Anda di halaman 1dari 13

ILMU OBSTETRIC DAN GINEKOLOGI JURNAL

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2018


UNIVERSITAS ALKAIRAAT PALU

“ ATONI UTERI : FAKTOR RESIKO DAN MANAJEMEN DARI


PERDARAHAN POST PARTUM “

Disusun Oleh:
Dewi Sartika Muliadi, S.Ked
(11 16 777 14 120)

Supervisor/Pembimbing :
dr. Sasono Udijanto, Sp.OG

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2018

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa mahasiswa yang

bersangkutan sebagai berikut:

1
Nama : Dewi Sartika Muliadi

No stambuk : 11-16-777-14-120

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Alkhairaat

Judul Jurnal : Atoni Uteri : Faktor Resiko dan Manajemen Perdarahan


Post Partum
Bagian : Ilmu Obstetri dan Ginekologi

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu

Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Al-Khairaat.

Palu, Februari 2018

Mengetahui,

Pembimbing Dokter Muda

dr. Sasono Udijanto, Sp.OG, Dewi Sartika Muliadi,S.Ked

ATONIA UTERI : FAKTOR RISIKO DAN MANAJEMEN DARI


PENYEBAB PERDARAHAN POSTPARTUM

Ara B, Nisa Un Z,Ara F,et al. The Professional Medical Journal. Article : Risk
Factors and Managemen as a Cause of Primary Postpartum Hemmorhage.2012.

2
Abstrak
Tujuan : Penelitian ini dirancang untuk menentukan frekuensi atonia uteri
dalam kasus-kasus perdarahan postpartum, faktor-faktor risiko HPP
(Hemorrhagic Post Partum) serta metode-metode tatalaksana untuk mengontrol
perdarahan akibat atonia uteri primer.
Rancangan Penelitian : Penelitian prospektif cross-sectional.
Tempat dan Lama Penelitian : Penelitian ini dilakukan di bagian Obstetri
dan Ginekologi, Rumah Sakit Bolan, Quetta, dari 1 Januari - 31 Desember 2012.
Penelitian dilakukan pada 80 pasien.
Subjek dan Metode : Penelitian ini menyertakan seluruh pasien ibu hamil
baik yang datang sebagai pasien emergensi maupun tidak, dan telah memberikan
izin. Pengambilan sampel dilakukan dengan convinience non probability. Pasien
direkrut baik melalui proses rawat inap maupun rawat jalan terlepas dari usia,
tempat dan cara kelahiran, dan mengalami HPP dalam 24 jam pertama setelah
persalinan dan terdiagnosis sebagai atonia uteri. Seluruh kasus HPP selain atonia
uteri dieksklusi dari penelitian. Riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik
umum lengkap, pemeriksaan abdominal dan pelvis dilakukan. Seluruh data
dianalisis menggunakan SPSS ver 10.
Hasil : Didapatkan total 1438 kelahiran selama masa penelitian. Sebanyak
155 kasus HPP ditemukan, di mana 139 (89,7%) merupakan HPP primer.
Insidensi HPP primer adalah 9,6%. Dari 139 pasien, penyebab HPP terbanyak
adalah atonia uteri (37,5%) pada wanita berusia 26-30 tahun, diikuti oleh wanita
berusia 21-25 tahun (27,5%). Insidensi tertinggi dari atonia uteri ditemukan pada
wanita paritas 5-8 (56,3%). 6,3% pada primigravida, 8,7% pada paritas 1-4 dan
28,7% pada pasien dengan paritas lebih dari 8. Manajemen yang dilakukan untuk
HPP adalah injeksi Syntometrine, Oksitosin, dan masase uteri yang berhasil pada
53,7% kasus. Prostaglandin (PGF2alfa dan PGE 2) diberikan pada 32 kasus dan
berhasil pada 22 kasus (68,7%). Tampon uterus dilakukan pada 8 kasus dan
berhasil pada 5 kasus (62,5%). Ligasi arteri uterus dilakukan pada 5 kasus dan
berhasil pada 4 kasus (80%). Histerektomi dibutuhkan pada 7,5% kasus.

3
Kesimpulan : Atonia uteri merupakan penyebab utama HPP primer, dan
mengancam nyawa wanita usia reproduktif. Atonia lebih sering ditemukan pada
pasien grande multipara, wanita usia muda dan persalinan di rumah (bukan di
fasilitas kesehatan). Faktor risiko utama atonia uteri adalah riwayat HPP,
grandemultipara, berat badan janin > 3,5 kg dan partus lama.

