Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prolaps uteri adalah suatu kondisi jatuh atau tergelincirnya uterus ke dalam
atau keluar melalui vagina. Hal tersebut dikarenakan dukungan yang tidak adekuat
dari ligamentum kardinal dan uterosakral serta struktur penyangga pelvis
mengalami kerusakan kadang-kadang organ pelvis yang lain juga ikut turun.
Sistokel yang besar akan menarik utero vesical junction dan ujung ureter kebawah
dan keluar vagina, sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan penyumbatan dan
kerusakan ureter. Normalnya uterus tertahan pada tempatnya oleh ikatan sendi dan
otot yang membentuk dasar panggul.

Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause,


persalinan lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding
vagina bawah pada kala II, penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-
otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah. Oleh karena itu prolapsus uteri
tersebut akan terjadi bertingkat-tingkat. Prolaps uteri merupakan salah satu dari
prolaps organ pelvis dan menjadi kasus nomor dua tersering setelah
cystourethrocele (bladder and urethral prolapse).

Prolaps organ panggul adalah keadaan yang sering terjadi terutama pada
wanita tua. Diperkirakan lebih dari 50% wanita yang pernah melahirkan normal
akan mengalami keadaan ini dalam berbagai tingkatan, namun oleh karena tidak
semua diantara mereka mengeluhkan hal ini pada dokter maka angka kejadian
yang pasti sulit ditentukan. Prolapsus organ panggul disebut pula sebagai
prolapsus uteri – prolapsus genitalis – prolapsus uterovaginal – “pelvic relaxation”
– disfungsi dasar panggul – prolapsus urogenitalis atau prolapsus dinding
vagina.

1.2 Batasan Masalah


Pembahasan tulisan ini dibatasi pada definisi, patogenesis, diagnosis dan
penatalaksaan prolapse uteri.

1
1.3 Tujuan Penulisan
Tulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya
dan penulis khususnya mengenai prolapse uteri.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Ny. P

Umur : 24 tahun

Pendidikan : SMP

Agama : Islam

Suku Bangsa : Melayu

Status : Menikah
Alamat : Jl. Gg. Silaturahim, Tembilahan
Masuk RS : 05-01-2022
No RM : 1300103311

II. ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis kepada pasien Ny. N, umur 24 tahun, bertempat
di Poli Umum Puskesmas Tembilahan Kota

A. KELUHAN UTAMA
P3A0 dengan keluhan terdapat benjolan keluar dari vagina 2 hari
yll SMRS.

B. KELUHAN TAMBAHAN
Os mengeluhkan nyeri pada perut bawah bagian tengah.
Nyeri dirasakan hilang timbul. Sempat ada perdarahan seperti
flek sedikit dari vagina.
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Os dengan P3A0 dengan keluhan terdapat benjolan yang


keluar dari vagina yang semakin memberat 1 hari yang lalu

3
SMRS. Benjolan itu dirasa sudah ada sejak 2 hari yang lalu, os
tidak . Namun 3 hari ini benjolan itu tidak dapat dimasukkan lagi
ke dalam vagina. Dengan diameter 6,5cm. Selama ini os tidak
mencoba untuk memasukkan benjolan kedalam karena os
mengaku nyeri pada benjolan. Os tidak mengkonsumsi obat
apapun untuk benjolannya. Benjolan teraba hangat, bertekstur
kenyal dan licin.. Pasien merasa tidak nyaman berkemih dan
mengejan. Dan mengeluhkan susah untuk BAK, dan rasa tidak
puas saat berkemih. Air seni berwarna kuning jernih. Selama
kehamilan, Os juga menyangkal melakukan exsercise.
Os mempunyai kebiasaan mengangkat jemuran yang berat
dan banyak. Hal itu dilakukan hapir setiap 2 hari satu kali. Os
juga mengaku jika sering diurut bagian perut bawahnya atau
peranakan. Pijat urut itu dilakukan satu bulan sekali.

D. RIWAYAT MENSTRUASI
 Menarche : 12 tahun
 Dysmenorea : Disangkal
 Siklus haid : Teratur
 Lama haid : 7 hari
 HPHT : 1 tahun yang lalu
 Keputihan : Kuning, gatal, tidak berbau

E. RIWAYAT OBSTETRIK
P3A0
 Anak I : 6 th, Laki-laki, berat lahir 2.700 gram, 50 cm,
lahir spontan, hidup
 Anak II : 1 th 10 bulan, perempuan, berat lahir 2.800
gram, 49 cm, lahir spontan, hidup
 Anak III: 2 bulan, sc

4
F. RIWAYAT PERNIKAHAN
Menikah 1 kali, umur pertama kali kawin 20 tahun

G. RIWAYAT KONTRASEPSI
Os tidak menggunakan kontrasepsi

H. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Riwayat CHF dan rutin berobat (Ramipril 1x1) Hipertensi,
Hipertiroid, DM, penyakit paru, alergi disangkal pasien

I. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Riwayat bronkhitis pada ibu pasien.
Riwayat penyakit serupa diderita pasien, disangkal. Hipertensi,
DM, penyakit paru, alrgi disangkal pasien.

