Anda di halaman 1dari 19

1

PRESENTASI KASUS
HIPERTENSI KRONIK PREEKLAMSIA SUPERIMPOSED

Disusun oleh:
MONIKA TATYANA YUSUF
20100310057
Pembimbing: dr. Agung Supriandono, Sp.OG
RSUD Salatiga
KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

BAB I
STATUS PASIEN

a. Identitas Pasien
Nama
: Ny.I
Umur
: 36 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
b. Anamnesa
Keluhan Utama
Pasien G3P2A0 UK 39 minggu datang dirujuk dari Puskesmas Cebongan dengan
diagnosis preeklamsia berat, keluhan pusing (+), merasakan kenceng-kenceng namun
masih jarang.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien saat ini merasakan keluhan pusing (+), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati
(+), merasakan kenceng-kenceng namun masih jarang, gerak janin (+), lendir darah (+),
keluar air ketuban (-)
Riwayat Obstetri :
G3P2A0
I
: Laki-laki, 9 tahun, BBL 2450 gram, spontan, lahir di bidan
II
: IUFD, UK 36 minggu, Riwayat PEB
III
: hamil ini.
HPHT
: lupa
HPL
: 17 Juni 2015
Usia Kehamilan: 39 minggu
Riwayat Ginekologi :
Pasien menarche usia 11 tahun, durasi 5 hari, dismenorrhea (-), siklus teratur,
keputihan (-), gatal (-), bau (-)

Riwayat Penyakit Dahulu:


Hipertensi (+) sejak usia 28 tahun TD sistolik berkisar antara 140 160 mmHg,
jantung (-), asma (-), DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Ibu menderita hipertensi (+) dan sakit jantung (+)

Riwayat KB

: (-)

Tinjauan Sistem:
Kepala leher

: Pusing (+), leher terasa kaku (+)

Kulit

: tidak ada keluhan

THT

: tidak ada keluhan

Respirasi

: tidak ada keluhan

Gastrointestinal

: tidak ada keluhan

Kardiovaskular

: tidak ada keluhan

Perkemihan

: tidak ada keluhan

Ekstremitas

: tidak ada keluhan, edema (-)

c. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


O (Obyektif) :
o Keadaan Umum : CM, baik .
TD
: 190/130 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
RR
: 20 x/menit
Suhu
: 36,50C
o Kepala dan Leher :
Conjungtiva anemis : -/ Sklera Ikterik: -/ Pembesaran Limfonodi: o Cor
Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak ditemukan bising atau suara
tambahan jantung
o Pulmo
Bentuk paru simetris, tidak terdapat jejas dan kelainan bentuk.
Tidak ada ketinggalan gerak, vocal fremitus tidak ada peningkatan
maupun penurunan.
Tidak ada nyeri tekan pada lapang paru.
Perkusi : sonor
Suara dasar vesikuler : +/+ (positif di lapang paru kanan dan kiri)
Suara rokhi : -/ Suara wheezing : -/o Abdomen
Leopold I
: Teraba bagian lunak, bentuk kurang bundar, tidak
melenting pada fundus, TFU : 33 cm, TBJ 3410 gram

Leopold II

: Teraba bagian keras, cembung, kaku di bagian kanan ibu,

DJJ (+) 162x/m, His 2-3x/10/20


Leopold III : Teraba bagian keras, bundar, melenting
Leopold IV : Sudah masuk panggul, divergen
Kesimpulan : Teraba janin tunggal, memanjang, puka, presentasi kepala,

TFU 33 cm, TBJ 3410 gram, DJJ 162 x/m


o Pemeriksaan Dalam
V/U normal, dinding vagina licin, posisi servikal posterior, portio tebal
lunak, pembukaan 2 cm, KK (+) menonjol, Presentasi kepala, Kepala H 1,

STLD (+).
o Ekstremitas
Udem : (-) baik di ekstremitas atas maupun bawah
Akral dingin: (-) baik di ekstremitas atas maupun bawah
Diagnosis Kerja :
G3P2AO, H 39 minggu, dengan Hipertensi Kronik, inpartu, Kala 1 fase laten
o Pemeriksaan penunjang
Darah Rutin :
Leukosit
: 15,40
(N: 4.5-11)
Eritrosit
: 4,82
(N: 4.5-5.5)
Hemoglobin
: 11,8
(N: 14-18)
Hematokrit
: 37,9
(N: 40-54)
Trombosit
: 370
(N: 150-450)
Protein Albumin : +3 (300)
(Negative)
A (Assessment)
:
G3P2AO, H 39 minggu, Hipertensi Kronik Superimposed Preeklamsia,

inpartu Kala 1 Fase Laten


P (Planning)

