Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Persalinan lama disebut juga distosia, didefinisikan sebagai persalinan


yang abnsormal/sulit. Sebab-sebabny a dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu
kelainan tenaga (kelainan his), kelainan janin, dan kelainan jalan lahir.1

Kelainan his merupakan his yang tidak normal dalam kekuatan atau
sifatnya sehingga menjadi rintangan pada jalan lahir yang umum ditemukan pada
setiap persalinan dan menyebabkan persalinan mengalami hambatan atau
kemacetan. Terdapat beberapa kelainan his yaitu, inersia uteri, his terlampau kuat,
dan his yang tidak terkoordinasi.1

Inersia uteri adalah kondisi yang teradi pada persalinan ketika kontraksi
lemah, frekuensi kurang atau lebih pendek dari normal. Inersia uteri masih
menjadi masalah dalam bidang obstetri. Laporan tahunan Departemen Obstetri
dan Ginekologi di Rumah Sakit Hasan Sadikin pada tahun 2012 menunjukkan
1.468 kasus operasi sesar karena inersia uteri dari 2.947 persalinan (49%).
Kegagalan induksi oksitosin pada inersia uteri merupakan indikasi yang paling
signifikan untuk dilakukan operasi sesar.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Inersia uteri adalah kondisi yang terjadi saat persalinan ketika kontraksi
mengalami kelelahan, frekuensi kurang dan lebih pendek dari his normal.1
Inersia uteri adalah his yang sifatnya lebih lama, lebih singkat, dan
lebih jarang dibandingkan dengan his yang normal. Inersia uteri dapat
menjadi hal yang mempersulit pada proses persalinan.3

B. EPIDEMIOLOGI

Persalinan lama atau distosia karena kelainan tenaga merupakan


masalah persalinan dunia dan merupakan salah satu indikasi untuk
dilakukannya intervensi selama persalinan dengan tingkat kejadian kekerapan
sebesar 4 - 40%. Di Amerika Serikat, 20 – 25% persalinan dilakukan dengan
cara bedah sesar, sekitar 30% diantaranya adalah karena distosia. Sebanyak
8 - 11% pada persalinan dengan presentasi kepala terjadi kelainan pada kala
I.4

C. KLASIFIKASI
Inersia uteri dibagi atas 2 keadaan, yaitu :3
1. Inersia uteri primer
Kelemahan his timbul sejak dari permulaan persalinan. Hal ini harus
dibedakan dengan his pendahuluan yang juga lemah dan kadang-kadang
menjadi hilang (false labour).
2. Inersia uteri sekunder
Kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat teratur dan
dalam waktu yang lama.
D. ETIOLOGI5
1. Primigravida tua, multigravida dan grandemulti.
2. Faktor herediter, emosi, dan ketakutan memegang peranan penting.
Ketika pasien mengalami ketakutan, tidak ada relaksasi oleh pasien
diantara nyeri, selama itu penggunaan otot volunter akan melawan
kontraksi uterus. Hal ini akan menghambat dilatasi serviks. (Section off
obstetrics and gnaeology)
3. Salah pimpinan persalinan, atau salah pemberian obat-obatan seperti
oksitosin dan obat-obatan penenang.
4. Bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah
rahim; ini dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi
sefalopelvik.
5. Kelainan uterus misalnya uterus bikornis unikolis.
6. Kehamilan postmatur.

E. MANIFESTASI KLINIS6,7
- Tidak terdapat hipertonus basal dan kontraksi uterus mempunyai pola
gradien yang normal (sinkron), tetapi saat kontraksi hanya terjadi sedikit
penigkatan tekanan yang tidak memadai untuk mebukan serviks.
- Biasanya terjadi selama fase aktif persalinan, yaitu setelah serviks
mengadakan dilatasi lebih dari 4cm.
- Selama fase aktif kontraksi kurang dari 3-5 kali atau tekanan kurang dari
200 mmHg Montevideo unit dalam 10 menit.