J. RIWAYAT KEBIASAAN
Os mengaku sering mengangangkat jemuran yang berat dan
banyak 2 X 1 hari.
Os tinggal di rumah 2 lantai sehingga sering naik turun tangga.
Os sering diurut perut bagian bawah 1 X 1 bulan.
Sering minum jamu 1 X 1 bulan tiap menstruasi

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS

 KEADAAN UMUM : Tampak sakit sedang


 KESADARAN : Compos mentis

 TANDA VITAL
o Tekanan Darah : 140/80 mmHg

5
o Nadi : 80 x/mnit
o Pernapasan : 20 x/mnit
o Suhu : 36,7o
 STATUS GIZI
o TB : 160 cm
o BB : 41 kg
o BMI : 16,02 (Berat badan kurang)

 KEPALA
o CA -/-, SI -/-

 LEHER
o KGB dan Tiroid tidak teraba membesar

 PAYUDARA
o Simetris kanan dan kiri, areola
mammae hiperpigmentasi , nipple tidak retraksi,
mammae tidak teraba massa dan tanda radang(-),
nyeri tekan (-)

 THORAX
o JANTUNG
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis.
Palpasi : Ictus cordis teraba di 2 jari lateral
midklavikula ICS V sinistra. Batas jantung kanan
di ICS IV parasternalis dextra. Batas jantung kiri
di ICS V
2 jari lateral midklavikula sinistra

6
Perkusi
Batas kiri : di ICS V, MCL line sinistra
Batas kanan : sejajar ICS V midsternal
line

dekstra
Batas pinggang jantung : di ICS III parasternal
line

sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung I/II regular,
murmur (-/-), gallop (-/-)

o PARU
Inspeksi : Retraksi (-), bentuk simetris pada
saat statis

& dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan kiri sama kuat.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler,
rhonki (-/-), wheezing (-/-)

 ABDOMEN
Inspeksi : simetris, datar, jaringan parut (-), linea alba
(-)
Auskultas : bising usus (+) normal
Perkusi : redup
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) di bekas operasi

 GENITALIA
Vulva dan anus: dalam batas normal, flour albus (-)
Bekas jahitan tampak baik, perdarahan (-)
VT dilakukan

7
Uterus terdapat diliang vagina kurang lebih
1cm dari ostium uteri eksterna, permukaan licin, kenyal,
tidak berbenjol-benjol dan dapat digerakkan

 EKSTREMITAS
o Akral hangat: Akral hangat , oedem -/- , tonus
otot baik.
o Oedem : Akral hangat , oedem -/- , tonus
otot baik.

IV. DIAGNOSIS
P3A0 dengan Prolaps Uteri stadium III

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan

VI. PENATALAKSANAAN
 Rujuk Ke Spesialis Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Puri
Husada
 Edukasi :
- Mengurangi resiko tekanan intraabdomminal yang tinggi
seperti angkat jemuran
- Jika terjadi perdarahan, langsung datang ke IGD untuk
ditindak
lanjuti
- Cuci vagina dengan air yang bersih
- Memakai celana dalam berbahan katun agar tidak lembab
- Jangan melanjutkan kebiasaan pijat urut di bagian peranakan
- Banyak makan minum yang bergizi
- Kontrol 1 minggu dari operasi

VII. PROGNOSIS

8
Ad vitam : Ad Bonam
Ad fungtionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Ad Bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan fisiologi dasar panggul

Uterus pada orang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau


buah peer yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uerus adalah 7-7,5 cm,
lebar ditempat yang paling lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri
atas korpus uteri (2/3 bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah).
Bagian atas uterus disebut fundus uteri, di situ tuba Fallopii kanan dan kiri
masuk ke uterus. 2

Gambar 1. Anatomi organ genitalia interna pada wanita

Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang


panggul dalam anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk
sudut dengan vagina, sedang korpus uteri berarah ke depan dan membentuk
sudut 120o-130o dengan serviks uteri. Di Indonesia uterus sering ditemukan
dalam retrofleksio (korpus uteri berarah ke belakang) yang pada umumnya
tidak memerlukan pengobatan.2

10
Gambar 2. Hubungan axis uterus, servix, dan vagina

Dasar panggul terdiri atas otot levator ani, uretra dan otot sfingter
ani serta jaringan ikat endopelvis. Lapisan pertama dukungan otot terdiri
dari otot iliococcygeus serta fascia obturator internus. Lapisan kedua terdiri
dari otot puboviseralis yaitu m.puborectalis dan m. pubococcygeus yang
mengelilingi hiatus urogenitalis dimana uretra, vagina, dan anorektum
berjalan melaluinya.5

Otot levator ani mempunyai dua fungsi terpenting yaitu menjaga


tegangan otot basal yang konstan sehingga hiatus urogenitalis tetap tertutup
dan juga menjadi lempengan otot penyokong. Bila tegangan atau tonus
basal ini hilang atau menurun, hiatus genitalis dapat melebar sehingga
menyebabkan penurunan organ pelvis. Fungsi kedua dari otot levator ani
adalah secara refleks berkontraksi terhadap peningkatan tekanan
intraabdominal seperti saat batuk atau berdiri sehingga membuat
keseimbangan tekanan intraabdominal dan tekanan luar. Otot levator ani
dipersarafi oleh serabut saraf anterior S2-S4, dimana cabang motorik dari
saraf ini mempunyai kemungkinan untuk tertekan dan teregang selama
persalinan pervaginam. Selain otot dan serabut saraf, dasar panggul juga
memiliki sistem ligamen dan jaringan ikat kompleks yang dikenal dengan
fascia endopelvis. Fascia ini menampung organ pelvis dan melekat pada
dinding panggul.5

Terdapat tiga tingkatan dukungan terhadap uterus dan vagina, yaitu:

11
 Tingkat pertama dimana apeks vagina dipertahankan di lateral ke
arah dinding pelvis dan ke arah sakrum di bagian posterior (oleh
ligamen kardinal dan sakrouterina). Posterior serviks dipertahankan
oleh ligamentum uterosakral yang membentang dari bagian serviks
sampai vertebra sakral kedua-keempat. Ligamentum kardinal menyokong
bagian

lateral serviks dan merupakan penyokong utama serviks dan uterus.