Observasi KU, TTV, dan kemajuan persalinan (persalinan harus selesai


dalam 24 jam pada ibu dengan Preeklamsia Berat dan 12 jam pada ibu
dengan Eklamsia)

Initial Dose MgSO4 4 gram + Aquades 10 ml diinjeksikan dalam 20 menit

Infus RL + MgSO4 6 g dengan kecepatan 1 gram/jam selama 6 jam

Antihipertensi : Nifedipine 3 x 10 mg, Metildopa 3 x 250 mg atau Adalat


Oros 1 x 30 mg

Pertimbangkan persalinan dini pada ibu Preeklamsia berat dengan hamil


aterm atau terminasi kehamilan dengan Sectio cesarean jika tidak terjadi
persalinan dalam 24 jam atau terjadi fetal distress.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
1. Definisi Hipertensi dalam Kehamilan dan Klasifikasi
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau
90 mmHg diastolic pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita yang
sebelumnya normotensi.
Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan ada 4 berdasarkan Report of The
National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood
Pressure in Pregnancy;
a. Hipertensi Kronik
b. Preeklamsia dan Eklamsia
c. Hipertensi Kronik dengan Superimposed Preeklampsia
d. Hipertensi Gestational

Gambar 1. Jalur Penilaian Klinik Hipertensi dalam Kehamilan

Hipertensi Gestational
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan menghilang
setelah persalinan.
Diagnosis :
TD sistolik 140 atau TD diastolik 90 mmHg ditemukan pertama kali sewaktu hamil
Tidak ada proteinuria
Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, TD kembali normal sebelum 12 minggu
pascapartum
Dapat disertai gejala dan tanda lain preeklamsia seperti dispepsia atau trombositopenia
Diagnosis akhir hanya ditegakkan pascapartum

Preeklamsia
Preeklamsia Ringan :
TD 140/90 mmHg yang terjadi pada usia kehamilan > 20 minggu
Proteinuria 300mg/24 jam atau +1
Preeklamsia Berat :
TD 160/110 mmHg
Proteinuria > 2 gram/24 jam atau +2
Oliguria (<500ml/24 jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
Trombositopenia (<100.000/l)
Peningkatan kadar transaminase serum ALT atau AST
Nyeri kepala persisten, gangguan penglihatan skotoma
Nyeri Epigastrik persisten
Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
Eklamsia
Kejang yang tidak disebabkan oleh penyebab lain pada perempuan dengan preeklamsia
Diagnosis :
Kejang umum dan/atau koma
Ada tanda dan gejala preeklamsia
Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan subarakhnoid, dan

meningitis
Hipertensi Kronik Superimposed Preeclamsia
Ibu dengan riwayat hipertensi kronis (sudah ada sebelum usia kehamilan 20 minggu)
Proteinuria > +1 (sebelum hamil tidak ada proteinuria)
Peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit < 100.000/l
pada perempuan yang mengalami hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan 20
minggu.
2.

Etiopatogenesis Preeklamsia

Gambar 2. Faktor Antiangiogenik


Pada pasien dengan preeclampsia terjadi ketidakseimbangan angiogenik
yaitu suatu keadaan yang menggambarkan jumlah berlebihan faktor antiangiogenik yang
diduga dirangsang oleh hipoksia yang memburuk pada permukaan kontak uteroplasenta.
Jaringan trofoblastik perempuan dengan preeklamsia menghasilkan sedikitnya dua
peptide antiangiogenik secara berlebihan yaitu sFlt-1 (Soluble Fms-like tyrosine kinase 1)
yang merupakan reseptor Flt-1 untuk faktor pertumbuhan plasenta (PIGF) dan faktor
pertumbuhan endotel vascular (VEGF). Peningkatan kadar sFlt-1 pada sirkulasi ibu akan
menginaktifkan dan mennurunkan kadar PIGF dan VEGF bebas dalam sirkulasi sehingga
terjadi disfungsi endotel kemudian menurunkan MMP2, MMP9 sehingga invasi trofoblas,
remodeling arteri spiralis tidak berjalan dengan baik. Selain itu juga terdapat satu peptide
lagi yaitu Soluble Endoglin (sEng) yang dapat berikatan dengan reseptor di endotel
sehingga menyebabkan penurunan vasodilatasi yang bergantung nitrat oksida (NO)
endothelial.
Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabangcabang arteri uterine dan arteri ovarika.
Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan
kemudian memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi
arteri basalis dan kemudian memberi cabang arteri spiralis.
Pada kehamilan normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri
spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri
spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan
matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis menjadi distensi dan
dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan peningkatan aliran darah pada daerah
uteroplasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan remodeling arteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi
tetap kaku dank eras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relative mengalami vasokonstriksi dan
terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta turun dan
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta

Gambar 3. Kegagalan Remodeling Arteri Spiralis


.
Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel

10

Iskemia Plasenta dan Pembentukan Radikal Bebas


Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis
dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan
hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan atau
radikalbebas adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai
elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta
isskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel
endotel pembuluh darah. Adanya radikal hidroksil dalam darah adalah sebagai bahan
toksin yang beredar dalam darah. Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak
selain akan merusak membrane sel, juga akan merusak nucleus dan protein sel endotel.
Peroksida lemak sebagai oksidan pada Hipertensi dalam Kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya
peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada hipertensi
dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak
yang relative tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan atau radikal bebas yang sangat
toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membrane
sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida
lemak karena letaknya langusng berhubungan dengan aliran darah dan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan
radikal hidroksil yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
Disfungsi Sel Endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endotel yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endotel. Kerusakan membrane sel
endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur
sel endotel. Keadaan disfungsi sel endotel akan mengakibatkan hal-hal seperti bagan
berikut ini;

11

Gambar 4. Aktivasi Sel Endotel


3. Tatalaksana Hipertensi dalam Kehamilan
a. Hipertensi Gestational
Pantau tekanan darah, urin (proteinuria) dan kondisi janin setiap minggu
Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklamsia ringan

12

Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat rawat
untuk penilaian kesehatan janin
Jika tekanan darah stabil janin dapat dilahirkan secara normal
b. Hipertensi Kronik
Menganjurkan istirahat lebih banyak
Jika pasien sebelum hamil sudah mendapatkan obat antihipertensi dan terkontrol
dengan baik lanjutkan pengobatan tersebut
Jika tekanan diastolik 110 mmHg atau tekanan sistolik 160 mmHg berikan
antihipertensi
Jika terdapat proteinuria atau tanda dan gejala lain pikirkan superimposed
preeklamsia dan tangani seperti preeklamsia
Berikan suplementasi kalsium 1,5-2 gram/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari
usia kehamilan 20 minggu
Pantau pertumbuhan dan kondisi janin
Jika tidak ada komplikasi tunggu sampai aterm
Jika DJJ < 100x/menit atau > 160x/menit tangani seperti gawat janin
Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat pertimbangkan terminasi kehamilan
c. Preeklamsia Ringan
Kehamilan < 37minggu
Jika Kehamilan < 37 minggu dan tidak ada tanda-tanda perbaikan lakukan
penilaian 2x seminggu secara rawat jalan :
Pantau tekanan darah, proteinuria, refleks, dan kondisi janin, lebih banyak

istirahat, diet biasa, tidak perlu diberi obat-obatan.


Rawat inap :
Diet biasa
Pantau tekanan darah 2x sehari, proteinuira 1x sehari
Tidak perlu obat-obatan
Tidak perlu diuretik, kecuali jikat erdapat edema paru, dekompensasi kordis atau

gagal ginjal akut


Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan
Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeklamsia berat
Kontrol 2x seminggu
Jika tekanan diastolik naik lagi rawat kembali
Jika tidak ada tanda perbaikan tetap dirawat
Jika terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat pertimbangkan terminasi

kehamilan
Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklamsia berat.
Kehamilan > 37 minggu
Jika kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi :

13

Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 5 IU dalam 500 ml


dekstrose IV 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin
Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter foley
atau terminasi dengan sectio cesarean.
d. Preeklamsia Berat dan Eklamsia
Penanganan kejang
Bila terjadi kejang perhatikan jalan nafas, pernafasan (oksigen), dan sirkulasi
(cairan intravena)
Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi tredelenburg untuk mengurangi resiko
aspirasi
Beri 02 4-6 liter/menit
MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklamsia (sebagai
tatalaksana kejang) dan preeklamsia berat (sebagai pencegahan kejang)
Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya berikan dosis
awal (loading dose) lalu rujuk segera ke faskes yang memadai
Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ke ICU yang sudah
siap dengan ventilator

14

Gambar 5. Cara Pemberian MgSO4


Sebelum pemberian MgSO4, periksa :
Frekuensi pernafasan minimal 16x/menit
Refleks patella (+)
Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
Stop pemberian MgSO4 jika
Frekuensi pernafasan < 16x/menit
Refleks patella (-)
Produksi urin < 30 ml/ jam
Siapkan antidotum jika terjadi henti nafas;
Bantu dengan ventilator
Berikan Kalsium gluconate 2 gram (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan
sampai pernafasan mulai lagi
Pemberian Diazepam pada Preeklamsia dan Eklamsia
Pemberian intravena
Dosis awal :
Diazepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit
Jika kejang berulang ulangi dosis awal

15

Dosis Pemeliharaan :
Diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan RL per infus
Depresi pernafasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis > 30 mg/jam
Jangan berikan > 100 mg/ 24jam
Pemberian melalui rektum
Jika pemberian IV tidak mungkin diazepam dapat diberikan per rektal,
dengan dosis awal 20 mg dalam spuit 10 cc
Jika masih kejang beri tambahan 10 mg/jam
Dapat pula diberikan melalui kateter urin yang dimasukkan ke dalam rektum
Antihipertensi
Obat pilihan adalah hidralazin diberikan 5 mg IV pelan-pelan selama 5
menit sampai TD turun
Jika perlu, pemberian hidralazine dapat diulang setiap jam atau 12,5 mg IM
setiap 2 jam

Gambar 6. Antihipertensi bagi Hipertensi dalam Kehamilan


Pertimbangan Terminasi Kehamilan
Pada ibu dengan eklamsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12 jam sejak
terjadinya kejang
Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan PEB dengan janin yang belum
viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu
Pada ibu dengan PEB dimana janin sudah viable namun usia kehamilan belum
mencapai 34 minggu, manajemen ekspektatif dianjurkan asalkan tidak
terdapat
kontraindikasi
Pada ibu dengan PEB dimana usia kehamilan antara 34-37 minggu, manajemen
ekspektatif boleh dianjurkan asalkan tidak terdapat hipertensi yang tidak
terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin pengawasan ketat
Pada ibu PEB yang kehamilannya sudah aterm persalinan dini dianjurkan

16

Pada ibu dengan PER atau HT gestational ringan yang sudah aterm induksi
persalinan dianjurkan

Gambar 6. Algoritma Manajemen Ekspektatif


Persalinan pada Preeklamsia Berat
Pada Preeklamsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedang pada
eklamsia dalam 12 jam sejak eklamsia timbul.
Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada
eklamsia) lakukan section cesarean.
Jika section cesarean akan dilakukan, perhatikan bahwa:
Tidak terdapat koagulopati
Anesthesia yang aman atau terpilih adalah anesthesia umum. Jangan
lakukan anestesi lokal, sedang anestesi spinal berhubungan dengan resiko
hipotensi.
Jika anesthesia yang umum tidak tersedia atau janin mati, aterm terlalu kecil,
lakukan persalinan pervaginam. Jika serviks matang lakukan induksi dengan
oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dekstrose 10 tpm atau dengan prostaglandin.