F. DIAGNOSIS
Diagnosis inersia uteri memerlukan pengalam dan pengawasan yang teliti
terhadap persalinan. Pada fase laten dagnosis akan lebih dulu, tetapi bila
sebelumnya sudah ada kontraksi yang kuat dan lama, maka diagnosis inersia
uteri sekunder akan lebih mudah.5

G. PENATALAKSANAAN5
1. Oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dekstrosa, dimlai dengan 2 tetes
permenit, dinaikkan setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes per menit.
Maksud dari pemberian oksitosin adalah supaya serviks dapat membuka.
2. Pemberian oksitosin tidak perlu diberikan secara terus menerus. Jika tidak
ada kemajuan, maka pemberian dihentikan dan pasien dianjurkan untk
istrahat. Pemberian oksitosin kembali dapat diberika keesokan harinya.
3. Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya
dilakukan seksio sesarea.
4. Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia uteri sekunder, ibu
lemah, dan partus telah berlaangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18
jm pada multi sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil
pemeriksaan dan indikasi ostetrik lainnya (ekstraksi vakum atau forseps
atau seksio sesarea).

H. KOMPLIKASI3,8
- Inersia akan menyebabkan persalinan berlangsung lama
- Korioamnitis
- Meningkatkan risiko persalinan seksio sesarea
- Meningkatkan infeksi dan bakteremia pada nenonatal
BAB III

LAPORAN KASUS

STATUS OBSTETRI

Tanggal Pemeriksaan : 10-02-2016 Ruangan : Semangka RSD Madani


Jam : 13.30

IDENTITAS

Nama : Ny. R Nama Suami : Tn. A


Umur : 26 tahun Umur : 27 tahun
Alamat : Ds. Batunga Alamat : Ds. Batunga
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1

ANAMNESIS

G 2P 0A1 Usia Kehamilan : 36-37 minggu


HPHT : ?-05-2015 Menarche : 14 tahun
TP : ?-02-2016 Perkawinan : I, 2 tahun

Keluhan Utama :

Pasien baru masuk rumah sakit dengan G2P0A1 gravid aterm. Keluhan
sakit perut tembus belakang (+) hilang timbul sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit, awalnya sakit perut tembus belakang sering dirasakan namun sejak tadi pagi
sakit yang dirasakan mulai berkurang, pelepasan air bercampur lendir (+) sejak 2
hari lalu, volume banyak, darah (-). Pusing (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati
(-), BAB biasa, BAK lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-), Penyakit Jantung(-), Asma (-),
Penyakit ginjal (-).

Riwayat Obstetri :

1. Abortus → Tidak dikuret


2. Hamil sekarang

Riwayat KB : -

Riwayat ANC : 4 kali di Bidan

Riwayat Imunisasi : TT 2 kali

PEMERIKSAAN FISIK

KU : Baik Tekanan Darah : 120/80 mmHg


Kesadaran : Compos mentis Nadi : 80 kali/menit
BB : 69 kg Respirasi : 24 kali/menit
TB : 156 cm Suhu : 36,5 °C

Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikteris (-/-), edema palpebra (-/-)
Pembesaran KGB (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax :
I : Pergerakan dada simetris, sikatrik (-)
P : Vocal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-), massa (-)
P : Sonor kedua lapang paru, batas jantung dalam batas normal
A : Bunyi pernapasan vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-, bunyi jantung I/II
murni reguler

Abdomen :
I : Tampak cembung
A : Peristaltik usus (+) kesan normal
P : Timpani
P : Nyeri tekan (-)
Pemeriksaan Obstetri :
Leopold I : 1 jari bpx (34 cm)
Leopold II : Punggung kiri
Leopold III : Pressentasi kepala
Leopold IV : Konvergen
DJJ : 12-11-12
HIS : -
TBJ : 3565
Pergerakan Janin : Aktif
Janin Tunggal :+

Genitalia :
Pemeriksaan Dalam Vagina :

Vulva/vagina normal, pembukaan 2 cm, portio lunak tebal, kepala H1,


pelepasan lendir (+), air (+), darah (-).

Ekstremitas :
Atas : Akral hangat, edema (-/-)
Bawah : Akral hangat, edema (-/-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
WBC 7,7 10^3/uL (4,0 – 12,0)
RBC 3,81 10^6/uL (4,0 – 6,20)
HGB 8,6 g/dL (11,0 – 17,0)
HCT 28,1 % (35 – 56)
PLT 175 10^3/uL (150 – 400)
RESUME
Pasien perempuan usia 26 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan sakit
perut tembus belakang (+) hilang tmbul sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit,
awalnya sakit perut tembus belakang sering dirasakan namun sejak tadi pagi sakit
yang dirasakan mulai berkurang pelepasan air bercampur lendir (+) sejak 2 hari
lalu, volume banyak, darah (-). Pusing (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-),
BAB biasa, BAK lancar. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah:
120/80 mmHg, nadi: 80 kali/menit, respirasi: 24 kali/menit, suhu: 36,5 °C,
konjungtiva anemis (+/+).

