Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

OLEH

YANI SUCIANI, S. Kep


NPM. 022 021 090

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XVIII

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM

TAHUN 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

Laporan Pendahuluan Keperawatan KDP ini telah diperiksa, disetujui, dan dievaluasi oleh

pembimbing pada :

Hari :

Tanggal :

DISUSUN OLEH :

YANI SUCIANI S. Kep


NPM 022021090

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Robiatul Adawiyah Ns Suci Kurniaty, S.Kep

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XVII


(SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN) STIKES MATARAM
TAHUN 2022/2023

i
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

I. KONSEP KEBUTUHAN
A. DEFINISI
Oksigen merupakan salah satu kebutuhan yang diperlukan dalam proses
kehidupan karena oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh.
Kebutuhan oksigen didalam tubuh harus terpenuhi karena apabila berkurang maka
akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila berlangsung lama akan
menyebabkan kematian .
Proses pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia dapat dilakukan dengan
cara pemberian oksigen melalui saluran pernafasan, pembebasan jalan nafas dari
sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen, memulihkan dan memperbaiki
organ pernafasan agar berfungsi secara normal (Taqwaningtyas, Ficka (2013)
(Budyasih, 2014).
Oksigen merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh tubuh
bersama dengan unsur lain seperti hidrogen, karbon, dan nitrogen. Oksigen
merupakan unsur yang diperlukan oleh tubuh dalam setiap menit ke semua proses
penting tubuh seperti pernapasan, peredaran, fungsi otak, membuang zat yang
tidak dibutuhkan oleh tubuh, pertumbuhan sel dan jaringan, serta pembiakan
hanya berlaku apabila terdapat banyak oksigen. Oksigen juga merupakan sumber
tenaga yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh (Atoilah & Kusnadi, 2013).
(Eki, 2017).
Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem
tubuh baik itu bersifat kimia atau fisika. Oksigen ditambahkan kedalam tubuh
secara alami dengan cara bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan proses
pertukaran gas antara individu dengan lingkungan yang dilakukan dengan cara
menghirup udara untuk mendapatkan oksigen dari lingkungan dan kemudian
udara dihembuskan untuk mengeluarkan karbon dioksida ke lingkungan (Saputra,
2013).
Kebutuhan Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam mempertahankan
kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh dalam kehidupan sehari-hari.
Kebutuhan oksigenasi dipengaruhi oleh beberapa factor seperti fisiologis,
perkembangan, perilaku, dan lingkungan (Ernawati, 2012).

1
B. FISIOLOGI SYSTEM
Sistem Respirasi
a. Fisiologi ventilasi paru
Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru. Pergerakan
udara ke dalam dan keluar paru disebabkan oleh:
1. Tekanan pleura : tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru
dan pleura dinding dada. Tekanan pleura normal sekitar -5 cm H2O, yang
merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk mempertahankan paru agar
tetap terbuka sampai nilai istirahatnya. Kemudian selama inspirasi normal,
pengembangan rangka dada akan menarik paru ke arah luar dengan
kekuatan yang lebih besar dan menyebabkan tekanan menjadi lebih
negatif (sekitar -7,5 cm H2O).
2. Tekanan alveolus : tekanan udara di bagian dalam alveoli paru. Ketika
glotis terbuka dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam atau keluar
paru, maka tekanan pada semua jalan nafas sampai alveoli, semuanya
sama dengan tekanan atmosfer (tekanan acuan 0 dalam jalan nafas) yaitu
tekanan 0 cm H2O. Agar udara masuk, tekanan alveoli harus sedikit di
bawah tekanan atmosfer. Tekanan sedikit ini (-1 cm H2O) dapat menarik
sekitar 0,5 liter udara ke dalam paru selama 2 detik. Selama ekspirasi,
terjadi tekanan yang berlawanan.
3. Tekanan transpulmonal : perbedaan antara tekanan alveoli dan tekanan
pada permukaan luar paru, dan ini adalah nilai daya elastis dalam paru
yang cenderung mengempiskan paru pada setiap pernafasan, yang disebut
tekanan daya lenting paru.

b. Fisiologi kendali persyarafan pada pernapasan


Terdapat dua mekanisme neural terpisah bagi pengaturan pernafasan.
1. Mekanisme yang berperan pada kendali pernafasan volunter. Pusat
volunter terletak di cortex cerebri dan impuls dikirimkan ke neuron
motorik otot pernafasan melalui jaras kortikospinal.
2. Mekanisme yang mengendalikan pernafasan otomatis. Pusat pernafasan
otomatis terletak di pons dan medulla oblongata, dan keluaran eferen dari
sistem ini terletak di rami alba medulla spinalis di antara bagian lateral dan
ventral jaras kortikospinal.

Serat saraf yang meneruskan impuls inspirasi, berkumpul pada neuron


motorik N.Phrenicus pada kornu ventral C3-C5 serta neuron motorik
intercostales externa pada kornu ventral sepanjang segmen toracal medulla.

2
Neuron motorik untuk otot ekspirasi akan dihambat apabila neuron
motorik untuk otot inspirasi diaktifkan, dan sebaliknya. Meskipun refleks
spinal ikut berperan pada persarafan timbal-balik (reciprocal innervation),
aktivitas pada jaras descendens-lah yang berperan utama. Impuls melalui jaras
descendens akan merangsang otot agonis dan menghambat yang antagonis.
Satu pengecualian kecil pada inhibisi timbal balik ini aadalah terdapatnya
sejumlah kecil aktifitas pada akson N.Phrenicus untuk jangka waktu singkat,
setelah proses inspirasi. Fungsi keluaran pasca inspirasi ini nampaknya adalah
untuk meredam daya rekoil elastik jaringan paru dan menghasilkan pernafasan
yang halus (smooth).

c. Pengaturan aktivitas pernapasan


Baik peningkatan PCO2 atau konsentrasi H+ darah arteri maupun
penurunan PO2 akan memperbesar derajat aktivitas neuron pernafasan di
medulla oblongata, sedangkan perubahan ke arah yang berlawanan
mengakibatkan efek inhibisi ringan. Pengaruh perubahan kimia darah
terhadap pernafasan berlangsung melalui kemoreseptor pernafasan di glomus
karotikum dan aortikum serta sekumpulan sel di medulla oblongata maupun di
lokasi lain yang peka terhadap perubahan kimiawi dalam darah. Reseptor
tersebut membangkitkan impuls yang merangsang pusat pernafasan.
Bersamaan dengan dasar pengendalian pernafasan kimiawi, berbagai aferen
lain menimbulkan pengaturan non-kimiawi yang memengaruhi pernafasan
pada keadaan tertentu. Untuk berbagai rangsang yang memengaruhi pusat
pernafasan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Berbagai rangsang yang memengaruhi pusat pernafasan


Pengendalian kimia
CO2 (melalui konsentrasi H+ di LCS dan cairan interstitiel otak)
O2 (melalui glomus karotikum dan aortikum)
H+
Pengendalian non-kimia
Aferen nervus vagus dari reseptor di saluran pernafasan dan paru
Aferen dari pons, hipothalamus dan sistem limbik
Aferen dari proprioseptor
Aferen dari baroreseptor: arteri, atrium, ventrikel, pulmonal

d. Pengendalian kimiawi pernafasan


Mekanisme pengaturan kimiawi akan menyesuaikan ventilasi sedemikian
rupa sehingga PCO2 alveoli pada keadaan normal dipertahankan tetap.
Dampak kelebihan H + di dalam darah akan dilawan, dan PO2 akan
ditingkatkan apabila terjadi penurunan mencapai tingkat yang membayakan.
Volume pernafasan semenit berbanding lurus dengan laju metabolisme, tetapi

3
penghubung antara metabolisme dan ventilasi adalah CO2, bukan O2.
Reseptor di glomus karotikum dan aortikum terangsang oleh peningkatan
PCO2 ataupun konsentrasi H+ darah arteri atau oleh penurunan PO2. Setelah
denervasi kemoreseptor karotikum, respons terhadap penurunan PO2 akan
hilang, efek utama hipoksia setelah denervasi glomus karotikum adalah
penekanan langsung pada pusat pernafasan. Respon terhadap perubahan
konsentrasi H+ darah arteri pada pH 7,3-7,5 juga dihilangkan, meskipun
perubahan yang lebih besar masih dapat menimbulkan efek. Sebaliknya,
respons terhadap perubahan PCO2 darah arteri hanya sedikit dipengaruhi,;
dengan penurunan tidak lebih dari 30-35%.
 Kemoreseptor dalam batang otak
Kemoreseptor yang menjadi perantara terjadinya hiperventilasi
pada peningkatan PCO2 darah arteri setelah glomus karotikum dan
aortikum didenervasi terletak di medulla oblongata dan disebut
kemoreseptor medulla oblongata. Reseptor ini terpisah dari neuron
respirasi baik dorsal maupun ventral, dan terletak pada permukaan
ventral medulla oblongata. Reseptor kimia tersebut memantau
konsentrasi H+ dalam LCS, dan juga cairan interstisiel otak. CO2
dengan mudah dapat menembus membran, termasuk sawar darah otak,
sedangkan H+ dan HCO3 - lebih lambat menembusnya. CO2 yang
memasuki otak dan LCS segera dihidrasi. H2CO3 berdisosiasi,
sehingga konsentrasi H+ lokal meningkat. Konsentrasi H+ pada cairan
interstitiel otak setara dengan PCO2 darah arteri.
 Respons pernafasan terhadap kekurangan oksigen
Penurunan kandungan O2 udara inspirasi akan meningkatkan
volume pernafasan semenit. Selama PO2 masih diatas 60 mmHg,
perangsangan pada pernafasan hanya ringan saja,dan perangsangan
ventilasi yang kuat hanya terjadi bila PO2 turun lebih rendah. Nsmun
setiap penurunan PO2 arteri dibawah 100 mmHg menghasilkan
peningkatan lepas muatan dari kemoreseptor karotikum dan 12
aortikum. Pada individu normal, peningkatan pelepasan impuls
tersebut tidak menimbulkan kenaikan ventilasi sebelum PO2 turun
lebih rendah dari 60 mmHg karena Hb adalah asam yang lebih lemah
bila dibandingkan dengan HbO2, sehingga PO2 darah arteri berkurang
dan hemoglobin kurang tersaturasi dengan O2, terjadi sedikit
penurunan konsentrasi H+ dalam darah arteri. Penurunan konsentrasi
H+ cenderung menghambat pernafasan. Di samping itu, setiap
peningkatan ventilasi yang terjadi, akan menurunkan PCO2 alveoli,
dan hal inipun cenderung menghambat pernafasan. Dengan demikian,
manifestasi efek perangsangan hipoksia pada pernafasan tidaklah nyata

4
sebelum rangsang hipoksia cukup kuat untuk melawan efek inhibisi
yang disebabkan penurunan konsentrasi H + dan PCO2 darah arteri.
 Pengaruh H+ pada respons CO2
Pengaruh perangsangan H+ dan CO2 pada pernafasan tampaknya
bersifat aditif dan saling berkaitan dengan kompleks, serta berceda
halnya dari CO2 dan O2. Sekitar 40% respons ventilasi terhadap CO2
dihilangkan apabila peningkatan H+ darah arteri yang dihasilkan oleh
CO2 dicegah. 60% sisa respons kemungkinan terjadi oleh pengaruh
CO2 pada konsentrasi H+ cairan spinal atau cairan interstitial otak.
e. Pengangkutan oksigenasi ke jaringan
Sistem pengangkut oksigen di dalam tubuh terdiri atas paru dan sistem
kardiovaskuler. Pengangkutan oksigen menuju jaringan tertentu bergantung
pada: jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru, adanya pertukaran gas
dalam paru yang adekuat, aliran darah menuju jaringan dan kapasitas darah
untuk mengangkut oksigen. Aliran darah bergantung pada derajat konstriksi
jalinan vaskular di dalam jaringan serta curah jantung. Jumlah oksigen di
dalam darah ditentukan oleh jumlah oksigen yang larut, jumlah hemoglobin
dalam darah dan afinitas hemoglobin terhadap oksigen.

C. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


a. Faktor fisiologis
1. Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia.
2. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi
saluaran napas bagian atas.
3. Hipovolemia sehingga sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan
transport O2 terganggu.
4. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi,demam,ibu hamil, luka.
5. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, musculoskeletal yang abnormal, serta penyakit kronis
seperti TB paru.
b. Faktor perkembangan
1. Bayi prematur
2. Bayi dan toodler
3. Anak usia sekolah dan pertengahan
4. Dewasa tua
c. Faktor Perilaku
1. Nutrisi
2. Latihan fisik
3. Merokok
4. Penyalahgunaan substansi kecemasan

5
d. Faktor lingkungan
1. Tempat kerja
2. Suhu lingkungan
3. Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita & Reni, 2017)

D. MACAM - MACAM GANGGUAN YANG MUNGKIN TERJADI PADA


SYSTEM
Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), tipe kekurangan Oksigen dalam
tubuh di bagi menjadi 7 bagian yaitu:
1. Hipoksemia
Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi oksigen
dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri ( SaO2 ) dibawah normal
(normal PaO 85-100 mmHg, SaO,95%). Pada neonates, PaO2 < 50 mmHg
atau SaO2 < 88%. Pada dewasa, anak, dan bayi, PaO2 < 60 mmHg atau SaO2
< 90%. Keadaan ini disebabkan oleh ganguuan ventilasi, perfusi, difusi, pirau
(shunt), atau berada pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan
hivoksemia, tubuh akan melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan
pernapasan, meningkatkan stroke volume, vasodilatasi pembuluh darah, dan
peningkata nadi. Tanda dan gejala hipoksemia di anaranya sesak nafas,
frekuensi nafas dapat mencapai 35 kali per menit, nadi cepat dan dangkal,
serta sianosis.
2. Hipoksia
Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak
adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen
yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler.
Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan. Penyebab
lain hipoksia antara lain:
a. Menurunnya hemoglobin
b. Berkurangnya konsentrasi oksigen, misalnya jika kita berada di puncak
gunung
c. Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen, seperti pada keracunan
sianida
d. Menurunya difusi oksigen dan alveoli ke dalam darah seperti pada
pneumonia
e. Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok
f. Kerusakan atau gangguan ventilasi Tanda-tanda hipoksia di antaranya
kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi
meningkat, pernapasan cepat dan dalam sianosis sesak nafas, serta jari
tabuh (clubling finger).

3. Gagal napas
6
Merupakan keadaan di mana terjadi kegagalan tubuh memenuhi
kebutuhan oksigen karna pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara
adekut sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbon dioksida dan
oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan gas karbon dioksida
dan oksigen. Gagal nafas di tandai oleh adanya peningkatan CO2 dan
penurunan O2 dalam darah secara signifikan. Gagal nafas dapat disebabkan
oleh gangguan system saraf pusat yang mengontrol system pernapasan,
kelemahan neuromuscular, keracunan obat, gangguan metabolism, kelemahan
otot pernapsan, dan obstruktif jalan nafas.
4. Perubahan pola napas
Pada keadaan normal, frekuensi pernafasan pada orang dewasa sekitar
12-20 x/menit,dengan irama teratur serta inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
Pernafasan normal disebut eupnea. Perubahan pola nafas dapat berupa hal-hal
sebagai berikut:
a. Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien dengan
asma.
b. Apnea, yaitu tidak bernapas, berhenti bernapas.
c. Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi
lebih dari 24 x/menit.
d. Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal
dengan frekuensi kurang dari 16x/menit.
e. Kussmaul, yaitu pernpasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi
sama, sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam, misalnya pada
pasien koma dengan penyakit diabetes mellitus dan uremia.
f. Cheyne-stokes,merupakan pernapasan cepat dan dalam kemudian
berangsur-ansur dangkal dan diikuti periode apnea yang berulang
secara teratur. Misalnya pada keracunan obat bius,penyakit jantung,
dan penyakit ginjal.
g. Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apnea
dengan periode yang tidak teratur, misalnya pada meningitis.
(Ambara, 2019)

II. RENCANA ASUHAN KLIEN DENGAN GANGGUAN OKSIGENASI


A. PENGKAJIAN
Menurut Brunner & Suddarth (2016), pengkajian keperawatan untuk pasien
gagal jantung berfokus pada pemantauan keefektifan terapi dan kemampuan
pasien untuk memahami dan menjelaskan strategi manajemen diri. Tanda dan
gejala kongesti paru dan kelebihan beban cairan harus segera dilaporkan yang
akan mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen atau timbulnya masalah
oksigenasi. Pengkajian meliputi :
a. Pengumpulan data
7
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu
dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat
diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
b. Anamnesa
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Utama Batuk, sesak nafas, dahak tidak bisa keluar dan demam tidak
terlalu tinggi tiga hari yang lalu.
3. Riwayat penyakit sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya sesak nafas, penyebab terjadinya
sesak nafas, serta upaya yang telah dilakukan oleh pasien untuk
mengatasinya.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat sesak nafas atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan pernafasan pada kasus terdahulu serta tindakan
medis yang pernah di dapat maupun obatobatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga Adanya riwayat sakit yang sama pada
keluarga atau penyakit lain yang berpotensi menurun atau menular
pada anggota keluarga lain
6. Riwayat psikologis
Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan
dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya
serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan pasien, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan
kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3) Sistem integumen
8
Kaji seluruh permukaan kulit, adakah turgor kulit menurun, luka
atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit,
tekstur rambut dan kuku.
4) Sistem pernafasan
Biasanya terdapat sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada dan
terdapat retraksi dinding dada, serta suara tambahan nafas.
5) Sistem kardiovaskuler
Pengkajian untuk mengetahui adakah perfusi jaringan menurun, nadi
perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis
6) Sistem gastrointestinal
Pengkajian untuk mengetahui adakah polifagi, polidipsi, mual,
muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan,
peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7) Sistem urinary
Pengkajian untuk mengetahui adakah poliuri, retensio urine,
inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
8) Sistem musculoskletal
Kaji penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, apakah cepat lelah, lemah dan nyeri, apakah adanya gangren
di ekstrimitas.
9) Sistem neurologis
Pengkajian untuk mengetahui apakah terjadi penurunan sensoris,
parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, dan disorientasi.
d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
1) Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi,
sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma.
2) Pemeriksaan Sputum :
 Kristal –kristal charcotleyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinofil.
 Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan
silinder sel-sel cabang-cabang bronkus.
 Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel
bronkus.
 Terdapatnya neutrofileosinofil.
3) Analisa gas darah :

9
 Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan
prognosis yang buruk.
 Kadang – kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang
meninggi.
 Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi.
 Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada
waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari
serangan.
 Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma
atopik.
e. Pemeriksaan Radiologi
Thoraks:
1) Jika disertai dengan bronkhitis, bercakanhilus akan bertambah.
2) Jika terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran
yang bertambah.
3) Jika terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran
infiltrat pada paru. f. Lain –Lain 1) Tes fungsi paru: Untuk
mengetahui fungsi paru, menetapkan luas beratnya penyakit,
mendiagnosis keadaan. 2) Spirometristatik: Mengkaji jumlah udara
yang diinspirasi.
f. Lain - lain
1) Tes fungsi paru : Untuk mengetahui fungsi paru, menetapkan luias
beratnya penyalit, mendiagnosis keadaan.
2) Spiometriastatik : Mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN (NANDA)


a. Hipertermia b/d proses penyakit disertai dengan suhu diatas normal
b. Defisit Nutrisi b/d ketidak mampuan menelan makanan disertai dengan
nafsu makan menurun
c. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi disertai
dengan pola napas abnormal
d. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi yang tertahan disertai dengan
batuk yang tidak efektif
e. Pola napas tidak efektif b/d hambatan upaya napas disertai dengan dispnea

10
C. PERENCANAAN (NOC DAN NIC)

NO DIAGNOSA KRITERIA HASIL (SLKI) INTERVENSI (SIKI) RASIONAL


KEPERAWATAN (SDKI)
1 Hipertermia b / d proses Setelah dilakukan intervensi selama Manajemen Hipertermia → Mengetahui
penyakit disrtai dengan suhu 3 x 24 jam jam maka hipertermia peningkatan suhu
diatas normal menurun dengan Observasi tubuh
kriteria hasil: → Identifikasi penyebab → Mengurangi panas
1. Menggigil (5) hipertermi (mis. Dehidrasi, dan
2. Pucat (4) terpapar Lingkungan panas, memindahkan
3. Suhu tubuh (4) penggunaan inkubator) panas secara
4. Suhu kulit (4) → Monitor suhu tubuh konduksi
5. Suhu kulit (4) → Monitor kadar elektrolit → Untuk mengganti
6. Tekanan darah membaik → Monitor komplikasi akibat cairan tubuh yang
hipertermi hilang akibat
evaporasi
Terapuetik
→ Sediakan lingkungan yang
dingin
→ Longgarkan atau leapaskan
pakaian
→ Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
→ Berikan cairan oral
→ Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
→ Anjurkan tirah baring

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena

Regulasi Temprature
Observasi
→ Monitor suhu tiap dua jam
sekali, jika perlu
→ Monitor tekanan darah,
frekuansi fernapasan dan nadi

11
→ Monitor warna dan suhu kulit
→ Monitor dan catat tanda/gejala
hipertermia Teraupetik
→ Pasang alat pemantau suhu
kutinu, jika perlu
→ Tingkatkan asupan nutrisi dan
cairan yang adekuat
→ Sesuaikan suhu lingkungan
dengan kebutuahan pasien
Edukasi
→ Jelaskan cara pencegahan heat
exhaustion dan heat stroke

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antipiretik,
jika perlu

2 Defisit Nutrisi b/ d ketidak Setelah dilakukan intervensi selama Manajemen Nutrisi → Mengawasi
mampuan menelan makanan 3 x 24 jam jam maka status nutrisi masuk
disertai dengan nafsu makan membaik dengan kriteria hasil: Definisi kalori/kualitas
menurun 1. Porsi makanan yang dihabiskan Mengidentifikasi dan mengelola kekurangan
(3) asupan nutrisi yang seimbang konsumsi
2. Berat badan (4) makanan
3. IMT (4) Tindakan/ Obervasi → Mengawasi
4. Nafsu makan (4) → Identifikasi status nutrisi penurunan BB/
5. Membran mukosa (4) → Identifikasi alergi dan mengawasi
intoleransi makanan efektifitas
→ Monitor berat badan intervensi
Terapeutik
→ Lakukan oral hygiene sebelum
makan
→ Sajikan makanan dengan suhu
sesuai
→ Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogastrik
jika asupan oral dapat
ditoliransi

Kolaborasi

12
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
jumlah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan

Pematauan Nutrisi
Definisi : mengumpulkan dan
menganalisa data yang berkaitan
dengan asupan dan status gizi
Tindakan/observasi
→ Identifikasi perubahan berat
badan
→ Identifikasi kelainan eliminasi
→ Monitor mual muntah
Terapeutik
→ Timbang berat badan
→ Ukur antropometrik komposisi
tubuh
→ Hitung perubahan berat badan
Edukasi
→ Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan → Informasikan hasil
pemantauan

3 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan intervensi selama Pemantauan Respirasi → Untuk
b/d ketidakseimban gan 3x24 jam maka status pernapasan mengetahui
ventilasiperfusi disertai meningkat dengan kriteria hasil : Observasi frekuenasi, irama,
dengan pola napas abnormal 1. Dispnea (1 menurun) → Monitor frekuensi, irama, kedalamandan
2. Bunyi napas tambahan kedalaman, dan upaya napas upaya napas baik
(1 menurun ) → Monitor pola napas (seperti atau buruk →
3. PCO2 (5 membaik) bradipnea, takipnea, Untuk
4. PO2 (5 membaik) hiperventilasi, Kussmaul, mengetahui
5. pH arteri (5 membaik) CheyneStokes, Biot, ataksik0 kemampuan
6. Takikardia (5 membaik) → Monitor kemampuan batuk batuk
7. Pola napas (5 membaik) efektif → Untuk
8. Kesadaran(5 membaik) → Monitor adanya produksi mengetahui
9. Rasa nyaman (5membaik) sputum adanya bunyi
10. Warna kulit (5membaik) → Monitor adanya sumbatan tambahan saat
jalan napas bernapas
→ Palpasi kesimetrisan ekspansi → Untuk mngetahui
paru adanya sputum

13
→ Auskultasi bunyi napas
→ Monitor saturasi oksigen
→ Monitor nilai AGD
→ Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik
→ Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
→ Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
→ Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
→ Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Terapi Oksigenasi
Observasi
→ Monitor kecepatan aliran
oksigen
→ Monitor posisi alat terapi
oksigen
→ Monitor aliran oksigen secara
periodic dan pastikan fraksi
yang diberikan cukup
→ Monitor efektifitas terapi
oksigen (mis. oksimetri,
analisa gas darah ), jika perlu
→ Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
→ Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
→ Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelektasis
→ Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen

14
→ Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen

Terapeutik
→ Bersihkan secret pada mulut,
hidung dan trachea, jika perlu
→ Pertahankan kepatenan jalan
nafas
→ Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
→ Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
→ Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengat tingkat
mobilisasi pasien

Edukasi
→ Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah

Kolaborasi
→ Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
→ Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan/atau
tidur

4 Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan intervensi selama Latihan Batuk Efektif Untuk
efektif b/d sekresi yang 3 x 24 jam maka Pernapasan akan Definisi : melatih pasien yang memaksimalkan
tertahan disertai dengan meningkat dengan kriteria hasil : tidak memiliki kemampua batuk ventilasi → Untuk
batuk yang tidak efektif Bersihan Jalan Napas efektif untuk membersihkan mnegetahui adanya
1. Batuk efektif (3 sedang laring, trakea, dan bronkiolus dari suara tambahan →
2. Sulit berbicara (4 cukup jalan napas atau bendaasing di Untuk memenuhi
membaik ) dalam jalan napas Tindakan/ kebutuhan oksigen →
3. Sianosi (3 sedang ) observasi Untuk memperbaiki
4. Gelisah (3 sedang) → Identifikasi kemampuan batuk pola napas → Untuk
5. Frekuensi napas (4 cukup → Monitor tanda dan gejala mngoptimalkan
membaik) infeksi saluran napas pernapasan

