Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas merupakan salah satu penyakit yang sering
dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Sebagian besar pasien datang dalam
keadaan stabil dan sebagian lainnya datang dalam keadaan gawat darurat yang
memerlukan tindakan yang cepat dan tepat. Perdarahan saluran cerna bagian atas
memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh kasus perdarahan akut
saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut
saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan selam 50
tahun terakhir. Perdarahan saluran cerna bagian atas paling banyak disebabkan oleh
adanya komplikasi dari sirosis hepatis, dimana pada sirosis hepatis disebebkan karena
adanya hipertensi portal yang dapat menyebabkan varises esophagus yang pada
akhirnya akan pecah, sehingga menimbulkan manifestasi klinik berupa melena.

Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Keseluruhan insidensi sirosis di


Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat
penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain
menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik
(NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%.
Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di
Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan laporan dari beberapa
pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati
berkitar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu
1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati
sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam. 1,5
Di Negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama
akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung,

1
mual, berat badan menurun, pada laki laki dapat timbul impotensi, testis mengecil,
buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis
dekompensata), gejala gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur,
dan demam tak begitu tinggi. Manifestasi klinik perdarahan saluran cerna bagian atas
bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan
apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak. 1,5

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Hepar


Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-,1,8 kg atau kurang
lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan
atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat
kompleks5. Hepar menempati daerah hipokondrium kanan tetapi lobus kiri dari hepar
meluas sampai ke epigastrium. Hepar berbatasan dengan diafragma pada bagian
superior dan bagian inferior hepar mengikuti bentuk dari batas kosta kanan. Hepar
secara anatomis terdiri dari lobus kanan yang berukuran lebih besar dan lobus kiri
yang berukuran lebih kecil. Lobus kanan dan kiri dipisahkan oleh ligamentum
falsiforme6. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura
segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen
medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar 7. Pada daerah
antara ligamentum falsiform dengan kandung empedu di lobus kanan dapat ditemukan
lobus kuadratus dan lobus kaudatus yang tertutup oleh vena cava inferior dan
ligamentum venosum pada permukaan posterior6. Permukaan hepar diliputi oleh
peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat
langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan peritoneum
membantu menyokong hepar. Di bawah peritoneum terdapat jaringan ikat padat yang
disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ ; bagian
paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang
vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hepar
tempat masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus
hepatika5.

3
Gambar 1. Anatomi hepar8

Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui
vena porta hepatica dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri hepatika keluar dari
aorta dan memberikan 80% darahnya kepada hepar, darah ini masuk ke hepar
membentuk jaringan kapiler dan setelah bertemu dengan kapiler vena akan keluar
sebagai vena hepatica. Vena hepatica mengembalikan darah dari hepar ke vena kava
inferior. Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior,
mengantarkan 20% darahnya ke hepar, darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya

4
70 % sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Darah yang berasal dari
vena porta bersentuhan erat dengan sel hepar dan setiap lobulus dilewati oleh sebuah
pembuluh sinusoid atau kapiler hepatika. Pembuluh darah halus yang berjalan di
antara lobulus hepar disebut vena interlobular7.
Vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari saluran cerna,
dan arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen dari sistem arteri. Arteri dan
vena hepatika ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil membentuk
kapiler di antara sel-sel hepar yang membentik lamina hepatika. Jaringan kapiler ini
kemudian mengalir ke dalam vena kecil di bagian tengah masing-masing lobulus, yang
menyuplai vena hepatika. Pembuluh-prmbuluh ini menbawa darah dari kapiler portal
dan darah yang mengalami deoksigenasi yang telah dibawa ke hepar oleh arteri
hepatika sebagai darah yang telah deoksigenasi. Selain vena porta, juga ditemukan
arteriol hepar didalam septum interlobularis. Anterior ini menyuplai darah dari arteri
ke jaringan jaringan septum diantara lobules yang berdekatan, dan banyak arterior
kecil mengalir langsung ke sinusoid hepar, paling sering pada sepertiga jarak ke
septum interlobularis7.

5
Gambar 2
. Pembuluh darah pada hepar8

Hepar terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hepar,
sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang
bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk di dalamnya endothelium, sel
Kuppfer dan sel Stellata yang berbentuk seperti bintang5.
Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen vena
hepatika dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar melalui arteri hepatica dan
vena porta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen secara
bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting kerentanan
jaringan terhadap kerusakan asinus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan
sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel

6
yang membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi
empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubungan dan
desmosom yang saling bertautan dengan disebelahnya5.
Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari
hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam
dinding sinusoid adalah sel fagositik Kuppfer yang merupakan bagian penting dalam
sistem retikuloendotelial dan sel Stellata (juga disebut sel Ito, liposit atau perisit) yang
memiliki aktivitas miofibriblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah
sinusoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan hepar.
Peningkatan aktivitas sel-sel Stellata tampaknya menjadi faktor kunci pembentukan
fibrosis di hepar5.