Pada pemeriksaan obstetri didapatkan, Leopold I: 1 jari bpx (34 cm),


Leopold II: Punggung kiri, Leopold III: Presentasi kepala, Leopold IV:
Konvergen, DJJ: 12-11-12, HIS: Tidak ada, Pergerakan Janin: aktif, Janin
Tunggal: +, TBJ: 3565 gr.

Pada pemeriksaan dalam vagina didapatkan vulva/vagina normal, pembukaan 2


cm, portio lunak tebal, kepala H1, pelepasan lendir (+), air (+), darah (-). Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan HGB 8,6 g/dL.

DIAGNOSIS
G2P0A1 gravid aterm inpartu kala I lama + Inersia uteri sekunder

PENATALAKSANAAN
IVFD Dex 5% 28 tpm
Induksi misoprostol ¼ tab pervaginam
Observasi
FOLLOW UP

11 Feb 2016
S : Sakit perut tembus belakang (+) hilang timbul, pelepasan lendir(+), air
(+), darah (-), BAB (-), BAK (+).
O : TD : 120/80 mmHg
N : 88x/menit
R : 20x/menit
S : 36,5ºC
DJJ : 11-12-12
His : 2x/10 mnt (durasi 20 detik)

A : G2P0A1 gravid aterm inpartu kala I lama + Inersia uteri sekunder +


Gagal induksi persalinan
P : Observasi

Observasi
Jam 08.45 DJJ : 11-12-12
His : 2x/10 mnt (durasi 20 detik)

PDV : Pembukaan 3 cm, portio lunak tebal, kepala H1, pelepasan


lendir (+), air ketuban merembes, darah (-).
Induksi misoprostol ¼ tab pervaginam
Jam 10.45 DJJ : 12-12-12
His : 2x/10 mnt (durasi 20 detik)

Jam 11.45 DJJ : 11-11-12


His : 3x/10 mnt (durasi 35 detik)
Amoxicillin 500mg 3x1
Jam 13.30 DJJ : 12-12-12
His : 2x/10 mnt (durasi 25-30 detik)
Jam 14.00 DJJ : 11-11-10
His : 2x/10 mnt (durasi 20-25 detik)

Jam 14.45 DJJ : 11-11-12


His : 2x/10 mnt (durasi 35 detik)
PDV : Pembukaan 4 cm, portio lunak, kepala H1, pelepasan lendir
(+), air ketuban merembes, darah (-)
Induksi Misoprostol ¼ tab pervaginam

Jam 18.45 DJJ : 11-11-12


His : 2x/10 mnt (durasi 30-35 detik)
PDV : Pembukaan 4 cm, portio lunak, kepala H1, pelepasan lendir
(+), air ketuban merembes, darah (+)
Jam 20.45 DJJ : 11-11-11
His : 2x/10 mnt (durasi 30-35 detik)
PDV : Pembukaan 4 cm, portio lunak, kepala H1, pelepasan lendir
(+), air ketuban merembes, darah (-)
Induksi Misoprostol ¼ tab pervaginam
Jam 21.15 DJJ : 11-12-12
His : 3x/10 mnt (durasi 25-30 detik)

Jam 00.45 DJJ : 13-13-13


His : 3x/10 mnt (durasi 35-40 detik)
PDV : Pembukaan 4 cm, portio lunak, kepala H1, pelepasan lendir
(+), air ketuban merembes, darah (+)

12 Feb 2016
S : Sakit perut tembus belakang (+) hilang timbul, pelepasan lendir(+), air
(+), darah (-), BAB (+), BAK (+).
O : TD : 130/80 mmHg
N : 74x/menit
R : 24x/menit
S : 37ºC
DJJ : 11-12-11
His : 3x/10 mnt (durasi 30-35 detik)

A : G2P0A1 gravid aterm inpartu kala I lama + Inersia uteri sekunder +


Gagal induksi persalinan
P : Induksi Misoprostol ¼ tab pervaginam
Amoxicillin 500 mg 3x1
Observasi

Observasi
Jam 10.50 DJJ : 13-13-13

His : 3x/10 mnt (durasi 35-40 detik)

PDV : Pembukaan 4 cm, portio lunak, kepala H1, pelepasan lendir

(+), air ketuban merembes, darah (+)

Jam 12.25 PDV : pembukaan 5 cm, portio lunak tebal, kepala H1, pelepasan

lendir (+), air ketuban merembes, darah (-).

