieginis Tremor
Gangguan napas: apneu, Lethargi/lunglai
takipneu (>60/menit), sianosis
sentral, merintih, retraksi
dinding dada
Gangguan kesadaran Iritabel/rewel
Kejang Kurang aktif
Hipotermi/Hipertermi Gangguan minum, muntah
Kondisi memburuk secara Kembung
cepat dan dramatis
Tanda-tanda muncul sesudah hari
ke-4
A Gastroschisis post op. stage closure + BBLR + Sepsis Neonatorum +
Respiratory Distress Neonatorum
P Bayi dalam inkubator
O2 2-3 lpm
OGT terbuka
Perawatan pada area post op. stage closure hari V:
- GV tiap hari pada luka op.
- Posisi setengah duduk 30-45
- Salep Burnazin pada kantung usus setiap 2 hari

IVFD Dextrose 5% : NaCl 0,9% (1:4 atau 100 ml : 400 ml) 8 gtt/m
Benutrion 24 ml/hari
Injeksi Metronidazole 325 mg/IV
Injeksi Cefotaxime 2125 mg/IV
Injeksi Ranitidin 21/4 ampul/IV

OBSERVASI:

15:30 DJ : 90/m, R: 10/m, S: 37,3C, SpO2: 89%


Bayi sianosis, O2 2-3 lpm
apnea diberi rangsangan, resusitasi (-) napas
spontan
16:00 DJ : 70/m, R: 9/m, S: 36,8C
SpO2 tidak terbaca aff SpO2
Bayi sianosis, O2 3 lpm
16:30 DJ : 50/m, R: 7/m, S: 36,6C
Bayi sianosis, O2 3 lpm
17:00 DJ : 48/m, R: 7/m, S: 36,5C
Bayi sianosis, O2 3 lpm
17:30 DJ : 28/m, R: 6/m, S: 36,3C
Bayi sianosis, O2 3 lpm

21
18:00 DJ : 26/m, R: 6/m, S: 36,1C
Bayi sianosis, O2 3 lpm
18:30 Denyut jantung sudah tidak terdengar lagi
Bayi meninggal +

Gambar 1. Bayi Ny. F saat menjalani perawatan hari ke IV


di ruang perawatan Peristi RSUD UNDATA, Palu

22
BAB III
DISKUSI KASUS

DEFINISI
Gastroschisis (gaster-perut + schisis-fisura) merupakan defek kongenital
dinding anterior abdomen yang biasanya berada di sebelah kanan umbilikus,
dimana otot rektus intak dan normal. Ukuran defek bervariasi dari 2-4 cm,
umumnya lebih kecil dari defek pada omphalocele. Gaster, usus halus dan kolon
dapat ditemukan berada di luar rongga abdomen. Jarang ditemukan hepar, testis
maupun ovarium yang herniasi. Tidak ditemukan kantung yang menutupi organ
yang herniasi. Intestinal yang tidak dilapisi oleh protective sac dan terpapar oleh
cairan amnion, menyebabkan usus dapat menjadi iritasi, sehingga memendek,
terpelintir, dan bengkak. Hal ini yang membedakan dengan omphalocele, yang
biasanya dilapisi oleh membranous sac dan lebih sering terkait dengan anomali
struktural dan kromosom yang lain. Sebagai tambahan, meskipun gastroschisis
lebih berhubungan dengan anomali gastrointestinal seperti atresia intestinal,
stenosis, dan malrotasi, gastroschisis memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan omphalocele.[3,4,5]
EMBRIOLOGI
Pembentukan dinding abdomen terjadi pada minggu keempat masa gestasi
dimana embrio berkembang dan membentuk lipatan ke arah craniocaudal dan
mediolateral. Lipatan abdomen bagian lateral akan bertemu di bagian midline
anterior dan mengelilingi yolk sac, yang pada akhirnya menyebabkan yolk sac
mengerut masuk ke yolk stalk yang kemudian berkembang menjadi umbilikal cord.
Pada awal masa gestasi minggu keenam, elongasi midgut lebih cepat dibandingkan
elongasi tubuh embrionik, sehingga pertumbuhan usus yang cepat menyebabkan
herniasi usus kedalam umbilikal cord (physiologic development of an umbilical
hernia). Elongasi dan rotasi usus terjadi selama lebih dari empat minggu. Pada
minggu kesepuluh, usus masuk kembali ke rongga abdomen dan duodenum pars
satu, dua, dan tiga, colon asendens dan desendens terfiksasi dalam retroperitoneal.
Lapisan cephalic, caudal, dan lateral melipat bersama untuk menutup defek oada