Gambar 3 . Histologi hepar9

2.2. FISIOLOGI HEPAR

7
Hepar adalah suatu organ besar, dapat meluas, dan organ venosa yang mampu
bekerja sebagai tempat penampungan darah yang bermakna di saat volume darah
berlebihan dan mampu menyuplai darah ekstra di saat kekurangan volume darah.
Selain itu, hepar juga merupakan suatu kumpulan besar sel reaktan kimia dengan laju
metabolisme yang tinggi, saling memberikan substrat dan energi dari satu sistem
metabolisme ke sistem yang lain, mengolah dan mensintesis berbagai zat yang
diangkut ke daerah tubuh lainnya, dan melakukan berbagai fungsi metabolisme lain. 6
Fungsi metabolisme yang dilakukan oleh hepar adalah10 :
Metabolisme karbohidrat. Dalam metabolisme karbohidrat, hepar melakukan
fungsi sebagai berikut :
o Menyimpan glikogen dalam jumlah besar
o Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa
o Glukoneogenesis
o Pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme
karbohidrat
Hepar terutama penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah
normal. Penyimpanan glikogen memungkinkan hepar mengambil kelebihan glukosa
dari darah, menyimpannya, dan kemudian mengembalikannya kembali ke darah bila
konsentrasi glukosa darah rendah. Fungsi ini disebut fungsi penyangga glukosa hepar.
Metabolisme lemak. Beberapa fungsi spesifik hepar dalam metabolisme lemak
antara lain :
o Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energy bagi fungsi tubuh yang lain
o Sintesis kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein
o Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
Hepar berperan pada sebagian besar metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen
kolesterol yang disintesis didalam hepar diubah menjadi garam empedu yang
kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu, sisanya diangkut dalam lipoprotein
dan dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Fosfolipid juga disintesis di hepar
dan ditranspor dalam lipoprotein. Keduanya digunakan oleh sel untuk membentuk

8
membran, struktur intrasel, dan bermacam-macam zat kimia yang penting untuk fungsi
sel.
Metabolisme protein. Fungsi hepar yang paling penting dalam metabolisme protein
adalah sebagai berikut :
o Deaminasi asam amino
o Pembentukan ureum untuk mengeluarkan ammonia dari cairan tubuh
o Pembentukan protein plasma
o Interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari asam amino
Diantara fungsi hepar yang paling penting adalah kemampuan hepar untuk
membentuk asam amino tertentu dan juga membentuk senyawa kimia lain yang
penting dari asam amino. Untuk itu, mula-mula dibentuk asam keto yang mempunyai
komposisi kimia yang sama dengan asam amino yang akan dibentuk. Kemudian suatu
radikal amino ditransfer melalui beberapa tahap transaminasi dari asam amino yang
tersedia ke asam keto untuk menggantikan oksigen keto.
Hepar merupakan tempat penyimpanan vitamin. Hepar mempunyai kecenderungan
tertentu untuk menyimpan vitamin dan telah lama diketahui sebagai sumber
vitamin tertentu yang baik pada pengobatan pasien. Vitamin yang paling banyak
disimpan dalam hepar adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan
vitamin B12 juga disimpan secara normal
Hepar menyimpan besi dalam bentuk ferritin. Sel hepar mengandung sejumlah
besar protein yang disebut apoferritin, yang dapat bergabung dengan besi baik
dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia
dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan dengan apoferritin membentuk
ferritin dan disimpan dalam bentuk ini di dalam sel hepar sampai diperlukan.
Hepar memiliki aliran darah yang tinggi dan resistensi vaskuler yang rendah.
Kira-kira 1050 milimeter darah mengalir dari vena porta ke sinusoid hepar setiap
menit, dan tambahan 300 mililiter lagi mengalir ke sinusoid dari arteri hepatika dengan
total rata-rata 1350 ml/menit. Jumlah ini sekitar 27 persen dari sisa jantung. Rata-rata
tekanan di dalam vena porta yang mengalir ke dalam hepar adalah sekitar 9 mmHg dan
rata-rata tekanan di dalam vena hepatika yang mengalir dari hepar ke vena cava

9
normalnya hampir tepat 0 mmHg. Hal ini menunjukkan bahwa tahanan aliran darah
melalui sinusoid hepar normalnya sangat rendah namun memiliki aliran darah yang
tinggi. Namun, jika sel-sel parenkim hepar hancur, sel-sel tersebut digantikan oleh
jaringan fibrosa yang akhirnya akan berkontraksi di sekeliling pembuluh darah,
sehingga sangat menghambat darah porta melalui hepar. Proses penyakit ini disebut
sirosis hepatis, Sistem porta juga kadang-kadang terhambat oleh suatu gumpalan besar
yang berkembang di dalam vena porta atau cabang utamanya. Bila sistem porta tiba-
tiba tersumbat, kembalinya darah dari usus dan limpa melalui system aliran darah
porta hepar ke sirkulasi sistemik menjadi sangat terhambat, menghasilkan hipertensi
portal. 10
.

2.3. DEFINISI
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif. Sirosis secara histologis didefinisikan
sebagai proses hepatik yang difus yang ditandai dengan fibrosis dan
konversi/perubahan arsitektur hati yang normal menjadi struktur nodul-nodul
regeneratif yang abnormal. Nodul-nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil
(mikronoduler) atau besar (makronodular). Gambaran ini terjadi akibat nekrosis
hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat,
distorsi jaringan vaskuler, dan regenerasi nodularis parenkim hati. (3), (1)
Secara lengkap, sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi
pembuluh darah besar dan seluruh system arsitektur hati mengalami perubahan
menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar
parenkim hati yang mengalami regenerasi. (2)
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti
belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai
gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan

10
kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat
perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsy
hati. (1)

2.4. INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI


Insidensi sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hepar alkoholik dan infeksi virus kronik.
Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan-laporan dari
beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis
hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun
waktu 1 tahun pada tahun 2004. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien
sirosis hepatis sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit
Dalam. 2
Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan
dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur
30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun.4
South East Asia Regional Office (SEARO) tahun 2011 melaporkan sekitar 5,6 juta
orang di Asia Tenggara adalah pembawa hepatitis B, sedangkan sekitar 480 000 orang
pembawa hepatitis C. Di Indonesia, prevalensi hepatitis B dan C pada dewasa sehat
yang mendonorkan darah masing-masing adalah 2,1% dan 8,8% pada tahun 1995.14

2.5. ETIOLOGI
Penyebab terbanyak sirosis hati di Asia Tenggara adalah akibat komplikasi infeksi
(hepatitis) virus hepatitis B dan C, demikian juga di Indonesia.
Tabel 1. Penyakit yang dapat menjadi penyebab sirosis6

