PENDAHULUAN
Prolaps organ panggul adalah keadaan yang sering terjadi terutama pada
wanita tua. Diperkirakan lebih dari 50% wanita yang pernah melahirkan normal
akan mengalami keadaan ini dalam berbagai tingkatan, namun oleh karena tidak
semua diantara mereka mengeluhkan hal ini pada dokter maka angka kejadian
yang pasti sulit ditentukan. Prolapsus organ panggul disebut pula sebagai
prolapsus uteri – prolapsus genitalis – prolapsus uterovaginal – “pelvic relaxation”
– disfungsi dasar panggul – prolapsus urogenitalis atau prolapsus dinding
vagina.
1
1.3 Tujuan Penulisan
Tulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya
dan penulis khususnya mengenai prolapse uteri.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Umur : 24 tahun
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Jl. Gg. Silaturahim, Tembilahan
Masuk RS : 05-01-2022
No RM : 1300103311
II. ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis kepada pasien Ny. N, umur 24 tahun, bertempat
di Poli Umum Puskesmas Tembilahan Kota
A. KELUHAN UTAMA
P3A0 dengan keluhan terdapat benjolan keluar dari vagina 2 hari
yll SMRS.
B. KELUHAN TAMBAHAN
Os mengeluhkan nyeri pada perut bawah bagian tengah.
Nyeri dirasakan hilang timbul. Sempat ada perdarahan seperti
flek sedikit dari vagina.
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
3
SMRS. Benjolan itu dirasa sudah ada sejak 2 hari yang lalu, os
tidak . Namun 3 hari ini benjolan itu tidak dapat dimasukkan lagi
ke dalam vagina. Dengan diameter 6,5cm. Selama ini os tidak
mencoba untuk memasukkan benjolan kedalam karena os
mengaku nyeri pada benjolan. Os tidak mengkonsumsi obat
apapun untuk benjolannya. Benjolan teraba hangat, bertekstur
kenyal dan licin.. Pasien merasa tidak nyaman berkemih dan
mengejan. Dan mengeluhkan susah untuk BAK, dan rasa tidak
puas saat berkemih. Air seni berwarna kuning jernih. Selama
kehamilan, Os juga menyangkal melakukan exsercise.
Os mempunyai kebiasaan mengangkat jemuran yang berat
dan banyak. Hal itu dilakukan hapir setiap 2 hari satu kali. Os
juga mengaku jika sering diurut bagian perut bawahnya atau
peranakan. Pijat urut itu dilakukan satu bulan sekali.
D. RIWAYAT MENSTRUASI
Menarche : 12 tahun
Dysmenorea : Disangkal
Siklus haid : Teratur
Lama haid : 7 hari
HPHT : 1 tahun yang lalu
Keputihan : Kuning, gatal, tidak berbau
E. RIWAYAT OBSTETRIK
P3A0
Anak I : 6 th, Laki-laki, berat lahir 2.700 gram, 50 cm,
lahir spontan, hidup
Anak II : 1 th 10 bulan, perempuan, berat lahir 2.800
gram, 49 cm, lahir spontan, hidup
Anak III: 2 bulan, sc
4
F. RIWAYAT PERNIKAHAN
Menikah 1 kali, umur pertama kali kawin 20 tahun
G. RIWAYAT KONTRASEPSI
Os tidak menggunakan kontrasepsi
J. RIWAYAT KEBIASAAN
Os mengaku sering mengangangkat jemuran yang berat dan
banyak 2 X 1 hari.
Os tinggal di rumah 2 lantai sehingga sering naik turun tangga.
Os sering diurut perut bagian bawah 1 X 1 bulan.
