Anda di halaman 1dari 55

Referat

PERDARAHAN SALURAN CERNA PADA ANAK

Oleh :

Hanifa Rahma 1840312006


Auzy Yoana Khalisha 1840312305
Muhammad Fathurrahman S 1840312441
Yoseph De Nachs 1840312438
Dita Viviant Sagith 1840312624
Novia Nadhria 1840312223
Adellia Tiara Suci 1840312226

Preseptor :

Dr. dr. Yusri Dianne Jurnalis, Sp. A (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang berjudul

“Perdarahan Saluran Cerna pada Anak”.

Referat ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepanitraan klinik di

bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Yusri Dianne Jurnalis, Sp. A (K) selaku

preceptor yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam pembuatan

referat ini. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah

membantu menyelesaikan referat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk

menyempurnakan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, Agustus 2019

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR SINGKATAN vi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 1
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Metode Penulisan 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perdarahan Saluran Cerna Atas 3
2.1.1 Definisi 3
2.1.2 Epidemiologi 3
2.1.3 Etiologi 4
2.1.3.1 Varises Esofagus 4
2.1.3.2 Gastritis 5
2.1.3.3 Ulkus Peptikum 5
2.1.3.4 Sindrom Mallory Weiss 7
2.1.4 Klasifikasi 8
2.1.5 Gejala Klinis 9
2.1.6 Diagnostik 10
2.1.6.1 Pemeriksaan Fisik 12
2.1.6.2 Pemeriksaan Tambahan 12
2.1.6.2.1 Radiografik 12
2.1.6.2.2 Angiografi 13
2.1.6.2.3 CT Angiografi 14
2.1.6.2.4 Endoskopi 15
2.1.7 Tatalaksana Perdarahan Saluran Cerna Atas 15
2.2 Perdarahan Saluran Cerna Bawah 22
2.2.1 Definisi 22
2.2.2 Epidemiologi 22
2.2.3 Klasifikasi 23
2.2.3.1 Perdarahan Akut 23
2.2.3.2 Perdarahan Kronis 23
2.2.4 Etiologi 23
2.2.4.1 Etiologi Berdasarkan Kelompok Usia 24
2.2.4.1.1 Neonatus 24
2.2.4.1.2 Bayi 25
2.2.4.1.3 Anak Usia di Atas 12 Tahun 26
2.2.4.2 Etiologi Berdasarkan Penyakit 27
2.2.4.2.1 Polip Rekti 27
2.2.4.2.2 Angiodisplasia 27
2.2.4.2.3 Kolitis Infeksi 27
2.2.4.2.4 IBD 27
2.2.5 Gejala Kinis 28
2.2.6 Diagnostik 29
2.2.6.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik 29
2.2.6.2 Pemeriksaan Laboratorium 33
2.2.6.3 Kolonoskopi 34
2.2.6.4 CT Scan 39
2.2.7 Tatalaksana 40
2.2.7.1 Manajemen Awal 41
2.2.7.2 Medikasi 41
2.2.7.2.1 Obat-Obatan Vasoaktif 41
2.2.7.2.2 NSBB 43
2.2.7.3 Bedah 43
2.2.8 Komplikasi 44
2.2.9 Prognosis 44

BAB 3 KESIMPULAN 45

DAFTAR PUSTAKA 46
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Klasifikasi perdarahan saluran cerna bagian atas


berdasarkan usia
Tabel 2.2 : : Terapi farmakologi pada penatalaksanaan perdarahan
saluran cerna atas
Tabel 2.3 : Penyakit Penyebab Perdarahan Saluran Cerna Bawah
Berdasarkan Kelompok Usia
Tabel 2.4 : Penggunaan kolonoskopi pada anak untuk indikasi
terapi
Tabel 2.5 : Manajemen Inisial pada Pasien Hipovolemia Sekunder
Akibat Perdarahan Saluran Cerna
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 :

Gambar 2.2 :

Algoritma perdarahan saluran cerna bagian


bawah
Gambar 2.2 : Diagnostik pada perdarahan saluran cerna
bagian bawah pada bayi dan anak
Gambar 3 : Perbedaan gambaran penyakit Crohn dan kolitis
ulseratif pada usus besar
DAFTAR SINGKATAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdarahan saluran cerna merupakan perdarahan yang dapat terjadi pada

saluran cerna atas maupun bawah, yang dibatasi oleh ligament treitz. Perdarahan

saluran cerna meskipun dalam jumlah sedikit, dapat menyebabkan ketakutan pada

anak serta kecemasan pada orang tua. Perdarahan dapat terjadi di manapun

sepanjang saluran cerna dan sulit untuk menentukan lokasinya. Kondisi tersebut

berpotensi menyebabkan kegawatan yang mengancam jiwa.1,2

Perdarahan saluran cerna bawah lebih sering ditemukan pada kasus

pediatrik, sebagian besar ringan dan dapat sembuh sendiri. Insidennya sebesar 0,3%

dari seluruh kasus di instlasi gawat darurat dan hanya 4,2% yang mengancam

nyawa. Perdarahan saluran cerna atas insidennya lebih jarang, yaitu 1-2 kasus per

10.000 anak tiap tahun.3 Data yang dikumpulkan oleh Nationwide Emergency

Department tahun 2006 hingga 2011, dari 450.000 pasien kegawatan anak 20%

datang dengan perdarahan saluran cerna atas dan 30% datang dengan perdarahan

saluran cerna bawah. Insiden terbanyak adalah anak berusia 11-15 (50,8%) tahun

dan anak perempuan lebih banyak daripada laki-laki (54,5% vs 45,5%). Terjadi

juga peningkatan jumlah pasien perdarahan saluran cerna dari 82,18 per 100.000

anak pada tahun 2006 menjadi 93,30 per 100.000 anak pada tahun 2011. Mortalitas

dari perdarahan saluran cerna atas pada anak 4,8%, sedangkan saluran cerna bawah

0,6%.2
Perdarahan saluran cerna atas terjadi pada bagian atas dari ligamen treitz,

yaitu dari esofagus, lambung, dan duodenum. Penyebab paling sering perdarahan

saluran cerna atas pada bayi dan anak adalah stress ulcer, sedang pada anak yang

lebih besar sering disebabkan oleh duodenal ulcers, esofagitis, dan varises

esofagus. Penyebab tersering perdarahan saluran cerna bawah, yaitu fisura anal,

polip kolorektal, dan kolitis. Kejadian perdarahan saluran cerna di berbagai negara

menunjukkan perbedaan dalam frekuensi berbagai penyebab perdarahan GI pada

anak-anak. Perbedaan itu dapat disebabkan karena lifestyle, nutrisi, dan kondisi

geografis.4,5

Perdarahan saluran cerna merupakan kegawatan yang mengancam jiwa dan

memerlukan intervensi medis segera. Pada keadaan emergensi, prioritas utama

yang harus dilakukan adalah menilai airways, breathing, dan circulation pasien.

Setelah keadaan emergensi teratasi, ada beberapa kasus perdarahan saluran cerna

yang dapat berhenti sendiri dan hanya memerlukan observasi saja, sedangkan

sebagian lain memerlukan tindakan invasif dan agresif menggunakan endoskopi.

Tindakan suportif dengan stabilisasi status hemodinamik, koreksi setiap koagulasi

atau trombositopenia diperlukan sebelum prosedur diagnostik dilakukan.5

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas mengenai diagnosis dan tatalaksan perdarahan saluran

cerna pada anak.

1.3 Tujuan Penulisan

Referat ini bertujuan menambah pengetahuan mengenai diagnosis dan

tatalaksana perdarahan saluran cerna pada anak.


1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan dari referat ini ialah menggunakan metode tinjauan pustaka

dengan sumber dari berbagai literatur.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perdarahan Saluran Cerna Atas

2.1.1 Definisi

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah kehilangan darah

dalam lumen saluran cerna, dimulai dari esofagus sampai dengan duodenum di

daerah ligamentum Treitz.6 Perdarahan saluran cerna adalah salah satu masalah

yang serius di bidang gastroenterologi pediatrik yang membutuhkan diagnosis dan

tatalaksana segera. Perdarahan saluran cerna bagian atas ditandai dengan gejala

berupa hematemesis, dan melena. Hematemesis yang terjadi adalah muntah darah

yang berwarna merah segar ataupun berwarna hitam seperti kopi dengan sumber

perdarahan di antara esofagus dan ligamentum Treitz. Emesis berwarna seperti kopi

biasanya disebabkan karna efek sekunder koagulatif dari asam lambung. Melena

adalah tinja yang ke luar berupa cairan berwarna hitam seperti aspal dan merupakan

manifestasi perdarahan saluran cerna atas. Warna hitam pekat disebabkan oleh

hematin, yaitu produk oksidatif heme yang diproduksi oleh bakteri usus. Melena

dapat bertahan selama tiga hingga lima hari dan karenanya tidak dapat digunakan

sebagai indikasi perdarahan yang sedang berlangsung.1,7

2.1.2 Epidemiologi

Perdarahan saluran cerna bagian atas pada anak merupakan kondisi yang

jarang pada anak. Dengan estimasi insiden yaitu 1–2/10,000 per tahunnya.6 Insiden

pendarahan saluran cerna lebih banyak terjadi pada anak laki-laki (54,5%)
dibandingkan dengan anak perempuan (45,8%). Insiden perdarahan saluran cerna

pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit di Amerika Serikat adalah 23.383 anak

dan sebanyak 0,5% dari insiden tersebut merupakan kegawatan pada anak.

Penelitian tentang perdarahan saluran cerna di ruang rawatan intensif didapatkan

6% sampai 25% kejadian perdarahan saluran cerna bagian atas.1,7 Kejadian

perdarahan saluran cerna paling banyak terjadi pada usia 11-15 tahun (84,2 per

10.000 kasus) dan paling sedikit pada anak dengan usia kurang 1 tahun (24,4 per

10.000 kasus). Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas terbanyak di

Indonesia yaitu pecahnya varises esofagus, sedangkan di negara barat penyebab

perdarahan SCBA terbanyak (95%) ialah non-varises dengan sebanyak 50-70%

kasus karena perdarahan ulkus peptikum.2

2.1.3 Etiologi

2.1.3.1 Varises esofagus

Varises esofagus merupakan pelebaran pembuluh darah vena intraesofagus.

Varises esofagus bisa terjadi sebagai komplikasi hipertensi portal.8,9 Peningkatan

tekanan vena portal akan mendistensi vena dan mengakibatkan pembesaran vena.

