Oleh :
Preseptor :
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Yusri Dianne Jurnalis, Sp. A (K) selaku
referat ini. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR SINGKATAN vi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 1
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Metode Penulisan 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perdarahan Saluran Cerna Atas 3
2.1.1 Definisi 3
2.1.2 Epidemiologi 3
2.1.3 Etiologi 4
2.1.3.1 Varises Esofagus 4
2.1.3.2 Gastritis 5
2.1.3.3 Ulkus Peptikum 5
2.1.3.4 Sindrom Mallory Weiss 7
2.1.4 Klasifikasi 8
2.1.5 Gejala Klinis 9
2.1.6 Diagnostik 10
2.1.6.1 Pemeriksaan Fisik 12
2.1.6.2 Pemeriksaan Tambahan 12
2.1.6.2.1 Radiografik 12
2.1.6.2.2 Angiografi 13
2.1.6.2.3 CT Angiografi 14
2.1.6.2.4 Endoskopi 15
2.1.7 Tatalaksana Perdarahan Saluran Cerna Atas 15
2.2 Perdarahan Saluran Cerna Bawah 22
2.2.1 Definisi 22
2.2.2 Epidemiologi 22
2.2.3 Klasifikasi 23
2.2.3.1 Perdarahan Akut 23
2.2.3.2 Perdarahan Kronis 23
2.2.4 Etiologi 23
2.2.4.1 Etiologi Berdasarkan Kelompok Usia 24
2.2.4.1.1 Neonatus 24
2.2.4.1.2 Bayi 25
2.2.4.1.3 Anak Usia di Atas 12 Tahun 26
2.2.4.2 Etiologi Berdasarkan Penyakit 27
2.2.4.2.1 Polip Rekti 27
2.2.4.2.2 Angiodisplasia 27
2.2.4.2.3 Kolitis Infeksi 27
2.2.4.2.4 IBD 27
2.2.5 Gejala Kinis 28
2.2.6 Diagnostik 29
2.2.6.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik 29
2.2.6.2 Pemeriksaan Laboratorium 33
2.2.6.3 Kolonoskopi 34
2.2.6.4 CT Scan 39
2.2.7 Tatalaksana 40
2.2.7.1 Manajemen Awal 41
2.2.7.2 Medikasi 41
2.2.7.2.1 Obat-Obatan Vasoaktif 41
2.2.7.2.2 NSBB 43
2.2.7.3 Bedah 43
2.2.8 Komplikasi 44
2.2.9 Prognosis 44
BAB 3 KESIMPULAN 45
DAFTAR PUSTAKA 46
DAFTAR TABEL
Gambar 2.1 :
Gambar 2.2 :
PENDAHULUAN
saluran cerna atas maupun bawah, yang dibatasi oleh ligament treitz. Perdarahan
saluran cerna meskipun dalam jumlah sedikit, dapat menyebabkan ketakutan pada
anak serta kecemasan pada orang tua. Perdarahan dapat terjadi di manapun
sepanjang saluran cerna dan sulit untuk menentukan lokasinya. Kondisi tersebut
pediatrik, sebagian besar ringan dan dapat sembuh sendiri. Insidennya sebesar 0,3%
dari seluruh kasus di instlasi gawat darurat dan hanya 4,2% yang mengancam
nyawa. Perdarahan saluran cerna atas insidennya lebih jarang, yaitu 1-2 kasus per
10.000 anak tiap tahun.3 Data yang dikumpulkan oleh Nationwide Emergency
Department tahun 2006 hingga 2011, dari 450.000 pasien kegawatan anak 20%
datang dengan perdarahan saluran cerna atas dan 30% datang dengan perdarahan
saluran cerna bawah. Insiden terbanyak adalah anak berusia 11-15 (50,8%) tahun
dan anak perempuan lebih banyak daripada laki-laki (54,5% vs 45,5%). Terjadi
juga peningkatan jumlah pasien perdarahan saluran cerna dari 82,18 per 100.000
anak pada tahun 2006 menjadi 93,30 per 100.000 anak pada tahun 2011. Mortalitas
dari perdarahan saluran cerna atas pada anak 4,8%, sedangkan saluran cerna bawah
0,6%.2
Perdarahan saluran cerna atas terjadi pada bagian atas dari ligamen treitz,
yaitu dari esofagus, lambung, dan duodenum. Penyebab paling sering perdarahan
saluran cerna atas pada bayi dan anak adalah stress ulcer, sedang pada anak yang
lebih besar sering disebabkan oleh duodenal ulcers, esofagitis, dan varises
esofagus. Penyebab tersering perdarahan saluran cerna bawah, yaitu fisura anal,
polip kolorektal, dan kolitis. Kejadian perdarahan saluran cerna di berbagai negara
anak-anak. Perbedaan itu dapat disebabkan karena lifestyle, nutrisi, dan kondisi
geografis.4,5
yang harus dilakukan adalah menilai airways, breathing, dan circulation pasien.