 Tingkatan kedua akan memfiksasi vagina secara tranversal di
antara kandung kemih dan rektum.
 Tingkatan ketiga melekatkan vagina dengan membran dan otot
perineum

Jaringan ikat, dukungan otot dan persarafan di daerah pelvis dapat


mengalami trauma penekanan saat kehamilan dan juga menjelang
persalinan dimana regangan, robekan dan ruptur jaringan ikat, otot dan saraf
dapat terjadi. Hal ini dapat memberikan efek jangka pendek dan jangka
panjang berupa prolapsus organ pelvis.1

Gambar 3. Tingkatan pendukung organ panggul

12
3.1.1 Jaringan Penunjang Genitalia Interna pada Wanita
Uterus berada di rongga panggul dalam anteversiofleksio
sedemikian rupa, sehingga bagian depannya setinggi simfisis pubis, dan
bagian belakang setinggi artikulasio sakrokoksigea. Jaringan-jaringan
itu ialah:3

 Ligamentum kardinale sinistrum dan dekstrum (Mackenrodt)


merupakan ligamentum yang terpenting untuk mencegah agar uterus
tidak turun. Ligamentum ini terdiri atas jaringan ikat tebal, dan
berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral ke dinding
pelvis. Di dalamnya
ditemukan banyak pembuluh darah, antara lain arteri dan vena
uterina.
 Ligamentum sakrouterinum sinistrum dan dekstrum, yaitu
ligamentum yang juga menahan uterus supaya tidak banyak
bergerak, berjalan melengkung dari bagian belakang serviks kiri
dan kanan melalui dinding
rektum ke arah os sakrum kiri dan kanan.
 Ligamentum rotundum sinistrum dan dekstrum, yaitu ligamentum
yang
menahan uterus dalam posisi antefleksi, dan berjalan dari sudut
fundus uteri kiri dan kanan ke daerah inguinal kiri dan kanan.
 Ligamentum pubovesikale sinistrum dan dekstrum, berjalan dari os
pubis
melalui kandung kemih, dan seterusnya sebagai ligamentum
vesikouterina sinistrum dan dekstrum ke serviks.
 Ligamentum latum sinistrum dan dekstrum, yaitu ligamentum yang
berjalan dari uterus ke arah lateral, dan tidak banyak mengandung
jaringan ikat, sebetulnya ligamentum ini adalah bagian dari

13
peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua tuba dan
berbentuk sebagai lipatan. Dibagian lateral dan belakang
ligamentum ini ditemukan ovarium sinistrum dan dekstrum. Untuk
memfiksasi uterus ligamentum ini tidak
banyak artinya.
 Ligamentum infundibulopelvikum , yaitu ligamentum yang
menahan tuba Fallopii, berjalan dari arah infundibulum ke dinding
pelvis. Di dalamnya ditemukan persarafan, saluran-saluran limfe,
arteri dan vena ovarika.
Sebagai alat penunjang ligamentum ini tidak banyak artinya.
 Ligamentum ovarii proprium sinistrum dan dekstrum, yaitu
ligamentum yang berjalan dari sudut kiri dan kanan belakang fundus
uterus ke ovarium. Ligamentum ini berasal dari gubernakulum; jadi
asalnya sama dengan ligamentum rotundum, yang juga berasal dari
gubernaculum.3

Gambar 4. Ligamen penyangga serviks

14
3.2 Epidemologi
Prolaps organ panggul (POP) masih menjadi masalah kesehatan
pada wanita yang mengenai hingga 40% wanita usia diatas 50 tahun.
Prolaps uteri merupakan salah satu jenis prolapsus organ panggul (genitalia)
dan menjadi kasus nomor dua tersering setelah cystouretrochele (bladder
and urethral prolapse). Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara,
seperti dilaporkan di klinik Gynecologie et Obstetrique Geneva insidennya
5,7% dan pada periode yang sama di Hamburg 5,4%, Roma 6,4%.
Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang kejadiannya cukup tinggi. Prolapsus
organ panggul (POP) merupakan masalah yang sering dialami dengan
prevalensi 41-50% dari keseluruhan perempuan di atas usia 40 tahun dan
akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup seorang
perempuan. Insidensi bedah untuk POP yaitu 15-49 kasus per
10.000 perempuan per tahun.2
Pada studi Women’s Health Initiative (Amerika), 41 % wanita usia
50-79 tahun mengalami Prolapsus Organ Panggul (POP), diantaranya 34%
mengalami cystocele, 19% mengalami rectocele dan 14% mengalami
prolaps uteri. Prolaps terjadi di Amerika sebanyak 52% setelah wanita
melahirkan anak pertama, sedangkan di Indonesia prolapsus terjadi
sebanyak 3,4-56,4% pada wanita yang telah melahirkan. Data Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo menunjukkan setiap tahun ada 47-67 kasus
prolapsus, dan sebanyak 260 kasus pada tahun 2005-2010 yang mendapat
tindakan operasi.2

3.3 Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan prolapsus antara lain:
1. Faktor bawaan:
Setengah wanita akan mengalami masalah ini jika dalam
keluarga mereka khususnya ibu, saudara dari ibu, atau nenek
mereka mengalami masalah yang sama. Bagaimana penyakit
ini diturunkan tidak diketahui, mungkin bawaan menentukan

15
kelemahan otot dan ligamen pada peranakan. Kekenduran
atau kelemahan otot ini juga dapat dipengaruhi oleh pola
makan dan kesehatan yang agak rendah dibandingkan
dengan mereka yang sehat dan makanannya seimbang dan
tercukupi dari segi semua zat seperti protein dan vitamin.4
2. Exercise