Bila terjadi ketegangan dinding pembuluh darah yang berlebihan, maka vena pada

esofagus dapat mengalami ruptur dan pasien akan mengalami hematemesis

dan/atau melena.

Tanda yang dapat muncul dari perdarahan saluran cerna akibat varises

esofagus adalah hematemesis berwarna merah terang berulang dan banyak dan tinja

seperti ter, yang disertai dengan tanda-tanda penurunan volume intavaskular. Anak

dengan perdarahan varises esofagus sering mempunyai perdarahan saluran cerna


akut lain. Hasil darah lengkap sering menunjukkan leukopenia dan

trombositopenia, dengan penurunan hemoglobin.6 Pemeriksaan penunjang yang

dapat dilakukan adalah endoskopi. Endoskopi saluran bagian atas dilakukan untuk

penilaian dari lesi dan tatalaksana.9

2.1.3.2 Gastritis

Gastritis adalah inflamasi pada mukosa gaster. Manifestasi klinis yang

sering muncul pada pasien gastritits adalah nyeri pada daerah epigastrium,

iritabilitas, muntah, dan penurunan nafsu makan. Gejala lainnya dapat berupa

mudah kenyang dan penurunan berat badan. Gastritis hemoragik dapat

dihubungkan dengan hematemesis, anemia, melena, dan darah samar pada feses.10

2.1.3.3 Ulkus Peptikum

Ulkus peptikum merupakan lesi mukosa yang dalam berupa kerusakan

lapisan mukosa muskularis dinding lambung ataupun duodenum. Sering terjadi di

mukosa pada zona transisi antrum sepanjang kurvatura minor atau di proksimal

duodenum.11

Penyakit ini terjadi jika mekanisme proteksi dari mukosa gastrointestinal

tidak mampu melindungi dari efek asam lambung dan pepsin yang bersifat merusak

mukosa. Ulkus peptikum lebih banyak terjadi di duodenum dibandingkan lambung

dan H. pylori menjadi penyebab terbanyak. Penyebab terbanyak ulkus peptikum

pada anak adalah infeksi Helicobacter pylori, meskipun penggunaan obat golongan

anti inflamasi non steroid (OAINS) seperti aspirin dan ibuprofen menjadi penyebab

yang signifikan untuk ulkus peptikum.11

Gejala yang paling berhubungan dengan ulkus peptikum adalah sakit perut

yang tumpul ataupun nyeri, rasa tidak nyaman di perut yang muncul intermiten
(khas muncul beberapa jam setelah makan atau dalam keadaan perut kosong, sering

berkurang setelah makan), kembung, mual, terkadang muntah. Nyeri epigastrium

muncul pada ulkus lambung dan ulkus duodenum, dengan karakteristik rasa perih

atau rasa terbakar yang terjadi dengan singkat setelah makan pada ulkus lambung

dan 2-3 jam setelah itu pada ulkus duodenum. Gejala yang menjadi penanda telah

terjadinya perdarahan adalah terjadi secara tiba-tiba, nyeri perut yang tajam, feses

hitam atau berdarah, muntah darah ataupun muntah seperti kopi.

Mencari bakteri H. pylori tidak direkomendasikan pada anak meskipun

memenuhi kriteria nyeri perut fungsional, kecuali kalau endoskopi telah dilakukan

untuk mencari penyakit orgnaik. Berdasarkan (ESPGHAN/NASPGHAN) untuk

infeksi H. pylori pada anak dilakukan berdasarkan kondisi pasien dan dengan

prosedur diagnostik adekuat.

Ulkus yang berhubungan dengan penggunaan OAINS harus segera

dihentikan penggunaan obatnya. Stres ulcers, erosi pada lambung dan duodenum,

dan perdarahan saluran cerna atas, yang merupakan komplikasi dari penyakit berat

yang diderita anak-anak yang dirawat di Pediatric Intensive Care Unit (PICU),

dapat diberikan PPI profilaksis. Endoskopi saluran cerna emergensi dilakukan pada

perdarahan saluran cerna atas untuk mengetahui lesi yang menjadi sumber

perdarahan dan dapat sebagai terapi. Pemeriksaan dilakukan 6-12 jam setelah

keadaan pasien stabil.11

2.1.3.4 Sindrom Mallory Weiss

Sindrom Mallory Weiss didefinisikan sebagai perdarahan saluran cerna atas

karena laserasi mukosa akibat muntah pada esophago-gastric junction. Angka

kejadian perdarahan saluran cerna atas pada sindrom Mallory Weiss adalah 3-15%.
Sindrom Mallory Weiss adalah penyebab perdarahan saluran cerna non varises.

Sindrom Mallory Weiss umumnya terjadi pada lebih dari 90% dari semua kasus

perdarahan saluran cerna dan pada beberapa kasus berakibat fatal.7

Fisura mukosa saluran cerna terjadi karena muntah yang lama dan kuat.

Laserasi biasanya berlokasi di esophago-gastric junction dan bagian kardiak

lambung. Fisura dapat terjadi ganda, meluas hanya pada mukosa sepanjang axis

longitudinal organ. Terdapat reaksi inflamasi atau fibrosis, akan tetapi jaringan

granulasi tampak dengan adanya penyembuhan. Perdarahan intensif terjadi ketika

telah mengenai mukosa lambung dan esofageal.

2.1.4 Klasifikasi

Perdarahan saluran cerna atas dibagi berdasarkan usia.

Tabel 2.1. Klasifikasi perdarahan saluran cerna bagian atas berdasarkan usia12

Periode Neonatal Bayi Pra Sekolah Usia Sekolah

Tertelan darah ibu Gastritis Tukak stress Tukak stress

Defisiensi vit. K Esophagitis Gastritis Gastritis

Tukak stress Tukak stress Esophagitis Esophagitis

Gastritis hemoragis Sindrom Mallory Sindrom Mallory Sindrom Mallory

Diathesis perdarahan Welss welss welss

Benda asing Stenosis pilorik Varises esophagus Varises esophagus

Malformasi vaskuler Malformasi vaskuler Benda asing

Malformasi vaskuler
2.1.5 Gejala Klinis

Pada perdarahan saluran pencernaan penting untuk mengetahui

karakteristik darah dan gejala-gejala yang menyertai.13 Warna pada feses dapat

membedakan perdarahan saluran cerna atas dan bawah. Pada perdarahan saluran

cerna bagian atas gejala yang sering terjadi adalah hematemesis dan melena.

Hematemesis adalah muntah atau regurgitasi sejumlah darah berwarna merah segar

ataupun berwarna hitam seperti kopi, sedangkan melena adalah feses yang keluar

berupa cairan berwarna hitam seperti aspal serta berbau. Emesis hitam seperti kopi

merupakan efek sekunder dari efek koagulatif asam lambung terhadap darah.

Melena mengacu pada tinja hitam yang masih menempel. Warna hitam pekat

mungkin disebabkan oleh hematin, produk oksidatif yang diproduksi oleh bakteri

usus. Melena dapat diproduksi oleh volume darah yang relatif kecil (50-100 mL) di

perut. Melena dapat bertahan selama tiga hingga lima hari dan karenanya tidak

dapat digunakan sebagai indikasi perdarahan yang sedang berlangsung. Secara

umum, sebagian besar UGI berdarah pada anak-anak dan berhenti tanpa intervensi.1

Selain itu, gejala penyerta yang biasa terjadi adalah nyeri perut, pusing, sesak napas,

dan palpitasi.13 Gejala nyeri perut yang terjadi dapat disebabkan adanya lesi di

mukosa saluran cerna sehingga terjadi perdarahan lokal. Perdarahan masif pada

saluran cerna bagian atas dapat menyebabkan hemodinamik terganggu sehingga

pasien dapat jatuh ke keadaan syok.2

Etiologi terbanyak pada saluran pencernaan bagian atas adalah varises

esofagus. Pada varises esofagus gejala yang sering terjadi adalah hematemesis

berulang, banyak, berwarna merah menyala, serta tinja berwarna hitam seperti ter.2

2.1.6 Diagnostik
Evaluasi awal pasien dengan gambaran perdarahan saluran cerna atas akut

meliputi riwayat medis lengkap, pemeriksaan fisik, dan penilaian laboratorium

dengan tujuan menilai tingkat keparahan dan urgensi perdarahan. Penilaian awal

digunakan untuk mengidentifikasi pasien berisiko tinggi yang memerlukan

intervensi cepat dan tepat untuk meminimalkan morbiditas dan mortalitas.14

Presentasi klinis perdarahan saluran cerna akut yang paling umum adalah

hematemesis (30% pasien) dan / atau melena (20% pasien). Sekitar 50% pasien

datang dengan hematemesis dan melena, dan hingga 5% pasien datang dengan

hematochezia, yang menunjukkan jumlah kehilangan darah yang cepat dan

signifikan. Hematemesis adalah indikasi perdarahan proksimal ke ligamentum

Treitz; emesis berdarah terang menunjukkan perdarahan yang sedang berlangsung,

sedangkan emesis kopi-tanah menunjukkan perdarahan terbatas. Melena biasanya

menunjukkan perdarahan proksimal ke ligamentum Treitz, meskipun dalam

beberapa kasus, usus halusatau usus besar kanan juga mungkin terlibat. Pada pasien

dengan ulkus peptikum perdarahan, nyeri kuadran epigastrium atau kanan sering

menyertai perdarahan akut. Pada pasien dengan robekan Mallory-Weiss, emesis,

muntah, atau batuk mungkin telah mendahului hematemesis. Pasien dengan ikterus,

kelemahan, kelelahan, anoreksia, dan asites kemungkinan besar mengalami

perdarahan variceal. Pasien dengan perdarahan dari tumor ganas dari saluran GI

dapat hadir dengan disfagia, penurunan berat badan tak terduga, dan cachexia.14

Sejarah medis, termasuk episode UGIB sebelumnya, dapat mengidentifikasi

kondisi medis komorbiditas yang terkait dengan perdarahan dan dapat

mengarahkan perawatan medis. perubahan pendarahan. Hingga 60% pasien dengan

riwayat UGIB mengalami perdarahan dari lesi yang sebelumnya diidentifikasi.14


Riwayat pengobatan menyeluruh juga penting untuk mengidentifikasi

perdarahan GI yang diinduksi obat. Obat antiinflamasi non-steroid, agen

antiplatelet, dan obat yang berhubungan dengan esofagitis dapat diidentifikasi, dan

terapi obat dapat dimodifikasi dengan tepat. Nilai-nilai laboratorium (misalnya,

jumlah sel darah lengkap, kimia serum, tes fungsi hati, studi koagulasi) digunakan

untuk menilai tingkat keparahan perdarahan. Pasien dengan hipovolemia yang

disebabkan oleh kehilangan darah yang signifikan membutuhkan resusitasi volume

yang cepat untuk meningkatkan stabilitas hemodinamik dan untuk mencegah syok;

pasien-pasien ini harus segera dipindahkan ke ICU. Gejala yang menunjukkan

pendarahan hebat termasuk hipotensi ortostatis, kebingungan, angina, palpasi

hebat, dan ekstremitas dingin / dingin. Pasien dengan risiko tinggi perdarahan ulang

dan peningkatan mortalitas termasuk mereka dengan usia lanjut, komorbiditas

medis kronis yang serius, syok, dan koagulopati.14

Anamnesis perlu ditanyakan:

1. Tentukan apakah anak betul-betul mengalami perdarahan saluran cerna.

Beberapa kasus yang sering dikelirukan dengan perdarahan saluran cerna

antara lain:

 Hematemesis dan melena:

 Tertelan darah ibu saat persalinan atau saat menyusu akibat puting

yang lecet

 Tertelan darah epistaksis

 Mengonsumsi makanan dan obat-obatan tertentu


2. Tentukan volume darah yang hilang untuk menentukan berat ringannya

perdarahan saluran cerna dan tanyakan tanda-tanda gangguan hemodinamik

3. Tanyakan warna darah dan jenis perdarahannya untuk menentukan lokasi

perdarahan, serta frekuensi dan durasi perdarahan untuk menentukan

kronisitas perdarahan

4. Tanyakan gejala-gejala penyerta lain seperti nyeri perut dan demam

5. Riwayat konsumsi obat jangka panjang seperti anti-inflamasi non-steroid

(AINS), steroid, aspirin, tablet besi, alkohol, dan obat-obatan sitostatika

tertentu

6. Riwayat menelan benda asing, bepergian keluar daerah, dan perubahan pola

makan

7. Riwayat trauma abdomen terutama epigastrium atau kuadran kanan atas, serta

luka bakar dengan jumlah luas

8. Riwayat penyakit sebelumnya: persalinan prematur, pemasangan kateter arteri

umbilikal atau sepsis, riwayat operasi, penyakit hati, penyakit saluran cerna

sebelumnya (enterokolitis, intususepsi, anomali kongenital), anemia sel sabit,

atau hemofilia

9. Riwayat penyakit keluarga: penyakit perdarahan, penyakit hati kronik, penyakit

saluran cerna, dan pemakaian obat-obat tertentu.15

2.1.6.1 Pemeriksaan fisik


Jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi harus dinilai untuk mengevaluasi

stabilitas hemodinamik. Vital tanda-tanda harus dipantau untuk takikardia,

takipnea, hipotensi, hipotensi ortostatik, dan isi ulang kapiler. Takikardia adalah

indikator paling sensitif untuk kehilangan darah pada anak-anak. Gambaran umum

harus diperhatikan, termasuk konfusi, iritabilitas, dan gangguan pernapasan.

Ekimosis dapat menandakan pendarahan yang tidak terkontrol Akibat gangguan

perdarahan atau adanya trauma. Pucat mungkin menandakan kehilangan darah yang

banyak tetapi tidak terjadi pada perdarahan saluran cerna atas akut. Abdomen harus

dinilai untuk melihat epigsatric atau rebound tenderness, bekas luka pembedahan,

hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas,atau tanda-tanda lain atau gejala sisa

dari hati kronis. Evaluasi juga harus mencakup pemeriksaan rektal untuk

mengidentifikasi hemoroid atau adanya fisura yang mungkin mengindikasikan

sumber perdarahan saluran cerna yang lebih rendah. Sampel tinja harus diperoleh

untuk occult blood testing(misalnya, hemokult)13

Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan tanda-tanda vital dan saturasi oksigen.15

2. Tentukan derajat perdarahan melalui keadaan umum pasien, status

hemodinamik, perkiraan volume darah yang hilang, dan warna perdarahan.15

 Perdarahan berat ditandai dengan keadaan umum pucat, gelisah, letargis, dan

nyeri perut.15

 Anemis (pucat) penting untuk memperkirakan banyaknya kehilangan darah.

Indikator terbaik perdarahan berat dan tanda awal gagal jantung adalah

takikardi saat istirahat dan perubahan ortostatik tekanan darah, yaitu


peningkatan denyut nadi 20 kali/ menit atau penurunan tekanan darah sistolik

sebesar 10 mmHg atau lebih pada perubahan posisi supine ke posisi duduk.

Perdarahan kronis atau akut dapat menimbulkan dekompensasi jantung.15

3. Tanda-tanda fisik yang sering dijumpaipada anak dengan perdarahan saluran

cerna terdapat pada gambar 2.1.15

Gambar 2.1 . Tanda-tanda fisik pada perdarahan saluran cerna

2.1.6.2 Pemeriksaan Penunjang


2.1.6.2.1 Pemeriksaan Laboratorium

1) Uji Guaiac dengan sampel tinja digunakan untuk mengetahui perdarahan

samar. Pemeriksaan ini cukup sensitif dan spesifik. Hasil positif palsu dijumpai

apabila sampel mengandung hemoglobin (Hb) atau mioglobin dari daging,

lobak, ferrous sulfate (pH tinja < 6), tomat, ceri merah segar. Hasil negatif palsu
dijumpai apabila sampel mengandung vitamin C atau penyimpanan feses >4

hari.15

2) Pemeriksaan Hb, hematokrit (Ht), dan eritrosit (RBC), di mana pada

perdarahan kronis ditandai dengan penurunan Hb, Ht, dan RBC. Anemia

dengan RBC normal menunjukkan perdarahan akut, sedangkan anemia dengan

RBC rendah menunjukkan perdarahan kronis.15

3) Apabila tidak ada tanda-tanda syok, penyakit sistemik, ataupun penyakit hati

dapat dilakukan pemeriksaan berikut: darah rutin lengkap, laju endap darah

(LED), blood urea nitrogen (BUN), prothrombin time (PT), partial

thromboplastin time (APTT), uji Guaiac dari sampel tinja dan muntahan.15

4) Apabila ada tanda-tanda syok, penyakit sistemik, ataupun penyakit hati

dilakukan pemeriksaan berikut: darah rutin lengkap, LED, BUN, PT, APTT,

uji Guaiac dari sampel tinja dan muntahan, golongan darah dan cross match,

aspartate aminotranferase (AST), alanine transaminase (ALT), gamma-

glutamyl transferase (GGT), kreatinin, albumin, dan protein total.15

5) Uji Apt-Downey untuk konfirmasi apakah hematemesis bayi berasal dari

saluran cerna bayi atau darah ibu yang tertelan. Tertelan darah ibu adalah

penyebab tersering hematemesis pada neonatus. Darah mungkin tertelan saat

lahir atau selama bayi menyusu dari puting ibu yang lecet. Prinsip tes ini adalah

hemoglobin fetus tidak mengalami denaturasi alkali; hasil tes positif

menunjukkan bayi menelan darah ibu sehingga tidak perlu evaluasi lebih

lanjut.15

2.1.6.2.2 Pemeriksaan Pencitraan


2.1.6.2.2.1 Radiografik

Gambaran X-Ray murni sangat berguna dalam mengidentifikasi benda asing

yang tidak terduga, dengan adanya gambaran udara bebas mensugestikan perforasi

usus dan obstruksi usus. Penggunaan Barium memberikan penilaian yang kurang

berarti karena tidak mampu mendeteksi lesi mukosa superfisial dan mampu

obsecure mukosa selama endoskopi. Ultrasonografi abdomen sangat berguna

dalam menilai hipertensi portal atau adanya kecurigaan anomali pembuluh darah

yang besar. Aliran doppler dapat mengidentifikasi bukti dari sirosis dan dinamika

aliran darah portal.7

2.1.6.2.2.2 Angiografi

Dalam kasus perdarahan saluran cerna atas yang masif, angiografi

menawarkan jalan alternatif endoskopi untuk diagnosis dan tatalaksana. Rule of

thumb yang ditandai dengan perdarahan harus sekurang-kurangnya 0,5mL/min agar

dapat dideteksi oleh angiografi. Hemofilia adalah indikasi yang sangat tidak biasa

pada endoskopi bagian atas. Angiografi dapat menjadi tatalaksana, seperti

penggantian “coils” untuk embolisasi dari dinding pembuluh darah. Angiografi

dengan embolisasi arteri juga dapat menjadi alternatif pembedahan setelah

penilaian endoskopi gagal, khususnya pada pasien dengan kandidat pembedahan

yang rendah. Tipe multipel dari agen emboli telah digunakan termasuk partikel

alkohol pilivinyl, bekuan darah autolog, gelfoam, gelatine sponge, dan

cryanocrylate.57 Transjugular Intrahepatic portosystemis (TIPS) shunt,

menyediakan alternatif pembedahan pada beberapa anak dengan perdarahan

variseal. Pengalaman, masih terbatas pada anak-anak, tapi teknik angiografik ini

menjanjikan.7
2.1.6.2.2.3 Nuclear Medicine

Technetium-labeled bleeding scan, dan Sulfur colloid scans sangat

membantu dalam mendiagnosis kecurigaan perdarahan pada di usus halus.

Technetium 99 m- yang melabeli sel darah merah mendeteksi perdarahan aktif pada

rasio 0,20 mL/min. Scanning ini nonivasif, mendeteksi kedua perdarahan, termasuk

arteri dan vena, dan memberikan imaging dalam waktu yang lama, membuat

pemeriksaan ini menjadi sangat berguna dalam mendeteksi perdarahan intermiten.