Setelah keadaan emergensi teratasi, ada beberapa kasus perdarahan saluran cerna
yang dapat berhenti sendiri dan hanya memerlukan observasi saja, sedangkan
Metode penulisan dari referat ini ialah menggunakan metode tinjauan pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
dalam lumen saluran cerna, dimulai dari esofagus sampai dengan duodenum di
daerah ligamentum Treitz.6 Perdarahan saluran cerna adalah salah satu masalah
tatalaksana segera. Perdarahan saluran cerna bagian atas ditandai dengan gejala
berupa hematemesis, dan melena. Hematemesis yang terjadi adalah muntah darah
yang berwarna merah segar ataupun berwarna hitam seperti kopi dengan sumber
perdarahan di antara esofagus dan ligamentum Treitz. Emesis berwarna seperti kopi
biasanya disebabkan karna efek sekunder koagulatif dari asam lambung. Melena
adalah tinja yang ke luar berupa cairan berwarna hitam seperti aspal dan merupakan
manifestasi perdarahan saluran cerna atas. Warna hitam pekat disebabkan oleh
hematin, yaitu produk oksidatif heme yang diproduksi oleh bakteri usus. Melena
dapat bertahan selama tiga hingga lima hari dan karenanya tidak dapat digunakan
2.1.2 Epidemiologi
Perdarahan saluran cerna bagian atas pada anak merupakan kondisi yang
jarang pada anak. Dengan estimasi insiden yaitu 1–2/10,000 per tahunnya.6 Insiden
pendarahan saluran cerna lebih banyak terjadi pada anak laki-laki (54,5%)
dibandingkan dengan anak perempuan (45,8%). Insiden perdarahan saluran cerna
pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit di Amerika Serikat adalah 23.383 anak
dan sebanyak 0,5% dari insiden tersebut merupakan kegawatan pada anak.
perdarahan saluran cerna paling banyak terjadi pada usia 11-15 tahun (84,2 per
10.000 kasus) dan paling sedikit pada anak dengan usia kurang 1 tahun (24,4 per
2.1.3 Etiologi
tekanan vena portal akan mendistensi vena dan mengakibatkan pembesaran vena.
Bila terjadi ketegangan dinding pembuluh darah yang berlebihan, maka vena pada
dan/atau melena.
Tanda yang dapat muncul dari perdarahan saluran cerna akibat varises
esofagus adalah hematemesis berwarna merah terang berulang dan banyak dan tinja
seperti ter, yang disertai dengan tanda-tanda penurunan volume intavaskular. Anak
dapat dilakukan adalah endoskopi. Endoskopi saluran bagian atas dilakukan untuk
2.1.3.2 Gastritis
sering muncul pada pasien gastritits adalah nyeri pada daerah epigastrium,
iritabilitas, muntah, dan penurunan nafsu makan. Gejala lainnya dapat berupa
dihubungkan dengan hematemesis, anemia, melena, dan darah samar pada feses.10
mukosa pada zona transisi antrum sepanjang kurvatura minor atau di proksimal
duodenum.11
tidak mampu melindungi dari efek asam lambung dan pepsin yang bersifat merusak
pada anak adalah infeksi Helicobacter pylori, meskipun penggunaan obat golongan
anti inflamasi non steroid (OAINS) seperti aspirin dan ibuprofen menjadi penyebab
Gejala yang paling berhubungan dengan ulkus peptikum adalah sakit perut
yang tumpul ataupun nyeri, rasa tidak nyaman di perut yang muncul intermiten
(khas muncul beberapa jam setelah makan atau dalam keadaan perut kosong, sering
muncul pada ulkus lambung dan ulkus duodenum, dengan karakteristik rasa perih
atau rasa terbakar yang terjadi dengan singkat setelah makan pada ulkus lambung
dan 2-3 jam setelah itu pada ulkus duodenum. Gejala yang menjadi penanda telah
terjadinya perdarahan adalah terjadi secara tiba-tiba, nyeri perut yang tajam, feses
memenuhi kriteria nyeri perut fungsional, kecuali kalau endoskopi telah dilakukan
infeksi H. pylori pada anak dilakukan berdasarkan kondisi pasien dan dengan
dihentikan penggunaan obatnya. Stres ulcers, erosi pada lambung dan duodenum,
dan perdarahan saluran cerna atas, yang merupakan komplikasi dari penyakit berat
yang diderita anak-anak yang dirawat di Pediatric Intensive Care Unit (PICU),
dapat diberikan PPI profilaksis. Endoskopi saluran cerna emergensi dilakukan pada
perdarahan saluran cerna atas untuk mengetahui lesi yang menjadi sumber
perdarahan dan dapat sebagai terapi. Pemeriksaan dilakukan 6-12 jam setelah
kejadian perdarahan saluran cerna atas pada sindrom Mallory Weiss adalah 3-15%.
Sindrom Mallory Weiss adalah penyebab perdarahan saluran cerna non varises.
Sindrom Mallory Weiss umumnya terjadi pada lebih dari 90% dari semua kasus
Fisura mukosa saluran cerna terjadi karena muntah yang lama dan kuat.
lambung. Fisura dapat terjadi ganda, meluas hanya pada mukosa sepanjang axis
longitudinal organ. Terdapat reaksi inflamasi atau fibrosis, akan tetapi jaringan
2.1.4 Klasifikasi
Tabel 2.1. Klasifikasi perdarahan saluran cerna bagian atas berdasarkan usia12
Malformasi vaskuler
2.1.5 Gejala Klinis
karakteristik darah dan gejala-gejala yang menyertai.13 Warna pada feses dapat
membedakan perdarahan saluran cerna atas dan bawah. Pada perdarahan saluran
cerna bagian atas gejala yang sering terjadi adalah hematemesis dan melena.
Hematemesis adalah muntah atau regurgitasi sejumlah darah berwarna merah segar
ataupun berwarna hitam seperti kopi, sedangkan melena adalah feses yang keluar
berupa cairan berwarna hitam seperti aspal serta berbau. Emesis hitam seperti kopi
merupakan efek sekunder dari efek koagulatif asam lambung terhadap darah.