11
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alkohol
3. Kelainan metabolik :
a. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
b. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
c. Defisiensi Alphal-antitripsin
d. Glikonosis type-IV
e. Galaktosemia
f. Tirosinemia
4. Kolestasis
5. Sumbatan saluran vena hepatica
a. Sindroma Budd-Chiari
b. Payah jantung
6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid)
7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron, INH, dan lain-lain)
8. Operasi pintas usus pada obesitas
9. Kriptogenik
10. Malnutrisi
11. Indian Childhood Cirrhosis 8
.
2.6. KLASIFIKASI
Sirosis diklasifikasikan dengan berbagai cara berdasarkan atas morfologi,
makroskopik, mikroskopik, etiologi serta kondisi klinisnya6
Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai:
1. Makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm), atau
2. Mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm), atau
3. Campuran mikro dan makronodular.
Sebagian besar jenis sirosi dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologis dan
morfologis menjadi:
1. Alkoholik
2. Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis)
3. Biliaris
4. Kardiak, dan
5. Metabolik, keturuna, dam terkait obat4

12
Untuk penentuan derajat keparahan, dan prognosis pembedahan maka klasifikasi
derajat keparahan yang sering digunakan adalah klasifikasi (Child- atau Child Pugh
Modification).
Tabel 2. Klasifikasi derajat keparahan
Klasifikasi A B C
Parameter (Plugh) 1 2 3
Bilirubin (mg/dl) <2 2-3,0 >3,0
Albumin (g/dl) 3-3,5
>3,5 <3,0
Ascites Terkontrol
Sulit
Ensefalopati - Std I/II
Nutrisi - Sedang dikontrol
Baik Std III/IV
Jelek
Total Skor 5-7 8-10 11-15
Klasifikasi Child A = Sirosis hati ringan
Klasifikasi Child B = Sirosis hati sedang
Klasifikasi Child C = Sirosis hati berat

2.7. PATOGENESIS
Faktor genetik dan lingkungan yang menyebabkan kerusakan sel hati dapat
menyebabkan sirosis melalui respon patobiologi yang saling berhubungan, yaitu reaksi
sistem imun, peningkatan sintesis matrik dan abnormalitas perkembangan sel hati yang
tersisa. Perlukaan terhadap sel hati dapat menyebabkan kematian sel, yang kemudian
diikuti terjadinya jaringan parut (fibrosis) atau pembentukan nodul regenerasi. Hal
tersebut selanjutnya akan menyebabkan gangguan fungsi hati, nekrosis sel hati dan
hipertensi porta6
Proses perlukaan sel hati dapat disebabkan karena suatu agen infeksi, bahan racun
(toksin) ataupun proses iskemia dan hipoksia. Proses ini awalnya menyerang dinding
sel yang menyebabkan keluarnya berbagai enzim dan elektrolit dari dalam sel serta
dapat menyebabkan kematian sel. Di bawah pengaruh sel-sel radang serta berbagai
macam sitokin, hepatosit sebenarnya mengeluarkan suatu bahan Matrik Ekstra Seluler
(ECM) yang ternyata sangat penting untuk proses penyelamatan dan pemeliharaan
fungsi sel hepar karena dapat memelihara keseimbangan lingkungan sel. Makro
molekul dari ECM terdiri dari kolagen, proteoglikan dan glikoprotein.6

13
Pada sirosis ternyata terdapat perubahan kualitas dan kuantitas ECM sehingga
terdapat penyimpangan dan pengorganisasian pertumbuhan sel dan jaringan hati. Pada
berbagai penyakit hati terdapat peningkatan bahan metabolik prokolagen III peptide
yang dapat merangsang proses fibrosis. Pada kondisi yang stimultif karena infeksi
virus, iskemia ataupun karena keadaan lain yang dapat menyebabkan nekrosis
hepatosit maka hepatosit mengadakan proses proliferasi yang lebih cepat dari
biasanya.6
Sirosis hepatis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia Barat. Meskipun
terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol, kontributor utama lainnya adalah
hepatitis kronis, penyakit saluran empedu, dan kelebihan zat besi.
Tahap akhir penyakit kronis ini didefinisikan berdasarkan tiga karakteristik :
1. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut lebar yang
menggantikan lobulus.
2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan ukuran
bervariasi dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul) hingga besar (garis
tengah beberapa sentimeter, makronodul).
3. Kerusakan arsitektur hepar keseluruhan. Beberapa mekanisme yang terjadi pada
sirosis hepatis antara lain kematian sel-sel hepatosit, regenerasi, dan fibrosis
progresif. Sirosis hepatis pada mulanya berawal dari kematian sel hepatosit yang
disebabkan oleh berbagai macam faktor. Sebagai respons terhadap kematian sel-sel
hepatosit, maka tubuh akan melakukan regenerasi terhadap sel-sel yang mati
tersebut. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hepar normal mengandung kolagen
interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta, sekitar vena sentralis, dan kadang-
kadang di parenkim. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III serta komponen lain
matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobulus dan sel-sel endotel sinusoid
kehilangan fenestrasinya. Juga terjadi pirau vena porta ke vena hepatika dan arteri
hepatika ke vena porta. Proses ini pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran
endotel yang berlubang dengan pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit,
menjadi vaskular tekanan tinggi, beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut.
Secara khusus, perpindahan protein antara hepatosit dan plasma sangat terganggu.9