Meskipun demikian, tindakan ini dapat memebrikan gambaran anatomi yang tepat

dan tidak cocok apabila digunakan pada situasi yang akut, sehingga membatasi

kegunaannya. Sehingga, pada perdarahan saluran cerna atas, endoskopi lebih

superior untuk evaluasi dari perdarahan di atas ligamentum treitz.7

2.1.6.2.2.4 CT Angiography

CT angiography multidetektor dapat digunakan selama episode aktif dari

perdarahan gastrointestinal. Hal itu merupakan ambang batas dari mendeteksi

perdarahan yagn dilaporkan serendah 0,35 mL/min. Sensitivitas ini pada deteksi

perdarahan aktif adalah 91-92% di mana sensitivitas ini untuk kecurigaan

perdarahan adalah 45-47%. keuntungan lain dari CT angiografi ini dibanding

endoskopi adalah kemampuannya untuk mengevaluasi perdarahan ekstraluminal

yang berhubungan dengan perdarahan pembuluh darah. Hal ini terbatas pada

deteksi perdarahan intermiten sebagaimana batasan lain seperti butuhnya kontras

intravena dan radiasi dosis tinggi.7

2.1.6.2.2.5 Endoskopi

Esofagogastroduodenoskopi (EGD) merujuk pada suatu metode untuk

mengevaluasi traktur saluran cerna untuk mencari sumber perdarahan.


Hematemesis merupakan suatu “bendera merah” dan indikasi EGD dini. EGD

umumnya diindikasikan untuk menilai perdarahan saluran cerna bagian atas yang

membutuhkan transfusi atau perdarahan rekuren yang tidak bisa dijelaskan. EGD

dapat menentukan sumber perdarahan pada 90% kasus. EGD secara khusus

berguna untuk mengidentifikasi lesi mukosa seperti gastritis, esofagitis, tukak

peptik, dan Mallory-Weiss tears. EGD kontraindikasi pada pada pasien dengan

kondisi klinis yang tidak stabil, seperti syok, hipovolemia, iskemia miokard, dan

anemia profound.7

Endoskopi juga merupakan alat diagnostik yang penting pada neonatus.

Sekarang sudah terdapat alat endoskopi yang khusus didesain untuk neonatus.

Dengan alat ini endoskopi bisa dilakukan pada neonatus hingga berat 0,9 kg.14

Evaluasi awal pasien dengan gambaran UGIB akut meliputi riwayat medis

lengkap, pemeriksaan fisik, dan penilaian laboratorium dengan tujuan menilai

tingkat keparahan dan urgensi perdarahan. Penilaian awal digunakan untuk

mengidentifikasi pasien berisiko tinggi yang memerlukan intervensi cepat dan tepat

untuk meminimalkan morbiditas dan mortalitas.14

2.1.7 Tatalaksana Perdarahan Saluran Cerna Atas

Sebagian besar anak dengan perdarahan saluran cerna bagian atas datang

dengan hemodinamika yang tidak stabil. Oleh kerena itu, penilaian cepat,

stabilisasi, dan resusitasi harus mendahului evaluasi diagnostik. Hal tersebut

termasuk penilaian terhadap airway, breathing, dan circulation. Pasien dengan

perdarahan aktif dan hemodinamik yang tidak stabil memerlukan akses intravena

untuk resusitasi cairan dan transfusi, serta pemantauan output kardiopulmoner dan

urin. Mereka mungkin juga memerlukan intubasi dan ventilasi mekanis untuk
perlindungan saluran napas. Pasien yang membutuhkan tindakan darurat harus

dipindahkan ke PICU.13

Transfusi darah diindikasikan untuk pasien yang tidak stabil dan pasien yang

memiliki hemoglobin 8 g/dL. Anak dengan perdarahan aktif dan koagulopati harus

dipertimbangkan untuk transfusi fresh frozen plasma. Mereka yang menderita

trombositopenia juga harus dipertimbangkan untuk transfusi trombosit, terutama

bila jumlah trombosit adalah 30.000. Pada semua anak dengan perdarahan saluran

cerna atas perlu diberikan penghambat pompa proton (Proton Pump Inhibitor

[PPI]), misalnya omeprazol 0,7-3,5 mg / kg / hari, lansoprazole 0,73-1,5 mg / kg /

hari. Obat vasoaktif (misalnya octreotide atau vasopressin) dan antibiotik spektrum

luas (tabel 4) dan beta bloker dapat ditambahkan pada anak-anak yang dicurigai

mengalami perdarahan varises esofagus. Octreotide adalah obat pilihan karena

lebih efektif dan memiliki efek samping minimal.13

Tim multidisiplin di pusat perawatan tersier mungkin perlu mengevaluasi

dan mengelola anak-anak dengan perdarahan saluran cerna atas. Konsultasi dengan

dokter anak, ahli gastroenterologi, ahli anestesi, dan ahli bedah mungkin diperlukan

untuk pasien dengan pendarahan yang mengancam jiwa. Perawatan endoskopi

mencakup penggunaan klip, koagulasi, banding, injeksi, skleroterapi, dan

penggunaan perekat jaringan. Ahli radiologi intervensi anak atau spesialis lainnya

diperlukan jika terdapat indikasi angiografi. Angiografi dilakukan bila terapi

endoskopik tidak berhasil. Anak-anak dengan perdarahan yang tidak terkontrol

dengan intervensi endoskopik / angiografi dievaluasi untuk operasi.13

Penilaian

Stabil Tidak Stabil

Suspek perdarahan saluran cerna atas Algoritma tatalaksana bantuan hidup dasar
(hematemesis dan melena)

Penilaian awal, resusitasi, dan stabilisasi


Jika perdarahan tetap berlangsung dan hematokrit turun, maka resusitasi

dilanjutkan. Octretotide dapat diberikan sesuai protokol dan pasien direncanakan


13

untuk rawat ICU. Jika perdarahan berhenti maka tindakan skleroterapi dan ligasi

dapat dipertimbangkan. Pemasangan tampon balon dapat dilakukan jika perdarahan


masih tetap berlangsung. Jika pemasangan tampon balon masih gagal, maka shunt

darurat harus dilakukan.13

Tabel 1. Terapi farmakologi pada penatalaksanaan perdarahan saluran cerna atas13


Kontraindik
Nama Dosis Indikasi Keterangan
asi
Resusitasi Ringer Laktat Hemodinamik Gagal Pasang 2 jalur IV.
Cairan atau normal yang tidak Jantung Pasang kateter urin
saline: 20 stabil untuk memantau
mL/kg pengeluaran urin.
bolus dalam Jika tidak
5 menit, memberikan
untuk total respon yang baik,
dari 80 gunakan cairan
mL/kg kristaloid;
dalam 20 pertimbangkan
menit penggunaan
pertama; cairan koloid,
pada pasien sepeti albumin
dengan, atau plasma, dan
dose 5–10 segera pasang
mL/kg intraosseus.
bolus
Proton Omeprazole: Ulkus gaster Reaksi Anak usia 1-6
Pump 1 mg/kg/ atau hipersensiti tahun mungkin
Inhibitors hari per duodenum; fitas obat membutuhkan
(PPI) oral terbagi Gastritis dosis yang lebih
menjadi 1 tinggi karena
atau 2 dosis peningkatan
atau IV 1 klirens obat.
kali/hari; PPI mempunyai
rentang waktu kerja yang
dosis lebih lama dari
efektif: pada reseptor
0.2–3.5 antagonis H2.
mg/kg/hari Informasi
mengenai
keamanan dan
keberhasilan
pengobatan
terhadap anak-
anak cukup
terbatas.
Lamanya
pengobatan tidak
diketahui.
Reseptor Ranitidine: Ulkus gaster Tidak ada Lamanya
antagonis Oral: 2–4 atau kontraindik pengobatan tidak
H2 mg/kg/hari, duodenum; asi absolut diketahui.
diberikan 2 Gastritis
kali/hari
IV atau IM:
2–4
mg/kg/hari
terbagi dan
diberikan
setiap 6–8
jam
Dosis
maksimal:
50 mg
setiap 6–8
jam
Vasopress Octreotide: 1 Varises Tidak ada Tidak ada
in g/kg IV Esofagus kontraindik penelitian
bolus asi absolut penggunaan obat
untuk anak anak.
β- Propranolol: Hipertensi Asma, blok Sebuah studi
Blockers Oral: 0.5–2 portal dan atrioventrik metaanalisis
mg/kg/hari varises ular, menemukan
terbagi esofagus bradikardi, bahwa kombinasi
dalam 2–4 syok terapi endoskopi
dosis, kardiogenik dan β-blockers
menurunka lebih baik dalam
n denyut mengurangi
jantung risiko perdarahan
hingga 75% berulang
dibandingkan
pemakaian dari
terapi endoskopi
dan penggunaan
β-blocker yang
terpisah.

2.1.8 Prognosis

Mortalitas pada pasien dengan diagnosis utama perdarahan saluran cerna

adalah 0,37%, sedangkan mortalitas pada pasien dengan perdarahan saluran cerna

sebagai diagnosis sekunder adalah 2,96%. Ini menandakan bahwa perdarahan


saluran cerna dapat menjadi kejadian terminal pada anak-anak dengan proses

penyakit parah lainnya. Mortalitas berhubungan kuat dengan syok, sepsis, dan

kondisi kronis multipel yang kompleks. 13


2.2 Perdarahan Saluran Cerna Bawah

2.2.1 Definisi

Perdarahan saluran cerna bagian bawah merupakan perdarahan yang berasal

dari bagian distal dari ligamentum Treitz pada duodenojejunal junction, yang

merupakan transisi anatomi antara saluran penceraan atas dan bawah, hingga

rektum.16,17

2.2.2 Epidemiologi

Insiden tahunan di Amerika Serikat sekitar 20-27 kasus per 100.000

populasi, sementara di Eropa sekitar 9 kasus per 100.000 populasi. Kasus

perdarahan saluran cerna bagian bawah meningkat seiring peningkatan usia pada

anak, dan berhubungan dengan onset terjadinya divertikulitis dan angiodisplasia.16

Pendarahan gastrointestinal yang parah jarang terjadi pada populasi anak.

Pendarahan saluran cerna bagian atas terdiri dari 6%-20% anak. Insiden

gastrointestinal bagian bawah perdarahan belum diketahui secara jelas. Pendarahan

gastrointestinal pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit di AS adalah 23,38%.