Melena mengacu pada tinja hitam yang masih menempel. Warna hitam pekat
mungkin disebabkan oleh hematin, produk oksidatif yang diproduksi oleh bakteri
usus. Melena dapat diproduksi oleh volume darah yang relatif kecil (50-100 mL) di
perut. Melena dapat bertahan selama tiga hingga lima hari dan karenanya tidak
umum, sebagian besar UGI berdarah pada anak-anak dan berhenti tanpa intervensi.1
Selain itu, gejala penyerta yang biasa terjadi adalah nyeri perut, pusing, sesak napas,
dan palpitasi.13 Gejala nyeri perut yang terjadi dapat disebabkan adanya lesi di
mukosa saluran cerna sehingga terjadi perdarahan lokal. Perdarahan masif pada
esofagus. Pada varises esofagus gejala yang sering terjadi adalah hematemesis
berulang, banyak, berwarna merah menyala, serta tinja berwarna hitam seperti ter.2
2.1.6 Diagnostik
Evaluasi awal pasien dengan gambaran perdarahan saluran cerna atas akut
dengan tujuan menilai tingkat keparahan dan urgensi perdarahan. Penilaian awal
Presentasi klinis perdarahan saluran cerna akut yang paling umum adalah
hematemesis (30% pasien) dan / atau melena (20% pasien). Sekitar 50% pasien
datang dengan hematemesis dan melena, dan hingga 5% pasien datang dengan
beberapa kasus, usus halusatau usus besar kanan juga mungkin terlibat. Pada pasien
dengan ulkus peptikum perdarahan, nyeri kuadran epigastrium atau kanan sering
muntah, atau batuk mungkin telah mendahului hematemesis. Pasien dengan ikterus,
perdarahan variceal. Pasien dengan perdarahan dari tumor ganas dari saluran GI
dapat hadir dengan disfagia, penurunan berat badan tak terduga, dan cachexia.14
antiplatelet, dan obat yang berhubungan dengan esofagitis dapat diidentifikasi, dan
jumlah sel darah lengkap, kimia serum, tes fungsi hati, studi koagulasi) digunakan
yang cepat untuk meningkatkan stabilitas hemodinamik dan untuk mencegah syok;
hebat, dan ekstremitas dingin / dingin. Pasien dengan risiko tinggi perdarahan ulang
antara lain:
Tertelan darah ibu saat persalinan atau saat menyusu akibat puting
yang lecet
kronisitas perdarahan
tertentu
6. Riwayat menelan benda asing, bepergian keluar daerah, dan perubahan pola
makan
7. Riwayat trauma abdomen terutama epigastrium atau kuadran kanan atas, serta
umbilikal atau sepsis, riwayat operasi, penyakit hati, penyakit saluran cerna
atau hemofilia
takipnea, hipotensi, hipotensi ortostatik, dan isi ulang kapiler. Takikardia adalah
indikator paling sensitif untuk kehilangan darah pada anak-anak. Gambaran umum
perdarahan atau adanya trauma. Pucat mungkin menandakan kehilangan darah yang
banyak tetapi tidak terjadi pada perdarahan saluran cerna atas akut. Abdomen harus
dinilai untuk melihat epigsatric atau rebound tenderness, bekas luka pembedahan,
hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas,atau tanda-tanda lain atau gejala sisa
dari hati kronis. Evaluasi juga harus mencakup pemeriksaan rektal untuk
sumber perdarahan saluran cerna yang lebih rendah. Sampel tinja harus diperoleh
Pemeriksaan Fisik
Perdarahan berat ditandai dengan keadaan umum pucat, gelisah, letargis, dan
nyeri perut.15
Indikator terbaik perdarahan berat dan tanda awal gagal jantung adalah
sebesar 10 mmHg atau lebih pada perubahan posisi supine ke posisi duduk.
samar. Pemeriksaan ini cukup sensitif dan spesifik. Hasil positif palsu dijumpai
lobak, ferrous sulfate (pH tinja < 6), tomat, ceri merah segar. Hasil negatif palsu
dijumpai apabila sampel mengandung vitamin C atau penyimpanan feses >4
hari.15
perdarahan kronis ditandai dengan penurunan Hb, Ht, dan RBC. Anemia
3) Apabila tidak ada tanda-tanda syok, penyakit sistemik, ataupun penyakit hati
dapat dilakukan pemeriksaan berikut: darah rutin lengkap, laju endap darah
thromboplastin time (APTT), uji Guaiac dari sampel tinja dan muntahan.15
dilakukan pemeriksaan berikut: darah rutin lengkap, LED, BUN, PT, APTT,
uji Guaiac dari sampel tinja dan muntahan, golongan darah dan cross match,
saluran cerna bayi atau darah ibu yang tertelan. Tertelan darah ibu adalah
lahir atau selama bayi menyusu dari puting ibu yang lecet. Prinsip tes ini adalah
menunjukkan bayi menelan darah ibu sehingga tidak perlu evaluasi lebih
lanjut.15
yang tidak terduga, dengan adanya gambaran udara bebas mensugestikan perforasi
usus dan obstruksi usus. Penggunaan Barium memberikan penilaian yang kurang
berarti karena tidak mampu mendeteksi lesi mukosa superfisial dan mampu
dalam menilai hipertensi portal atau adanya kecurigaan anomali pembuluh darah
yang besar. Aliran doppler dapat mengidentifikasi bukti dari sirosis dan dinamika
2.1.6.2.2.2 Angiografi
dapat dideteksi oleh angiografi. Hemofilia adalah indikasi yang sangat tidak biasa
yang rendah. Tipe multipel dari agen emboli telah digunakan termasuk partikel
variseal. Pengalaman, masih terbatas pada anak-anak, tapi teknik angiografik ini
menjanjikan.7
2.1.6.2.2.3 Nuclear Medicine
Technetium 99 m- yang melabeli sel darah merah mendeteksi perdarahan aktif pada
rasio 0,20 mL/min. Scanning ini nonivasif, mendeteksi kedua perdarahan, termasuk
arteri dan vena, dan memberikan imaging dalam waktu yang lama, membuat
Meskipun demikian, tindakan ini dapat memebrikan gambaran anatomi yang tepat
dan tidak cocok apabila digunakan pada situasi yang akut, sehingga membatasi
2.1.6.2.2.4 CT Angiography
perdarahan yagn dilaporkan serendah 0,35 mL/min. Sensitivitas ini pada deteksi
yang berhubungan dengan perdarahan pembuluh darah. Hal ini terbatas pada
2.1.6.2.2.5 Endoskopi
umumnya diindikasikan untuk menilai perdarahan saluran cerna bagian atas yang
membutuhkan transfusi atau perdarahan rekuren yang tidak bisa dijelaskan. EGD
dapat menentukan sumber perdarahan pada 90% kasus. EGD secara khusus
peptik, dan Mallory-Weiss tears. EGD kontraindikasi pada pada pasien dengan
kondisi klinis yang tidak stabil, seperti syok, hipovolemia, iskemia miokard, dan
anemia profound.7
Sekarang sudah terdapat alat endoskopi yang khusus didesain untuk neonatus.
Dengan alat ini endoskopi bisa dilakukan pada neonatus hingga berat 0,9 kg.14
Evaluasi awal pasien dengan gambaran UGIB akut meliputi riwayat medis
mengidentifikasi pasien berisiko tinggi yang memerlukan intervensi cepat dan tepat
Sebagian besar anak dengan perdarahan saluran cerna bagian atas datang
dengan hemodinamika yang tidak stabil. Oleh kerena itu, penilaian cepat,
perdarahan aktif dan hemodinamik yang tidak stabil memerlukan akses intravena
untuk resusitasi cairan dan transfusi, serta pemantauan output kardiopulmoner dan
urin. Mereka mungkin juga memerlukan intubasi dan ventilasi mekanis untuk
perlindungan saluran napas. Pasien yang membutuhkan tindakan darurat harus
dipindahkan ke PICU.13
Transfusi darah diindikasikan untuk pasien yang tidak stabil dan pasien yang
memiliki hemoglobin 8 g/dL. Anak dengan perdarahan aktif dan koagulopati harus
bila jumlah trombosit adalah 30.000. Pada semua anak dengan perdarahan saluran
cerna atas perlu diberikan penghambat pompa proton (Proton Pump Inhibitor
hari. Obat vasoaktif (misalnya octreotide atau vasopressin) dan antibiotik spektrum
luas (tabel 4) dan beta bloker dapat ditambahkan pada anak-anak yang dicurigai
dan mengelola anak-anak dengan perdarahan saluran cerna atas. Konsultasi dengan
dokter anak, ahli gastroenterologi, ahli anestesi, dan ahli bedah mungkin diperlukan
penggunaan perekat jaringan. Ahli radiologi intervensi anak atau spesialis lainnya
Penilaian
Suspek perdarahan saluran cerna atas Algoritma tatalaksana bantuan hidup dasar
(hematemesis dan melena)
untuk rawat ICU. Jika perdarahan berhenti maka tindakan skleroterapi dan ligasi
2.1.8 Prognosis
adalah 0,37%, sedangkan mortalitas pada pasien dengan perdarahan saluran cerna
penyakit parah lainnya. Mortalitas berhubungan kuat dengan syok, sepsis, dan
2.2.1 Definisi
dari bagian distal dari ligamentum Treitz pada duodenojejunal junction, yang
merupakan transisi anatomi antara saluran penceraan atas dan bawah, hingga
rektum.16,17
2.2.2 Epidemiologi
perdarahan saluran cerna bagian bawah meningkat seiring peningkatan usia pada
Pendarahan saluran cerna bagian atas terdiri dari 6%-20% anak. Insiden
tinja (17,6 per 10.000 kasus) diikuti oleh hematemesis (11,2 per 10.000). Tingkat
dengan insiden tiap tahunnya adalah 40-150 kasus di Amerika Serikat dan 20-27
kasus per 100.000 penduduk untuk masing-masing perdarahan saluran cerna bagian
atas dan bawah. Dilaporkan angka mortalitas untuk perdarahan saluran cerna
bagian bawah 20% dan bisa mencapai 40% untuk pasien dengan keadaan
hemodinamik yang tidak stabil. Outcome klinis dari perdarahan saluran cerna
2.2.3 Klasifikasi
lambat.20
2.2.4 Etiologi
Penyebab perdarahan saluran cerna paling banyak pada anak yaitu fisura
ani, kolitis alergi, infeksi enterik dan polip juvenile. Dari studi yang lain, penyebab
paling sering dari perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah lesi kolitis non-
spesifik (yang meliputi lesi eritem, fisura, inflamasi lokal/diseminata), fisura, dan
manifestasi perdarahan rektal yang tidak nyeri dan disertai anemia. Polip juga bisa
muncul sebagai sindrom poliposis. Walaupun sebagian besar polip kolon jinak,
biasanya polip dibagi menjadi dua kategori: polip non-neoplastik (90%) yang
limfoid, dan polip inflamatorik. Sedangkan polip neoplastik yang ditemukan pada
10% kasus polip pediatri, dibagi menjadi polip tubular (90%), polip tubulovilosa
(9%), dan polip adenomavilosa (1%). Polip biasanya soliter, tidak ada predisposisi
genetik atau risiko jangka panjang muncul neoplasma ke depannya, walaupun ada
beberapa anak-anak dan remaja dengan polip yang mempunyai predisposisi untuk
berusia 1 bulan - 1 tahun, 1-2 tahun, dan lebih dari 2 tahun. Tabel di bawah ini
Kelompok Usia
2.2.4.1.1 Neonatus
umum dari perdarahan saluran cerna bagian bawah pada neonatus, dan fisura ani
Penyebabnya adalah robekan pada garis mukokutan yang berada terutama di garis
tengah. Penyebab lain termasuk enteritis bakteri, alergi protein susu, menelan darah
imunologis yang berasal dari makanan. Telur, susu, kacang tanah, kedelai, ikan,
kerang, kacang, dan gandum adalah makanan yang paling sering terlibat. Erosi
pada neonatus.18
gastrointestinal pada neonatus adalah penyakit hemoragik pada bayi baru lahir
2.2.4.1.1 Bayi
gastrointestinal bagian bawah adalah fissura ani yang terletak di bagian mid
tahun sampai 2 tahun adalah polip juvenil pada seluruh usus besar, divertikulum
tahun berupa polip juvenile, penyakit radang usus (IBD). Diagnosis penyakit
radang usus dapat ditegakkan dengan sebelum terjadinya perdarahan akut atau
kronis. Infeksi yang disebabkan oleh Escherichia coli, Shigella, Clostridium difcile
juga dapat dimanifestasikan oleh emisi darah di tinja. Penyebab lain perdarahan
Perdarahan yang berasal dari polip dapat terjadi pada semua anak dengan
berbagai usia, tetapi paling sering berhubungan dengan polip juvenile pada anak
kurang dari 5 tahun. Polip juvenil adalah lesi hamartomatosa dengan sedikit
potensi ganas.16
pembuluh darah berdinding tipis, melebar, dan struktur pembuluh darah yang
berlubang di mukosa usus atau submukosa. Kasus ini paling sering ditemukan di
dapat menginfeksi host, dengan berbagai tingkat kolitis dan ulserasi yang dapat
2.2.4.4 IBD
penyakit inflamasi kronis da kerusakan pada saluran cerna yang meliputi penyakit
Crohn dan Kolitis Ulseratif. Penyakit Crohn adalah peradangan kronik pada
dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh segmen traktus gastrointestinal, mulai
dari mulut hingga anus. Kebanyakan terjadi pada ileum dan kolon. Penyakit Crohn
ditandai dengan munculnya “patches” yang terjadi secara segmental dan dapat
diselingi jaringan sehat. Kolitis ulseratif biasanya dimulai dari rektum atau kolon
sigmoid dan akhirnya menyebar ke sebagian atau seluruh usus besar. Usus besar
yang mengalami peradangan dan luka akan menyebabkan diare berdarah, kram
perut dan demam. Tidak seperti penyakit Crohn, kolitis ulseratif tidak selalu
mempengaruhi seluruh ketebalan dari usus dan tidak pernah mengenai usus halus.20
dari dubur. Dapat berupa darah murni atau bercampur dengan tinja.
2. Melena, merupakan substansi yang berbau busuk mirip tinja. Hal ini
bahkan syok.
2.2.6 Diagnostik
faring, laring, dan perdarahan dari saluran pernapasan, yang dapat memberikan
hasil negatif palsu. Riwayat memasukkan benda asing ke dalam salura cerna atau
riwayat memakan buah bit, bayam, tablet besi perlu ditanyakan. Riwayat
makroskopis tinja. Tinja yang berwarna hitam dan lengket seperti “tar” dikenal
dengan melena, dapat menggambarkan perdarahan yang berasal dari saluran cerna
bagian atas. Sedangkan tinja yang becampur darah berwarna merah terang atau yag
bawah(act). Namun, pola tinja ini harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena
perdarahan yang banyak dari saluran GI atas dapat muncul sebagai hematochezia,
terutama pada pasien yang lebih muda dengan waktu transit usus yang lebih
pendek.16,24
melaporkan 36% pasien perdarahan saluran cerna atas mengeluhkan nyeri perut.
Ojuawo dkk melaporkan diare dan nyeri perut sebagai gejala penyerta terbanyak
perdarahan saluran cerna bawah. Gejala nyeri perut yang dirasakan pasien dapat
disebabkan adanya lesi di mukosa saluran cerna sehingga terjadi perdarahan lokal.
Lesi yang semakin meluas menyebabkan nyeri perut semakin memberat. Adanya
diare dan perdarahan melalui dubur kemungkinan terjadi karena kolitis yang
1. Usia, karena banyak penyebab perdarahan saluran cerna bagian bawah yang
4. Kondisi pasien: adanya atau tidak adanya gejala dan tanda fisik terkait
dua, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas dan bagian bawah. Gejala-gejala
perdarahan saluran cerna antara lain adalah hematemesis, melena, hematokezia, dan
cerna bagian bawah, hematokezia adalah perdarahan berwarna merah terang atau
feses berwarna marun yang melewati anus. Namun, hematokezia pada bayi kurang
bisa diandalkan karena waktu transit usus halus yang relatif lebih pendek, jadi
perdarahan saluran cerna atas yang masif pada bayi mungkin bisa muncul juga
dengan hematokezia. Melena adalah feses yang berwarna hitam, seperti tar dan
berbau busuk, menandakan adanya perdarahan di atas katup ileosekal. Melena juga
bisa dilihat pada perdarahan dari usus proksimal besar bila waktu transit kolon
anemia defisiensi zat besi atau adanya darah pada feses dari pemeriksaan
mikroskopis. Anak biasanya hanya muncul dengan gejala pucat atau kelelahan.
Pasien dengan gejala perdarahan berat seperti malaise, takikardia, atau syok juga
Pertama, pastikan dulu apakah zat yang keluar dari rektal anak adalah darah,
karena banyak obat dan makanan yang dikonsumsi anak bisa membuat feses terlihat
berdarah atau gelap. Warna merah atau ungu pada feses bisa terlihat mirip dengan
banyak pada minuman, sereal, obat sirup, tomat, bismuth, bayam, coklat, anggur
dan makanan dengan gelatin. Hasil pemeriksaan feses juga bisa false positive bila
makanan mengandung daging merah atau peroksidase, dan false negative bila anak
banyak memakan vitamin C atau bila sampel feses kering. Periksa juga apakah
darah tersebut berasal dari neonatus atau ibu dengan tes Apt-Downey untuk
membedakan hemoglobin bayi dengan ibu. Darah juga harus dipastikan apakah
berasal dari saluran cerna, karena aspirasi darah dari trauma lesi nasofaring,
melena. Pada pasien anak yang masih remaja dengan hematokezia yang jelas, onset
hematokezia.23
kolitis infeksi bisa muncul dengan diare berdarah, sedangkan IBD diare bisa tidak
terlihat berdarah tapi dari pemeriksaan mikroskopik bisa ditemukan darah. Ada
abdomen yang akut dan berat sering muncul pada pasien dengan kompensasi
pembuluh darah seperti intususepsi, volvulus midgut, dan iskemia usus, sementara
Anamnesis mengenai riwayat perjalanan (baik pasien atau bila ada yang
infeksi. Adanya riwayat polip atau kanker kolon pada keluarga juga penting
Ya Tidak
dan kulit, sedangkan kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin yang
disintesis dan disimpan di dalam otot. Rasio ureum/kreatinin serum bisa digunakan
gastrointestinal bawah ditemukan rata-rata kadar urea cukup rendah, sekitar 11,4
mg/dL, rata-rata kreatinin adalah 0,75 mg/dL, dan rasio rata-rata dari
ureum/kreatinin adalah 15,96, berbeda dengan perdarahan saluran cerna atas yang
mempunyai temuan ureum dan kreatinin serum yang lebih tinggi kadarnya.
semakin tinggi letak perdarahan saluran cernanya. Perdarahan saluran cerna bagian
perdarahan pada saluran cerna bagian bawah tidak melewati lisis darah dan ureum
tidak diabsorpsi oleh kolon sehingga ureum diekskresikan lewat anus dalam bentuk
darah segar.22
2.2.6.3 Kolonoskopi
Anak-anak semua umur saat ini bisa diperiksa dengan endoskopi sehingga
ini. Tujuan dari algoritma ini adalah untuk menyediakan panduan kapan endoskopi
bisa dilakukan berdasarkan gejala yang ditunjukkan pasien (nyeri abdomen kronis,
diare kronis, dan perdarahan saluran cerna bagian bawah). Endoskopi biasanya
tidak diindikasikan pada anak-anak yang usianya lebih tua dalam evaluasi
gejala-gejala red flag seperti nyeri abdomen hebat yang sampai membangunkan
anak dari tidurnya, dan bila ada gejala sistemik lain seperti demam, nyeri sendi,
ruam kulit yang tidak biasa, pertumbuhan buruk, malnutrisi, disfagia, dan bila ada
dan hasil kultur feses negatif ata adanya gejala-gejala red flag yang menyertai diare
(adanya lender atau darah pada feses, berat badan turun, pertumbuhan terhambat,
lesi perianal, ulkus mulut yang rekuren) yang ditemukan pada anak.26
memiliki hasil diagnostik yang lebih rendah, yaitu 9%. Endoskopi merupakan gold
standard untuk perdarahan saluran cerna. Tindakan ini dilakukan 12-24 jam sejak
perdarahan terjadi dan hanya dilakukan jika kondisi pasien sudah stabil, dengan
langkah pertama dalam evaluasi perdarahan saluran cerna bagian bawah. Waktu
lokasi perdarahan dan bisa digunakan dalam indikasi modalitas terapi. Persiapan
Kolonoskopi telah dikenal selama dua dekade dalam hal efektifitas dan
memiliki beberapa keunggulan dan umumnya dianggap sebagai tes awal yang
defnitif
5. Faktor keamanan.
endoskopi
3. Pendarahan
4. Bersifat invasif
jam dalam mempersiapkan usus besar, dan ada yang mengatakan bahwa penyakit
seperti syok, gagal jantung berat, oklusi pembuluh darah koroner akut, pasien koma
perdarahan saluran cerna bawah yang akut, persiapan usus besar bisa meningkatkan
risiko muntah.