Pendahuluan
Perdarahan postpartum (HPP) primer didefinisikan sebagai kehilangan
darah (blood loss) lebih dari 500 ml dari traktus genitalia atau penurunan kadar
hematokrit menjadi 10% dalam 24 jam pertama setelah proses kelahiran. 2 Angka
kejadian HPP bervariasi antar negara. Secara global, HPP terjadi pada 4-6% dari

4
total seluruh kehamilan dan menyebabkan 125.000 kematian per tahunnya.1 HPP
merupakan komplikasi kala III yang sangat sering dijumpai, dan lebih sering
ditemukan pada wanita primigravida dan grande multipara. 2 Atonia uteri menjadi
penyebab dari 50% kasus HPP, diikuti oleh trauma jalan lahir dan sisa jaringan
plasenta.3
Atonia uteri merupakan komplikasi kala III yang sangat serius. Pada
atonia uteri, otot uterus gagal untuk melakukan retraksi sehingga terjadi
perdarahan masif. Kegagalan kontraksi dan retraksi jaringan uterus dapat
disebabkan oleh gangguan intrinsik miometrium, disfungsi uterus akibat kelahiran
yang cepat atau lama, grande multipara, overdistensi uterus (akibat janin yang
besar, kehamilan gemeli atau polihidramnion), distensi kandung kemih, infeksi
(korioamnionitis, endomiometritis dan septisemia), fibroid, pajanan terhadap agen
farmakologis (anestesi halogen, oksitosin, magnesium sulfat, beta bloker,
diazoksida dan agen tokolitik), plasenta previa, abruptio plasenta, sisa plasenta
dan gumpalan darah yang menyebabkan relaksasi sekunder uterus. Cedera jalan
lahir terjadi setiap 1 dari 8 persalinan, dan dapat terjadi baik secara spontan,
instumental maupun prosedural.4 Cedera jalan lahir menyebabkan 20% dari total
kasus HPP primer.5 Manajemen dari HPP primer adalah pencegahan penyebab
serta tatalaksana komplikasi perdarahan.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk menentukan frekuensi atonia uteri
dalam kasus-kasus perdarahan postpartum (HPP), faktor-faktor risiko HPP serta
metode-metode tatalaksana untuk mengontrol perdarahan akibat atonia uteri
primer. Harapan dari hasil penelitian ini adalah penurunan morbiditas dan
mortalitas HPP dengan cara melakukan pencegahan dan manajemen yang efektif.

Pasien dan Metode


Penelitian prospektif cross-sectional ini dilakukan di bagian Obstetri dan
Ginekologi, Rumah Sakit Bolan, Quetta, dari 1 Januari - 31 Desember 2012.
Penelitian dilakukan pada 80 pasien. Penelitian ini menyertakan seluruh pasien
ibu hamil baik yang datang sebagai pasien emergensi maupun tidak, dan telah

5
memberikan izin. Pengambilan sampel dilakukan dengan convinience non
probability. Pasien direkrut baik melalui proses rawat inap maupun rawat jalan
terlepas dari usia, tempat dan cara kelahiran, dan mengalami HPP dalam 24 jam
pertama setelah persalinan dan terdiagnosis sebagai atonia uteri. Seluruh kasus
HPP selain atonia uteri dieksklusi dari penelitian.
Riwayat medis dan perjalanan penyakit termasuk usia, gravida, paritas,
hari pertama menstruasi terakhir, perkiraan tanggal persalinan, lama gestasi,
riwayat konsumsi obat dan rencana proses persalinan dicatat secara lengkap.
Pemeriksaan fisik umum lengkap dilakukan pada pasien. Pasien yang ditemukan
mengalami HPP kemudian dievaluasi lebih lanjut untuk menentukan penyebab.
Pemeriksaan abdominal dilakukan untuk menentukan keadaan uterus (relaksasi
atau kontraksi), nyeri dan distensi. Pemeriksaan pelvis dilakukan dengan inspeksi
genitalia dan serviks untuk mencari laserasi. Pemeriksaan bimanual dilakukan
untuk menentukan ukuran, mobilitas, posisi dan nyeri pada uterus. Perkiraan
kehilangan darah (estimated blood loss) dihitung.
Pada seluruh kasus atonia uteri, pemeriksaan penunjang yang relevan
dilakukan. Hitung darah lengkap, hematokrit, golongan darah, Rh, gula darah dan
urin rutin dilakukan pada seluruh pasien yang dirawat karena akan melahirkan.
Pasien dengan atonia uteri dan HPP kemudian diperiksa lebih lanjut dengan fungsi
ginjal dan profil elektrolit. Status koagulasi diperiksa pada pasien yang
membutuhkan transfusi dalam jumlah besar atau membutuhkan tindakan bedah
mayor untuk menghentikan perdarahan. Seluruh tatalaksana emergensi diberikan
pada pasien dan kemudian dilakukan observasi selama masa rawat inap.
Seluruh data direkam dalam bentuk catatan. Variabel penelitian adalah usia,
paritas, HPP primer, HPP sekunder, atonia uteri, retensio/sisa plasenta, cedera
jalan lahir dan seluruh penyebab atonia uteri lainnya. Frekuensi dan persentase
dari seluruh variabel dicatat. Uji chi-square dan nilai P ditentukan dari analisis
SPSS ver 10. Hasil dari penelitian ini kemudian dibandingkan dengan hasil
penelitian lokal dan internasional.
Hasil