Insiden tertinggi perdarahan gastrointestinal dimanifestasikan oleh darah dalam

tinja (17,6 per 10.000 kasus) diikuti oleh hematemesis (11,2 per 10.000). Tingkat

kematian tertinggi terkait dengan perdarahan gastrointestinal dalam kasus perforasi

usus (8,7%) dan perforasi esofagus (8,4%).18

Perdarahan gastrointestinal adalah masalah medis yang umum ditemukan

dengan insiden tiap tahunnya adalah 40-150 kasus di Amerika Serikat dan 20-27

kasus per 100.000 penduduk untuk masing-masing perdarahan saluran cerna bagian

atas dan bawah. Dilaporkan angka mortalitas untuk perdarahan saluran cerna
bagian bawah 20% dan bisa mencapai 40% untuk pasien dengan keadaan

hemodinamik yang tidak stabil. Outcome klinis dari perdarahan saluran cerna

bervariasi tergantung dari etiologi dan keparahan penyakit.19

2.2.3 Klasifikasi

2.2.3.1 Perdarahan Akut

Perdarahan aktif dengan durasi < 3 hari, disertai anemia, gangguan

hemodinamik, perubahan kesadaran atau membutuhkan transfusi.16

2.2.3.2 Perdarahan Kronis

Perdarahan berlangsung beberapa hari, intermiten dan perbaikan yang

lambat.20

2.2.4 Etiologi

Penyebab perdarahan saluran cerna paling banyak pada anak yaitu fisura

ani, kolitis alergi, infeksi enterik dan polip juvenile. Dari studi yang lain, penyebab

paling sering dari perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah lesi kolitis non-

spesifik (yang meliputi lesi eritem, fisura, inflamasi lokal/diseminata), fisura, dan

polip kolorektal. Pada anak-anak, polip kolorektal biasanya muncul dengan

manifestasi perdarahan rektal yang tidak nyeri dan disertai anemia. Polip juga bisa

muncul sebagai sindrom poliposis. Walaupun sebagian besar polip kolon jinak,

biasanya polip dibagi menjadi dua kategori: polip non-neoplastik (90%) yang

meliputi polip hiperplastik, polip hamartomatosa Peutz-Jeghers dan juvenile, polip

limfoid, dan polip inflamatorik. Sedangkan polip neoplastik yang ditemukan pada

10% kasus polip pediatri, dibagi menjadi polip tubular (90%), polip tubulovilosa

(9%), dan polip adenomavilosa (1%). Polip biasanya soliter, tidak ada predisposisi
genetik atau risiko jangka panjang muncul neoplasma ke depannya, walaupun ada

beberapa anak-anak dan remaja dengan polip yang mempunyai predisposisi untuk

munculnya kanker kolorektal. Polip inflamatorik bisa menyebabkan perdarahan

gastrointestinal bagian bawah sejak usia sangat muda, sedangkan poliposis

adenomatosa biasanya muncul selama masa remaja. Penyebab perdarahan

gastrointestinal dapat dikategorikan sesuai untuk kelompok umur: neonatus, anak

berusia 1 bulan - 1 tahun, 1-2 tahun, dan lebih dari 2 tahun. Tabel di bawah ini

membagi penyebab perdarahan saluran cerna bagian bawah berdasarkan kelompok

usia.16, 18, 21,22,23

Tabel 2.3. Penyakit Penyebab Perdarahan Saluran Cerna Bawah Berdasarkan

Kelompok Usia

Penyebab Perdarahan Saluran Cerna Bawah Berdasarkan Kelompok Usia


Neonatus Bayi (1 bulan-2 Balita (2-5 Anak usia >5
tahun) tahun) tahun
Penyakit Fisura ani Fisura ani Fisura ani
hemoragik pada
neonatus
Enterokolitis Kolitis infeksi Kolitis infeksi Kolitis infeksi
nekrotikans
Malrotasi dengan Proktokolitis Polip Polip
volvulus alergik
Proktokolitis Intususepsi Divertikulum HSP
alergik Meckel
Enterocolitis Divertikulum HSP IBD
hirschprung Meckel
disease
2.2.4.1 Etiologi Berdasarkan Kelompok Usia

2.2.4.1.1 Neonatus

Pada kategori neonatus, enterokolitis nekrotikans adalah penyebab paling

umum dari perdarahan saluran cerna bagian bawah pada neonatus, dan fisura ani

adalah penyebab paling umum dari perdarahan gastrointestinal pada bayi.

Penyebabnya adalah robekan pada garis mukokutan yang berada terutama di garis

tengah. Penyebab lain termasuk enteritis bakteri, alergi protein susu, menelan darah

ibu, intususepsi, dan hiperplasia limfonodular. Reaksi alergi makanan bersifat

imunologis yang berasal dari makanan. Telur, susu, kacang tanah, kedelai, ikan,

kerang, kacang, dan gandum adalah makanan yang paling sering terlibat. Erosi

mukosa lambung, duodenum dan esofagus sering menjadi penyebabnya perdarahan

gastrointestinal neonatal. Banyak obat yang terlibat dalam perdarahan

gastrointestinal neonatal. Obat-obatan seperti NSAID, kortison, heparin,

indometasin, aspirin, sefalotin, dan fenobarbital menyebabkan kelainan koagulasi

pada neonatus.18

Penyebab lain dari perdarahan gastrointestinal pada neonatus adalah

volvulus, koagulopati, malformasi arteri, enterokolitis nekrotikans, Hirschprung

malady, hingga diverticulum meckel. Salah satu penyebab perdarahan

gastrointestinal pada neonatus adalah penyakit hemoragik pada bayi baru lahir

akibat defisiensi faktor koagulasi dependen vit K.18

2.2.4.1.1 Bayi

Pada rentang anak usia 1 bulan – 1 tahun, penyebab pendarahan

gastrointestinal bagian bawah adalah fissura ani yang terletak di bagian mid

dorsalis, gangren usus pada malrotasi volvulus, serta hernia stranglasi.18


Penyebab perdarahan gastrointestinal bagian bawah pada anak berusia 1

tahun sampai 2 tahun adalah polip juvenil pada seluruh usus besar, divertikulum

meckel, dan divertikulum ektopik mukosa lambung menyebabkan ulkus ileal.18

2.2.4.1.1 Anak Usia di Atas 12 Tahun

Perdarahan gastrointestinal bagian bawah pada anak-anak usia lebih dari 12

tahun berupa polip juvenile, penyakit radang usus (IBD). Diagnosis penyakit

radang usus dapat ditegakkan dengan sebelum terjadinya perdarahan akut atau

kronis. Infeksi yang disebabkan oleh Escherichia coli, Shigella, Clostridium difcile

juga dapat dimanifestasikan oleh emisi darah di tinja. Penyebab lain perdarahan

gastrointestinal bagian bawah adalah lesi vaskular seperti hemangioma, malformasi

arteriovenosa, dan vaskulitis.18

2.2.4.1 Etiologi Berdasarkan Penyakit

2.2.4.1 Polip Recti

Perdarahan yang berasal dari polip dapat terjadi pada semua anak dengan

berbagai usia, tetapi paling sering berhubungan dengan polip juvenile pada anak

kurang dari 5 tahun. Polip juvenil adalah lesi hamartomatosa dengan sedikit

potensi ganas.16

2.2.4.2 Angiodisplasia dan kelainan vaskular lainnya

Istilah angiodisplasia mengacu pada ectasia vaskular dengan manifestasi

pembuluh darah berdinding tipis, melebar, dan struktur pembuluh darah yang

berlubang di mukosa usus atau submukosa. Kasus ini paling sering ditemukan di

usus besar kiri atau ileum terminal.16

2.2.4.3 Kolitis Infeksi


Infeksi parasit, seperti Entamoeba histolytica, dan bakteri, seperti

Clostridium difficile, Shigella, Salmonella, Escherichia coli, dan Campylobacter,

dapat menginfeksi host, dengan berbagai tingkat kolitis dan ulserasi yang dapat

terdeteksi secara makroskopis dan mikroskopis.16

2.2.4.4 IBD

Istilah Inflammatory Bowel Disease (IBD) digunakan untuk sekelompok

penyakit inflamasi kronis da kerusakan pada saluran cerna yang meliputi penyakit

Crohn dan Kolitis Ulseratif. Penyakit Crohn adalah peradangan kronik pada

dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh segmen traktus gastrointestinal, mulai

dari mulut hingga anus. Kebanyakan terjadi pada ileum dan kolon. Penyakit Crohn

ditandai dengan munculnya “patches” yang terjadi secara segmental dan dapat

diselingi jaringan sehat. Kolitis ulseratif biasanya dimulai dari rektum atau kolon

sigmoid dan akhirnya menyebar ke sebagian atau seluruh usus besar. Usus besar

yang mengalami peradangan dan luka akan menyebabkan diare berdarah, kram

perut dan demam. Tidak seperti penyakit Crohn, kolitis ulseratif tidak selalu

mempengaruhi seluruh ketebalan dari usus dan tidak pernah mengenai usus halus.20

2.2.5 Gejala Klinis

Perdarahan saluran cerna bagian bawah ditandai dalam empat bentuk:16,17

1. Hematochezia, yang merupakan bagian berwarna merah terang darah

dari dubur. Dapat berupa darah murni atau bercampur dengan tinja.

Sumber perdarahan dari usus besar dengan pendarahan masif dari

saluran bagian atas. Hematochezia dan proctorrhage khas ditemukan


pada perdarahan saluran cerna bagian bawahh, yaitu dari usus besar

kiri, rektum atau anus.

2. Melena, merupakan substansi yang berbau busuk mirip tinja. Hal ini

diduga menunjukkan perdarahan di atas katup ileocecal dan juga bisa

terjadi di usus besar ketika pasien sulit BAB.

3. Perdarahan dengan gejala kelelahan serta muka pucat. Biasanya

terdeteksi oleh tes laboratorium yang menandakan anemia defisiensi

besi atau tes darah fekal positif.

4. Gejala kehilangan darah yang parah, seperti malaise, takikardia, atau

bahkan syok.

2.2.6 Diagnostik

2.2.6.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Evaluasi awal pada anak yang dicurigai mengalami perdarahan saluran

cerna bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab perdarahan dan lokasi terjadi

perdarahan, sedangkan evaluasi status hemodinamik dan tes laboratorium awal

berguna untuk memandu dokter untuk menentukan derajat keparahan perdarahan.

Lokasi pendarahan selain saluran pencernaan harus disingkirkan, seperti hidung,

faring, laring, dan perdarahan dari saluran pernapasan, yang dapat memberikan

hasil negatif palsu. Riwayat memasukkan benda asing ke dalam salura cerna atau

riwayat memakan buah bit, bayam, tablet besi perlu ditanyakan. Riwayat

pengobatan yang akurat harus dievaluasi, dengan memperhatikan asumsi

antikoagulan, antiplatelet, Anti-inflamasi Non-Steroid Obat-obatan (NSAID) atau

kortikosteroid. Penyakit hati sebagai kemungkinan penyebab hipertensi portal dan


koagulopati harus diselidiki. Penentuan lokasi perdarahan dapat dilihat dari

makroskopis tinja. Tinja yang berwarna hitam dan lengket seperti “tar” dikenal

dengan melena, dapat menggambarkan perdarahan yang berasal dari saluran cerna

bagian atas. Sedangkan tinja yang becampur darah berwarna merah terang atau yag

dikenal dengan hematokezia, biasanya berasal dari saluran cerna bagian

bawah(act). Namun, pola tinja ini harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena

perdarahan yang banyak dari saluran GI atas dapat muncul sebagai hematochezia,

terutama pada pasien yang lebih muda dengan waktu transit usus yang lebih

pendek.16,24

Nyeri perut sebagai gejala penyerta perdarahan saluran cerna atas

ditemukan 48%, sedangkan diare tercatat 29%. Penelitian Javid di India

melaporkan 36% pasien perdarahan saluran cerna atas mengeluhkan nyeri perut.

Ojuawo dkk melaporkan diare dan nyeri perut sebagai gejala penyerta terbanyak

perdarahan saluran cerna bawah. Gejala nyeri perut yang dirasakan pasien dapat

disebabkan adanya lesi di mukosa saluran cerna sehingga terjadi perdarahan lokal.

Lesi yang semakin meluas menyebabkan nyeri perut semakin memberat. Adanya

diare dan perdarahan melalui dubur kemungkinan terjadi karena kolitis yang

disebabkan infeksi. Infeksi pada saluran cerna dianggap sebagai penyebab

terbanyak perdarahan saluran cerna bawah dan disentri.2

Dokter harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut dalam diagnosis

pasien anak yang datang dengan perdarahan saluran cerna:

1. Usia, karena banyak penyebab perdarahan saluran cerna bagian bawah yang

spesifik kelompok usia tertentu

2. Lokasi perdarahan berdasarkan karakterisik feses


3. Jumlah darah yang keluar

4. Kondisi pasien: adanya atau tidak adanya gejala dan tanda fisik terkait

Perdarahan saluran cerna adalah keluhan yang sering ditemukan dalam

praktik klinisi. Perdarahan saluran cerna berdasarkan lokasi perdarahannya dibagi

dua, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas dan bagian bawah. Gejala-gejala

perdarahan saluran cerna antara lain adalah hematemesis, melena, hematokezia, dan

perdarahan gastrointestinal tersembunyi. Khususnya untuk perdarahan saluran

cerna bagian bawah, hematokezia adalah perdarahan berwarna merah terang atau

feses berwarna marun yang melewati anus. Namun, hematokezia pada bayi kurang

bisa diandalkan karena waktu transit usus halus yang relatif lebih pendek, jadi

perdarahan saluran cerna atas yang masif pada bayi mungkin bisa muncul juga

dengan hematokezia. Melena adalah feses yang berwarna hitam, seperti tar dan

berbau busuk, menandakan adanya perdarahan di atas katup ileosekal. Melena juga

bisa dilihat pada perdarahan dari usus proksimal besar bila waktu transit kolon

lambat. Perdarahan gastrointestinal tersembunyi biasanya baru dideteksi dengan

anemia defisiensi zat besi atau adanya darah pada feses dari pemeriksaan

mikroskopis. Anak biasanya hanya muncul dengan gejala pucat atau kelelahan.

Pasien dengan gejala perdarahan berat seperti malaise, takikardia, atau syok juga

bisa muncul tanpa adanya tanda objektif perdarahan.22,23

Pertama, pastikan dulu apakah zat yang keluar dari rektal anak adalah darah,

karena banyak obat dan makanan yang dikonsumsi anak bisa membuat feses terlihat

berdarah atau gelap. Warna merah atau ungu pada feses bisa terlihat mirip dengan

hematokezia, khususnya pada diare, karena konsumsi pewarna makanan yang

banyak pada minuman, sereal, obat sirup, tomat, bismuth, bayam, coklat, anggur
dan makanan dengan gelatin. Hasil pemeriksaan feses juga bisa false positive bila

makanan mengandung daging merah atau peroksidase, dan false negative bila anak

banyak memakan vitamin C atau bila sampel feses kering. Periksa juga apakah

darah tersebut berasal dari neonatus atau ibu dengan tes Apt-Downey untuk

membedakan hemoglobin bayi dengan ibu. Darah juga harus dipastikan apakah

berasal dari saluran cerna, karena aspirasi darah dari trauma lesi nasofaring,

epistaksis, post-tonsilektomi atau post-adenoidektomi bisa menjadi penyebab

melena. Pada pasien anak yang masih remaja dengan hematokezia yang jelas, onset

menarke juga harus dipertimbangkan. Hematuria juga bisa disalahartikan dengan

hematokezia.23

Berapa lamanya perdarahan juga bisa mengarahkan diagnosis, seperti

kolitis infeksi bisa muncul dengan diare berdarah, sedangkan IBD diare bisa tidak

terlihat berdarah tapi dari pemeriksaan mikroskopik bisa ditemukan darah. Ada

tidaknya nyeri juga bisa membantu membedakan penyebab perdarahan. Nyeri

abdomen yang akut dan berat sering muncul pada pasien dengan kompensasi

pembuluh darah seperti intususepsi, volvulus midgut, dan iskemia usus, sementara

perdarahan rektal yang tidak nyeri biasanya mengarahkan ke penyakit seperti

diverticulum Meckel, polip, atau angiodisplasia. Konstipasi mengarahkan ke

kemungkinan diagnosis fisura ani atau penyakit Hirschprung dengan enterokolitis.

Anamnesis mengenai riwayat perjalanan (baik pasien atau bila ada yang

mengunjungi), riwayat berkontak dengan orang sakit, daycare exposure, kamping,

dan terpapar dengan antibiotik yang mungkin memperlihatkan penyebab potensial

infeksi. Adanya riwayat polip atau kanker kolon pada keluarga juga penting

khususnya pada sindrom poliposis yang diwarisi.8


Perdarahan Saluran Cerna
Bagian Bawah

Melena Hematokezia Perdarahan Tersembunyi

Apakah pasien stabil


Apakah itu darah
secara hemodinamis

Ya Tidak

Makanan dan obat:


Normal Abnormal
bismuth, coklat, gelatin,

Neonatus: Menelan darah


maternal, malrotasi usus,
Fisura Ani
volvulus, enterokolitis
hirschprung

Bayi: Kolitis alergi, diare


infeksius, divertikulum Hemoroid
Meckel

Anak 2-5 tahun: diare


infeksius, polip juvenile

Anak dan remaja: IBD

Gambar 1 Algoritma perdarahan saluran cerna bagian bawah25

2.2.6.2 Pemeriksaan Laboratorium

Ureum sebagai salah satu produksi metabolik utama yang mengandung

hasil katabolisme protein dan hampir semuanya diekskresikan melalui ginjal


dengan sebagian kecil diabsorpsikan serta diekskresikan melewati saluran cerna

dan kulit, sedangkan kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin yang

disintesis dan disimpan di dalam otot. Rasio ureum/kreatinin serum bisa digunakan

untuk mengestimasi asal perdarahan saluran cerna. Menurut sebuah penelitian

klinis yang dilakukan di RS Ramathibodi Bangkok, Thailand, pasien dengan

manifestasi klinis perdarahan saluran cerna bagian bawah mempunyai rasio

ureum/kreatinin di bawah 30. Dari penelitian ini, pada perdarahan traktus

gastrointestinal bawah ditemukan rata-rata kadar urea cukup rendah, sekitar 11,4

mg/dL, rata-rata kreatinin adalah 0,75 mg/dL, dan rasio rata-rata dari

ureum/kreatinin adalah 15,96, berbeda dengan perdarahan saluran cerna atas yang

mempunyai temuan ureum dan kreatinin serum yang lebih tinggi kadarnya.

Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar rasio ureum kreatininnya,

semakin tinggi letak perdarahan saluran cernanya. Perdarahan saluran cerna bagian

bawah mempunyai rasio ureum/kreatinin yang lebih rendah karena proses

perdarahan pada saluran cerna bagian bawah tidak melewati lisis darah dan ureum

tidak diabsorpsi oleh kolon sehingga ureum diekskresikan lewat anus dalam bentuk

darah segar.22

2.2.6.3 Kolonoskopi

Endoskopi gastrointestinal pediatri menjadi semakin umum dilakukan.

Anak-anak semua umur saat ini bisa diperiksa dengan endoskopi sehingga

penggunaan pemeriksaan ini semakin meningkat dalam diagnosis penyakit

gastrointestinal. Indikasi dari iliokolonoskopi ditunjukkan pada algoritma di bawah

ini. Tujuan dari algoritma ini adalah untuk menyediakan panduan kapan endoskopi

bisa dilakukan berdasarkan gejala yang ditunjukkan pasien (nyeri abdomen kronis,
diare kronis, dan perdarahan saluran cerna bagian bawah). Endoskopi biasanya

tidak diindikasikan pada anak-anak yang usianya lebih tua dalam evaluasi

gangguan fungsional traktus gastrointestinal, kecuali bila pasien menunjukkan

gejala-gejala red flag seperti nyeri abdomen hebat yang sampai membangunkan

anak dari tidurnya, dan bila ada gejala sistemik lain seperti demam, nyeri sendi,

ruam kulit yang tidak biasa, pertumbuhan buruk, malnutrisi, disfagia, dan bila ada

lender atau darah pada fesesnya.26

Pada diare kronis, endoskopi dilakukan bila pasien immunocompromised

dan hasil kultur feses negatif ata adanya gejala-gejala red flag yang menyertai diare