23
dinding abdomen. Reduksi normal dari herniasi midgut fisiologis diikuti dengan
penutupan dinding abdominal merupakan kunci untuk perkembangan normal.
Berbagai teori telah berkembang untuk menerangkan bagaimana dan mengapa hal
ini tidak terjadi.[3,4]
ETIOPATOGENESIS
Etiologi gastroschisis masih belum dimengerti sepenuhnya. Banyak teori
yang bermunculan antara lain kegagalan mesoderm untuk membentuk dinding
abdomen bagian anterior, kegagalan usus herniasi melalui umbilikal stalk dan tejadi
ruptur dinding abdomen akibat meningkatnya volume, kegagalan lipatan bagian
lateral untuk menyatu di bagian midline akan meninggalkan defek di sebelah kanan
umbilikus. Teori lain mengatakan bahwa defek pada dinding abdomen terjadi akibat
adanya trombosis vena omfalomesenterik kanan yang menyebabkan iskemik
dinding abdomen. De Vries dan Hoyme berpendapat bahwa trombosis vena
umbilikalis menyebabkan nekrosis di sekitar dinding abdomen, sehingga defek
terjadi di sebelah kanan. Teori ini mendukung adanya hubungan antara
gastroschisis dengan atresia intestinal dengan dilakukannya observasi bahwa
gastroschisis kadang-kadang berhubungan dengan atresia intestinal, yang
etiologinya terjadi akibat iskemik.[3]
Defek abdominal pada gastroschisis terletak di sebelah lateral dan hampir
selalu pada sebelah kanan dari umbilikus. Isi cavitas abdomen yang tereviserasi
tidak tertutup oleh kantung peritoneum yang intak. Defek tersebut sebagai hasil dari
rupturnya basis dari tali pusat dimana merupakan area yang lemah dari tempat
involusi vena umbilikalis kanan. Pada awalnya terdapat sepasang vena umbilikalis,
yaitu vena umbilikalis kanan dan kiri. Ruptur tersebut terjadi in-utero pada daerah
lemah yang sebelumnya terjadi herniasi fisiologis akibat involusi dari vena
umbilikalis kanan. Keadaan ini menerangkan mengapa gastroschisis hampir selalu
terjadi di lateral kanan dari umbiliks. Teori ini didukung oleh pemeriksaan USG
secara serial, dimana pada usia 27 minggu terjadi hernia umbilikalis dan menjadi
nyata gastroschisis pada usia 34,5 minggu. Setelah dilahirkan pada usia 35 minggu,
memang tampak gastroschisis yang nyata.[1].

24
Penulis lain berpendapat bahwa gastroschicis diakibatkan pecahnya suatu
eksomphalos. Rupturnya omphalokel kecil dan transformasi menjadi gastroschisis
dapat terjadi di dalam uterus. Tetapi banyaknya kejadian anomali yang
berhubungan dengan omphalokel tidak mendukung teori ini. Pada gastroschisis
jarang terjadi anomali, tetapi sering lahir prematur (22%). Sebagian penelitian
menyebutkan bahwa faktor genetik sebagai penyebab perkembangan gastroschisis
dan beberapa pula menyatakan kemungkinan faktor teratogen dari lingkungan yang
berkontribusi terhadap tejadinya defek.[1,3]
Tabel 1. Teori Mengenai Embriogenesis Gastroschisis[4]

Tabel 2. Jenis Gastroschisis[4]

FAKTOR RISIKO
Tabel 4. Teratogen Potensial Terkait Gastroschisis[4]

25
Tabel 5. Teratogen Potensial Terkait Gastroschisis[4]

INSIDENS
Gastroschisis terjadi pada 1: 2.500-10.000 kelahiran. Insiden gastroschisis di
dunia meningkat dalam 30 tahun terakhir. Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) memperkirakan sekitar 1,871 bayi setiap tahunnya di United
States dengan gastroschisis. Gastroschisis umumnya terjadi pada ibu usia muda. Ibu
yang merokok, menggunakan obat-obat terlarang, dan terekspos lingkungan yang
toksin dikaitkan dengan resiko terjadi gastroschisis. Lebih sering terjadi pada laki-
laki.[3,5]
KELAINAN PENYERTA
Kelainan penyerta pada gastroschisis jarang ditemukan, paling sering
berhubungan dengan kelainan di midgut. Atresia intestinal/stenosis terjadi sekitar
10-15% kasus. Perforasi usus ditemukan pada 5% pasien. Kelainan lain yang jarang
termasuk undesensus testis, hipoplastik gallbladder, hidronefrosis, Meckels
divertikulum dan duplikasi intestinal. Pada tahun pertama kehidupan bayi dengan
gastroschisis sering ditemukan gastroesophageal reflux (16%) dan undesensus
testis (15%) yang sembuh spontan.[3]
GAMBARAN KLINIS
Gastroschisis merupakan defek dinding abdomen di sebelah kanan umbilikus,
dengan diameter <4cm. Tidak ada kantung yang menutupi organ yang herniasi.
Pada saat lahir, usus yang herniasi masih tampak normal, tapi 20 menit setelah lahir
usus yang keluar akan tampak edem dan banyak eksudat fibrin sehingga loop usus
sulit dilihat dengan jelas. Bayi dengan gastroschisis biasanya lahir prematur dan
mempunyai masalah respirasi.[3]