14
2.8. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis dari sirosis tergantung pada penyakit penyebab serta
perkembangan tingkat kegagalan hepato selullar dan fibrosisnya. Manifestasi klinis
sirosis umumnya merupakan kombinasi dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi
porta. Berdasarkan stadium klinis sirosis dapat dibagi 2 bentuk6
a. Stadium kompensata.
Pada keadaan ini belum ada gejala klinis yang nyata, diagnosisnya sering
ditemukan kebetulan.
b. Stadium dekompensata.
Sirosis hati dengan gejala nyata. Gejala klinik sirosis dekompensata melibatkan
berbagai sistem. Pada gastrointestinal terdapat gangguan saluran cerna seperti
mual, muntah dan anoreksia sering terjadi.Diare pada pasien sirosis dapat terjadi
akibat mal-absorbsi, defisiensi asam empedu atau akibat mal-nutrisi yang terjadi.
Nyeri abdomen dapat terjadi karena gallstones, refluk gastroesophageal atau
karena pembesaran hati. Hematemesis serta hematokezia dapat terjadi karena
pecahnya varises esophagus ataupun rektal akibat hipertensi porta.
Pada sistem hematologi kelainan yang sering terjadi adalah anemia dan gangguan
pembekuan darah. Pada organ paru bisa terjadi sesak nafas karena menurunnya daya
perfusi pulmonal, terjadinya kolateral portapulmonal, kapasitas vital paru yang
menurun serta terdapatnya asites dan hepatosplenomegali. Mekanisme yang
menyebabkan perobahan perfusi paru belum diketahui dengan pasti. Hipoksia
ditemukan pada 2%-30% anak dengan sirosis. Sianosis dan clubbing finger dapat
terjadi karena hipoksemia kronik akibat terjadinya kolateral paru-sistemik. Pada
kardiovaskular manifestasinya sering berupa peningkatan kardiac output yang dapat
berkembang menjadi sistemik resistensi serta penurunan hepatic blood flow (hipertensi
porta), selanjutnya dapat pula menjadi hipertensi sistemik. Pada sistim endokrin
kelainan terjadi karena kegagalan hati dalam mensintesis atau metabolisme hormon.
Keterlambatan pubertas dan pada adolesen dapat ditemukan penurunan libido serta
impontensia karena penurunan sintesis testeron di hati. Juga dapat terjadi feminisasi
berupa ginekomastia serta kurangnya pertumbuhan rambut.13 Pada sistim neurologis
ensefalopati terjadi karena kerusakan lanjut dari sel hati. Gangguan neurologis dapat

15
berupa asteriksis (flapping tremor), gangguan kesadaran dan emosi. Sistem imun pada
sirosis dapat terjadi penurunan fungsi imunologis yang dapat menyebabkan rentan
terhadap berbagai infeksi, diantaranya yang paling sering terjadi pneumonia dan
peritonitis bakterialis spontan. Kelainan yang ditemukan sering berupa penurunan
aktifitas fagosit sistem retikulo-endo-telial, opsonisasi, kadar komplemen C2, C3 dan
C4 serta aktifitas pro-liferatif monosit.(1,8,9) Sepertiga dari kasus sirosis dekompensata
menunjukan demam tetapi jarang yang lebih dari 38oC dan tidak dipengaruhi oleh
pemberian anti-biotik. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh sitokin seperti tumor-
necrosis-factor (TNF) yang dibebaskan pada proses inflamasi. (8,9) Gangguan nutrisi
yang terjadi dapat berupa mal-nutrisi, anoreksia, mal-absorbsi, hipo-albuminemia serta
defisensi vitamin yang larut dalam lemak. Sering pula terjadi hipo-kalemia karena
hilangnya kalium melalui muntah, diare atau karena pengaruh pemberian diuretik. (8,9)
Pada pemeriksaan fisik hepar sering teraba lunak sampai keras kadang-kadang
mengkerut dan noduler. Limpa sering teraba membesar terutama pada hipertensi porta.
Kulit tampak kuning, sianosis dan pucat, serta sering juga didapatkan spider
angiomata.
Retensi cairan dan natrium pada sirosis memberikan kecendrungan terdapatnya
peningkatan hilangnya kalium sehingga terjadi penurunan kadar kalium total dalam
tubuh. Terjadinya hiper aldosteron yang disertai kurangnya masukan makanan, serta
terdapatnya gangguan fungsi tubulus yang dapat memperberat terjadinya hipo-kalemia.
Kondisi hipo-kalemia ini dapat menyebabkan terjadinya ensefalopati karena dapat
menyebabkan peningkatan absorbsi amonia dan alkalosis.

2.9. DIAGNOSIS
Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit
lain. Gejala awal sirosis hepatis meliputi4 :
- Perasaan mudah lelah dan lemah
- Selera makan berkurang
- Perasaaan perut kembung

16
- Mual
- Berat badan menurun
- Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, dan
hilangnya dorongan seksualitas.
Stadium lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila
timbul komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi portal, meliputi4 :
- Hilangnya rambut badan
- Gangguan tidur
- Demam tidak begitu tinggi
- Adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau
melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung,
agitasi, sampai koma.14
Pemeriksaan penunjang
- Diagnosis pasti SH dibuat atas dasar pemeriksaan biopsi hati.
- Pada kondisi dekompensata, maka biopsi hati tidak mutlak perlu dilakukan.
- Diagnosis klinis SH dibuat dengan melakukan berbagai pemeriksaan klinis dengan
tujuan mendapatkan gejala dan tanda kegagalan fungsi hati dan hipertensi portal
sebanyak mungkin.

Tabel 3. Pemeriksaan klinis dalam penentuan diagnosis SH


Pemeriksaan Keterangan/Hasil yang mungkin didapat
1. Riwayat penyakit/anamnesis - Lesu dan berat badan turun
- Anoreksia- dispepsia
- Nyeri perut, sebah
- Ikterus (BAK coklat dan mata
kekuningan)
- Perdarahan gusi
- Perut membuncit
- Libido menurun
- Konsumsi alkohol
- Riwayat kesehatan yang lalu (sakit
kuning, dll)
- Riwayat muntah darah dan feses

17
kehitaman
2. Pemeriksaan fisik - Keadaan umum dan nutrisi
- Tanda gagal fungsi hati
- Tanda hipertensi portal
3. Pemeriksaan laboratorium
- Darah tepi/hematologi Anemia, leukopenia, trombositopenia, PPT
(INR)
- Kimia darah
Bilirubin
Transaminase (hasil variasi)
Alkaline fosfatase
Albumin-ghlobulin, elektroforesis protein
serum,
Elektrolit (K, Na, dll), bila ada ascites
- Serologi Untuk indonesia: HbsAg dan Anti HCV
FP
4. Endoskopi sakuran cerna - Varises, gastropati
bagian atas
5. USG/CT scan - Ukuran hati, kondisi V.porta,
Splenomegali, Ascites, dll.
6. Laparaskopi - Gambaran makroskopi visualisasi
langsung hati
7. Biopsi hati -Bila koagulasi Memungkinkan dan
diagnosis masih belum pasti.