Proses kehamilan dan persalinan memang melemahkan dan


melonggarkan otot dalam badan khususnya ligamen dan otot
yang memegang kemaluan dan rahim. Ini satu hal yang tidak
dapat dihindari tetapi dapat dipulihkan walaupun tidak
seratus persen jika seorang wanita yang melakukan gerak
tubuh atau exercise untuk menguatkan otot-otot disekitar
kemaluan dan lantai punggung. Kegiatan exercise waktu
hamil dan setelah persalinan sangat penting untuk mencegah
prolapsus. Oleh karena itu tidak melakukan exercise ini
merupakan salah satu yang menyebabkan kekenduran atau
prolapsus uteri.4
3. Usia (Menopause)
Keadaan menopause atau kekurangan hormon berlaku secara
natural yaitu ketika berumur 50 tahun keatas. Hubungan
dengan terjadinya prolaps organ panggul adalah, di kulit
terdapat banyak reseptor estrogen yang dipengaruhi oleh
kadar estrogen dan androgen. Estrogen mempengaruhi kulit
dengan meningkatkan sintesis hidroksiprolin dan prolin
sebagai penyusun jaringan kolagen. Ketika menopause,
terjadi penurunan kadar estrogen sehingga mempengaruhi
jaringan kolagen, berkurangnya jaringan kolagen
menyebabkan kelemahan pada otot-otot dasar panggul.

4. Riwayat persalinan multiparitas (banyak anak)

16
Partus yang berulangkali dan terlampau sering dapat
menyebabkan kerusakan otot-otot maupun saraf-saraf
panggul sehingga otot besar panggul mengalami kelemahan,
bila ini terjadi maka organ dalam panggul bisa mengalami
penurunan.4
5. Ras
Perbedaan ras pada prevalensi prolapsus organ
panggul (POP) telah dibuktikan dalam beberapa penelitian.
Perempuan berkulit hitam dan perempuan Asia memiliki
risiko yang lebih rendah, sedangkan perempuan Hispanik
dan berkulit putih memiliki risiko tertinggi. Perbedaan
kandungan kolagen antar ras telah dibuktikan, tetapi
perbedaan bentuk tulang panggul juga diduga memainkan
peran. Misalnya, perempuan kulit hitam lebih banyak yang
memiliki arkus pubis (lengkungan kemaluan) yang sempit
dan bentuk panggul android atau antropoid. Bentuk-bentuk
panggul tersebut adalah pelindung terhadap POP
dibandingkan dengan panggul ginekoid yang merupakan
bentuk panggul
terbanyak pada perempuan berkulit putih.4
6. Peningkatan tekanan intraabdomen
Peningkatan tekanan intraabdomen yang kronis diyakini
memainkan peran dalam patogenesis prolas organ pelvis.
Kondisi ini dapat sebabkan oleh obesitas, sembelit kronis,
batuk kronis, dan angkat berat berulangulang. Sejumlah
penelitian mengidentifikasi obesitas sebagai faktor risiko
independen untuk stress inkontinensia urin (Brown, 1996;
Burgio, 1991; Dwyer, 1988). Namun, hubungan dengan
perkembangan prolaps organ pelvis kurang jelas (Hendrix,
2002; Nygaard, 2004). Berkenaan dengan mengangkat,
sebuah studi Denmark menunjukkan bahwa asisten perawat

17
yang terlibat dengan angkat berat berulang berada pada
peningkatan risiko untuk menjalani intervensi bedah untuk
prolaps, dengan rasio odds 1,6 (Jorgensen, 1994). Selain itu,
merokok dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) juga
telah terlibat dalam pengembangan prolaps organ pelvis,
meskipun sedikit data mendukung hubungan ini (Gilpin,
1989; Olsen, 1997). Demikian pula, meskipun batuk kronis
menyebabkan kenaikan tekanan intra abdomen, tidak ada
mekanisme yang jelas. Beberapa percaya bahwa senyawa
kimia dalam tembakau yang dihirup dapat menyebabkan
perubahan yang menyebabkan POP daripada batuk kronis
sendiri.4

3.4 Klasifikasi
Mengenai istilah dan klasifikasi prolapsus uteri terdapat perbedaan
pendapat antara ahli ginekologi. Friedman dan Little (1961) mengemukakan
beberapa macam klasifikasi yang dikenal yaitu:2

Tabel 1. tingkat prolaps

18
Gambar 5. Derajat prolaps uteri

Stadium prolaps uteri


 Stadium 0 : Tidak ada prolaps.
 Stadium I : Sebagian besar portio distal mengalami prolaps > 1
cm di atas himen.
 Stadium II : Sebagian besar portion distalmengalami prolaps ≤ 1
cm di proksimal atau distal himen.
 Stadium III : Sebagian besar portio distal mengalami prolasp > 1
cm
dibawah himen tetapi benjolan tidak lebih 2 cm dari
panjang vagina.
 Stadium IV : Prolaps komplet termasuk bagian dari vagina.6

3.5 Faktor resiko


Penyebab prolapsus organ panggul belum diketahui secara pasti,
namun secara hipotetik penyebab utamanya adalah persalinan pervaginam
dengan bayi aterm. Pada studi epidemologi menunjukkan bahwa faktor
resiko utama penyebab prolaps uteri adalah persalinan pervaginam dan
penuaan. Para peneliti menyetujui bahwa etiologi prolapsus organ panggul

19
adalah multifaktorial dan berkembang secara bertahap dalam rentang waktu
tahunan. Terdapat berbagai macam faktor resiko yang memperngaruhi
terjadinya prolapsus dan dikelompokkan menjadi faktor obstetri dan faktor
non obstetri.6,7

1. Faktor Obstetri
a. Proses persalinan dan paritas
Prolapsus uteri terjadi paling sering pada wanita multipara
sebagai akibat progresif yang bertahap dari cedera melahirkan
pada fascia endopelvik (dan kondensasi, ligamentum uteroskral
dan kardinal) dan laserasi otot, terutama otot-otot levator dan
perineum. Persalinan pervaginam merupakan faktor risiko utama
terjadinya prolapsus organ genital. Pada penelitian tentang
levator ani dan fascia menunjukkan bukti bahwa kerusakan
mekanik dan saraf terjadi pada perempuan dengan prolaps
dibandingkan perempuan tidak prolaps, dan hal tersebut terjadi
akibat proses melahirkan.