Sering minum jamu 1 X 1 bulan tiap menstruasi
A. STATUS GENERALIS
TANDA VITAL
o Tekanan Darah : 140/80 mmHg
5
o Nadi : 80 x/mnit
o Pernapasan : 20 x/mnit
o Suhu : 36,7o
STATUS GIZI
o TB : 160 cm
o BB : 41 kg
o BMI : 16,02 (Berat badan kurang)
KEPALA
o CA -/-, SI -/-
LEHER
o KGB dan Tiroid tidak teraba membesar
PAYUDARA
o Simetris kanan dan kiri, areola
mammae hiperpigmentasi , nipple tidak retraksi,
mammae tidak teraba massa dan tanda radang(-),
nyeri tekan (-)
THORAX
o JANTUNG
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis.
Palpasi : Ictus cordis teraba di 2 jari lateral
midklavikula ICS V sinistra. Batas jantung kanan
di ICS IV parasternalis dextra. Batas jantung kiri
di ICS V
2 jari lateral midklavikula sinistra
6
Perkusi
Batas kiri : di ICS V, MCL line sinistra
Batas kanan : sejajar ICS V midsternal
line
dekstra
Batas pinggang jantung : di ICS III parasternal
line
sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung I/II regular,
murmur (-/-), gallop (-/-)
o PARU
Inspeksi : Retraksi (-), bentuk simetris pada
saat statis
& dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan kiri sama kuat.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler,
rhonki (-/-), wheezing (-/-)
ABDOMEN
Inspeksi : simetris, datar, jaringan parut (-), linea alba
(-)
Auskultas : bising usus (+) normal
Perkusi : redup
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) di bekas operasi
GENITALIA
Vulva dan anus: dalam batas normal, flour albus (-)
Bekas jahitan tampak baik, perdarahan (-)
VT dilakukan
7
Uterus terdapat diliang vagina kurang lebih
1cm dari ostium uteri eksterna, permukaan licin, kenyal,
tidak berbenjol-benjol dan dapat digerakkan
EKSTREMITAS
o Akral hangat: Akral hangat , oedem -/- , tonus
otot baik.
o Oedem : Akral hangat , oedem -/- , tonus
otot baik.
IV. DIAGNOSIS
P3A0 dengan Prolaps Uteri stadium III
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
VI. PENATALAKSANAAN
Rujuk Ke Spesialis Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Puri
Husada
Edukasi :
- Mengurangi resiko tekanan intraabdomminal yang tinggi
seperti angkat jemuran
- Jika terjadi perdarahan, langsung datang ke IGD untuk
ditindak
lanjuti
- Cuci vagina dengan air yang bersih
- Memakai celana dalam berbahan katun agar tidak lembab
- Jangan melanjutkan kebiasaan pijat urut di bagian peranakan
- Banyak makan minum yang bergizi
- Kontrol 1 minggu dari operasi
VII. PROGNOSIS
8
Ad vitam : Ad Bonam
Ad fungtionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Ad Bonam
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
10
Gambar 2. Hubungan axis uterus, servix, dan vagina
Dasar panggul terdiri atas otot levator ani, uretra dan otot sfingter
ani serta jaringan ikat endopelvis. Lapisan pertama dukungan otot terdiri
dari otot iliococcygeus serta fascia obturator internus. Lapisan kedua terdiri
dari otot puboviseralis yaitu m.puborectalis dan m. pubococcygeus yang
mengelilingi hiatus urogenitalis dimana uretra, vagina, dan anorektum
berjalan melaluinya.5
11
Tingkat pertama dimana apeks vagina dipertahankan di lateral ke
arah dinding pelvis dan ke arah sakrum di bagian posterior (oleh
ligamen kardinal dan sakrouterina). Posterior serviks dipertahankan
oleh ligamentum uterosakral yang membentang dari bagian serviks
sampai vertebra sakral kedua-keempat. Ligamentum kardinal menyokong
bagian
12
3.1.1 Jaringan Penunjang Genitalia Interna pada Wanita
Uterus berada di rongga panggul dalam anteversiofleksio
sedemikian rupa, sehingga bagian depannya setinggi simfisis pubis, dan
bagian belakang setinggi artikulasio sakrokoksigea. Jaringan-jaringan
itu ialah:3
13
peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua tuba dan
berbentuk sebagai lipatan. Dibagian lateral dan belakang
ligamentum ini ditemukan ovarium sinistrum dan dekstrum. Untuk
memfiksasi uterus ligamentum ini tidak
banyak artinya.