26
Tabel 6. Manifestasi Klinis Gastroschisis[3]

Gambar 2. Manifestasi Klinis Gastroschisis[4]

DIAGNOSIS PRENATAL DAN PENATALAKSANAANNYA


Defek dinding abdomen dapat dideteksi melalui USG sedini mungkin sejak
usia kehamilan 10-12 minggu atau 18-21 minggu.USG mempunyai spesifitas 95%
dan sensifitas 60-75% dalam mendiagnosa defek dinding abdomen. USG dapat
mendeteksi hepar yang berada di luar rongga abdomen tetapi tidak dapat melihat
atresia intestinal pada gastroschisis. Serial USG pada trimester ketiga dapat
mendeteksi diameter dan penebalan usus yang dicurigai akibat adanya obstruksi
vaskular. Penebalan dinding usus dan dilatasi usus disertai dengan diameter defek
yang mengecil merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan untuk mencegah
nekrosis usus.[3,6]

27
Peningkatan alpha-fetoprotein dan acetylcholinesterase dalam cairan amnion
berkorelasi dengan gastroschisis. Alpha-fetoprotein dapat meningkat hingga 9 kali
pada gastroschisis. Jika defek dinding abdomen teridentifikasi, maka kelainan
penyerta lainnya harus dicari. Pada gastroschisis cukup dengan mencari kelainan
anatomis lainnya. Saat ini, repair intrauterin tidak dianjurkan pada gastroschisis.
Hal ini berdasarkan prinsip bahwa usus yang terpapar cairan amniotik akan
menyebabkan kerusakan usus. Beberapa peneliti menganjurkan dilakukan amniotic
fluid exchange atau amnioinfusion pada fetus dengan gastroschisis. Pada binatang
percobaan, kerusakan usus dapat diperbaiki menggunakan teknik ini.[3]
Bayi gastroschisis dilahirkan lebih awal untuk meminimalkan kerusakan usus
akibat terpapar cairan amnion. Cara persalinan yang optimal untuk bayi-bayi
dengan gastroschisis telah menjadi perdebatan selama bertahun-tahun. Pendukung
persalinan caesar berpendapat bahwa proses persalinan pervaginam akan
menyebabkan cedera pada usus yang terpapar. Kepustakaan mengemukakan bahwa
baik persalinan pervaginam maupun seksio keduanya aman.[3]
Persalinan lebih awal janin dengan gastroschisis dianjurkan untuk membatasi
paparan usus terhadap cairan amnion dalam upaya untuk mengurangi peel yaitu
radang pada permukaan usus. Motilitas yang buruk dari usus diperkirakan
berhubungan dengan paparan dari cairan amnion dan perubahan komposisi matriks
seluler dan ekstra seluler dinding usus. Interleukin-6, interleukin-8 dan ferritin
meningkat pada cairan amnion bayi dengan gastroschisis saat dibandingkan dengan
kontrol. Cytokine cairan amnion dan mediator proinflamasi lainnya telah
menunjukan kerusakan dari plexus nervus myentericus dan sel-sel interstisial dari
Cajal pada binatang percobaan gastroschisis. Kerusakan pada sel-sel pacemaker
dan plexusplexus nerve mungkin turut berkontribusi dalam dismotilitas dan
malabsorbsi yang didapatkan pada pasien-pasien dengan gastroschisis. Edema usus
dan pembentukan peel meningkat yang bermakna jika defek gastroschisis menekan
aliran venous dari usus yang herniasi. Persalinan dini mungkin menurunkan efek
ini. Berat badan lahir rendah tampaknya mempengaruhi outcome, bayi-bayi kurang
dari 2 kilogram akan meningkatkan waktu full enteral feeding, meningkatkan lama

28
hari pemakaian ventilator dan peningkatan lamanya nutrisi parenteral dibandingkan
dengan bayi-bayi yang lebih dari 2 kilogram.[3]
Beberapa penulis menyarankan persalinan prematur yang selektif
berdasarkan tampilan distensi dan penebalan usus pada temuan ultrasonografi
prenatal. Adanya usus bayi yang dilatasi telah menunjukan luaran yang buruk,
termasuk gawat janin dan kematian pada beberapa penelitian tapi tidak pada
penelitian lainnya. Satu faktor yang digunakan yaitu dilatasi usus, untuk
memprediksi luaran namun memiliki keterbatasan yaitu definisi umum tentang
dilatasi dimana nilainya berkisar antara 7-25 mm yang dipertimbangkan
abnormal. Waktu dari ultrasonografi serta pengukuran usus juga terbatas
standarisasinya. Adanya atresia usus juga berhubungan dengan memburuknya
luaran menurut beberapa penulis. Diantara mereka yang menyarankan persalinan
lebih awal ada yang berpendapat bahwa persalinan dilakukan secara seksio secara
rutin. Beberapa berupaya menginduksi persalinan pada usia gestasi 36-37 minggu.
Para ahli menemukan bahwa persalinan dapat berhasil diinduksi pada kehamilan-
kehamilan dengan gastroshisis pada sebagian besar kasus, kemungkinan karena
tendensi yang mengikutinya untuk lahir prematur. Kebanyakan penulis
menganjurkan persalinan pada pertengahan trimester ketiga dengan
mempersiapkan akses secepat mungkin kepada ahli bedah anak dan neonatus.[3]