15
6. Pola napas (4 cukup membaik) → Monitor input dan output
cairan (mis. Jumlah dan
Kontrol Gejala karateristik Terapeutik
a. Kemampuan memonitor → Atur posisi semi fowler atau
munculnya gejala secara mandiri fowler
(3 sedang) → Pasang perlak dan bengkok di
b. Kemampuan memonitor lama pangkuan pasien
bertahannya gejala (3 sedang) → Buang sekret pada tempat
c. Kemampuan memonitor variasi sputum
gejala (2 cukup menurun) Edukasi
→ Jelaskan tujuan dan prosedur
Tingkat Infeksi batuk efektif
a. Nafsu makan (1 menurun) → Anjurkan tarik napas
b. Demam (2 cukup meningkat) melaluihidung selama 4 detik,
c. Kemerahan (3 sedang) diahan selama 2 detik kemudian
dari mulut dengan bibir mecucu
selama 8 detik → Anjurkan
mengulangi tarik napas dalam
hingga 3kali
Kolaborasi
→ Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran jika
perlu Edukasi Fisioterapi Dada
Definisi : Mengajarkan
memobilisasi sekresi napas
melalui perkusi, getaran, dan
drainase postural Tindakan
/observasi
→ Identifikasi kemampuan
pasien dan keluarga menerima
informasi
Terapeutik
→ Persiapan materi dan edukasi
→ Jadwalkan waktuyang tepat
untuk memberikan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
dengan pasien dan keluarga
→ Berikan kesempatan pasien
dan keluarga untuk bertanya
Edukasi

16
→ Jelaskan kontraindikasi
fisioterapi dada
→ Jelaskan tujuan dan prosedur
fisioterapi dada
→ Ajarkan mengeluarkan sekret
melalui pernapasan dalam
→ Ajarkan batuk selama dan
setelah prosedur

5 Pola napas tidak efektif b/d Setelah dilakukan intervensi selama Pemantauan Respirasi → Untuk
hambatan upaya napas 3 x 24 jam maka pola napas akan Observasi mengetahui
disertai dengan dispnea membaik dengan kriteria Hasil: → Monitor frekuensi, irama, frekuenasi, irama,
1. Tekanan ekpirasi (4 cukup kedalaman, dan upaya napas kedalamandan
meningkat ) → Monitor pola napas (seperti upaya napas baik
2. Teknan inspirasi (4 cukup bradipnea, takipnea, atau buruk
meningkat ) hiperventilasi, Kussmaul, → Untuk
3. Dispnea (3 sedang) CheyneStokes, Biot, ataksik0 mengetahui
4. Frekuensi napas( 3 sedang) → Monitor kemampuan batuk kemampuan
5. Kedalaman napas (4 cukup efektif batuk
membaik) → Monitor adanya produksi → Untuk
6. Ekskursi dada (3 sedang) sputum mengetahui
→ Monitor adanya sumbatan adanya bunyi
jalan napas tambahan saat
→ Palpasi kesimetrisan ekspansi bernapas
paru → Untuk mngetahui
→ Auskultasi bunyi napas adanya sputum
→ Monitor saturasi oksigen
→ Monitor nilai AGD
→ Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
→ Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
→ Dokumentasikan hasil
pemantauan Edukasi
→ Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
→ Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

17
III. DAFTAR PUSTAKA

1. Ambara, Y. (2019). Konsep Kebutuhan Dasar Oksigenasi. 6–53.


2. Budyasih, S. (2014). Asuhan Keperawatan Pada..., SUPRAPTI BUDYASIH,
Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014.
3. NANDA International.2015. NANDA International Inc. Diagnosa Keperawatan :
Definisi & Klasifikasi 2015 - 2017 ( Budi Anna Keliat,et al, penerjemah), Jakarta:
EGC
4. Pradana, F. A. A. (2019). PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN OKSIGENASI.
(201902040042).
5. Sasmi, A. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. R DENGAN
GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI. 0–27.
6. Nair, M., & Peate, I., (2011). Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan. Jakarta : Bumi
Medika.
7. Tortora, GJ, Derrickson, B. 2014. Principles of Anatomy & Physiology 13th
Edition. United States of America: John Wiley & Sons, Inc
8. Haswita & Reni, 2017. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Tim

18

Anda mungkin juga menyukai