Ligamentum infundibulopelvikum , yaitu ligamentum yang
menahan tuba Fallopii, berjalan dari arah infundibulum ke dinding
pelvis. Di dalamnya ditemukan persarafan, saluran-saluran limfe,
arteri dan vena ovarika.
Sebagai alat penunjang ligamentum ini tidak banyak artinya.
Ligamentum ovarii proprium sinistrum dan dekstrum, yaitu
ligamentum yang berjalan dari sudut kiri dan kanan belakang fundus
uterus ke ovarium. Ligamentum ini berasal dari gubernakulum; jadi
asalnya sama dengan ligamentum rotundum, yang juga berasal dari
gubernaculum.3
14
3.2 Epidemologi
Prolaps organ panggul (POP) masih menjadi masalah kesehatan
pada wanita yang mengenai hingga 40% wanita usia diatas 50 tahun.
Prolaps uteri merupakan salah satu jenis prolapsus organ panggul (genitalia)
dan menjadi kasus nomor dua tersering setelah cystouretrochele (bladder
and urethral prolapse). Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara,
seperti dilaporkan di klinik Gynecologie et Obstetrique Geneva insidennya
5,7% dan pada periode yang sama di Hamburg 5,4%, Roma 6,4%.
Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang kejadiannya cukup tinggi. Prolapsus
organ panggul (POP) merupakan masalah yang sering dialami dengan
prevalensi 41-50% dari keseluruhan perempuan di atas usia 40 tahun dan
akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup seorang
perempuan. Insidensi bedah untuk POP yaitu 15-49 kasus per
10.000 perempuan per tahun.2
Pada studi Women’s Health Initiative (Amerika), 41 % wanita usia
50-79 tahun mengalami Prolapsus Organ Panggul (POP), diantaranya 34%
mengalami cystocele, 19% mengalami rectocele dan 14% mengalami
prolaps uteri. Prolaps terjadi di Amerika sebanyak 52% setelah wanita
melahirkan anak pertama, sedangkan di Indonesia prolapsus terjadi
sebanyak 3,4-56,4% pada wanita yang telah melahirkan. Data Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo menunjukkan setiap tahun ada 47-67 kasus
prolapsus, dan sebanyak 260 kasus pada tahun 2005-2010 yang mendapat
tindakan operasi.2
3.3 Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan prolapsus antara lain:
1. Faktor bawaan:
Setengah wanita akan mengalami masalah ini jika dalam
keluarga mereka khususnya ibu, saudara dari ibu, atau nenek
mereka mengalami masalah yang sama. Bagaimana penyakit
ini diturunkan tidak diketahui, mungkin bawaan menentukan
15
kelemahan otot dan ligamen pada peranakan. Kekenduran
atau kelemahan otot ini juga dapat dipengaruhi oleh pola
makan dan kesehatan yang agak rendah dibandingkan
dengan mereka yang sehat dan makanannya seimbang dan
tercukupi dari segi semua zat seperti protein dan vitamin.4
2. Exercise
16
Partus yang berulangkali dan terlampau sering dapat
menyebabkan kerusakan otot-otot maupun saraf-saraf
panggul sehingga otot besar panggul mengalami kelemahan,
bila ini terjadi maka organ dalam panggul bisa mengalami
penurunan.4
5. Ras
Perbedaan ras pada prevalensi prolapsus organ
panggul (POP) telah dibuktikan dalam beberapa penelitian.