6
Penelitian prospektif cross-sectional ini dilakukan di bagian Obstetri dan
Ginekologi, Rumah Sakit Bolan, Quetta, dari 1 Januari - 31 Desember 2012 pada
80 pasien. Dari 1438 persalinan, terdapat 155 kasus HPP, 139 di antaranya
(89,7%) merupakan HPP primer. Angka kejadian HPP adalah 9,6%. Sebanyak
57,6% kasus HPP disebabkan oleh atonia uteri. Penyebab lainnya adalah retensio
plasenta atau sisa plasenta (21,6%) dan cedera jalan lahir (18,7%).
Tabel 1 : Penyebab Perdarahan Post Partum
Penyebab Rumah RS Ibu dan RS Total Persentase
HPP Anak Pemerintah

Atonia 36 16 28 80 57.6%
uteri
Trauma 14 8 4 26 18.7%
traktus
genital

Retensio 21 4 5 30 21.6%
plasenta

Inversi 01 - - 1 0.7%
uteri
DIC - 1 1 2 1.4%

Total 72 29 38 139 100%

Sebagian besar pasien (92,5%) merupakan pasien emergensi, dan terjadi


pada wanita usia 26-30 tahun (37,5%) dan diikuti wanita usia 21-25 tahun
(27,5%). Wanita di bawah usia 20 tahun dan di atas 35 tahun juga berkontribusi
terhadap penelitian. Status paritas dari pasien beragam, dari 0 hingga 15 (Chi sq
10,02, P < 0,05), dan sebagian besar kasus atonia (56,3%) terjadi pada wanita
dengan paritas 5 - 8. 6,3% pada primigravida, 8,7% pada paritas 1 - 4 dan 28,7%
pada pasien dengan paritas lebih dari 8.

7
Tabel 2 : Distribusi Usia Pada Pasien Atoni Uteri
Usia dalam tahun Frekuensi Persentase Usia

< 20 3 3.7%

21-25 22 27.5%

26-30 30 37.5%

31-35 20 25.0%

36-40 5 6.3%

Sebanyak 63% kasus atonia melahirkan di luar fasilitas medis sementara


37% sisanya melahirkan di rumah sakit. Sebagian besar kasus atoni (93,7%)
diikuti oleh kelahiran per vaginam. Sebanyak 73,7% merupakan kelahiran
presentasi kepala per vaginam spontan, 11,3% dengan bantuan alat dan 8,7%
kelahiran presentasi bokong. Hanya 6,3% pasien yang membutuhkan kelahiran
per abdominal (Chi sq 10,83, P < 0,01).
Faktor risiko hanya berhasil diidentifikasi pada 18,7% kasus. Faktor -
faktor risiko tersebut adalah grandemultipara (50%), persalinan lama / partus lama
(13,7%), riwayat HPP (46,3%), abruptio plasenta (8,7%), partus presipitatus
(11,25%), persalinan dengan bantuan alat (11,2%), hipertensi akibat kehamilan
(7,5%), riwayat penggunaan oksitosin (22,5%) dan berat badan janin lebih dari
3,5 kg (31,4%).
Kehilangan darah di bawah 1000 ml ditemukan pada 11,2% kasus,
sementara perdarahan lebih dari 1500 ml ditemukan pada 36,2% kasus. Sebanyak
52,5% kehilangan darah berkisar antara 1000 - 1500 ml. Transfusi darah
diperlukan pada 86,6% pasien, sementara 13,7% sisanya tidak membutuhkan