2.10. PENATALAKSANAAN
Sirosis kompensata memerlukan kontrol yang teratur. Untuk sirosis dengan
gejala, pengobatan memerlukan pendekatan holistik yang memerlukan penanganan
multi disipliner.
1. Pembatasan aktifitas fisik
Tergantung pada penyakit dan toleransi fisik penderita. Pada stadium kompensata
dan penderita dengan keluhan/gejala ringan dianjurkan cukup istirahat dan
menghindari aktifitas fisik berat.13
2. Pengobatan berdasarkan etiologi.15
3. Dietetik
- Protein diberikan 1,5-2,5 gram/hari. Jika terdapat ensepalopati protein harus
dikurangi (1 gram/kgBB/hari) serta diberikan diet yang mengandung asam

18
amino rantai cabang karena dapat meningkatkan penggunaan dan penyimpanan
protein tubuh. Dari penelitian diketahui bahwa pemberian asam amino rantai
cabang akan meningkatkan kadar albumin secara bermakna serta meningkatkan
angka survival rate.
- Kalori dianjurkan untuk memberikan masukan kalori 150% dari kecukupan gizi
yang dianjurkan (RDA).
- Lemak diberikan 30%-40% dari jumlah kalori. Dianjurkan pemberian dalam
bentuk rantai sedang karena absorbsi-nya tidak memerlukan asam empedu.
- Vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak diberikan 2 kali kebutuhan
RDA. Natrium dan cairan tidak perlu dikurangi kecuali ada asites.
- Makanan sebaiknya diberikan dalam jumlah yang sedikit tapi sering.
4. Menghindari obat-obat yang mempengaruhi hati seperti sulfonamide, eritromisin,
asetami-nofen, obat anti kejang trimetadion, difenilhidantoin dan lain-lain.6
5. Medika-mentosa
Terapi medika mentosa pada sirosis tak hanya simptomatik atau memperbaiki
fungsi hati tetapi juga bertujuan untuk menghambat proses fibrosis, mencegah
hipertensi porta dan meningkatkan harapan hidup tetapi sampai saat ini belum ada
obat yang yang dapat memenuhi seluruh tujuan tersebut.
a. Asam ursodeoksilat
Merupakan asam empedu tersier yang mempunyai sifat hidrofilik serta tidak
hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer dan sekunder.
Bekerja sebagai kompentitif binding terhadap asam empedu toksik. Sebagai
hepato- proktektor dan bile flow inducer. Dosis 10-30 mg/kg/hari. Penelitian
Pupon mendapatkan dengan pemberian asam ursodeoksikolat 13-15
mg/kgBB /hari pada sirosis bilier ternyata dapat memperbaiki gejala klinis, uji
fungsi hati dan prognosisnya.
b. Kolestiramin bekerja dengan mengikat asam empedu di usus halus sehingga
terbentuk ikatan komplek yang tak dapat diabsorbsi ke dalam darah sehingga
sirkulasinya dalam darah dapat dikurangi. Obat ini juga berperanan sebagai anti
pruritus. Dosis 1 gram/kgBB/hari di bagi dalam 6 dosis atau sesuai jadwal
pemberian susu.

19
c. Colchicines 1 mg/hari selama 5 hari setiap minggu memperlihatkan adanya
perbaikan harapan hidup dibandingkan kelompok placebo. Namun penelitian ini
tidak cukup kuat untuk mereko-mendasikan penggunaan colchicines jangka
panjang pada pasien sirosis karena tingginya angka drop out pada percobaan
tersebut.
d. Kortikosteroid merupakan anti imflamasi menghambat sintesis kolagen maupun
pro-kolagenase. Penggunaan prednisone sebagai terapi pada hepatitis virus B
kronik masih diperdebatkan. Penelitian propsektif pada anak Italia dengan
hepatitis kronik aktif yang disebabkan hepatitis B virus menunjukan tidak
adanya keuntungan dari pemberian prednisolon.
e. D-penicillamine. Pemberian penicil- linamine selama 1-7 tahun (rata-rata 3,5
tahun) pada pasien dengan Indian Chil hood cirrhosis ternyata memberikan
perbaikan klinik, biokimia dan histology. Namun penelitian Boderheimer,
mendapatkan bahwa pemberian penicillinamine 250 mg dan 750 mg pada
pasien sirosis bilier primer ternyata tak memberikan keuntungan klinis. Juga
peningkatan dosis hanya memberatkan efek samping obat, sedangkan
penyakitnya tetap progresif.
f. Cyclosporine; pemberian cyclosporine A pada pasien sirosis bilier primer
sebanyak 3 mg/kgbb/hari akan menurunkan mortalitas serta memper-panjang
lama dibutuhkannya trans-platasi hati sampai 50% disampingkan kelompok
placebo.
g. Obat yang menurunkan tekanan vena portal, vasopressin, somatostatin,
propanolol dan nitrogliserin.
h. Anti virus pemberiannya bertujuan untuk menghentikan replikasivirus dalam sel
hati.
6. Mencegah dan mengatasi komplikasi yang terjadi.
a. Pengobatan Hipertensi Portal
b. Asites
Asites dapat diatasi dengan retriksi cairan serta diet rendah natrium (0,5
mmol/kgbb/hari), 10%-20% asites memberikan respon baik dengan terapi diet.
Bila usaha ini tidak berhasil dapat diberikan diuretik yaitu antagonis aldosteron
seperti spironolakton dengan dosis awal 1 mg/kgbb yang dapat dinaikkan

20
bertahap 1 mg/kgbb/hari sampai dosis maksimal 6 mg/kgbb/hari. Pengobatan
diuretik berhasil bila terjadi keseimbangan cairan negatif 10 ml/kgbb/hari dan
pengurangan berat badan 1%-2%/hari. Bila hasil tidak optimal dapat
ditambahkan furosemid dengan dosis awal 1-2 mg/kgbb/hari dapat dinaikan
pula sampai 6 mg/kgbb/hari. Parasentesis dapat dipertimbangkan pada asites
yang menyebabkan gangguan pernafasan dan juga terindikasi untuk asites yang
refrakter terhadap diuretika. Pada asites refrakter maupun yang rekuren juga
dapat dilakukan tindakan tranjugular intra hepatik portosistemic shunt.
7. Transplatasi hati, merupakan terapi standar untuk anak dengan penyakit sirosis.