Perempuan berkulit hitam dan perempuan Asia memiliki
risiko yang lebih rendah, sedangkan perempuan Hispanik
dan berkulit putih memiliki risiko tertinggi. Perbedaan
kandungan kolagen antar ras telah dibuktikan, tetapi
perbedaan bentuk tulang panggul juga diduga memainkan
peran. Misalnya, perempuan kulit hitam lebih banyak yang
memiliki arkus pubis (lengkungan kemaluan) yang sempit
dan bentuk panggul android atau antropoid. Bentuk-bentuk
panggul tersebut adalah pelindung terhadap POP
dibandingkan dengan panggul ginekoid yang merupakan
bentuk panggul
terbanyak pada perempuan berkulit putih.4
6. Peningkatan tekanan intraabdomen
Peningkatan tekanan intraabdomen yang kronis diyakini
memainkan peran dalam patogenesis prolas organ pelvis.
Kondisi ini dapat sebabkan oleh obesitas, sembelit kronis,
batuk kronis, dan angkat berat berulangulang. Sejumlah
penelitian mengidentifikasi obesitas sebagai faktor risiko
independen untuk stress inkontinensia urin (Brown, 1996;
Burgio, 1991; Dwyer, 1988). Namun, hubungan dengan
perkembangan prolaps organ pelvis kurang jelas (Hendrix,
2002; Nygaard, 2004). Berkenaan dengan mengangkat,
sebuah studi Denmark menunjukkan bahwa asisten perawat
17
yang terlibat dengan angkat berat berulang berada pada
peningkatan risiko untuk menjalani intervensi bedah untuk
prolaps, dengan rasio odds 1,6 (Jorgensen, 1994). Selain itu,
merokok dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) juga
telah terlibat dalam pengembangan prolaps organ pelvis,
meskipun sedikit data mendukung hubungan ini (Gilpin,
1989; Olsen, 1997). Demikian pula, meskipun batuk kronis
menyebabkan kenaikan tekanan intra abdomen, tidak ada
mekanisme yang jelas. Beberapa percaya bahwa senyawa
kimia dalam tembakau yang dihirup dapat menyebabkan
perubahan yang menyebabkan POP daripada batuk kronis
sendiri.4
3.4 Klasifikasi
Mengenai istilah dan klasifikasi prolapsus uteri terdapat perbedaan
pendapat antara ahli ginekologi. Friedman dan Little (1961) mengemukakan
beberapa macam klasifikasi yang dikenal yaitu:2
18
Gambar 5. Derajat prolaps uteri
19
adalah multifaktorial dan berkembang secara bertahap dalam rentang waktu
tahunan. Terdapat berbagai macam faktor resiko yang memperngaruhi
terjadinya prolapsus dan dikelompokkan menjadi faktor obstetri dan faktor
non obstetri.6,7
1. Faktor Obstetri
a. Proses persalinan dan paritas
Prolapsus uteri terjadi paling sering pada wanita multipara
sebagai akibat progresif yang bertahap dari cedera melahirkan
pada fascia endopelvik (dan kondensasi, ligamentum uteroskral
dan kardinal) dan laserasi otot, terutama otot-otot levator dan
perineum. Persalinan pervaginam merupakan faktor risiko utama
terjadinya prolapsus organ genital. Pada penelitian tentang
levator ani dan fascia menunjukkan bukti bahwa kerusakan
mekanik dan saraf terjadi pada perempuan dengan prolaps
dibandingkan perempuan tidak prolaps, dan hal tersebut terjadi
akibat proses melahirkan.
20
bahwa kejadian prolapsus akan meningkat tujuh kali lipat pada
perempuan dengan tujuh anak dibandingkan dengan perempuan
yang mempunyai satu anak.8
21
prolapsus. Perlukaan diafragma urogenitalis dan muskulus levator
ani yang terjadi pada waktu persalinan pervaginam atau persalinan
dengan alat dapat melemahkan dasar panggul sehingga mudah
terjadi prolapsus genitalia.8
22
panggul tersebut adalah pelindung terhadap POP
dibandingkan dengan panggul ginekoid yang merupakan
benruk panggul terbanyak pada perempuan berkulit putih4.
d. Menopause
Pada usia 40 tahun fungsi ovarium mulai menurun,
produksi hormon berkurang dan berangsur hilang, yang
berakibat perubahan fisiologik. Menopause terjadi rata-rata
pada usia 50-52 tahun. Hubungan dengan terjadinya prolaps
organ panggul adalah, di kulit terdapat banyak reseptor
estrogen yang dipengaruhi oleh kadar estrogen dan androgen.