Gambar 3. Hasil USG Fetus dengan Gastroschisis[3]

DIAGNOSIS BANDING
Pada usia kehamilan 10 minggu, dinding dan kavitas abdomen dari fetus
sudah dapat terlihat. Pada usia 13 minggu, secara normal terjadi kembalinya usus
ke cavitas abdomen. Pada saat ini, baik gastroschisis dan omfalokel dapat

29
terdeteksi. Pada gambaran USG gastroschisis tampak kontur luar yang tidak rata,
tak tampak gambaran ekhoik yang mengelilingi usus dan terdapat jarak dari
umbilikus. Sedangkan pada omfalokel tampak kontur luar yang rata atau halus,
terdapat gambaran ekhoik yang menyelimuti sakus, dan tampak muncul dari
umbilikus.[1]

Tabel 7. Perbedaan Gastroschisis dan Omphalocele[4]

PENATALAKSANAAN AWAL
Penanganan pertama pada bayi baru lahir dengan gastroschisis meliputi
resusitasi cairan, NGT dekompresi, mencegah hipotermia. Pada gastroschisis perlu
diperhatikan keadaan usus untuk memastikan aliran darah tidak tertekan oleh
puntiran mesenterium atau jepitan defek dinding abdomen. Jika ukuran defek
dinding abdomen menyebabkan gangguan vaskularisasi maka defek harus segera
diperlebar. Pemberian antibiotik spektrum luas, biasanya digunakan kombinasi
Ampisilin 100mg/kg/hari dan Gentamisin 7,5mg/kg/hari. Resusitasi cairan
berdasarkan hemodinamik, urin output, perfusi jaringan dan koreksi asidosis
metabolik (jika ada). Semua bayi dengan kelainan defek dinding abdomen harus
diperiksa dengan teliti kelainan penyerta lainnya.[3]
Neonatus dengan gastroschisis akan kehilangan air evaporasi secara nyata
dari rongga abdomen yang terbuka dan usus yang terpapar. Akses intravena yang
memadai harus diberikan dan resusitasi cairan harus dimulai sejak awal kelahiran.
Pemberian cairan pada bayi dengan gastroschisis sekitar 175ml/kgbb/hari.
Sedangkan pada bayi prematur pemberian cairan 90-125ml/kgbb/hari. Pemasangan
NGT penting untuk mencegah distensi lambung dan intestinal. Usus yang herniasi
harus dibungkus dalam kasa yang dibasahi saline hangat, dan ditempatkan di tengah

30
dari abdomen. Usus harus dibungkus dalam kantung kedap air untuk mengurangi
kehilangan evaporasi dan menjaga hemostasis suhu. Walaupun gastroschisis
seringnya merupakan kelainan yang tersendiri tapi pemeriksaan bayi yang seksama
harus dilakukan untuk menyingkirkan kelainan bawaan yang mungkin menyertai.
Sebagai tambahan pemeriksaan intestinal yang cermat dilakukan untuk mencari
bukti adanya atresia intestinal, nekrosis maupun perforasi.[3]
PENATALAKSANAAN PEMBEDAHAN
Primary Closure
Tujuan utama pembedahan pada gastroschisis adalah mengembalikan visera
ke rongga abdomen dan meminimalkan resiko kerusakan organ karena trauma
langsung atau karena peningkatan tekanan intra abdomen. Pilihannya mencakup
pemasangan silo, reduksi serial, dan penundaan penutupan dinding abdomen,
reduksi primer dengan penutupan secara operatif dan reduksi primer atau reduksi
tertunda dengan penutupan umbilical cord. Sebagai tambahan waktu dan lokasi dari
intervensi bedah masih kontroversial, bervariasi dari repair segera di ruang
persalinan, reduksi dan penutupan di neonatus intensif care unit sampai penutupan
bedah di ruang operasi. Pada semua kasus, inspeksi usus untuk mencari jeratan
obstruksi, perforasi, atau atresia harus dilakukan. Jeratan yang melintang loop usus
harus dilepaskan sebelum pemasangan silo atau penutupan abdomen primer untuk
menghindari terjadinya obstruksi usus. Hipomotilitas usus hampir didapatkan pada
semua pasien gastroschisis, oleh karena itu akses vena sentral harus dipasang sejak
awal.[3]
Menurut sejarah, penutupan primer gastroschisis dianjurkan disemua kasus.
Metode ini dilakukan pada kondisi dimana seluruh visera yang herniasi
memungkinkan untuk di reduksi. Metode ini dilakukan di kamar operasi, namun
akhir-akhir ini beberapa penulis menganjurkan penutupan primer di ruangan tanpa
anestesi umum. Banyak metode yang digunakan pada keadaan dimana penutupan
primer fasia tidak dapat dilakukan. Ada yang menggunakan umbilikus sebagai
allograft, penggunaan prostetik mesh nonabsorben atau material bioprostetik.
Pilihan prostetik termasuk mesh non-absorben atau material bioprostetik seperti
dura atau submukosa usus halus. Setelah penutupan fasia selesai, flap kulit dapat