Secara global prolaps mempengaruhi 30% dari semua wanita


yang telah melahirkan. Jumlah paritas berbanding lurus dengan
kejadian prolaps. WHO Population Report (1984) menduga

20
bahwa kejadian prolapsus akan meningkat tujuh kali lipat pada
perempuan dengan tujuh anak dibandingkan dengan perempuan
yang mempunyai satu anak.8

b. Faktor obstetri lainnya


Penggunaan forsep, vakum, dan episiotomi, disebutkan
sebagai faktor risiko potensial dalam terjadinya prolaps organ
panggul. Penggunaan forsep secara langsung, terlibat dalam
terjadinya cedera dasar panggul, yaitu dalam kaitannya dengan
terjadinya laserasi sfingter anal. Manfaat forsep terhadap dasar
panggul dalam memperpendek kala dua masih mempunyai bukti
yang kurang. Penggunaan forsep elektif untuk mencegah kerusakan
pada dasar panggul tidak direkomendasikan. Percobaan kontrol
secara acak pada penggunaan elektif dan selektif episiotomi tidak
menunjukkan manfaat, tetapi telah menunjukkan hubungan dengan
terjadinya laserasi sfingter anal inkotinensia sebagai akibat
penggunaan forsep. Luka yang dapat ditimbulkan pada ibu berkaitan
dengan penggunaan forsep berkisar dari ekstensi sederhana sampai
ruptur uterus atau kandung kemih. Klein, dkk menemukan hubungan
antara episiotomi dan berkurangnya kekuatan dasar panggul 3 bulan
post partum. Fascia pelvis, ligamentum-ligamentum dan otot-otot
dapat menjadi lemah akibat peregangan yang berlebihan selama
kehamilan, persalinan dan persalinan pervaginam yang sulit,
terutama dengan penggunaan forsep dan vakum ekstraksi.8

Pada penelitian yang dilakukan oleh Handa dkk,


menunjukkan bahwa persalinan menggunakan forsep dan laserasi
perineum berhubungan dengan gangguan dasar panggul 5-10 tahun
setelah persalinan yang pertama, tetapi pada episiotomi tidak
berhubungan.. Wanita dengan laserasi perineum dalam dua atau
lebih persalinan beresiko lebih tinggi secara signifikan terhadap

21
prolapsus. Perlukaan diafragma urogenitalis dan muskulus levator
ani yang terjadi pada waktu persalinan pervaginam atau persalinan
dengan alat dapat melemahkan dasar panggul sehingga mudah
terjadi prolapsus genitalia.8

2. Faktor non obstetri


a. Genetik

Dua persen prolaps simtomatik terjadi pada perempuan


nulipara. Perempuan nulipara dapat menderita prolapsus dan
diduga merupakan peran dari faktor genetik. Bila seorang
perempuan dengan ibu atau saudaranya menderita prolapsus,
maka risiko relatif untuk menderita prolapsus adalah 3,2.
Dibandingkan jika ibu atau saudara perempuan tidak
memiliki riwayat prolapsus, risiko relatifnya adalah 2,4.8
b. Usia
Bertambahnya usia akan menyebabkan berkurangnya
kolagen dan terjadi kelemahan fascia dan jaringan
penyangga. Hal ini terjadi terutama pada periode post
menopause sebagai konsekuensi akibat berkurangnya
hormon esterogen.4
c. Ras
Perbedaan ras pada prevalensi prolapsus organ panggul
(POP) telah dibuktikan dalam beberapa penelitian.
Perempuan berkulit hitam dan perempuan Asia memiliki
risiko yang lebih rendah, sedangkan perempuan Hispanik
dan berkulit putih memiliki risiko tertinggi. Perbedaan
kandungan kolagen antar ras telah dibuktikan, tetapi
perbedaan bentuk tulang panggul juga diduga memainkan
peran. Misalnya, perempuan kulit hitam lebih banyak yang
memiliki arkus pubis (lengkungan kemaluan) yang sempit
dan bentuk panggul android atau antropoid. Bentuk-bentuk

22
panggul tersebut adalah pelindung terhadap POP
dibandingkan dengan panggul ginekoid yang merupakan
benruk panggul terbanyak pada perempuan berkulit putih4.
d. Menopause
Pada usia 40 tahun fungsi ovarium mulai menurun,
produksi hormon berkurang dan berangsur hilang, yang
berakibat perubahan fisiologik. Menopause terjadi rata-rata
pada usia 50-52 tahun. Hubungan dengan terjadinya prolaps
organ panggul adalah, di kulit terdapat banyak reseptor
estrogen yang dipengaruhi oleh kadar estrogen dan androgen.
Estrogen mempengaruhi kulit dengan meningkatkan sintesis
hidroksiprolin dan prolin sebagai penyusun jaringan kolagen.
Ketika menopause, terjadi penurunan kadar estrogen
sehingga mempengaruhi jaringan kolagen, berkurangnya
jaringan kolagen menyebabkan kelemahan pada otot-otot
dasar panggul.8
Saraf pada serviks merupakan saraf otonom, sebagian besar
serabut saraf cholinesterase yang terdiri dari serabut saraf
adrenergik dan kolinergik, jumlah serabut kolinergik lebih
sedikit. Sebagian besar serabut ini menghilang setelah
menopause.8
e. Peningkatan BMI
Obesitas menyembabkan memberikan beban tambahan
pada otot- otot pendukung panggul, sehingga terjadi
kelemaham otot-otot dasar panggul. Pada studi Women
Health Initiative (WHI), kelebihan berat badan (BMI 25-
30kg/m2) dikaitkan dengan peningkatan kejadia prolapsus
dari 31-39% dan obesitas (BMI>30KM/m2) meningkat 40-
75%.4
f. Peningkatan tekanan intaabdomen