Temuan paling sering pada anak dengan perdarahan saluran cerna bagian
ulseratif (25, 3%), kolitis nonspesifik (24%), dan kasus lainnya (6,6%).17
saluran cerna bawah yang mengalami kejadian tidak diharapkan selama persiapan
sepsis karena potensi translokasi bakteri, tetapi pada studi ini tidak ada pasien yang
mengalami sepsis selapa persiapan usus sebelum kolonoskopi. Pada studi ini, angka
Gambar 2 Diagnostik pada perdarahan saluran cerna bagian bawah pada bayi dan
anak5
Indikasi yang paling sering dalam dilakukannya ileokolonoskopi adalah bila
anak dicurigai IBD, polip bila anak mengalami perdarahan rektal yang tidak nyeri,
suspek kolitis alergi, diare yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya, dan nyeri
dicurigai adanya perforasi usus atau peritonitis akut. Endoskopi juga bisa
membantu untuk diagnosis IBD dan penyakit Crohn. Biopsi pada semua segmen
traktus digestif bagian bawah (ileum, kolon asenden, transversal, desenden, kolon
sigmoid, dan rektum) bisa membantu membedakan penyakit Crohn dengan kolitis
gejala nyeri abdomen, diare, penurunan berat badan, yang disertai manifestasi
Gambar 3 Perbedaan gambaran penyakit Crohn dan kolitis ulseratif pada usus
besar26
2.2.6.4 CT Scan
tingi dari CT angiografi dalam mendiagnosis perdarahan saluran cerna akut. The
dilakukan operasi, ketika keadaan hemodinamik pasien atau pasien tidak bisa
pemeriksaan endoskopi. Angka deteksi lesi vaskular lebih tinggi pada kolonoskopi
multisenter mengusulkan bahwa pasien yang bisa diperiksa dalam 4 jam sejak onset
2.2.7 Tatalaksana
dilakukan pada pasien yang datang dengan manifestasi perdarahan saluran cerna
bagian bawah akut. Evaluasi kebutuhan resusitasi cairan intravena dan transfusi
darah pada pasien dengan melihat status hemodinamiknya berdasarkan riwayat
perdarahan saluran cerna bagian atas juga bisa muncul dengan manifestasi
saluran cerna bagian bawah yang berat untuk menentukan pasien mana yang sesuai
dengan kristaloid. Ulasan ini menyebutkan bahwa pemberian cairan pada pasien
intravaskular dikoreksi (tabel 5). Walaupun orang tua sering menaksir berlebihan
perdarahan pada anak, kesalahan berat yang sering terjadi adalah meremehkan
hilangnya darah yang terjadi. Hematokrit bisa tidak berubah awalnya walaupun
perdarahan signifikan, jadi hematokrit tidak menjadi indikator yang baik. Adanya
khususnya pada anak dengan perdarahan aktif. Cairan kristaloid yang bisa
digunakan untuk mengganti kehilangan darah adalah normal saline atau ringer
laktat dengan jumlah cairan awal 20 mL/kgBB. Transfusi PRC bisa dilakukan
trombositopenia.8
2.2.7.2 Medikasi
sistemik dan tekanan arteri secara signifikan (sekitar 20%) dan bertahan (hingga 4
jam) menurunkan tekanan vena porta dan refluks. Beberapa uji coba dan
dalam tingkat kematian. Studi pada populasi anak belum menunjukkan potensi
secara tidak langsung mengurangi aliran darah varises. Pada anak-anak, octreotide
yang diberikan secara intravena efektif dalam menurunkan perdarahan aku GI.
Studi populasi pediatrik telah menunjukkan octeotride efektif pada dosis 25 mcg /
kg per jam diberikan dengan infus terus menerus, dan inisiasi dengan bolus 1 jam
mungkin diperlukan.5
2.2.7.2.2 NSBB
pada orang dewasa dengan hipertensi portal dan telah terbukti mengurangi tekanan
melalui blokade reseptor ß1 dan ß2. Apalagi, carvedilol tampaknya lebih efektif
primer dan sekunder pada pendarahan varises. Selain itu, dosis β blockers belum
ditetapkan (saat ini mulai dari 2 mg / kg per hari hingga 8 mg / kg per hari) dan
tidak diketahui adanya pengaruh heart rate 25% efektif dalam mengurangi tekanan
porta.5
2.2.7.3 Bedah
bawah sudah berkurang saat ini, mungkin karena kemajuan endoskopi hemostasis
dan radiologi intervensi. Komplikasi dan angka mortalitas pada operasi bedah
untuk perdarahan saluran cernah bisa sangat tinggi mencapai 60% dan 16%. Karena
angkanya yang sangat tinggi, intervensi dengan operasi hanya dilakukan pada
pasien perdarahan saluran cerna bawah yang cepat dan terus-menerus. Indikasi
pada tindakan operasi bedah untuk perdarahan berat meliputi (1) sumber
dan (2) perdarahan terus menerus (sudah ditransfusi 6 unit PRC) dan kurangnya
diagnosis walaupun sudah dilakukan follow-up menggunakan endoskopi dan
modalitas radiologi lain. Penting melokalisir lesi perdarahan sebelum reseksi bedah
untuk mencegah perdarahan berulang dari lesi yang tidak direseksi setelah operasi,
dan untuk mencegah peningkatan mortalitas setelah blind total colectomy. Pada
cerna bawah akut, angka terjadinya perdarahan berulang lebih tinggi setelah reseksi
terbatas kolon (4-18%) dibanding dengan setelah reseksi (0-4%). Pada sebagian
besar studi, angka mortalitas lebih rendah setelah reseksi kolon terbatas (7-22%)
2.2.8 Komplikasi
2.2.9 Prognosis
datang ke Unit Gawat Darurat yaitu nilai hematokrit yang <35%, tanda vital yang
abnormal dalam 1 jam pertama dan ditemukannya darah pada saat rectal toucher.
KESIMPULAN
1. Poddar U. Diagnostic and therapeutic approach to upper gastrointestinal
bleeding. Paediatr Int Child Health. 2019 Feb;39(1):18-22.