DJJ : 12-12-12

His : 3x/10 mnt (durasi 30-35 detik)

Stop induksi Misoprostol

Dex 5% + oksitosin ½ amp/iv 28 tpm

Jam 12. 45 DJJ : 12-12-13


His : 4x/10 mnt (durasi 40 detik)

Jam 13. 15 DJJ : 12-12-13


His : 4x/10 mnt (durasi 40 detik)

Jam 14. 20 DJJ : 11-11-12


His : 3x/10 mnt (durasi 35 detik)

Jam 15.15 Dex 5% + oksitosin ½ amp/iv 40 tpm


Amoxicillin 3x1

Jam 15.45 PDV : pembukaan 6 cm, portio lunak, kepala H1, pelepasan
lendir (+), air ketuban merembes, darah (-).
Jam 18.25 DJJ : 12-11-12
His : 4x/10 mnt (durasi 40-45 detik)
PDV : pembukaan 7 cm, portio lunak, kepala H1, pelepasan lendir
(+), air ketuban merembes, darah (-).
Lanjut Dex 5% + oksitosin ½ amp/iv 40 tpm

Jam 19.00 DJJ : 12-12-12


His : 4x/10 mnt (durasi 40-45 detik)
PDV : pembukaan 7 cm, portio lunak, kepala H2, pelepasan lendir
(+), air ketuban merembes, darah (-).
Rencana SC

Jam 20.25 Pasien didorong ke OK


DJJ : 11-11-12

Jam 22.00 Post op


- IVFD RL 28 tpm
- Drips oxytocin 10 IU dalam cairan RL
- Amoxicillin 3x1
- Metronidazole 3x1
- As. Mefenamat 3x1
- Cek HB 2 jam post op

Jam 00.00 WBC 16,1


RBC 3,54
HGB 8,3
HCT 27,2
PLT 257
Transfusi WB 1 labu

13 Feb 2016
S : Nyeri luka post op (+), perdarahan pervaginam (+), pusing (-), mual (-),
muntah (-), BAB (-) 2 hari, BAK lancar.
O : TD : 110/80 mmHg
N : 80x/menit
R : 20x/menit
S : 36,5ºC
Anemis -/-
TFU 1 jari atas pusat
ASI -/-
Lokia (+)
Kontraksi uterus baik

HB 8,6
WBC 13,5
RBC 3,4
HCT 26
PLT 175
A : P1A1 post SC H1 a/i kala I lama + inersia uteri sekunder + gagal induksi
persalinan
P : IVFD RL 28 tpm
Amoxicillin 3x1
Metronidazole 3x1
As. Mefenamat 3x1

14 Feb 2016
S : Nyeri luka post op (+), perdarahan pervaginam (+), pusing (-), mual (-),
muntah (-), BAB (-) 2 hari, BAK lancar.
O : TD : 110/70 mmHg
N : 82x/menit
R : 22x/menit
S : 36,5ºC
Anemis -/-
TFU sejajar pusat
ASI +/+
Lokia (+)
Kontraksi uterus baik
A : P1A1 post SC H2 a/i kala I lama + inersia uteri sekunder + gagal induksi
persalinan
P : IVFD RL 28 tpm
Amoxicillin 3x1
Metronidazole 3x1
As. Mefenamat 3x1

15 Feb 2016
S : Nyeri luka post op (+), perdarahan pervaginam (+), pusing (-), mual (-),
muntah (-), BAB (-) 2 hari, BAK lancar.
O : TD : 110/80 mmHg
N : 84 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36,5ºC
Anemis -/-
TFU sejajar pusat
ASI +/+
Lokia (+)
Kontraksi uterus baik
A : P1A1 post SC H3 a/i kala I lama + inersia uteri sekunder + gagal induksi
persalinan
P : Amoxicillin 3x1
Metronidazole 3x1
As. Mefenamat 3x1

16 Feb 2016
S : Nyeri luka post op (+), perdarahan pervaginam (+), pusing (-), mual (-),
muntah (-), BAB (-) 2 hari, BAK lancar.
O : TD : 110/70 mmHg
N : 80 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36,5ºC
Anemis -/-
TFU 2 jari bawah pusat
ASI +/+
Lokia (+)
Kontraksi uterus baik
A : P1A1 post SC H4 a/i kala I lama + inersia uteri sekunder + gagal induksi
persalinan
P : Amoxicillin 3x1
Metronidazole 3x1
As. Mefenamat 3x1
Pasien pulang

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien G1P0Ao hamil 36-37 minggu datang dengan keluhan saktir perut
tembus belakang hilang timbul sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, awalnya
sakit perut tembus belakang sering dirasakan namun sejak tadi pagi sakit yang
dirasakan mulai berkurang, ada pelepasan air bercampur lendir sejak 2 hari lalu,
volume banyak, tidak ada pelepasan darah, BAB biasa, BAK lancar.