23
Tekanan intra abdomen yang meningkat karena
batuk-batuk kronis (bronkitis kronis dan asma), asites,
mengangkat beban berat berulang-ulang, dan konstipasi
diduga menjadi faktor risiko terjadinya prolapsus. Seperti
halnya obesitas (peningkatan indeks massa tubuh) batuk
yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan intraabdomen
(rongga perut) dan secara progresif dapat menyebabkan
kelemahan otot-otot panggul.4

g. Kelainan jaringan ikat


Wanita dengan kelainan jaringan ikat lebih untuk
mungkin untuk mengalami prolapsus. Pada studi histologi
menunjukkan bahwa pada wanita dengan prolapsus, terjadi
penurunan rasio kolagen tipe I terhadap kolagen tipe III dan
IV. Pada beberapa penelitian, sepertiga dari perempuan
dengan Sindroma Marfan dan tigaperempat perempuan
dengan Sindroma Ehler-Danlos tercatat mengalami POP.
Kelemahan bawaan pada fascia penyangga pelvis mungkin
penyebab prolaps uteri seperti yang kadang-kadang
ditunjukkan pada nulipara.4
h. Merokok
Merokok juga dikaitkan dalam pengembangan
prolapsus. Senyawa kimia yang dihirup dalam tembakau
dipercaya dapat menyebabkan perubahan jaringan yang
diduga berperan dalam terjadinya prolaps. Namun beberapa
penelitian tidak menunjukkan hubungan antara merokok
dengan terjadinya prolapsus.8

3.6 Patofisiologi
Penyangga organ panggul merupakan interaksi yang kompleks
antara otot- otot dasar panggul, jaringan ikat dasar panggul, dan dinding
vagina. Interaksi tersebut memberikan dukungan dan mempertahankan

24
fungsi fisiologis organ- organ panggul. Apabila otot levator ani memiliki
kekuatan normal dan vagina memiliki kedalaman yang adekuat, bagian atas
vagina terletak dalam posisi yang hampir horisontal ketika perempuan
dalam posisi berdiri.7

Posisi tersebut membentuk sebuah “flap-valve” (tutup katup) yang


merupakan efek dari bagian atas vagina yang menekan levator plate selama
terjadi peningkatan tekanan intra abdomen. Teori tersebut mengatakan
bahwa ketika otot levator ani kehilangan kekuatan, vagina jatuh dari posisi
horisontal menjadi semi vertikal sehingga menyebabkan melebar atau
terbukanya hiatus genital dan menjadi predisposisi prolapsus organ panggul.
Dukungan yang tidak adekuat dari otot levator ani dan fascia organ panggul
yang mengalami peregangan menyebabkan terjadi kegagalan dalam
menyangga organ panggul. 7

Mekanisme terjadinya prolapsus uteri disebabkan oleh kerusakan


pada struktur penyangga uterus dan vagina, termasuk ligamentum
uterosakral, komplek ligamentum kardinal dan jaringan ikat membran
urogenital. Faktor obstetri, dan non-obstetri yang telah disebutkan di awal
diduga terlibat dalam terjadinya kerusakan struktur penyangga tersebut
sehingga terjadi kegagalan dalam menyangga uterus dan organ-organ
panggul lainnya. Meskipun beberapa mekanisme telah dihipotesiskan
sebagai kontributor dalam perkembangan prolapsus, namun tidak
sepenuhnya menjelaskan bagaimana proses itu terjadi.7

Gambar 6. Patofisiologi prolaps

25
3.7 Manifestasi klinis
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadangkala
penderita yang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai
keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan
mempunyai banyak keluhan.

Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:

 Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di


genialia eksterna.
 Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika
penderita

berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.


 Prolaps uteri juga dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
- Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita
waktu berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana
menimbulkan

lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.


- Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan
karena infeksi serta luka pada portio uteri.
-
3.8 Penegakan diagnosis
3.8.1 Anamnesis
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan ginekologik
umumnya dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus
genitalis. Pasien dengan prolaps uteri biasanya mengeluhkan adanya
benjolan yang keluar dari alat kelaminnya.6
Pasien biasanya mengeluhkan:
 Rasa berat pada atau rasa tertekan pada pelvis.

26
 Pada saat duduk pasien meraskan ada benjolan seperti ada bola atau
kadang-kadang keluar dari vagina.
 Nyeri pada pelvis, abdomen, atau pinggang.
 Nyeri pada saat berhubungan.6

3.8.2 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan vagina harus dilakukan dengan speculum Sim


atau dengan memakai speculum Graves standard dan membuang
bilah anterior. Sementara menekan dinding vagina posterior, pasien
diminta untuk mengejan. Ini akan menunjukkan penurunan dinding
vagina anterior sesuai dengan kistokel dan pergeseran uretra.
Dengan demikian juga, penarikan kembali dinding vagina anterior
selama mengejan menunjukkan suatu enterokel dan rektokel.
Pemeriksaan rectum sering berguna untuk menunjukkan rektokel
dan untuk membedakannya dengan suatu enterokel. Tingkat prolaps
rahim yang kecil hanya dapat dikenali dengan merasakan penurunan
servik saat pasien mengejan. Kadang-kadang prolaps rahim perlu
diuji dengan menarik servik dengan suatu tenakulum. Kalau ada
keraguan adanya prolaps pasien diminta untuk berdiri atau berjalan
beberapa saat sebelum pemeriksaan.11

3.8.3 Pemeriksaan penunjang


 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak begitu banyak membantu. Tes