17

BAB III
PEMBAHASAN
1. Diagnosis Pasien
Berdasarkan keluhan pasien yang datang dengan status G3P2A0, H 39
minggu, keluhan kenceng-kenceng yang masih jarang disertai dengan pusing dan nyeri
ulu hati maka pemikiran pertama adalah pasien dengan hamil aterm dengan tanda akan
bersalin, kemudian pusing yang ada pada pasien bisa jadi karena pusing biasa atau
karena penyebab tekanan darah yang tinggi, sedangkan nyeri ulu hati bisa jadi karena
dyspepsia atau merupakan salah satu akibat dari preeklamsia pada ibu hamil. Dari
hasil anamnesis lanjut didapatkan data bahwa pasien memiliki riwayat penyakit kronis
yaitu hipertensi sejak usia 20 tahun-an. Kemudian dilakukan pemeriksaan tanda vital
didapatkan tekanan darah yang tinggi yaitu 190/130. Kemudian selain itu dari
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada ulu hati, tidak ditemukan adanya edema
pada ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan janin teraba tunggal,
puka, presentasi kepala, gerak janin aktif, His (+) 2-3x/10/20, Djj 162 x/menit.
Kemudian pada pemeriksaan dalam didapatkan vagina dan uretra normal, dinding
vagina licin, pembukaaan 2 cm, KK (+), posisi cervix posterior, portio tebal lunak,
kepala Hodge I, STLD (+) sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien sedang dalam
persalinan kala 1 fase laten. Dari seluruh pemeriksaan tersebut dapat ditarik
kesimpulan G3P2A0, H 39 minggu, inpartu, Kala 1 Fase Laten, dengan hipertensi
kronik karena adanya riwayat hipertensi sejak usia 20 tahun an.
Kemudian yang harus dipastikan setelah itu adalah protein urin untuk
melihat adakah potensi preeklamsia berat pada pasien tersebut serta pengulangan
tekanan darah. Setelah dilakukan pemeriksaan protein urin didapatkan hasil +3 dan
setelah diulang kembali tekanan darah didapatkan hasil 180/110. Maka dari itu dengan
adanya keluhan fisik pusing, nyeri ulu hati, TD 190/130 saat awal datang dan tetap
tinggi > 160/110 dengan riwayat hipertensi sejak muda dan adanya protein urin +3
maka dapat didiagnosis G3P2A0, H 39 minggu, inpartu Kala 1 Fase Laten, dengan
hipertensi kronik superimposed preeclamsia.
2. Penatalaksanaan

18

Dari kasus tersebut di atas maka karena pasien adalah ibu hamil dengan
usia kehamilan 39 minggu (> 37 minggu) maka sebaiknya dapat dipertimbangkan
untuk terminasi kehamilan. Sebelum melakukan terminasi kehamilan sebaiknya
dilakukan penstabilan tekanan darah dengan antihipertensi, disini menggunakan
Metildopa 3 x 250 mg dan Adalat Oros 30 mg. Selain mengontrol tekanan darah
diberikan profilaksis antikejang dengan dosis awal MgSO4 4 gram diencerkan
Aquades 10 ml diinjeksikan selama 20 menit. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan
MgSO4 6 gram dalam RL 500 ml dengan kecepatan 1 gram/jam selama 6 jam tetesan
28-30 tpm.
Pasien tersebut pada hari pertama di RS diobservasi dengan pemeriksaan
dalam dengan pembukaan 2 cm, dengan kepala masih di Hodge 1, posisi cervix
posterior, portio tebal lunak. Kemudian diobservasi kembali 6 jam kemudian tetap
pada pembukaan 2 cm dan kepala masih di Hodge 1. Setelah itu diobservasi kembali 6
jam lagi yang berarti 12 jam setelah pasien datang pertama kali didapatkan pembukaan
3 cm, kepala di Hodge 1, portio tebal lunak, KK (+), STLD (+). His masih jarang.
Padahal persalinan pada kasus preeklamsia berat harus diselesaikan dalam waktu 24
jam atau jika pada eklamsia harus diselesaikan dalam waktu 12 jam. Tekanan darah
pada pasien ini berkisar > 160 mmHg selama dirawat di Rumah Sakit. Untuk
mempercepat persalinan maka dilakukan terlebih dahulu induksi persalinan dengan
oksitosin drip sampai dengan 20 tpm disertai pemantauan denyut jantung janin.
Kemudian karena semakin lama tidak terdapat kemajuan persalinan, ditakutkan terjadi
fetal distress dan terjadi kejang karena tensi pasien yang tidak terkendali maka segera
dilakukan terminasi kehamilan secara section cesarean.

19

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham. (2012). Obstetri Wiliams Edisi 23 Volume 1. Jakarta : EGC


Cunningham. (2012). Obstetri Wiliams Edisi 23 Volume 2. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono. (2009). Ilmu Kebidanan Edisi Kedua Cetakan Keempat. Jakarta : PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
WHO. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar Dan Rujukan
Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai