Dewi SartikaMuliadi,S.Ked
11-16-777-14-120
Supervisior/Pembimbing:
dr. Citra Azma Anggita,M.Kes, Sp.M
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Ilmu Kesehatan Mata RSU Anutapura Palu, Fakultas Kedokteran Universitas Al-
Khairaat.
Mengetahui,
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Traktus uvealis terdiri dari iris, corpus cilliare, dan koroid. Bagian ini
merupakan lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh karena dan sclera.
Struktur ini ikut mendarahi retina.(3)
Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang
berasal dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari
sirkulus arteri mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan
anastomosis arteri siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus.
Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan brevis.(7)
2.1.1 Iris
2.1.3 Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan sclera. Koroid
tersusun atas tiga lapis pembuluh darah koroid ; vesikuler besar, sedang dan kecil.
Semakin dalam pembuluh terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya.
Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai koriokapilaris. Darah dari
pembuluh koroid dialirkan melalui empat vena vorticosa, satu di tiap kuadran
posterior. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran bruch dan disebelah
luar oleh sclera. Ruang suprakoroid terletak diantara koroid dan sclera. Koroid
melekat erat ke posterior pada tepi-tepi nervus opticus. Di sebelah anterior koroid
bergabung dengan corpus cilliares. Kumpulan pembuluh darah koroid mendarahi
bagian luar retina yang menyokongnya.(3)
Gambar 2. Lapisan koroid(8)
Sumber: Riordan-Eva P. Anatomy & Embryology of the Eye In: Riordan-Eva P, Whitcher JP, editors.
General Ophthalmology 17th Ed. London: McGraw Hill, 2007
Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun,
angka kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya
uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk uveitis
pada laki-laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma tembus
dan uveitis nongranulomatosa anterior akut. Sedangkan pada wanita umumnya
berupa uveitis anterior kronik idiopatik dan toksoplasmosis.(9)
2.4 Etiologi
c. Sarkoidosis
Sarkoidosis adalah penyakit granulomatosa kronik yang belum diketahui
penyebabnya; biasanya terjadi pada decade keempat atau kelima kehidupan.
Kelainan paru ditemukan pada lebih dari 90% pasien. Nyatanya, hamper seluruh
system organ tubuh dapat terlibat, termasuk kulit, tulang, hati, limpa, system saraf
pusat, dan mata. Reaksi jaringan yang terjadi jauh lebih ringan daripada uveitis
tuberkulosis dan jarang disertai perkijaun. Rekasi alergi pada uji kulit menukung
diagnosis sarkoidosis. Bila kelenjar parotis terkena, penyakit ini disebut demam
uveoparotis (Heerfordt), bila kelenjar lakrimal terkena disebut sindrom Mikulicz.
Uveitis terjadi pada sekitar 25% pasien sarkoidosis sistemik. Sama halnya
dengan tuberkulosis, setiap jenis uveitis bisa ditemukan, tetapi sarkoid
memerlukan perhatian khusus bila uveitisnya granulomatosa atau terdapat flebitis
retina, terutama pada pasien-pasien ras kulit hitam.(11)
d. Toksoplasmosis okular
Toksoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii, suatu protozoa
intrasel obligat. Lesi ocular mungkin didapat in utero atau muncul sesudah infeksi
sistemik. Gejala-gejala konstitusional mungkin ringan dan mudah terlewatkan.
Kucing peliharaan dan spesies kucing lainnya berperan sebagai hospes definitive
parasite ini. Wanita-rentan yang terkena selama kehamilan dapat menularkan
penyakit ke janinnya, yang bisa berakibat fatal. Sumber infeksi pada manusia
adalah ookista di tanah atau debu di udara, daging kurang matang yang
mengadnugn bradiozit (parasite bentuk kista), dan takizoit (bentuk proliferative)
yang ditularkan melalui plasenta. Pasien retinokoroiditis mengelihkan floaters dan
penglihatan kabur. Pada kasus-kasus yang berat, dapat pula disertai nyeri dan
fotofobia. Lesi okularnya terdiri atas sejumlah daerah putih halus retinokoroiditis
nekrotik fokal yang bisa kecil atau besar, tungga atau multiple. Lesi edema yang
aktif sering didapatkan bersebelahan dengan parut retina yang telah sembuh. Pada
retina dapat terjadi vaskulitis dan perdarahan. Edema macula kistoid bisa
menyertai lesi pada macula atau didekatnya. Iridosiklitis sering terlihat pada
pasien-pasien dengan infeksi berat dan tekanan intraokularnya bisa meningkat.(11)
e. Sifilis
Sifilis merupakan penyebab uveitis yang jrang, tetapi dapat disembuhkan.
Peradangan intraocular hamper seluruhnya terjadi pada infeksi stadium kedua dan
ketiga, dan semua jenis uveits bisa terjadi. Retinitis atau neuritis optic sering
menyertai. Atrofi luas dan hyperplasia epiel pigmen retina dapat terjadi pada
stadium lanjut jika peradangan dibiarkan tanpa diobati.(11)
f. Herpes virus
Uveitis yang disebabkan oleh virus herpes, biasanya penyebabnya ada dua
yaitu virus herpes simpleks dan virus varicella zoster. Biasanya untuk mengetahui
penyebab pasti di antara kedua virus tersebut agak sulit. Namun biasanya virus
herpes simpleks mengenai anak-anak dan dewasa muda, sedangkan virus varicella
zoster mengenai orang lanjut usia atau orang yang immunocompromised. Selain
itu, virus herpes simpleks menimbulkan vesikel-vesikel bergerombol di kulit
penderita dan terdapat edema, sedangkan vesikel yang ditimbulkan oleh virus
varicella zoster terpisah-pisah. Manifestasi klinis yang timbul biasanya hanya
pada satu mata (unilateral), penglihatan kabur, mata sakit dan merah, fotofobia.
Pada pemeriksaan akan didapatkan hipopion, hifema, tekanan intraocular
meningkat, iris atrofi sektoral, edema kornea.(3,11)
g. AIDS
Uveitis sering ditemukan pada pasien terinfeksi human immunodeficiency
virus (HIV) khususnya pada stadium penyakit lanjut saat AIDS timbul. Jumlah
limfosit T CD4 merupakan predictor yang baik untuk risiko infeksi oprtunistik
yang kebanyakan terjadi pada jumlah kurang dari 100 sel/L. Uveitis paling
sering terjadi pada infeksi di segmen posterior mata. Retinitis sitomegalovirus-
retinitis geografik yang sering disertai perdarahan, mengenai 30-40% pasien HIV-
positif pada suatu waktu selama perjalanan penyakitnya sebelum dimulainya
terapi antiretroviral kombinasi. Virus herpes lain, seperti aricella-zoster dan
herpes simpleks juga bisa menimbulkan retinitis yang tampilannya sangat mirip,
tetapi biasanya dapat dibedakan karena progresifitasnya yang sangat cepat.
Organisme lain, misalnya t gondii, Treponema pallidum, Cryptococcus
neoformans, mycobacterium tuberculosis, dan Mycobacterium avium-
intracellulare menginfeksi kurang dari 5% pasien HIV-positif; namun, tetap harus
dipertimbangkan, terutama bila terdapat riwayat terinfeksi atau terpajan, ada
koroiditis, atau bila retinitisnya tidak khas ata tidak berespons terhadap terapi
antiviral. Limfoma intraocular terjadi pada kurang dari 1% pasien hiv-positif,
tetapi harus dipikirkan pada retinitis yang tidak khas atau tidak responsive dengan
terapi antiviral, khususnya bila ditemukan gejala-gejala neurologis.(3,11)
2.5 Patofisiologi
Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor aqueus)
yang memberi makanan kepada lensa dan kornea.(10) Radang iris dan badan siliar
menyebabkan rusaknya blood aqueous barrier sehingga terjadi peningkatan
protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan
biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil
dengan gerak Brown (efek tyndall). Dengan adanya peradangan di iris dan badan
siliar, maka timbullah hiperemi yang aktif, pembuluh darah melebar,
pembentukan cairan bertambah, sehingga dapat menyebabkan glaukoma
sekunder. Selain oleh cairan bilik mata, dinding pembuluh darah dapat juga dilalui
oleh sel darah putih, sel darah merah, dan eksudat yang akan mengakibatkan
tekanan osmose cairan bilik mata bertambah dan dapat mengakibatkan glaukoma.