8
transfusi karena jumlah perdarahan di bawah 1000 ml atau hematokrit masih
relatif baik. Manajemen kala III dengan pemberian oksitosin dan masase uteri
dapat mengontrol perdarahan pada 53,7% kasus. Prostaglandin (PGF2-alfa dan
PGE2) diberikan pada 32 kasus, dan efektif pada 22 kasus (68,7%). Tampon
uterin dilakukan pada 8 kasus, dan berhasil mengontrol perdarahan pada 5 kasus.
Ligasi arteri uterus dilakukan pada 5 kasus, dan berhasil mengontrol perdarahan
pada 4 kasus. Histerektomi diperlukan pada 7,5% kasus. Gagal ginjal akut terjadi
pada 5% kasus, dan 38,7% di antaranya mengalami anemia pada masa
postpartum. DIC dan ARDS terjadi masing-masing sebesar 5%. Sebanyak 6
pasien dari total 139 kasus HPP primer meninggal, dengan 4 kematian akibat
atonia uteri. Fatalitas atonia uteri pada penelitian ini adalah 5%, dan merupakan
penyebab dari 19% kematian maternal selama penelitian. Risiko kematian
menurut penelitian ini adalah 2,78 per 1000 persalinan.
Diskusi
HPP primer merupakan komplikasi kala III yang sangat sering ditemui dan
mengancam nyawa ibu. HPP terjadi dalam 24 jam pertama setelah kelahiran bayi.
Penelitian kami menemukan kejadian HPP primer adalah 139/155 kasus. Insiden
HPP pada penelitian kami adalah 9,6%, dan ini lebih tinggi dari hasil penelitian-
penelitian sebelumnya yang hanya berkisar antara 1-4%.6 Namun tidak setinggi
pada kasus yang tidak diberi oksitosin (10-20%).7.8 Sterns dkk menemukan
insidensi HPP sebesar 3,1% di Royal Women’s Hospital Family Birth Center. 9
Penelitian HPP oleh JMPC pada 1990-1991 menemukan frekuensi HPP sebesar
2,1%, yang serupa dengan hasil penelitian di Sandeman Civil Hospital Quetta
(2,4%).6
Atonia uteri merupakan penyebab HPP terbanyak dalam penelitian ini
(57,6%), diikuti oleh retensio/sisa plasenta (21,6%) dan cedera jalan lahir
(18,7%). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Reed, yang menemukan bahwa
urutan setelah atonia uteri adalah cedera jalan lahir kemudian diikuti oleh sisa
plasenta. Bagaimanapun juga, atonia uteri telah ditemukan sebelumnya sebagai
penyebab tunggal tersering dari HPP oleh penelitian-penelitian lain. 10 Sisa
plasenta lebih sering ditemukan pada persalinan di rumah atau di luar fasilitas

9
kesehatan. Insiden atonia uteri dalam penelitian ini adalah 5,6% dan ini serupa
dengan penelitian Quddusi di Sandeman Civil Hospital Quetta (4,2%).11
Sebagian besar pasien (65%) pada penelitian ini berusia 21-30 tahun.6 Ini
serupa dengan penelitian Adetoro yang menemukan bahwa sebagian besar pasien
HPP berusia 15-29 tahun. Kami tidak menemukan hubungan antara peningkatan
usia ibu dan risiko terjadinya HPP, dan ini bertentangan dengan hasil dari
penelitian Ohkichi dan Joupilla di Zimbabwe. 6,12,13 Ashraf T dan Adetoro juga
tidak menemukan adanya hubungan HPP dengan peningkatan usia pasien.6,8 Kami
menemukan pada sebagian besar pasien (56,3%) bahwa status paritas
berhubungan dengan HPP, di mana jumlah paritas yang tinggi (5-8) akan
menyebabkan risiko HPP yang semakin tinggi pula.5,8 Hal ini sesuai dengan
penelitian-penelitian sebelumnya oleh Adetoro dan Karim.6,8,11,14 Grande
multipara merupakan faktor risiko utama dalam penelitian ini, sesuai dengan hasil
dari Ashraf T. Hanya 6,3% pasien primigravida yang mengalami atonia uteri. Ini
menunjukkan bahwa nullipara tidak berhubungan dengan peningkatan risko HPP,
yang tidak sesuai dengan hasil penelitian Adetoro.8.15 Ashraf T juga menemukan
bahwa atonia uteri terjadi setelah persalinan per vaginam, serupa dengan hasil
kami (93,7%).6 Berbagai penelitian lainnya juga menguatkan dugaan bahwa atonia
lebih sering ditemukan setelah kelahiran per vaginam.8
Hanya sedikit (18,7%) pasien yang teridentifikasi faktor risiko HPP
sebelum kehamilan. Pasien - pasien dengan atonia uteri sebagian besar baru dapat
diketahui faktor risikonya setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik pada saat
pasien datang untuk berobat. Penelitian ini menemukan faktor-faktor risiko HPP
berupa grandemultipara (50%), riwayat HPP (46,3%), pemakaian oksitosin
(22,5%) , partus lama (13,7%) , berat badan janin > 3,5 kg (31,4%) dan persalinan
yang dibantu alat (11,2%). Seluruh pasien dengan grandemultipara dan riwayat
HPP harus melakukan persalinan di rumah sakit. Penelitian ini juga menemukan
bahwa sebagian besar pasien mengalami kehilangan darah di bawah 1500 ml
(73,3%) dan 36,7% dengan perdarahan di atas 1500 ml. Hasil ini serupa dengan
temuan dari penelitian Stones dkk. Sekitar 86,3% pasien membutuhkan transfusi
darah.16