Papanicolaou (Pap smear sitologi) atau biopsi dapat diindikasikan
pada kasus yang jarang terjadi yang dicurigai karsinoma, meskipun
ini harus ditangguhkan ke dokter perawatan primer atau dokter
kandungan.6

 Pemeriksaan USG

27
Pemeriksaan USG bisa digunakan untuk membendakan prolaps dari
kelainan-kelainan lain.6

3.8.4 Penatalaksanaan
a) Observasi
Derajat luasnya prolaps tidak berkaitan dengan gejala.
Mempertahankan prolaps tetap dalam stadium I merupakan
pilihan yang lebih tepat. Beberapa wanita mungkin lebih memilih
untuk mengobservasi lanjutan dari prolaps. Mereka juga harus
memeriksakan diri secara berkala untuk mencari
perkembangan gejala baru atau gangguan (seperti buang air kecil
atau buang air besar terhambat, erosi vagina). 4,5

b) Terapi konservatif
 Latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolaps ringan, terutama
yang terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan.
Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul dan
otot-otot yang mempengaruhi miksi. Namun dari penelitian
yang dilakukan oleh Cochrane review of conservative
management prolaps uterus yang diterbitkan pada tahun
2006 menyimpulkan bahwa latiahan otot dasar panggul tidak
bukti ilmiah yang mendukung. Caranya ialah, penderita
disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul
seperti biasanya setelah selesai berhajat atau penderita
disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan
air kencing dan tiba-tiba menghentikkanya.5

 Pemasangan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat
paliatif, yakni menahan uterus di tempatnya selama

28
pessarium tersebut dipakai. Oleh karena jika pessarium
diangkat, timbul prolaps lagi. Meskipun bukti yang
mendukung penggunaan pessarieum tidak kuat, mereka
digunakan oleh 86% dari ginekolog dan 98% dari
urogynaecologists. Prisip pemakaian pessarium ialah bahwa
alat tersebut membuat tekanan pada dinding vagina bagian
atas, sehingga bagian dari vagina tersebut besereta uterus
tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah.
Pessarium yang paling baik untuk prolaps genitalia ialah
pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul
terlalu lemah dapat digunakan pessarium Napier.5

Table 2.Pedoman pemasangan pessarium

 Sebagai pedoman untuk mencari ukuran yang cocok, diukur dengan


jari jarak antara forniks vagina dengan pinggir atas introitus vagina,
ukuran tersebut dikurang 1 cm untuk mendapat diameter dari
pessarium yang akan
dipakai.
Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit kedalam vagina.
Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina, bagian tersebut ditempatkan ke
forniks vagina posterior. Kadang-kadang pemasangan
pessarium dari plastik mengalami kesukaran.
Apabila pessarium tidak dapat dimasukkan, sebaiknya dipakai pessarium dari
karet dengan per didalamnya. Untuk mengetahui setelah pemasangan, apakah
ukuran cocok, penderita disuruh batuk atau mengejan. Jika pessarium tidak
keluar, penderita disuruh jalan-jalan, apabila ia tidak
merasa nyeri, pessarium dapat diteruskan.

29
 Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita
diawasi secara teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2– 3 bulan
sekali, vagian diperiksa dengan inspekulo untuk menentukan ada tidaknya
perlukaan. Pessarium dibersihkan dan dicucihamakan dan kemudian di
pasang kembali.

Indikasi penggunaan pessarium:


a) Kehamilan
b) Bila penderita belum siap untuk dilakukan operasi.
c) Penderita menolak untuk dioperasi.
d) Menghilangkan gejala yang ada, sambil menunggu waktu
operasi dapat dilakukan

Gambar 7

Jenis-jenis pessarium:.

A. Cube pessary, B. Gehrung pessary, C. Hodge with knob pessar, D.


Regula pessary, E. Gellhorn pessary, F. Shaatz pessary, G.
Incontinence dish pessary, H. Ring pessary,Donut pessary

30
Gambar 8. Tempat pemasangan cincin pessarium

c) Terapi bedah
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina.
Maka, jika dilakukan pembedahan untuk prolaps uteri,
prolaps vagina perlu ditangani pula. Ada kemungkinan
terdapat prolaps vagina yang membutuhkan pembedahan,
padahal tidak ada prolaps uteri atau prolaps uteri yang ada,
belum perlu dioperasi. Di Inggris dan Wales pada tahun
2005-2006, 22.274 operasi dilakukan untuk prolaps vagina.
Beberapa literatur melaporkan bahwa dari operasi prolaps
rahim, disertai dengan perbaikan prolaps vagina pada waktu
yang sama. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps
uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita,
keinginan untuk masih mendapat anak atau untuk
mempertahankan uterus, tingkat prolaps, dan adanya
keluhan.2
Macam-macam operasi untuk prolaps uterus sebagai
berikut:
 Ventrofiksasi

31
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih
menginginkan anak, dilakukan operasi untuk uterus
ventrofiksasi dengan cara memendekkan ligamentum
rotundum atau mengikat ligamentum rotundum ke
dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.2
 Histerektomi vagina
Operasi ini tepat untuk dilakukan untuk prolaps
uterus dalam tingkat lanjut, dan pada wanita yang telah
menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina
digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri,
atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian
operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan
kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps vagina di
kemudian hari.2

 Kolpokleisis (operasi Neugebauer-Le Fort)

Pada waktu obat-obatan serta pemberian anestesi dan


perawatan pra/pasca operasi belum baik untuk wanita tua
yang seksualnya tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi
sederhana dengan menjahit dinding vagina depan dengan
dinding vagina belakang, sehingga lumen vagian tertutup dan
uterus terletak di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini tidak
memperbaiki sistokel dan retrokel sehingga dapat
menimbulkan inkontinensia urinae. Obstipasi serta keluhan
prolaps lainnya juga tidak hilang.2

3.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat menyertai prolaps uteri adalah:
Kreatinisasi mukosa vagina dan portio uteri. Prosidensia uteri disertai
dengan keluarnya dinding vagina (inversio); karena itu mukosa vagina dan
serviks uteri menjadi tebal serta berkerut, dan berwarna keputih-putihan.