Cairan dengan lain-lainya ini, dari bilik mata belakang melalui celah antar
lensa iris, dan pupil ke kamera okuli anterior. Di kamera okuli anterior, oleh
karena iris banyak mengandung pembuluh darah, maka suhunya meningkat dan
berat jenis cairan berkurang, sehingga cairan akan bergerak ke atas. Di daerah
kornea karena tidak mengandung pembuluh darah, suhu menurun dan berat jenis
cairan bertambah, sehingga di sini cairan akan bergerak ke bawah. Sambil turun
sel-sel radang dan fibrin dapat melekat pada endotel kornea, membentuk keratik
presipitat yang dari depan tampak sebagai segitiga dengan endapan yang makin ke
bawah semakin besar. Di sudut kamera okuli anterior cairan melalui trabekula
masuk ke dalam kanalis Schlemn untuk menuju ke pembuluh darah episklera. Bila
keluar masuknya cairan ini masih seimbang maka tekanan mata akan berada pada
batas normal 15-20 mmHg. Sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat sudut
kamera okuli anterior, sehingga alirannya terhambat dan terjadilah glaukoma
sekunder. Galukoma juga bisa terjadi akibat trabekula yang meradang atau
sakit.(10)
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-
sel radang didalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun
migrasi eritrosit ke dalam BMD dikenal dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang
dapat juga terjadi pada perifer pupil yang disebut Koeppe nodules, bila
dipermukaan iris disebut Busacca nodules.(3)
Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel radang yang menyebabkan organisasi
jaringan dan terjadi oklusi pupil. Peradangan badan siliar dapat pula menyebabkan
kekeruhan pada badan kaca, yang tampak seperti kekeruhan karena debu. Dengan
adanya peradangan ini maka metabolisme pada lensa terganggu dan dapat
mengakibatkan katarak. Pada kasus yang sudah lanjut, kekeruhan badan kaca pun
dapat mengakibtakan organisasi jaringan yang tampak sebagai membrana yang
terdiri dari jaringan ikat dengan neurovaskularisasi dari retina yang disebut
retinitis proloferans. Pada kasus yang lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan ablasi
retina.
2.6 Gejala Klinis
a. Uveitis anterior
Uveitis anterior dapat berupa gejala yang akut, kronis atau rekuren. Uveitis
anterior umumnya inflamasi intraokuler dan umumnya adalah unilateral dengan
nyeri atau photophobia, kemerahan pada circumlimbal dan adanya sel dan flare
pada bagian anterior serta dengan onset akut.(11)
Sumber :Agrawal RV, Murty S, Sangwan V,Biswas J. Current approach in diagnosis and
management of anterior uveitis. Indian J OPhtalmol.2010 Jan-Feb; 58(1):11-19
Sumber :Agrawal RV, Murty S, Sangwan V,Biswas J. Current approach in diagnosis and
management of anterior uveitis. Indian J OPhtalmol.2010 Jan-Feb; 58(1):11-19
Sumber :Agrawal RV, Murty S, Sangwan V,Biswas J. Current approach in diagnosis and
management of anterior uveitis. Indian J OPhtalmol.2010 Jan-Feb; 58(1):11-19
Gambar 8 . Gambaran membrane fibrous dan membrane pupil dengan
hipopion
Sumber :Agrawal RV, Murty S, Sangwan V,Biswas J. Current approach in diagnosis and
management of anterior uveitis. Indian J OPhtalmol.2010 Jan-Feb; 58(1):11-19
Sumber :Agrawal RV, Murty S, Sangwan V,Biswas J. Current approach in diagnosis and
management of anterior uveitis. Indian J OPhtalmol.2010 Jan-Feb; 58(1):11-19
b. Uveitis Intermediet
Uveitis intermediet juga disebut siklitis, uveitis perifer, atau pars planitis
adalah jenis peradangan intraokuler terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediet
yang terpenting yaitu adanya peradangan vitreus. Uveitis intermediet khasnya
bilateral dan cenderung mengenai pasien pada masa remaja akhir atau dewasa
muda. Pria lebih banyak yang terkena dibandingkan wanita. Gejala-gejala khas
meliputi floaters dan penglihatan kabur. Nyeri, fotofobia, dan mata merah
biasanya tidak ada atau hanya sedikit. Temuan pemeriksaan yang paling