2.11. KOMPLIKASI
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Berikut berbagai
macam komplikasi sirosis hati :
1. Hipertensi Portal
2. Asites
3. Peritonitis Bakterial Spontan. Komplikasi ini paling sering dijumpai yaitu infeksi
cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra
abdominal. Biasanya terdapat asites dengan nyeri abdomen serta demam.
4. Varises esophagus dan hemoroid. Varises esophagus merupakan salah satu
manifestasi hipertensi porta yang cukup berbahaya. Sekitar 20-40% pasien sirosis
dengan varises esophagus pecah menimbulkan perdarahan.
5. Ensefalopati Hepatik. Ensefalopati hepatic merupakan kelainan neuropsikiatri
akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur kemudian berlanjut sampai
gangguan kesadaran dan koma4. Ensefalopati hepatic terjadi karena kegagalan
hepar melakukan detoksifikasi bahan-bahan beracun (NH3 dan sejenisnya). NH3
berasal dari pemecahan protein oleh bakteri di usus. Oleh karena itu, peningkatan
kadar NH3 dapat disebabkan oleh kelebihan asupan protein, konstipasi, infeksi,
gagal hepar, dan alkalosis13. Berikut pembagian stadium ensefalopati hepatikum :

Tabel 4. Pembagian stadium ensefalopati hepatikum4

21
6. Sindroma Hepatorenal. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal
akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin, tanpa adanya kelainan
organic ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang
berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.

2.12. PROGNOSIS
Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi, dan penyakit lain yang
menyertai sirosis. Klasifikasi Child-Turcotte juga untuk menilai prognosis pasien
sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin,
albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati, dan status nutrisi.
BAB III
KASUS

A. Identitas
Nama : Ny. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 70 Tahun
Alamat : Desa Mumbuli dusun 3, Banawa Selatan, Donggala
Pekerjaan : IRT
Pendidikan terakhir : SMA
Tanggal Pemeriksaan : 13 desember 2016
Ruangan : Camar, RSU Anutapura

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Berak Hitam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien perempuan usia 70 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan berak
hitam sejak dua bulan lalu. Perasaan tidak enak pada bagian perut kanan
dikeluhkan. Satu bulan belakangan pada bagian perut dirasakan seperti

22
membesar. Sering muntah dan mual beberapa hari ini. Sakit ulu hati juga
dikeluhkan. Beberapa hari belakangan terdapat perubahan yang terjadi pada
kulit, terutama pada kuku jari tangan dan kakinya. Adanya penururnan berat
badan yang dirasakan selama sebulan belakangan. Demam tidak dikeluhkan.
Sakit kepala tidak dikeluhkan pasien. Batuk juga tidak dikeluhkan pasien. BAK
berwarna teh pekat.
Penyakit Dahulu :.
- Riwayat DM (-)
- Riwayat HT (-)
- Riwayat merokok (-)
- Riwayat minum alkhohol (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit sedang / Compos Mentis
BB : TDP kg
TB : 156 cm
IMT : TDP
Tanda vital :
TD : 90/60 mmHg Pernapasan : 20 kali/menit
Nadi : 80 kali/menit Suhu : 36,7 0C
Kepala :
Wajah : Pucat (+), Sianosis (-), Edema (-) Jejas (-)
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, Rontok (-), tidak mudah dicabut
Mata : - Konjungtiva: anemis +/+
- Sklera : ikterus +/+
- Pupil : isokor, diameter + 3 mm/3 mm RCL (+), RCTL (+)
Mulut : Hiperemis (-), Ulkus (-), Lidah kotor (-), tonsilofaringitis (-)
Leher :
KGB : Limfadenopati (-)
Tiroid : Simetris, mengikuti gerakan menelan, pembesaran (-)
JVP : R5 + 2 cm H2O
Massa Lain : Tidak ada
Dada :
Paru-paru :
- Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, Retraksi dinding dada (-)

23
- Palpasi : Vocal premitus sama pada kiri dan kanan, nyeri
tekan (-),
krepitasi (-), massa (-)
- Perkusi : Sonor lapangan paru kiri dan kanan
- Auskultasi : Vesikuler +/+, Rh -/- Wh -/-
Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC VI midclavicula sinistra
- Perkusi : - Batas kanan atas SIC II linea parasternalis dextra.
- Batas kanan bawah SIC IV Linea parasternalis dextra.
- Batas kiri atas SIC II linea parasternalis sinistra.
- Batas kiri bawah SIC VI linea midclavicula sinistra.
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II regular, bising (-) Gallop (-)
Perut :
- Inspeksi : Kesan cembung, ruam kulit tersebar diseluruh abdomen
- Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
- Perkusi : Tympani (+) kesan menurun, shifting dullness (+)
- Palpasi :
Nyeri tekan region epigastrium
Hepar teraba tiga jari dibawah arcus costae dengan permukaan rata,
konsistensi lunak, ujung tumpul dan terasa nyeri saat ditekan.