Pada pemeriksaan obstetri didapatkan, Leopold I: 1 jari di bawah proc.


xyphoideus (34 cm), Leopold II: Punggung kiri, Leopold III: Presentasi kepala,
Leopold IV: Konvergen, DJJ: 12-11-12, HIS: Tidak ada, Pergerakan Janin:
aktif, Janin Tunggal: +, TBJ: 3565 gr. Pada saat observasi ditemukan his yang
tidak adekuat,jarang, dan singkat.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan obstetri yang didapat pada pasien


ini didiagnosis Inersia Uteri Sekunder karena sebelumnya terjadi his yang kuat
dan kemudian melemah, serta pada saat dilakukan observasi ditemukan his yang
tidak adekuat,jarang, dan singkat. Hal in sesuai dengan teori dimana pada inersia
uteri sekunder terjadi kelemahan his setelah adanya his yang kuat dan teratur dan
inersia uteri disertai dengan his yang lemah, jarang, dan singkat. Pada pasien ini
inersia uteri disebabkan oleh faktor emosi dan ketakutan dimana pasien takut
karena hal in merupakan peralinan pertama. Hal ini sesuai denga teori dimana
salah satu penyebab terjadinya inersia uteri adalah faktor emosi.

Pada pasien ini dilakukan induksi dengan misoprostol ¼ tablet pervaginam


namun tidak terjadi his yang adekuat sehingga dilanjutkan dengan induksi drips
oksitosin ½ amp/iv dimulai dari 28 tpm hingga 40 tpm dalam airan dekstrosa 5%.
Namun tahap persalinan masih tetap berada pada kala I dan persalinan telah
berlangsung lebih dari 24 jam, sehingga diputuskan untuk melakukan operasi
sesar. Hal ini telah sesuai dengan teori dimana penanganan pada pasien inersia
uteri dilakukan induksi, jika tidak terjadi kemajuan persalinan dapat
dipertimbangkan untuk melakukan operasi sesar.

Pada pasien ini terdapat komplikasi akibat inersia uteri yaitu persalinan
yang berlangsung lama, dimana pada pasien ini persalinan telah berlangsung lebih
dari 24 jam. Hal ini sesuai dengan teori dimana salah satu komplikasi dari inersia
uteri yaitu persalinan berlangsung lama.
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo Sarwono. Persalinan Lama. In: Johanes C, Mohammad A,


editor. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2010. p.562-568
2. Adillia L, et all. Serum Calcium and Magnesium Level Ratio in Patiens
With and Without Hypotonic Uterine Inertia: American Journal of
Research Communication. 2015 [cited 2016 March 08]; 1-2. Available
from: http://www.usa-journals.com
3. Mochtar R. Distosia Karena Kelainan His (Power). In: Delfi L, editor.
Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi Jilid 1. 2nd ed.
Jakarta: EGC; 1998. p.309-311
4. Somkuti GS. Labor Abnormalities. In: Smith JS, Rhodes MA, editor.
Obstetrics and Gynecology Board Review. 4td ed. American: Mc Graw
Hill; 2014. p.97-100
5. Mochtar R. Distosia Karena Kelainan His (Power). In: Indra L, editor.
Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi Jilid 1. 3rd ed.
Jakarta: EGC; 2011. p.215-217
6. Cunningham FG, Hauth JC, Gant NF, Leveno KJ, Gillstrap LC, Wenstrom
KD. Obstetri Williams Vol.1. 21th ed. Jakarta: EGC; p469-479
7. Wright J,Wyatt S. The Washington ManualTM Obstetrics and Gyneology
Survival Guide. Philadelphia: Wolters Kluwer Company; 2008. p.105-107
8. Posner DG, Jessica DY, Black AY, Jones DG. Labor Dystocia. In: Jessica
DY, editor. Oxorn-Foote Human and Labor & Birth. 6th ed. New York: Mc
Graw Hill; 2013. p194-208.

Anda mungkin juga menyukai