31
dimobilisasi untuk melapisi penutupan dinding abdomen. Selain itu dapat
ditinggalkan defek kulit dan diharapkan penyembuhan secara sekunder.
Kebanyakan ahli bedah akan membuang umbilikus saat dilakukan repair
gastroschisis. Namun, pada beberapa kasus tetap dipertahankan untuk memberikan
hasil kosmetik yang baik. Pilihan lainnya pada beberapa kasus adalah mengurangi
usus dan menempatkan sebuah lapisan silastik di bawah dinding abdomen untuk
mencegah eviserasi. Teknik ini berguna pada bayi-bayi di saat dokter bedah
mempertimbangkan tentang perburukan dari fungsi paru dengan dilakukannya
penutupan fasia dan kulit. Lembaran silastik ini di lepaskan pada 4- 5 hari, dan
dinding abdomen dan kulit ditutup.[3]
Peningkatan tekanan intraabdomen diukur melalui tekanan intravesika
menggunakan kateter. Tekanan intravesika lebih dari 10-15 mmHg menunjukkan
adanya peningkatan tekanan intraabdomen dan berkaitan dengan menurunnya
perfusi ginjal dan usus. Tekanan intravesika diatas 20 mmHg mengakibatkan gagal
ginjal dan iskemik usus. Pada gastroschisis yang disertai dengan atresia intestinal,
penatalaksanaan reseksi dan anastomosis dapat dilakukan pada saat penutupan
defek dinding abdomen. Jika tindakan anastomosis tidak memungkinkan, tindakan
repair pada atresia intestinal dapat dilakukan 4-6 minggu kemudian setelah
penutupan defek. Beberapa ahli bedah memilih untuk membuat stoma pada kasus
dengan atresia, khususnya pada kasus atresia distal. Jika perforasi terjadi, segmen
yang perforasi dapat direseksi dengan anastomosis primer jika inflamasi usus
minimal. Alternatifnya, jika stoma dibuat dan penutupan primer dilakukan dengan
penutupan dari stoma dapat dilakukan nantinya. Pada kasus dimana perforasi telah
terjadi dan penutupan primer tidak mungkin dilakukan, silo dapat dipasang dan area
perforasi dieksteriorisasi melalui sebuah lubang dari silo. Setelah usus telah
tereduksi, stoma sebenarnya dapat dibuat pada saat penutupan dinding abdomen.
Tidak terdapat konsensus dari literatur tentang manajemen optimal dari masalah
komplikasi ini.[3]
Pada defek yang besar, banyak metode yang dapat digunakan. Teknik yang
paling terkini adalah menggunakan tissue exspander yang diletakkan di cavitas
abdomen untuk mereduksi disproporsi abdominal viseral. Tissue expander

32
dibiarkan sampai dengan penutupan fasia dapat dilakukan. Beberapa ahli bedah
memilih untuk menggunakan patch untuk menutup kulit, tetapi berbagai
pengalaman mengemukakan bahwa bahan non reabsorben seperti marlex,
polypropylene mesh dan gor tex menunjukan angka tinggi terjadinya infeksi
termasuk saat mesh dilepaskan.[3]

Gambar 4. Primary Closure[3]


Staged Closure
Konsep reduksi bertahap pertama kali dikemukakan pada tahun 1967 dimana
Teflon menggunakan selembar silastic yang digunakan seperti sekarang yang
dikenal dengan silo. Penggunaan silo pertama kali oleh Shermeta tahun 1970-an
tapi gagal menarik perhatian hingga tahun 1995. Silo telah digunakan untuk reduksi
bertahap sejak awal tahun 1990. Metode ini untuk menghindari anestesi umum dan
pembedahan pada awal-awal kelahiran dan dapat mengontrol reduksi dari visera.
Reduksi bertahap meminimalkan resiko peningkatan tekanan intraabdomen.[3]
Kidd dkk tahun 2003 dalam penelitiannya membandingkan staged closure
dengan primary closure pada gastroschisis melaporkan terjadinya komplikasi
(NEC, sepsis dan persiapan operasi) yang rendah pada pasien yang menggunakan
staged closure. Namun, mortalitas dan waktu dimulainya pemberian makan tidak