Anggota gerak :
- Atas : akral hangat (+/+) edema (-/-), tidak ada hambatan gerak
- Bawah : akral hangat (+/+) edema (-/-), tidak ada hambatan gerak

D. Hasil Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
DARAH LENGKAP NILAI RUJUKAN
( 08 Desember 2016)
WBC 14,39 x 103/mm3 4,8-10,8
RBC 2,59 x 106/mm3 4,7-6.1
PLT 592 x 103/mm3 150-450
HCT 22,9 % 42-52
HGB 8 14-18
MCV 88 fl 80-99
MCH 30,9 pg 27-31

FUNGSI HATI NILAI RUJUKAN

24
( 08 desember 2016)
SGOT 590 U/L 0 - 35
SGPT 530 U/L 0 - 45

JENIS PEMERIKSAAN KETERANGAN


(09 Desember 2016)
HbsAG NON REAKTIF ICT/Rapid
ANTI HBs - -
ANTI HCV NON REAKTIF ICT/Rapid

FAAL HATI NILAI RUJUKAN


(09 Desember 2016)
Bilirubin total 23,05 0,2 1,0
Bilirubin direk 17,29 0,05 0,3
Bilirubin Indirek 5,76

FAAL GINJAL NILAI RUJUKAN


(09 desember 2016)
Albumin 2.3 g/dL 3.5 5.2
Urea 31 mg/dL 18 55
Creatinin 1.05 mg/dL 0.50 1.20

USG

25
Dari hasil USG :
Hepar : uk kecil, echo parenkim kasar, ujung tumpul, tidak tampak
dilatasi vaskuler maupun bile ductus, nodul, massa (-)
GB : uk dan echo normal, batu (-), massa (-), sludge (-)
Pankreas dan lien : kesan normal
Ginjal : uk. kecil, echo cortex meningkat, tidak tampak batu maupun
tanda-tanda bendungan
VU : uk.dan echo normal, dinding normal, batu (-), massa (-)
Kesan : Cirrhosis hepatitis disertai asites
E. Resume
Pasien perempuan usia 70 tahun MRS dengan keluhan berak hitam sejak dua bulan
lalu. Abdominal pain (+),malaise (+), mual (-), muntah (-), demam (-),BAB Hitam,
BAK teh pekat.
Tanda vital : TD : 90/60, N : 80 x/m, R : 20 x/m. S : 36,7oC.
Fisis : wajah pucat (+), konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik +/+, abdomen kesan
cembung, nyeri tekan abdomen (+), Hepatomegaly (+) Siffting Dulness (+).

F. Diagnosis Sementara
1. Diagnosis Kerja : Melena Ec Sirosis Hepatis
DD : Malnutrisi energi - protein, tumor abdomen
G. Penatalaksanaan:
Non Medikamentosa:

26
- Tirah baring dan kurangi aktifitas fisik
- Diet protein
- Diet rendah natrium
Medikamentosa:
IVFD Asering
Spinorolactone 25 mg/hr
Curcuma 3x1
Omeprazol amp/12 jam
Vitamin K 1 amp/8jam
Vip albumin 3x1
H. Pemeriksaan Tambahan
- Albumin
I. Anjuran Pemeriksaan:
- Tes alpha fenoprotein
J. Prognosis
Dubia et bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Penegakkan diagnosis pasti dari Diagnosis pada penderita suspek sirosis hati
dekompensata tidak begitu sulit, gabungan dari kumpulan gejala yang dialami pasien
dan tanda yang diperoleh dari pemeriksaan fisis sudah cukup mengarahkan kita pada
diagnosis. Pada penderita gejala dan tanda sirosis hati didapatkan secara nyata dan
jelas. Dari anamnesis terhadap pasien didapatkan, lesu dan berat badan pasien akhir-
akhir ini menurun, anoreksia, nyeri pada abdomen dan terasa sebah. Terdapat mata
kekuningan, perut membuncit 4. Sedangkan manifestasi dan tanda klinis dari pendertita
sirosis hepatis ditentukan oleh 2 kelainan fundamental yaitu: kegagalan fungsi hati dan
hipertensi portal.6
Tabel 5. Gejala kegagalan fungsi hati dan hipertensi portal.

Gejala/tanda Gejala/tanda
kegagalan fungsi hati hipertensi portal
- Ikterus - Varises esofagus/cardia
- Spider naevi - Splenomegali
- Ginekomastia - Pelebaran v.kolateral

27
- Hipoalbumin dan malnultrisi kalori - Ascites
- Bulu ketiak rontok - Haemoroid
- Ascites - Caput medusae
- Eritema palmaris
- white nail
Pada pasien ini didapatkan gejala/tanda kegagalan fungsi hati berupa: ikterus,
hipoalbumin, ascites, anemis, malaise. Sedangkan dari gejala/tanda hipertensi portal:,
pelebaran v.kolateral, ascites, caput medusae.
Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis, Urine : Dalam
urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Tinja :
Mungkin terdapat kenaikan sterkobilinogen. Pada penderita ikterus ekskresi pigmen
empedu rendah. Namun pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan urine maupun
feses rutin. Darah : Pada pasien ini ditemukan peningkatan sel darah putih, penurunan
sel darah merah dan anemia makrositik. Tes faal hati : Penderita sirosis banyak
mengalami gangguan tes faal hati, lebih-lebih lagi bagi penderita yang sudah disertai
tanda-tanda hipertensi portal. Fungsi hati kita dapat menilainya dengan memeriksa
kadar aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase,
serumalbumin, prothrombin time, dan bilirubin yang pada pasien ini terdapat
hipoalbuminemua. Serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat
transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik. Pada
pasien ini yang diperiksa serum SGPT 530 /lt dan serum SGOT 590 /lt.
Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena
pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut
hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati
mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas
parenkihati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosivena
porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis. Namun
untuk pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan tersebut. Dari hasil pemeriksaan
radiologi didapatkan kesan sirosis hepatis disertai asites. Dari diagnosis sirosis ini kita