menyolok adalah vitritis- sering kali disertai dengan kondensat vitreus, yang
melayang bebas seperti “bola salju” (snowballs) atau menyelimuti pars plana dan
corpus cilliar seperti gundukan salju (snow banking).” Peradangan bilik mata
depan mungkin hanya minimal, tetapi jika sangat jelas, peradangan ini lebih tepat
disebut sebagai uveitis difus atau panuveitis. Penyebab uveitis intermediet tidak
diketahui pada sebagian besar pasien, tetapi sarkoidosis dan sklerosis multipel
berperan pada 10-20% kasus; sifilis dan tuberculosis (walaupun jarang) harus
disingkirkan dulu kemungkinannya pada setiap pasien. komplikasi uveitis
intermdiet yang tersering meliputi edema macula kistoid, vaskulitis retina, dan
neovaskularisasi pada diskus optikus.(3)
c. Uveitis Posterior
Termasuk di dalam uveitis posterior adalah retinitis, koroiditis, vaskulitis
retina, dan papilitis yang bisa terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan. Gejala yang
timbul umumnya berupa floaters, kehilangan lapangan pandang atau scotoma,
atau penurunan tajam penglihatan, yang mungkin parah. Ablatio retina walaupun
jarang, paling sering terjadi pada uveitis posterior; jenisnya bisa traksional,
regmatogenosa atau eksudatif. (3)
Diagnosis banding uvetis anterior menurut Vaughan (2000) antara lain: (3)
a. Konjungtivitis: penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada sekret mata
dan umumnya tidak ada sakit, fotofobia, atau injeksi siliaris.
b. Keratitis atau keratokunjungtivitis: penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit
dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan
herpes zooster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya.
c. Glaukoma akut: pupil melebar, tidak ada sinekia posterior, dan
korneanya beruap.
d. Setelah serangan berulang kali, uveitis non-granulomatosa dapat
menunjukkan ciri uveitis granulomatosa
2.10 Komplikasi
a. Glaukoma (peninggian tekanan bola mata)
b. Katarak
c. Ablasio retina
2.10 Penatalaksanaan
2.11 Prognosis
I. Identitas Pasien
Nama : Tn.A
Umur : 40 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : jalan cemangi lrg. V
NO RM : 496863
II. ANAMNESIS
Pasien laki-laki datang ke Poli Rumah Sakit Umum Anutapura Palu dengan
keluhan mata kiri merah sejak 2 hari terakhir, keluhan mulai dirasakan setelah
pasien mengendarai motor dari Donggala ke palu.awalnya pasien merasa nyeri
pada mata sampai dikepala, mata berair (+), banyak kotoran mata (+), secret (-),
gatal (+), silau melihat cahaya. Riwayat hipertensi (-), DM (-), riwayat trauma
pada mata (-)
Riwayat Penyakit Mata Sebelumnya: beberapa bulan yang lalu pasien sudah
pernah merasakan keluhan yang sama.
Riwayat Penyakit Mata dalam Keluarga: tidak ada keluarga yang menderita hal
yang sama
B.PALPASI
- Tensi Okular Normal Normal
V. RESUME
Pasien laki-laki datang ke Poli Rumah Sakit Umum Anutapura Palu dengan
keluhan mata kiri merah sejak 2 bulan, keluhan mulai dirasakan setelah pasien
mengendarai motor dari Donggala ke palu.awalnya pasien merasa nyeri pada
mata sampai dikepala, mata berair (+), banyak kotoran mata (+), secret (-), gatal
(+), silau melihat cahaya. Riwayat hipertensi (-), DM (-), riwayat trauma pada
mata (-), riwayat keluhan yangsama beberapa bulan yang lalu.
Pemerisaan fisik : VOS = 0, kornea keruh, BMD terdapat hipopion, Pupil
ireguler dan sinekia posterior.
VI. DIAGNOSIS/ DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis : OS Uveitis Posterior
VII. PENATALAKSANAAN
1. IVFD RL 20 tpm
2. Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
3. Inj. Metronidazole 500 mg/8jam/iv
4. Inj. Dexametasone 5 mg/8jam.iv
5. Inj.Omeprazole 40 mg/8jam/iv
6. Inj.Ketorolac 30 mg/8jam/iv
7. C. P-pred 1 tetes / 1 jam
8. C-LFX 6 x 1 gtt OS
9. Bralifex 6 x 1 gtt OS
VIII. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : Dubia ad Malam
- Quo ad funtionam : Dubia ad Malam
- Quo ad sanationam: Dubia ad Malam
DAFTAR PUSTAKA