33
menunjukkan perbedaan. Masalah yang timbul dengan staged closure yaitu defek
abdomen akan bertambah besar karena peregangan, hal ini akan menyulitkan pada
saat penutupan defek sehingga memerlukan prostetik tambahan. Penelitian
Lansdale dkk mengamati bahwa penggunaan silo yang lebih dari 4 hari, akan
menyulitkan penutupan defek dan ada resiko untuk menyisakan defek pada fasia.[3]
Lebih dari 2 dekade terakhir, penggunaan rutin dari pemasangan silo dengan
penutupan bertahap dari dinding abdomen telah meningkat, dengan teori untuk
menghindari tekanan tinggi intraabdomen akan menghindari kerusakan iskemik
dari organ visera dan menyebabkan ekstubasi menjadi lebih cepat. Mula-mula,
penutupan bertahap berupa penempatan usus ke dalam silo yang terbuat dari lembar
silastic yang dijahitkan bersama ke dinding abdomen. Belakangan dikenalkan silo
yang dibuat dengan pegas sirkular yang dapat ditempatkan pada bagian fasia yang
terbuka, tanpa perlu dijahit dengan anestesi umum, memungkinkan untuk
pemasangan silo di ruang persalinan atau di ruangan pada unit neonatal. Pada kasus
yang sama, usus direduksi sekali atau dua kali sehari ke dalam rongga abdomen
dimana silo akan memendek dengan ligasi yang berkelanjutan. Saat isi eviserasi
telah seluruhnya tereduksi, penutupan definitif dapat dilakukan. Proses ini biasanya
berlangsung antara 1 hingga 14 hari, tergantung dari kondisi usus dan bayinya.[3]

34
Gambar 5. Stage Closure[3]

POST OPERATIVE
Pada pasien yang telah diakukan penutupan primer masalah utama adalah
apabila pasien butuh ventilator mekanik untuk beberapa hari post operatif. Selama
waktu itu, edema usus dan dinding abdomen akan mereda dan tekanan intra
abdomen akan turun. Sebuah studi melaporkan, penggunaan ventilator mekanis
lebih singkat pada pasien yang menjalani reduksi silo bertahap jika dibandingkan
dengan penutupan primer. NGT dipasang untuk membantu dekompresi. Pemberian
makanan dapat dimulai saat produksi NGT sudah tidak lagi hijau, produksinya
minimal dan usus mulai bergerak. Sebaiknya feeding diberikan dalam jumlah yang
bertahap. Parenteral nutrisi sebaiknya diberikan mengingat lamanya waktu sampai
tercapai full enteral feeding. Sekitar 10% pasien dengan gastroschisis mengalami
hipomotilitas usus sehingga memerlukan parenteral nutrisi yang lebih lama. Penulis
menganjurkan untuk diberi stimulasi oral lebih dini karena refleks menghisap dan
menelan dapat hilang selama menunggu fungsi usus. Antibiotik diberikan selama
48 jam post operatif kecuali terdapat tanda-tanda luka infeksi maka antibiotik
dilanjutkan. Jika terjadi hernia, operasi dilakukan setelah usia 1 tahun. Mesh dapat
dipasang bila terdapat defek fasia yang besar.[3]

35
Penanganan dismotilitas gastrointestinal dengan prokinetik sering digunakan
untuk mempercepat waktu untuk pemberian minum. Namun, sedikit literatur yang
mendukung penggunaannya. Prokinetik yang sering digunakan termasuk
eritromisin, metoklopramide, domperidone, dan cisapride. Pada model percobaan
kelinci dari gastroschisis, hanya cisapride yang memperbaiki kontraktilitas dari
usus bayi, dimana eritromisin memperbaiki motilitas hanya pada jaringan dewasa
kontrol. Percobaan terkontrol acak dari eritromisin versus plasebo menunjukkan
bahwa pemberian eritromisin enteral tidak memperbaiki waktu untuk mencapai
pemberian minum enteral yang penuh dibandingkan plasebo. Bagaimanapun juga,
percobaan acak yang serupa untuk memeriksa kegunaan dari cisapride pada post
operatif neonatus, pada kebanyakan gastroschisis, memang menunjukkan efek yang
menguntungkan. Gastroschisis yang disertai dengan atresia intestinal atau perforasi
dapat berakhir dengan short bowel syndrome. Komplikasi post operasi lainnya
antara lain infeksi luka operasi, sepsis, hernia ventralis, perforasi usus, gagal ginjal,
pneumonia aspirasi, NEC, dan komplikasi lainnya akibat peningkatan tekanan
intraabdomen (respiratory distress, gastroesofageal refluks dan hernia inguinal).[3]
OUTCOME JANGKA PANJANG
Pada gastroschisis, outcome jangka panjang umumnya baik. Adanya atresia
intestinal merupakan faktor prognostik yang buruk. Pasien dengan atresia usus
secara signifikan membutuhkan nutrisi parenteral lebih lama dengan risiko akibat
yang berhubungan dengan nutrisi parenteral total menyebabkan penyakit hepar
cholestasis dan akses sentral berhubungan dengan sepsis.31 Komplikasi ini
mengarah pada 20 kali peningkatan risiko kematian dibandingkan dengan pasien
tanpa atresia.32 Kebanyakan pasien dengan gastroschisis akan tumbuh secara
normal. Pada pasien yang umbilikusnya dibuang pada saat repair gastroschisis,
dilaporkan lebih dari 60% pasien mengalami stres psikososial akibat tidak adanya
umbilikus. Kriptorkismus dihubungkan dengan gastroschisis dengan insidensi dari
15% hingga 30%. Tidak terlalu jelas dari literatur bahwa hal ini disebabkan karena
testis berada diluar abdomen melalui defek dinding abdomen, mengarah pada
maldesensus testikular, atau akibat prematuritas yang berhubungan dengan
gastroschisis.[3]