28
dapat menilai derajat beratnya sirosis dengan menggunakan klasifikasi Child Pugh
namun terbatas pada nilai serum bilirubin yang belum ada.
Gejala-gejala sirosis dekompensata lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta. Hati yang normal mempunyai
kemampuan untuk mengakomodasi perubahan pada aliran darah portal tanpa harus
meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal terjadi oleh adanya kombinasi dari
peningkatan aliran balik vena portal dan peningkatan tahanan pada aliran darah portal 6.
Meningkatnya tahanan pada area sinusoidal vascular disebabkan oleh faktor tetap dan
faktor dinamis. Dua pertiga tahan vaskuler intrahepatis disebabkan oleh perubahan
menetap pada arsitektur hati. Perubahan tersebut seperti terbentuknya nodul dan
produksi kolagen yang diaktivasi oleh sel stellata. Kolagen pada akhirnya berdeposit
dalam daerah perisinusoidal. Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskuler
portal adalah adanya kontraksi dari sel stellata yang berada disisi sel endothelial. Nitric
oxide diproduksi oleh endotel untuk mengatur vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada
sirosis terjadi penurunan produksi lokal dan nitric oxide sehingga menyebabkan
kontraksi sel stellata sehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid hepar.
Dari hasil anamnesis didapatkan malaise dan berat badan turun, adanya proses
glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati membuat seseorang tetap mempunyai
cadangan energi dan energi apabila seseorang tidak makan, namun pada pasien sirosis
hepatis, kedua proses ini tidak berlangsung sempurna sehingga pasien mudah lelah dan
pada keadaan yang lebih berat pasien bahkan tidak dapat melakukan aktivitas ringan.
Nyeri pada ulu hati akibat dari timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis
Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa
kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster
dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah
timbulnya defisiensi makanan.
Ikterus (mata kekuningan), Ikterus-pada kulit dan membran mukosa akibat
bilirubinemia. Bila konsentasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urine
terlihat gelap seperti air teh.11

29
Perut membuncit disebabkan oleh adanya Ascites. Ascites adalah adanya cairan
bebas dalam rongga peritoneum. Pada sirosis hati aschites terbentuk akibat adanya
beberapa hal yaitu: hipertensi portal, retensi natrium, vasodilatasi arteri splanknika,
perubahan aliran vaskuler sistemik, peningkatan pembentukan cairan limfe hepatik dan
splanknika, dan albuminemia. Diagnosis ascites berdasarkan pemeriksaan fisik
ditemukan dari pemeriksaan fisik hanya mungkin bila cairan ascites lebih dari 1,5-2
liter, terdapat tanda shifting dulness, undulasi, dan caput medusae. Pada ascites
minimal dapat diperiksa dengan cara pudle sign. Pada ultrasonografi dapat
mendeteksi adanya cairan ascites dalam jumlah diatas 50 ml. Pada pemeriksaan CT
scan/MRI hanya atas indikasi tertentu. Terapi parasintesis Abdominal Ascites, seleksi
pasien: Ascites tenseatau permagna, didapatkan edema tungkai, Child B,
protombine >40%, bilirubin serum <10 mg/dl, trombosit>40.000/mm3, kreatinin serum
<3mg/dl. Bila rutin: jumlah cairan 5-10 l, infus albumin 6-8 g/l cairan diambil.11
Dari temuan klinis ditemukan eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan
hipothenar telapak tangan. Hal ini dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon
estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis.
Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik dapat membesar, normal, atau mengecil.
Bilamana hati teraba keras dan noduler. Splenomegali sering ditemukan terutama pada
sirosis yang penyebabnya non alkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah
lien karena hipertensi porta.14
Riwayat kesehatan yang lalu (sakit kuning, dll)
Prognosis pada pasien ini adalah sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah
faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi, dan penyakit lain yang
menyertai sirosis. Klasifikasi Child-Turcotte juga untuk menilai prognosis pasien
sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin,
albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati, dan status nutrisi.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdjanah, S. Sirosis Hati. Dalam : Sudoyo AW, et all. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 2006;1. h. 443-63.
2. Chung Raymond T, Padolsky Daniel K. Cirrhosis and Its Complications.
Dalam : Harrisons Principle of Internal Medicine. Edisi XVI. Newyork:
McGraw-Hill Companies. 2005. h.1844-55.
3. Sutadi Sri M. Sirosis Hepatis. Available from : http://library.usu.ac.id/download/f
k/ penydalamsrimaryani5.pdf. Accessed Oktober 25, 2016.
4. Amiruddin Rifai. Fisiologi dan Biokimia Hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran UI. 2006. h. 415-6.
5. Sylvia, A. Patofisiologi Volume 1. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran;
2012. h. 493-7
6. Con HO dan Atterburry. Cirrhosis. Dalam : Schif L and Schif ER, Editor. Diseases
of the liver. Edisi 7. Philadelphia: J.B. Lippincot Company. 2006. h.875-934.
7. Garcia-Tsao D, Wongcharatrawee S. (VA Hepatitis C resource center Program).
Treatment of patients With Cirrhosis and Portal Hypertension Literature Review

31
and Summary of Recommended Interventions. Available from :
http://www.va.gov/hepatitisc. Accessed Oktober 25, 2016.
8. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Hati dan saluran empedu. Dalam : Buku Ajar
Patologi. 7th Edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004;2. h. 671-2.
9. Marc S. Sabatine. Sirosis dalam Buku Saku Klinis. Dalam : The Massachusetts
General Hospital Handbook of Internal Medicine. 2004. h.66-70.
10. Sherlock S, Dooley J. Hepatic Cirrhosis. Dalam : Diseases of the liver and billiary
system, editor. Edisi 10. Blackwell Science Publication. 2010. h. 371-84.
11. Taylor CR. Cirrhosis. .eMedicine Specialities. Available from: http://emedicine.
medscape.com/article/366426- Overview 13. Accessed November 20, 2016.
12. Wolf DC. Cirrhosis.eMedicine Specialities.. Available from:
http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm. Accessed November 20, 2016

32

Anda mungkin juga menyukai