Estrogen mempengaruhi kulit dengan meningkatkan sintesis
hidroksiprolin dan prolin sebagai penyusun jaringan kolagen.
Ketika menopause, terjadi penurunan kadar estrogen
sehingga mempengaruhi jaringan kolagen, berkurangnya
jaringan kolagen menyebabkan kelemahan pada otot-otot
dasar panggul.8
Saraf pada serviks merupakan saraf otonom, sebagian besar
serabut saraf cholinesterase yang terdiri dari serabut saraf
adrenergik dan kolinergik, jumlah serabut kolinergik lebih
sedikit. Sebagian besar serabut ini menghilang setelah
menopause.8
e. Peningkatan BMI
Obesitas menyembabkan memberikan beban tambahan
pada otot- otot pendukung panggul, sehingga terjadi
kelemaham otot-otot dasar panggul. Pada studi Women
Health Initiative (WHI), kelebihan berat badan (BMI 25-
30kg/m2) dikaitkan dengan peningkatan kejadia prolapsus
dari 31-39% dan obesitas (BMI>30KM/m2) meningkat 40-
75%.4
f. Peningkatan tekanan intaabdomen
23
Tekanan intra abdomen yang meningkat karena
batuk-batuk kronis (bronkitis kronis dan asma), asites,
mengangkat beban berat berulang-ulang, dan konstipasi
diduga menjadi faktor risiko terjadinya prolapsus. Seperti
halnya obesitas (peningkatan indeks massa tubuh) batuk
yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan intraabdomen
(rongga perut) dan secara progresif dapat menyebabkan
kelemahan otot-otot panggul.4
3.6 Patofisiologi
Penyangga organ panggul merupakan interaksi yang kompleks
antara otot- otot dasar panggul, jaringan ikat dasar panggul, dan dinding
vagina. Interaksi tersebut memberikan dukungan dan mempertahankan
24
fungsi fisiologis organ- organ panggul. Apabila otot levator ani memiliki
kekuatan normal dan vagina memiliki kedalaman yang adekuat, bagian atas
vagina terletak dalam posisi yang hampir horisontal ketika perempuan
dalam posisi berdiri.7
25
3.7 Manifestasi klinis
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadangkala
penderita yang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai
keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan
mempunyai banyak keluhan.
26
Pada saat duduk pasien meraskan ada benjolan seperti ada bola atau
kadang-kadang keluar dari vagina.
Nyeri pada pelvis, abdomen, atau pinggang.
Nyeri pada saat berhubungan.6
Pemeriksaan USG
27
Pemeriksaan USG bisa digunakan untuk membendakan prolaps dari
kelainan-kelainan lain.6
3.8.4 Penatalaksanaan
a) Observasi
Derajat luasnya prolaps tidak berkaitan dengan gejala.
Mempertahankan prolaps tetap dalam stadium I merupakan
pilihan yang lebih tepat. Beberapa wanita mungkin lebih memilih
untuk mengobservasi lanjutan dari prolaps. Mereka juga harus
memeriksakan diri secara berkala untuk mencari
perkembangan gejala baru atau gangguan (seperti buang air kecil
atau buang air besar terhambat, erosi vagina). 4,5
b) Terapi konservatif
Latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolaps ringan, terutama
yang terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan.
Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul dan
otot-otot yang mempengaruhi miksi. Namun dari penelitian
yang dilakukan oleh Cochrane review of conservative
management prolaps uterus yang diterbitkan pada tahun
2006 menyimpulkan bahwa latiahan otot dasar panggul tidak
bukti ilmiah yang mendukung. Caranya ialah, penderita
disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul
seperti biasanya setelah selesai berhajat atau penderita
disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan
air kencing dan tiba-tiba menghentikkanya.5
Pemasangan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat
paliatif, yakni menahan uterus di tempatnya selama
28
pessarium tersebut dipakai. Oleh karena jika pessarium
diangkat, timbul prolaps lagi. Meskipun bukti yang
mendukung penggunaan pessarieum tidak kuat, mereka
digunakan oleh 86% dari ginekolog dan 98% dari
urogynaecologists. Prisip pemakaian pessarium ialah bahwa
alat tersebut membuat tekanan pada dinding vagina bagian
atas, sehingga bagian dari vagina tersebut besereta uterus
tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah.