10
Penelitian ini menemukan bahwa manajemen kala III standar hanya efektif
dalam mengontrol perdarahan dalam 53,7% kasus. Prostaglandin diberikan pada
kasus di mana manajemen kala III gagal, dan berhasil pada 62,5% kasus. Tampon
uterus atau uterine packing berhasil menghentikan perdarahan pada 5 dari 8 kasus,
dan merupakan metode yang efektif bila dilakukan dengan prosedur yang benar.
Jemelle menemukan bahwa tampon uterus efektif pada 61 dari 67 kasus.17 Ashraf
T menemukan hasil yang serupa, dengan keberhasilan pada 4 dari 5 kasus.
Sachdev PS melaporkan keberhasilan sebesar 93,3%.18 Ligasi arteri uterus
bilateral dilakukan pada 5 kasus dan berhasil mengontrol perdarahan pada 80%
kasus. Pada penelitian kami, 6 pasien (7,5%) membutuhkan histerektomi dan
temuan ini serupa dengan temuan JPMC (6,5%). Pasien-pasien yang
membutuhkan histerektomi merupakan pasien grande multipara. Temuan ini
menunjukkan frekuensi tindakan intervensi bedah dan tidak adanya teknik
embolisasi di rumah sakit tempat dilakukannya penelitian.
Penelitian ini menemukan 4 kematian akibat atonia uteri, sehingga
menjadikan fatalitas sebesar 5% di mana angka ini lebih tinggi dari laporan WHO
(0,9%). Pada penelitian ini sebanyak 1438 persalinan dilakukan. Maka, risiko
kematian dari HPP pada penelitian ini adalah 2,78 per 1000 kelahiran.

Gambar 1 : Frekuensi Perdarahan Post Partum dan atonia Uteri

11
Tabel 3 : Faktor Disposisi Atoni Uteri
Faktor Risiko Jumlah Kasus Persentase

Grande multipara 40 50.0 %


Riwayat HPP Sebelumnya 37 46.3 %
Usia Ibu > 35 Tahun 5 6.3 %
Riwayat Penyuntikan Oksitosin 18 22.5 %
PIH 6 7.5 %
IUD 3 3.7 %
Sepsis 4 5.0 %
Kehamilan Kembar 2 3.7 %
Jaundice 1 1.3 %
Partus Lama 11 13.7 %
Persalinan yang Diinduksi 9 11.3 %
Penggunaan Magnesium Sulfat 3 3.7 %
Penggunaan B-Mimetik pada Asma 1 1.3 %
Plasenta yang Robek 7 8.7 %
Persalinan yang Dibantu oleh Alat 9 11.2 %
Bayi besar > 3.5 Kg 25 31.4 %
Induksi Persalinan 2 2.5 %
Kandung Kemih Penuh 8 10.0 %
Primigravida 5 6.3 %
Persalinan yang Terhambat 2 3.7 %
Kesimpulan
Atonia uteri merupakan penyebab utama HPP primer, dan mengancam
nyawa wanita usia reproduktif. Atonia lebih sering ditemukan pada pasien grande

12
multipara, wanita usia muda dan persalinan di rumah (bukan di fasilitas
kesehatan). Faktor risiko utama atonia uteri adalah riwayat HPP, grandemultipara,
berat badan janin > 3,5 kg dan partus lama.

13

Anda mungkin juga menyukai