32
Dekubitus. Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser
dengan paha dan pakaian dalam; hal itu dapat menyebabkan luka dan
radang, dan lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian,
perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia
lanjur.

Hipertrofi serviks uteri dan elangasio kolli. Jika serviks uteri turun ke
dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih
kuat, karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta
pembendungan pembuluh darah, serviks uteri mengalami hipertrofi dan
menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini dinamakan elongasio kolli.

Kemandulan. Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus


vaginae atau sama sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.2

3.10 Prognosis
Sebagian besar wanita (lebih dari 40%) yang mempunyai prolaps
derajat awal biasanya timbul gejala minimal atau tidak terdapat gejala sama
sekali.
Latihan otot dasar panggul dapat membantu atau mencegah
perburukan prolapse derajat awal.

BAB III
33
PENUTUP

Prolaps uteri adalah adalah suatu kondisi jatuh atau tergelincirnya uterus
ke dalam atau keluar melalui vagina. Hal tersebut dikarenakan dukungan yang
tidak adekuat dari ligamentum kardinal dan uterosakral serta struktur penyangga
pelvis mengalami kerusakan kadang-kadang organ pelvis yang lain juga ikut
turun. Sistokel yang besar akan menarik utero vesical junction dan ujung ureter
kebawah dan keluar vagina, sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan
penyumbatan dan kerusakan ureter. Begitu juga bisa terjadi rektokel yang artinya
melemahnya fascia penunjang antara vagina dan rektum (fascia rektovagina) yang
dapat menyebabkan prolaps rektum ke dalam vagina. Prolaps uteri memiliki
berbagai klasifikasi dan stadium. Tergantung seberapa besar uterus keluar dari
vagina. Penatalaksaan dapat dilakukan secara observasi dan konvervatif.
Pencegahan bisa dilakukan seperti melatih otot-otot dasar panggul dan dengan
menghindari beberapa faktor resiko obstetri seperti penggunaan foreseps (tanpa
indikasi jelas) dan episiotomi.6

Pasien Ny. N, P3A0 dengan benjolan yang diketahui berupa uterus yang
keluar seluruhnya ke luar dari vagina selama 1 tahun. Perut nyeri, keluar flek satu
hari satu pembalut. Benjolan permukaan licin, konsistensi kenyal, tidak dapat
digerakkan, dengan diameter 6,5cm, tampak lesi pada portio.

Pada pasien ini memiliki resiko yang tinggi. Faktor resiko obstetri karena
multigravida dan kelahiran secara spontan / pervaginam. Faktor resiko non
obstetri yang didapat seperti tekanan intraabdomen karena kebiasaan pasien
mengangkat jemuran yang berat dan naik turun tangga, selain itu pasein juga
memiliki kebiasaan pijat urut pada daerah abdomen dan simpisis. Usia pasien juga
52 tahun serta sudah menopause. Selain itu pasien tidak pernah melakukan
exercise selama kehamilannya. Dari klasifikasi, prolapse uteri ini sudah ada pada
tingkat 2, dimana uterus tidak sepenuhnya keluar dari vagina. Berdasarkan
stadium, pasien masuk kedalam prolapse uteri grade IV yang artinya prolapse
komplit termasuk bagian dari vagina.

34
Prognosis pada pasien ini adalah ad vitam dubia ad bonam karena jika
tidak ditangani dengan benar, akan menimbulkan beberapa komplikasi seperti
infeksi, decubitus yang dapat mengancam jiwa. Ad fungtionam pada kasus ini
adalah ad bonam, dikarenakan kandung kemih, rektum, dan vagina masih dapat
berfungsi dengan normal post operasi yang dilakukan. Ad sanactionam dubia ad
bonam karena jika tidak masih melakukan kebiasaan dari faktor resiko, maka
pasien dapat terkena prolaps kembali pada rektum dan kandung kemih.

DAFTAR PUSTAKA

35
1. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap
Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik
Medan. Medan : FK USU. 2003.
2. WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management
options. Child and Adolescent Health and Development Prevention of
Blindness and Deafness. Geneva Switzerland. 2004.
3. Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar
Tetap Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala
Leher. Kampus USU. 2007.
4. Farida et al. Alergi Sebagai Faktor Resiko Terhadap Kejadian Otitis Media
Supuratif Kronik Tipe Benigna. Medical Faculty of Hasanuddin. 2009.
5. Djaafar ZA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI.2007.
6. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid.
Boies, Buku Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.
7. Anonim. Otitits Media Kronis. 2009. Diunduh dari
http://www.medicastore.com pada tanggal 2 April 2012.
8. Meyer TA, Strunk CL, Lambert PR. Cholesteatoma. In : Newlands SD et.al
(editor). Head & neck surgery otolaryngology. 4th ed. 2006. Philadelphia :
Lippincolt williams & wilkins. h. 2081-91.
9. Anonim. Ear Discharge. 2008. Diunduh dari
http://www.myhealth.gov.my/myhealth pada tanggal 2 April 2012.
10. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotik Topikal Pada Otitis Media Supuratif
Kronik Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132.2001.
11. Parry D. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical Treatment:Follow-
Up. Diunduh dari http://www.emedicine.medscape/otolaryngology pada
tanggal 2 April 2012.
12. Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi otitis media supuratif. Dalam :
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (editor). Buku ajar
ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi 6.
2009. Jakarta : FKUI. h.86.

36

Anda mungkin juga menyukai