Pessarium yang paling baik untuk prolaps genitalia ialah
pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul
terlalu lemah dapat digunakan pessarium Napier.5
29
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita
diawasi secara teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2– 3 bulan
sekali, vagian diperiksa dengan inspekulo untuk menentukan ada tidaknya
perlukaan. Pessarium dibersihkan dan dicucihamakan dan kemudian di
pasang kembali.
Gambar 7
Jenis-jenis pessarium:.
30
Gambar 8. Tempat pemasangan cincin pessarium
c) Terapi bedah
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina.
Maka, jika dilakukan pembedahan untuk prolaps uteri,
prolaps vagina perlu ditangani pula. Ada kemungkinan
terdapat prolaps vagina yang membutuhkan pembedahan,
padahal tidak ada prolaps uteri atau prolaps uteri yang ada,
belum perlu dioperasi. Di Inggris dan Wales pada tahun
2005-2006, 22.274 operasi dilakukan untuk prolaps vagina.
Beberapa literatur melaporkan bahwa dari operasi prolaps
rahim, disertai dengan perbaikan prolaps vagina pada waktu
yang sama. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps
uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita,
keinginan untuk masih mendapat anak atau untuk
mempertahankan uterus, tingkat prolaps, dan adanya
keluhan.2
Macam-macam operasi untuk prolaps uterus sebagai
berikut:
Ventrofiksasi
31
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih
menginginkan anak, dilakukan operasi untuk uterus
ventrofiksasi dengan cara memendekkan ligamentum
rotundum atau mengikat ligamentum rotundum ke
dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.2
Histerektomi vagina
Operasi ini tepat untuk dilakukan untuk prolaps
uterus dalam tingkat lanjut, dan pada wanita yang telah
menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina
digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri,
atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian
operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan
kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps vagina di
kemudian hari.2
3.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat menyertai prolaps uteri adalah:
Kreatinisasi mukosa vagina dan portio uteri. Prosidensia uteri disertai
dengan keluarnya dinding vagina (inversio); karena itu mukosa vagina dan
serviks uteri menjadi tebal serta berkerut, dan berwarna keputih-putihan.
32
Dekubitus. Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser
dengan paha dan pakaian dalam; hal itu dapat menyebabkan luka dan
radang, dan lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian,
perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia
lanjur.
Hipertrofi serviks uteri dan elangasio kolli. Jika serviks uteri turun ke
dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih
kuat, karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta
pembendungan pembuluh darah, serviks uteri mengalami hipertrofi dan
menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini dinamakan elongasio kolli.
3.10 Prognosis
Sebagian besar wanita (lebih dari 40%) yang mempunyai prolaps
derajat awal biasanya timbul gejala minimal atau tidak terdapat gejala sama
sekali.
Latihan otot dasar panggul dapat membantu atau mencegah
perburukan prolapse derajat awal.
BAB III
33
PENUTUP
Prolaps uteri adalah adalah suatu kondisi jatuh atau tergelincirnya uterus
ke dalam atau keluar melalui vagina. Hal tersebut dikarenakan dukungan yang
tidak adekuat dari ligamentum kardinal dan uterosakral serta struktur penyangga
pelvis mengalami kerusakan kadang-kadang organ pelvis yang lain juga ikut
turun. Sistokel yang besar akan menarik utero vesical junction dan ujung ureter
kebawah dan keluar vagina, sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan
penyumbatan dan kerusakan ureter. Begitu juga bisa terjadi rektokel yang artinya
melemahnya fascia penunjang antara vagina dan rektum (fascia rektovagina) yang
dapat menyebabkan prolaps rektum ke dalam vagina. Prolaps uteri memiliki
berbagai klasifikasi dan stadium. Tergantung seberapa besar uterus keluar dari
vagina. Penatalaksaan dapat dilakukan secara observasi dan konvervatif.