36
Bayi perempuan usia 2 hari masuk dengan herniasi organ ke luar
abdomen tanpa adanya membran yang melapisi, bayi rujukan dengan
diagnosis gastroschisis. Post operasi stage closure di RSUD Undata. Riwayat
lahir secara spontan letak belakang kepala di BPS, bayi cukup bulan (?), BBL
2400 gr, PB 40 cm, Apgar score (?), Ballard score (?), warna air ketuban (?).
Kejang (+), sesak (+), merintih (+), pucat (+), retraksi intercostal & substernal
(+). Miksi (+), meconium (+), anus (+), palatum (+). Riwayat maternal:
G6P5A0. Usia ibu 38 tahun & ayah 40 tahun. Riwayat pusing (+), demam (+),
sakit perut (+) kehamilan trimester I. Riwayat malas makan, konsumsi jamu
(+) usia kehamilan 1 bulan. Riwayat antenatal care (+) hanya 2, merokok
(-), alcohol (-), obat-obatan (-). Ayah bayi seorang perokok aktif.
Hasil pemeriksaan fisik, KU lemah, kesadaran lethargi. DJ:
142/menit, R: 32 x/menit, S:36oC 38C, CRT 2 detik, sianosis (+)
menghilang dengan O2, merintih (+), retraksi dinding dada (+) intercostal dan
substernal, Downe Score: 5 gangguan napas sedang/gawat napas, kulit
tampak pucat (+). Kelainan dinding abdomen (+) visera tidak tertutup dinding
abdomen, usus terbungkus urine bag/kantung silo (post operasi stage
closure), residu lambung (+) 2 cc warna merah kecokelatan, reflex (++),
/
Tonus otot /.

Pada kasus ini pasien juga mengalami icterus. Icterus merupakan suatu diskolorisasi
kuning kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Bilirubin merupakan
suatu produk metabolisme dari destruksi eritrosit. Secara klinis, icterus terjadi jika
kadar bilirubin dalam serum darah >5 mg/dl, sedangkan hiperbilirubinemia terjadi
apabila kadar bilirubin >13 mg/dl. Icterus ini dapat terjadi secara fisiologis dan
patologis. Icterus fisiologis dimulai >24 jam pertama setelah lahir dan menghilang
pada hari ke 7- 10 hari. Icterus fisiologis terjadi akibat imaturitas dari hepatosit
karena belum optimalnya enzim yang bertanggungjawab dalam proses konjugasi
bilirubin dihati. Icterus patologis terjadi dimulai <24 jam setelah lahir, dan
meningkat secara abnormal lebih dari 10 hari. Pada kasus ini, pasien berumur 8 hari
tampak kuning dengan kremer IV, artinya manifestasi kuning yang tampak mulai

37
dari kepala, wajah, thoraks, punggung, perut, ekstremitas atas dan bawah
(proksimal dan distal), kecuali telapak tangan, yang dapat memperkirakan kadar
bilirubin pada anak yaitu 12,9 mg/dl. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium,
kadar bilirubin total pada anak ini yaitu 15,2 mg/dl. Berdasarkan kurva panduan
fototerapi, pada kadar tersebut terindikasi bayi membutuhkan terapi fototerapi. Hal
ini bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu kern-icterus (ensefalopati biliaris)
yang berbahaya bagi fungsi neurologic baik itu kognitif dan motoric anak
kedepannya. Cara kerja fototerapi (terapi sinar) dapat dijelaskan melalui teori
fotoisomerisasi bilirubin, dimana energy sinar terutama warna biru akan merubah
senyawa bilirubin yang berbentuk 4z, 15z bilirubin menjadi senyawa 4z,15e
bilirubin yang merupakan bentuk isomer dan mudah larut dalam air (plasma)
sehingga mudah dieksresi kedalam saluran empedu. Meningkatnya fotobilirubin
didalam empedu, menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam
usus sehingga peristaltic usus meningkat. Adapun efek samping yang bisa terjadi
akibat terapi sinar antara lain: peningkatan insensible water loss pada bayi;
frekuensi defekasi yang meningkat; timbulnya kelainan kulit yang sering disebut
flea bite rash didaerah wajah, badan dan ekstremitas; kenaikan suhu; beberapa
gangguan lain seperti gangguan minum, letargi, iritabilitas, tetapi hanya bersifat
sementara dan akan menghilang dengan sendirinya.
Sepsis pada neonatus didefinisikan sebagai sindrom klinik bakterimia
dengan tanda-tanda dan gejala sistemik. Pada kasus ini pasien mengalami dugaan
sepsis (kriteria A 1, kriteria minor 2. Sepsis pada neonatus berkembang dari infeksi
neonatal sebelumnya akibat daya tahan tubuh neonatus yang rendah. Penularan
sepsis sendiri dapat terjadi ante (sebelum) dan pasca (setelah) natal. Faktor risiko
yang berarti yang ditemukan pada kasus ini adanya persalinan dengan tindakan
yaitu section sessaria akibat kondisi janin yang tidak sehat. Adapun faktor risiko
lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya suatu sepsis pada neonatus adalah
adanya riwayat ketuban pecah dini, bayi berat lahir rendah , asfiksia, dan persalinan
dengan tindakan. Gejala dari suatu sepsis neonatal biasanya tidak jelas, tetapi akan
lebih bermanifestasi ketika sudah terjadi komplikasi (meningitis, kejang, gangguan