2. Pinandhito GA, Widowati T, Damayanti W. Profil dan Temuan Klinis Pasien
Perdarahan Saluran Cerna di Departemen Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito
2009-2015. Sari Pediatri. 2017; 19(4):196-200.
3. Tengguna L. Perdarahan Saluran Cerna pada Anak. CDK-257.
2017;44(10):695-9.
4. Jafari et all. Etiology of Gastrointestinal Bleeding in Children Reffered to
Pediatric Wards of Mashhad Hospitals, Iran. Electronic Physician.
2018;10(2):6341-5.
5. Romano C, et all. Pediatric gastrointestinal bleeding: Perspectives from the
Italian Society of Pediatric Gastroenterology. World J Gastroenterol 2017
February 28; 23(8): 1328-1337.
6. Nasher O, Devadason D, Stewart R J. Upper Gastrointestinal Bleeding in
Children: A Tertiary United Kingdom Children’s Hospital Experience. 2017;
4(95):1-6.
7. Gilger MA, Bure KWV. Upper Gastrointestinal Bleeding. In: Walker, Goutlet,
Klienmann, eds. pediatricsgastrointestinal disease 6 th ed.
8. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics, 18th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007:1271, 1281-2.
9. Sampert C, Jensen K. Esophageal Varices. In: Pohl JF, Jolley C, Gelfond D.
Pediatric Gastroenterology. CRC Press. Section 3. 2014: 77-81.
10. Kang I. Gastritis and Gastric Ulcers. In: Pohl JF, Jolley C, Gelfond D. Pediatric
Gastroenterology. CRC Press. 2014;Section 3:115-21.
11. Hojsak I. Helicobacter pylori Gastritis and Peptic Ulcer Diseases.
Dalam:Textbook of Peciatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition; A
Comprehensive Guide to Practice. Switzerland: Springer International
Publishing. 2016:143-55.
12. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Gastroenterologi-hepatologi.
Jakarta:IDAI. Jilid 1. 2009: 35-44.
13. Owensby S, Taylor K, Wilkins T. Clinical Review: Diagnosis and
Management of UpperGastrointestinal Bleeding in Children. J Am Board Fam
Med. 2015. Vol. 28:134 –45.
14. Richardson MM, Chessman K Hammon, Chant C.PSAP VII Book 11
(Gastroenterology and Nutrition): Pharmacotherapy Self-Assessment
Program. American: PSAP VII Book 11 (Gastroenterology and Nutrition):
Pharmacotherapy Self-Assessment Program; 2012.
15. Tengguna L. Perdarahan Saluran Cerna Pada Anak. 2017. Cermin Dunia
Kedokteran 257.2017;44(10):695-9.
16. Attard TM, Miller M, Pant C, Kumar A, Thomson M. Mortality associated with
gastrointestinal bleeding in children: A retrospective cohort study. 2017;
23(9):1608-17.
17. Benjamin S, Samuel B. Lower gastrointestinal bleeding in children.
Gastrointest Endoscopy Clin N Am. 2016:75–98.
18. Deeb MM, El-Zayat RS, El-Khair HAAA. Colonoscopic fndings in children
with lower gastrointestinal bleeding. Department of Pediatric, Faculty of
Medicine, Menoufa University, Menoufa, bKafer Elsheikh Medical Center,
Kafer Elsheikh Egypt. 2019: 247-51.
19. Genel S, Lucia SM, Daniel SG, Emanuela F. Gastrointestinal Bleeding in
Children can have Many Causes. Pharmaceutica Analytica Acta. 2016. 7:2
20. Soto JA, Park SH, Fletcher JG, Fidler JL. Gastrointestinal hemorrhage:
evaluation with MDCT. Abdominal Imaging 2015; 40: 993-1009
21. Federica G, Nicola A, Stefano K, Marco M3, Francesco M1, Gioacchino L4,
Alessia G1, Fabiola F, Gian. Clinical approach to the patient with acute
gastrointestinal bleeding. Acta Biomed. 2018;89(8):12-9
22. Olaru C, Burlea M, Gimiga N, Diaconescu S. The role of colorectal polyps in
the etiology of lower gastro-intestinal bleeding in children. International
Journal of Med Den 2015; 5(4): 259-64.
23. Sanda A, Mutmainnah, Samad IA. Analisis rasio blood urea nitrogen/kreatinin
untuk meramalkan lokasi perdarahan pada saluran cerna. Indonesian Journal of
Clinical Pathology and Medical Laboratory; 24(1): 86-90.
24. Kleinman RE, Goulet OJ, Vergani GM, Sanderson IR, Sherman PM, Shneider
BL. Walker’s pediatric gastrointestinal disease. USA: King Printing Company;
2018.
25. Sahn B, Mamula P, Friedlander J. Gastrointestinal Hemorrhagea. Dalam:
Wyllie R, Hyams J.S., Kay M. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease.
Edisi 5. Philadelphia: Elsevier; 2016: 144-54.
26. Aoki T, Hirata Y, Yamada A, Koike K. Initial management for acute lower
gastrointestinal bleeding. World Journal of Gastroenterology; 25(1): 69-84.
27. Belsha D, Bremner R, Thomson M. Indications for gastrointestinal endoscopy
in childhood. Arch Dis Child 2016; (101): 1153-60.
28. Niikura R, Nagata N, Shimbo T, Sakurai T, Aoki T, Moriyasu S, et al.. Adverse
events during bowel preparation and colonoscopy in patients with acute lower
gastrointestinal bleeding compared with elective non-gastrointestinal bleeding.
PLOS 2015; 10(9): 1-12.