(adanya lender atau darah pada feses, berat badan turun, pertumbuhan terhambat,

lesi perianal, ulkus mulut yang rekuren) yang ditemukan pada anak.26

Setelah evaluasi dan resusitasi awal, selanjutnya menentukan apakah

prosedur endoskopi atau pencitraan akan dilakukan untuk lebih melokalisasi

sumber perdarahan. Tes diagnostik awal untuk mengidentifikasi sumber perdarahan

biasanya esofagogastroduodenoskopi (EGD) dan kolonoskopi. Kolonoskopi

memiliki hasil diagnostik antara 48% - 90%. Sigmoidoskopi kurang disarankan

karena memerlukan persiapan usus lebih legkap dibandingkan kolonoskopi dan

memiliki hasil diagnostik yang lebih rendah, yaitu 9%. Endoskopi merupakan gold

standard untuk perdarahan saluran cerna. Tindakan ini dilakukan 12-24 jam sejak

perdarahan terjadi dan hanya dilakukan jika kondisi pasien sudah stabil, dengan

pemantauan EKG dan tanda vital. Ileo-kolonoskopi direkomendasikan sebagai

langkah pertama dalam evaluasi perdarahan saluran cerna bagian bawah. Waktu

optimal yang dapat dilakukan untuk tindakan ini adalah 12 – 48 jam.16,20


Kolonoskopi adalah pemeriksaan yang cukup penting dalam manajemen

perdarahan saluran cerna bagian bawah, karena kolonoskopi bisa mengidentifikasi

lokasi perdarahan dan bisa digunakan dalam indikasi modalitas terapi. Persiapan

usus sebelum dilakukannya kolonoskopi bisa meningkatkan visualisasi kolon tapi

membutuhkan pemberian larutan-glikol polyetilen.22,27

Kolonoskopi telah dikenal selama dua dekade dalam hal efektifitas dan

tingkat keamanan yang baik dalam penunjang diagnostik SCBB. Kolonoskopi

memiliki beberapa keunggulan dan umumnya dianggap sebagai tes awal yang

disukai di sebagian besar kasus. Keuntungannya adalah sebagai berikut:17

1. Kemampuan untuk mengidentifikasi sumber perdarahan terlepas dari

tingkat atau adanya perdarahan

2. Dapat memperhitungkan beberapa kemungkinan terapi,

3. Efisiensi diagnostik dengan potensi terapeutik

4. Terlepas dari pengujian awal, kolonoskopi diperlukan untuk diagnosis

defnitif

5. Faktor keamanan.

Kekurangannya adalah sebagai berikut:

1. Terdapat persyaratan untuk persiapannya

2. Kebutuhan akan obat penenang, staf berpengalaman, dan fasilitas

endoskopi

3. Pendarahan

4. Bersifat invasif

Sayangnya pemeriksaan ini cukup mahal, membutuhkan waktu beberapa

jam dalam mempersiapkan usus besar, dan ada yang mengatakan bahwa penyakit
seperti syok, gagal jantung berat, oklusi pembuluh darah koroner akut, pasien koma

dan tidak kooperatif adalah kontraindikasi pemeriksaan ini. Pada keadaan

perdarahan saluran cerna bawah yang akut, persiapan usus besar bisa meningkatkan

risiko muntah.

Temuan paling sering pada anak dengan perdarahan saluran cerna bagian

bawah dengan pemeriksaan penunjang endoskopi yaitu polip (44%), kolitis

ulseratif (25, 3%), kolitis nonspesifik (24%), dan kasus lainnya (6,6%).17

Pada penelitian ini, ditemukan sebagian kecil pasien-pasien perdarahan

saluran cerna bawah yang mengalami kejadian tidak diharapkan selama persiapan

ususnya sebelum kolonoskopi. Kolonoskopi mungkin bisa meningkatkan risiko

sepsis karena potensi translokasi bakteri, tetapi pada studi ini tidak ada pasien yang

mengalami sepsis selapa persiapan usus sebelum kolonoskopi. Pada studi ini, angka

kejadian tidak diharapkan pada perdarahan saluran cerna rendah sehingga

pemeriksaan kolonoskopi bisa disimpulkan aman untuk dilakukan.27

Gambar 2 Diagnostik pada perdarahan saluran cerna bagian bawah pada bayi dan

anak5
Indikasi yang paling sering dalam dilakukannya ileokolonoskopi adalah bila

anak dicurigai IBD, polip bila anak mengalami perdarahan rektal yang tidak nyeri,

suspek kolitis alergi, diare yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya, dan nyeri

abdomen dengan peningkatan marker inflamasi dan/atau peningkatan kalprotektin

feses. Kontraindikasi absolut pada kolonoskopi pasien pediatric adalah bila

dicurigai adanya perforasi usus atau peritonitis akut. Endoskopi juga bisa

membantu untuk diagnosis IBD dan penyakit Crohn. Biopsi pada semua segmen

traktus digestif bagian bawah (ileum, kolon asenden, transversal, desenden, kolon

sigmoid, dan rektum) bisa membantu membedakan penyakit Crohn dengan kolitis

ulseratif dan melihat sejauh mana proses inflamasi sudah berjalan.

Direkomendasikan pemeriksaan endoskopi pada anak-anak yang datang dengan

gejala nyeri abdomen, diare, penurunan berat badan, yang disertai manifestasi

ekstraintestinal dan peningkatan kalprotektin pada fesesnya.26

Gambar 3 Perbedaan gambaran penyakit Crohn dan kolitis ulseratif pada usus

besar26

Tabel 2.4 Penggunaan kolonoskopi pada anak untuk indikasi terapi26


Indikasi Terapeutik Kolonoskopi pada Anak-Anak
Polipektomi
Dilatasi pada stenosis ileo-kolon
Terapi lesi hemoragik
Pengangkatan benda asing
Sekostomi
Stent striktura
Sigmoidostomi

2.2.6.4 CT Scan

Sebuah ulasan sistematik menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang

tingi dari CT angiografi dalam mendiagnosis perdarahan saluran cerna akut. The

American College of Gastroenterology guideline mengusulkan bahwa CT

angiografi harus dipertimbangkan untuk melokalisir lokasi perdarahan sebelum

dilakukan operasi, ketika keadaan hemodinamik pasien atau pasien tidak bisa

mentolerir persiapan saluran cerna sehingga menyulitkan dilakukannya

pemeriksaan endoskopi. Angka deteksi lesi vaskular lebih tinggi pada kolonoskopi

yang didahului oleh CT dibandingkan dengan hanya dilakukan kolonoskopi saja.

CT juga meningkatkan angka deteksi ekstravasasi. Sebuah studi prospektif

multisenter mengusulkan bahwa pasien yang bisa diperiksa dalam 4 jam sejak onset

hematokezia terakhir bisa menjadi kandidat dilakukannya CT segera, karena angka

sensitivitas CT lebih tinggi bila diperiksa sebelum 4 jam onset hematokezia.25

2.2.7 Tatalaksana

Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium penting

dilakukan pada pasien yang datang dengan manifestasi perdarahan saluran cerna

bagian bawah akut. Evaluasi kebutuhan resusitasi cairan intravena dan transfusi
darah pada pasien dengan melihat status hemodinamiknya berdasarkan riwayat

sinkop, tingkat kesadarannya, dan tanda-tanda vital termasuk perubahan postural.

Hematokezia dengan ketidakstabilan hemodinamik juga harus diperhatikan karena

perdarahan saluran cerna bagian atas juga bisa muncul dengan manifestasi

hematokezia. Dokter harus memahami faktor-faktor prediktif untuk perdarahan

saluran cerna bagian bawah yang berat untuk menentukan pasien mana yang sesuai

untuk rawatan emergensi atau intervensi segera.25

2.2.7.1 Manajemen Awal

Lakukan resusitasi cairan intravena dengan koloid khususnya pada pasien

yang hemodinamiknya tidak stabil. Pada sebuah ulasan, koloid tidak

memperlihatkan peningkatan angka mortalitas dan lebih mahal bila dibandingkan

dengan kristaloid. Ulasan ini menyebutkan bahwa pemberian cairan pada pasien

perdarahan tidak ditentukan berdasarkan volume dan tipe cairannya.25

Keparahan perdarahan menentukan panduan dalam tatalaksananya. Pada

perdarahan berat, manajemen awal bertujuan dalam menjaga volume intravaskular.

Selanjutnya, lokasi perdarahan harus ditetapkan dalam mengusahakan penghentian

perdarahan. Anemia berat memerlukan transfusi PRC setelah defisit volume

intravaskular dikoreksi (tabel 5). Walaupun orang tua sering menaksir berlebihan

perdarahan pada anak, kesalahan berat yang sering terjadi adalah meremehkan

hilangnya darah yang terjadi. Hematokrit bisa tidak berubah awalnya walaupun

perdarahan signifikan, jadi hematokrit tidak menjadi indikator yang baik. Adanya

takikardia adalah tanda untuk stabilisasi hemodinamik pasien dan memastikan

hantaran oksigen yang adekuat ke jaringan. Akses intravena harus ditetapkan

khususnya pada anak dengan perdarahan aktif. Cairan kristaloid yang bisa
digunakan untuk mengganti kehilangan darah adalah normal saline atau ringer

laktat dengan jumlah cairan awal 20 mL/kgBB. Transfusi PRC bisa dilakukan

perlahan sampai hematokrit meningkat sampai 30% (hemoglobin 10 g/dL).

Trombosit juga harus diperhatikan pada pasien karena bisa terjadi

trombositopenia.8

Tabel 2.5 Manajemen Inisial pada Pasien Hipovolemia Sekunder Akibat


Perdarahan Saluran Cerna8
Manajemen Inisial pada Pasien Hipovolemia Sekunder Akibat Perdarahan
Saluran Cerna
1. Tetapkan akses intravena (IV) yang memadai dengan menempatkan 2 kateter
IV. Ukuran kateter yang disarankan:
• Bayi: 20 gauge
• Anak: 18 gauge
• Remaja: 16 gauge
2. Pemberian cepat infus saline atau ringer laktat, gunakan bolus yang lebih kecil
dan pantau selalu tekanan darah, nadi, dan tekanan vena sentral pasien untuk
menghindari overload cairan
3. Monitor output urine, perfusi kulit, dan perubahan ortostatik pada nadi dan
tekanan darah sebagai pengenalan awal bila ada syok
4. Transfusi dengan PRC
5. Perhatikan dengan baik jumlah cairan yang masuk dan sudah ditransfusi,
perkirakan dan catat jumlah cairan yang hilang

2.2.7.2 Medikasi

Pendekatan pengobatan farmakologis untuk SCBA dan SCBB saat ini

mencakup 2 kelas obat: obat-obatan vasoaktif dan nonselektif β blockers.