38
napas, masalah minum). Untuk mendiagnosis suatu sepsis digunakan kategori A
dan kategori B sebagaimana yang dicamtumkan pada tabel berikut:
Kecurigaan sepsis: 2 atau lebih A, 3 atau lebih B
Dugaan sepsis: 1 A dan 1 atau 2 B
Kategori A Kategori B
Persalinan kurang hieginis Tremor
Gangguan napas: apneu, takipneu, Lethargi/lunglai
sianosis sentral, merintih, retraksi
Gangguan kesadaran Iritabel/rewel
Kejang Kurang aktif
Kondisi memburuk secara cepat dan Gangguan minum, muntah
dramatis
Kembung
Tanda-tanda muncul hari ke-4

Manajemen dari suatu sepsis dapat dilakukan dengan manajemen umum dan
manajemen khusus. Manajemen umum yaitu menjaga patensi jalan nafas,
oksigenasi, perbaiki sirkulasi dan pemberian antibiotic, setelah itu kita lakukan
pemantauan tumbuh kembang. Manajemen khusus berupa manajemen terhadap
penyakit penyerta, komplikasi dari sepsis sendiri, rujukan dilakukan apabila pasien
telah melewati fase stabil. Antibiotika awal diberikan ampiciline dan gentamisin,
tetapi apabila bayi tetap menunujukkan tanda infeksi sesudah 48 jam pemberian,
ganti ampisilin dan beri cefotaksim. Dibawah ini merupakan dosis antibiotic yang
digunakan pada sepsis neonatal:
Antibiotic Cara Dosis dalam mg
Pemberian
Hari 1-7 Hari 8+
Ampisilin IV, IM 50 mg/kg setiap 12 50 mg/kg setiap 8
jam jam
Ampisilin untuk IV 100mg/kg setiap 12 100 mg/kg setiap 8
meningitis jam jam
Cefotaksim IV, IM 50 mg/kg setiap 12 50 mg/kg setiap 8
jam jam
Cefotaksim untuk IV 50 mg/kg setiap 6 50 mg/kg setiap 6
meningitis jam jam

39
Gentamicine IV, IM < 2kg
4 mg/kg sekali 3,5 mg/kg sekali
sehari sehari
>2 kg
5 mg/kg 3,5 mg/kg sekali
sekali sehari sehari

Pada kasus ini pasien diberikan antibiotic berupa cefotaksim intravena


dengan dosis 200 mg diberikan tiap 12 jam dan gentamisin intravena dosis 8 mg
tiap 12 jam. Cefotaksim merupakan salah satu obat golongan cephalosporin
generasi III yang sangat aktif terhadap berbagai kuman gram positif dan gram
negative, sedangkan gentamisin merupakan golongan obat aminoglikosid yang
merupakan bakterisidal cepat dengan menghambat sintesis protein terutama tertuju
pada basil gram negative aerobic. Adapun etiologi dari sepsis antara lain untuk
onset cepat yaitu streptococcus grup B, E.Coli, L.monocytogenes, H.Influenzae,
S.Pneumoniae, Klebsiella, sedangkan untuk onset lambat yaitu S.aureus,
S.epidermidis, Pseudomonas.

40
BAB V
KESIMPULAN

1. Gastroschisis merupakan

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudrajat I, Satoto H. Analisis Kasus Gastroschisis. Bagian/SMF


Anestesiologi FK Undip/RSUP dr. Kariadi Semarang. 2006: 1-27.
2. Insinga V, Lo Verso C, Antona V, Cimador M, Ortolano R, Carta M, La Placa
S, Giuffr M, Corsello G. Perinatal Management of Gastroschisis. Journal of
Pediatric and Neonatal Individualized Medicine. 2014; 3 (1): 1-6.
3. Effendi SH, Rubiyanto T. Gastroschisis. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Umum Pusat
Hasan Sadikin Bandung. 2013: 1-14.
4. Chabra S, Gleason CA. Gastroschisis: Embryology, Pathogenesis,
Epidemiology. Article gastrointestinal disorders. NeoReviews. 2005; 6 (11):
e493-499.

42

Anda mungkin juga menyukai