Pencegahan bisa dilakukan seperti melatih otot-otot dasar panggul dan dengan
menghindari beberapa faktor resiko obstetri seperti penggunaan foreseps (tanpa
indikasi jelas) dan episiotomi.6
Pasien Ny. N, P3A0 dengan benjolan yang diketahui berupa uterus yang
keluar seluruhnya ke luar dari vagina selama 1 tahun. Perut nyeri, keluar flek satu
hari satu pembalut. Benjolan permukaan licin, konsistensi kenyal, tidak dapat
digerakkan, dengan diameter 6,5cm, tampak lesi pada portio.
Pada pasien ini memiliki resiko yang tinggi. Faktor resiko obstetri karena
multigravida dan kelahiran secara spontan / pervaginam. Faktor resiko non
obstetri yang didapat seperti tekanan intraabdomen karena kebiasaan pasien
mengangkat jemuran yang berat dan naik turun tangga, selain itu pasein juga
memiliki kebiasaan pijat urut pada daerah abdomen dan simpisis. Usia pasien juga
52 tahun serta sudah menopause. Selain itu pasien tidak pernah melakukan
exercise selama kehamilannya. Dari klasifikasi, prolapse uteri ini sudah ada pada
tingkat 2, dimana uterus tidak sepenuhnya keluar dari vagina. Berdasarkan
stadium, pasien masuk kedalam prolapse uteri grade IV yang artinya prolapse
komplit termasuk bagian dari vagina.
34
Prognosis pada pasien ini adalah ad vitam dubia ad bonam karena jika
tidak ditangani dengan benar, akan menimbulkan beberapa komplikasi seperti
infeksi, decubitus yang dapat mengancam jiwa. Ad fungtionam pada kasus ini
adalah ad bonam, dikarenakan kandung kemih, rektum, dan vagina masih dapat
berfungsi dengan normal post operasi yang dilakukan. Ad sanactionam dubia ad
bonam karena jika tidak masih melakukan kebiasaan dari faktor resiko, maka
pasien dapat terkena prolaps kembali pada rektum dan kandung kemih.
DAFTAR PUSTAKA
35
1. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap
Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik
Medan. Medan : FK USU. 2003.
2. WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management
options. Child and Adolescent Health and Development Prevention of
Blindness and Deafness. Geneva Switzerland. 2004.
3. Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar
Tetap Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala
Leher. Kampus USU. 2007.
4. Farida et al. Alergi Sebagai Faktor Resiko Terhadap Kejadian Otitis Media
Supuratif Kronik Tipe Benigna. Medical Faculty of Hasanuddin. 2009.
5. Djaafar ZA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI.2007.
6. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid.
Boies, Buku Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.
7. Anonim. Otitits Media Kronis. 2009. Diunduh dari
http://www.medicastore.com pada tanggal 2 April 2012.
8. Meyer TA, Strunk CL, Lambert PR. Cholesteatoma. In : Newlands SD et.al
(editor). Head & neck surgery otolaryngology. 4th ed. 2006. Philadelphia :
Lippincolt williams & wilkins. h. 2081-91.
9. Anonim. Ear Discharge. 2008. Diunduh dari
http://www.myhealth.gov.my/myhealth pada tanggal 2 April 2012.
10. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotik Topikal Pada Otitis Media Supuratif
Kronik Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132.2001.
11. Parry D. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical Treatment:Follow-
Up. Diunduh dari http://www.emedicine.medscape/otolaryngology pada
tanggal 2 April 2012.
12. Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi otitis media supuratif. Dalam :
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (editor). Buku ajar
ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi 6.
2009. Jakarta : FKUI. h.86.
36