2.2.7.2.1 Obat-obatan vasoaktif

Pengobatan vasoaktif harus diberikan segera mungkin ketika dicurigai

hipertensi portal sebagai penyebab perdarahan GI. Obat-obatan ini dilaporkan


mampu menghentikan perdarahan pada 75% 80% kasus. Tiga obat-obatan vasoaktif

(terlipressin, somatostatin, dan octreotide) mengontrol pendarahan varises dengan

mengurangi aliran darah porta dan tekanan porta.5

Terlipresin memiliki efek vasokonstriktor sistemik yang penting, yang lebih

terlihat pada arteri splanknik, menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah

sistemik dan tekanan arteri secara signifikan (sekitar 20%) dan bertahan (hingga 4

jam) menurunkan tekanan vena porta dan refluks. Beberapa uji coba dan

metaanalisis acak telah menyarankan bahwa terlipressin memberikan manfaat

secara survival, dibandingkan dengan plasebo, untuk pasien dengan varises

perdarahan. Pada orang dewasa, terlipressin dapat dipertimbangkan sebagai pilihan

pertama, dengan somatostatin atau octreotide sebagai pilihan kedua. Namun,

banyak penelitian yang dilakukan membandingkan khasiat klinis berbagai jenis

obat vasoaktif, pada pemberian sebagai monoterapi, tidak menemukan perbedaan

dalam tingkat kematian. Studi pada populasi anak belum menunjukkan potensi

keunggulan terlipressin dibanding agen vasoaktif lainnya. Namun, Erkek et al

melaporkan pengalaman seorang anak pada penggunaan Terlipressin memiliki

profil keamanan yang sangat baik, dibandingkan ke vasopresin, meskipun efek

samping seperti hiponatremia dan kejang telah dijelaskan di anak-anak (dengan

demikian, memerlukan pemantauan natrium level).5

Octeotride adalah turunan sintetis dari somatostatin. Zat ini menghasilkan

vasokonstriksi sellanik selektif dan mengurangi aliran masuk portal, sehingga

secara tidak langsung mengurangi aliran darah varises. Pada anak-anak, octreotide

yang diberikan secara intravena efektif dalam menurunkan perdarahan aku GI.

Studi populasi pediatrik telah menunjukkan octeotride efektif pada dosis 25 mcg /
kg per jam diberikan dengan infus terus menerus, dan inisiasi dengan bolus 1 jam

mungkin diperlukan.5

2.2.7.2.2 NSBB

NSBB, seperti propranolol, nadolol dan carvedilol, telah banyak dipelajari

pada orang dewasa dengan hipertensi portal dan telah terbukti mengurangi tekanan

portal dengan mengurangi curah jantung dan vasokonstriksi pembuluh splanknik

melalui blokade reseptor ß1 dan ß2. Apalagi, carvedilol tampaknya lebih efektif

daripada NSBB tradisional dalam mengurangi gradien tekanan vena porta.

Pengalaman pediatrik yang dijelaskan dalam literatur terbatas pada profilaksis

primer dan sekunder pada pendarahan varises. Selain itu, dosis β blockers belum

ditetapkan (saat ini mulai dari 2 mg / kg per hari hingga 8 mg / kg per hari) dan

tidak diketahui adanya pengaruh heart rate 25% efektif dalam mengurangi tekanan

porta.5

2.2.7.3 Bedah

Penelitian mengenai operasi bedah pada perdarahan saluran cerna bagian

bawah sudah berkurang saat ini, mungkin karena kemajuan endoskopi hemostasis

dan radiologi intervensi. Komplikasi dan angka mortalitas pada operasi bedah

untuk perdarahan saluran cernah bisa sangat tinggi mencapai 60% dan 16%. Karena

angkanya yang sangat tinggi, intervensi dengan operasi hanya dilakukan pada

pasien perdarahan saluran cerna bawah yang cepat dan terus-menerus. Indikasi

pada tindakan operasi bedah untuk perdarahan berat meliputi (1) sumber

perdarahan sudah diidentifikasi dengan jelas tetapi intervensi non-surgikal gagal,

dan (2) perdarahan terus menerus (sudah ditransfusi 6 unit PRC) dan kurangnya
diagnosis walaupun sudah dilakukan follow-up menggunakan endoskopi dan

modalitas radiologi lain. Penting melokalisir lesi perdarahan sebelum reseksi bedah

untuk mencegah perdarahan berulang dari lesi yang tidak direseksi setelah operasi,

dan untuk mencegah peningkatan mortalitas setelah blind total colectomy. Pada

penelitian-penelitian sebelumnya mengenai manajemen bedah perdarahan saluran

cerna bawah akut, angka terjadinya perdarahan berulang lebih tinggi setelah reseksi

terbatas kolon (4-18%) dibanding dengan setelah reseksi (0-4%). Pada sebagian

besar studi, angka mortalitas lebih rendah setelah reseksi kolon terbatas (7-22%)

dibandingkan setelah reseksi total kolon (20-40%).25

2.2.8 Komplikasi

Perdarahan berulang bisa terjadi pada sekitar 10-20% kasus, tergantung

pada etiologi dan terapi definitif. Penggunaan NSAID berhubungan dengan

meningkatnya risiko perdarahan berulang.

2.2.9 Prognosis

Parameter yang dapat memprediksi derajat keparahan saat pertama kali

datang ke Unit Gawat Darurat yaitu nilai hematokrit yang <35%, tanda vital yang

abnormal dalam 1 jam pertama dan ditemukannya darah pada saat rectal toucher.
KESIMPULAN
1. Poddar U. Diagnostic and therapeutic approach to upper gastrointestinal
bleeding. Paediatr Int Child Health. 2019 Feb;39(1):18-22.
2. Pinandhito GA, Widowati T, Damayanti W. Profil dan Temuan Klinis Pasien
Perdarahan Saluran Cerna di Departemen Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito
2009-2015. Sari Pediatri. 2017; 19(4):196-200.
3. Tengguna L. Perdarahan Saluran Cerna pada Anak. CDK-257.
2017;44(10):695-9.
4. Jafari et all. Etiology of Gastrointestinal Bleeding in Children Reffered to
Pediatric Wards of Mashhad Hospitals, Iran. Electronic Physician.
2018;10(2):6341-5.
5. Romano C, et all. Pediatric gastrointestinal bleeding: Perspectives from the
Italian Society of Pediatric Gastroenterology. World J Gastroenterol 2017
February 28; 23(8): 1328-1337.
6. Nasher O, Devadason D, Stewart R J. Upper Gastrointestinal Bleeding in
Children: A Tertiary United Kingdom Children’s Hospital Experience. 2017;
4(95):1-6.
7. Gilger MA, Bure KWV. Upper Gastrointestinal Bleeding. In: Walker, Goutlet,
Klienmann, eds. pediatricsgastrointestinal disease 6 th ed.
8. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics, 18th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007:1271, 1281-2.
9. Sampert C, Jensen K. Esophageal Varices. In: Pohl JF, Jolley C, Gelfond D.
Pediatric Gastroenterology. CRC Press. Section 3. 2014: 77-81.
10. Kang I. Gastritis and Gastric Ulcers. In: Pohl JF, Jolley C, Gelfond D. Pediatric
Gastroenterology. CRC Press. 2014;Section 3:115-21.
11. Hojsak I. Helicobacter pylori Gastritis and Peptic Ulcer Diseases.
Dalam:Textbook of Peciatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition; A
Comprehensive Guide to Practice. Switzerland: Springer International
Publishing. 2016:143-55.
12. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Gastroenterologi-hepatologi.
Jakarta:IDAI. Jilid 1. 2009: 35-44.
13. Owensby S, Taylor K, Wilkins T. Clinical Review: Diagnosis and
Management of UpperGastrointestinal Bleeding in Children. J Am Board Fam
Med. 2015. Vol. 28:134 –45.
14. Richardson MM, Chessman K Hammon, Chant C.PSAP VII Book 11
(Gastroenterology and Nutrition): Pharmacotherapy Self-Assessment
Program. American: PSAP VII Book 11 (Gastroenterology and Nutrition):
Pharmacotherapy Self-Assessment Program; 2012.
15. Tengguna L. Perdarahan Saluran Cerna Pada Anak. 2017. Cermin Dunia
Kedokteran 257.2017;44(10):695-9.
16. Attard TM, Miller M, Pant C, Kumar A, Thomson M. Mortality associated with
gastrointestinal bleeding in children: A retrospective cohort study. 2017;
23(9):1608-17.
17. Benjamin S, Samuel B. Lower gastrointestinal bleeding in children.
Gastrointest Endoscopy Clin N Am. 2016:75–98.
18. Deeb MM, El-Zayat RS, El-Khair HAAA. Colonoscopic fndings in children
with lower gastrointestinal bleeding. Department of Pediatric, Faculty of
Medicine, Menoufa University, Menoufa, bKafer Elsheikh Medical Center,
Kafer Elsheikh Egypt. 2019: 247-51.
19. Genel S, Lucia SM, Daniel SG, Emanuela F. Gastrointestinal Bleeding in
Children can have Many Causes. Pharmaceutica Analytica Acta. 2016. 7:2
20. Soto JA, Park SH, Fletcher JG, Fidler JL. Gastrointestinal hemorrhage:
evaluation with MDCT. Abdominal Imaging 2015; 40: 993-1009
21. Federica G, Nicola A, Stefano K, Marco M3, Francesco M1, Gioacchino L4,
Alessia G1, Fabiola F, Gian. Clinical approach to the patient with acute
gastrointestinal bleeding. Acta Biomed. 2018;89(8):12-9
22. Olaru C, Burlea M, Gimiga N, Diaconescu S. The role of colorectal polyps in
the etiology of lower gastro-intestinal bleeding in children. International
Journal of Med Den 2015; 5(4): 259-64.
23. Sanda A, Mutmainnah, Samad IA. Analisis rasio blood urea nitrogen/kreatinin
untuk meramalkan lokasi perdarahan pada saluran cerna. Indonesian Journal of
Clinical Pathology and Medical Laboratory; 24(1): 86-90.
24. Kleinman RE, Goulet OJ, Vergani GM, Sanderson IR, Sherman PM, Shneider
BL. Walker’s pediatric gastrointestinal disease. USA: King Printing Company;
2018.
25. Sahn B, Mamula P, Friedlander J. Gastrointestinal Hemorrhagea. Dalam:
Wyllie R, Hyams J.S., Kay M. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease.
Edisi 5. Philadelphia: Elsevier; 2016: 144-54.
26. Aoki T, Hirata Y, Yamada A, Koike K. Initial management for acute lower
gastrointestinal bleeding. World Journal of Gastroenterology; 25(1): 69-84.
27. Belsha D, Bremner R, Thomson M. Indications for gastrointestinal endoscopy
in childhood. Arch Dis Child 2016; (101): 1153-60.
28. Niikura R, Nagata N, Shimbo T, Sakurai T, Aoki T, Moriyasu S, et al.. Adverse
events during bowel preparation and colonoscopy in patients with acute lower
gastrointestinal bleeding compared with elective non-gastrointestinal bleeding.
PLOS 2015; 10(9): 1-12.

Anda mungkin juga menyukai