Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KASUS

HIPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIK NONKETOTIK


D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

PENYAJI : dr. Ira Febrina

PENDAMPING : dr. Marlina Panjaitan


dr. Basaria Lumbangaol

PEMBIMBING : dr. Saut Hutasoit, Sp.An., KIC.

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARUTUNG


TAPANULI UTARA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
“HIPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIK NONKETOTIK ”. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada dokter pendamping dr. Marlina Panjaitan, dr. Basaria
Lumbangaol dan dokter penanggung jawab pasien dr. Saut Hutasoit, Sp.An., KIC. yang telah
meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus
ini sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah
laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Tarutung, Januari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 2
2.1 Definisi HHNK..................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi......................................................................................... 2
2.3 Faktor Pencetus.................................................................................... 2
2.4 Patofisiologi........................................................................................... 3
2.5 Gejala Klinis......................................................................................... 4
2.6 Pemeriksaan Laboratorium................................................................ 6
2.7 Penatalaksanaan................................................................................... 6
2.8 Komplikasi………………………………………………………… 10
2.9 Pencegahan........................................................................................... 11
2.10 Prognosis............................................................................................. 12
BAB 3 LAPORAN KASUS................................................................................. 13
BAB 4 DISKUSI.................................................................................................. 30
BAB 5 KESIMPULAN........................................................................................ 33

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 34

ii
ii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hiperglikemia menjadi permasalahan global tidak terkecuali di Indonesia. Kekurangan
insulin merupakan penyebab terjadinya hiperglikemia. Kejadian hiperglikemia dapat memicu
terjadinya penurunan sekresi insulin yang akibatnya meningkatkan resistensi insulin. Resistensi
insulin akan membentuk suatu lingkaran yang sama-sama membuat kerugian dimana hiperglikemia
meningkat akan menyebabkan produksi insulin dalam tubuh semakin berkurang.1
Hiperglikemia yang tidak terkontrol akan menyebabkan hiperosmolaritas. Hiperosmolaritas
menstimulasi proses diuresis osmotik dalam tubuh, sehingga cairan dan elektrolit intra sel keluar ke
ekstra sel. Perpindahan cairan ini menyebabkan sel mengalami penurunan komposisi cairan tubuh
dan menyebabkan dehidrasi.2
Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada diabetes melitus
(DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut merupakan komplikasi serius yang mungkin
terjadi sekalipun pada DM yang terkontrol baik. Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk
ketoasidosis diabeti-kum (KAD), status hiperosmolar hiperglikemik NonKetotik (HHNK) atau
kondisi yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas. Ketoasidosis diabetikum adalah keadaan
yang ditandai dengan asidosis metabo-lik akibat pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan
SHH ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi
dari KAD murni.3,4
Status hiperosmolar hiperglikemik nonketotik pertama kali dilaporkan oleh Sament dan
Schwartz pada tahun 1957. Status hiperosmolar hiperglikemik didefinisikan sebagai hiperglikemia
ekstrim, osmolalitas serum yang tinggi dan dehidrasi berat tanpa ketosis dan asidosis yang
signifikan. Pada umumnya keton serum negatif dengan pemeriksaan metoda nitroprusid pada dilusi 1
berbanding 2, bikar-bonat serum lebih dari 20 mEq/L, dan pH arterial lebih dari 7,3. Hiperglikemia
pada HHNK biasanya lebih berat dari pada KAD, kadar glukosa darah lebih dari 600 mg/dL
biasanya dipakai sebagai kriteria diagnostik. Status hiperosmolar hiperglikemik NonKetotik lebih
sering terjadi pada usia tua atau pada mereka yang baru didiagnosis sebagai diabetes dengan onset
lambat.4,5
2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi HHNK


Status hipersomolar hiperglikemik merupakan gangguan metabolik akut yang dapat terjadi
pada pasien diabetes melitus, yang ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan dehidrasi
tanpa adanya ketoasidosis dapat terjadi lebih dari 50% kasus, dan ketosis ringan juga dapat
ditemukan pada pasien dengan HHNK.3,6

2.2 Epidemiologi
Data di Amerika menunjukkan bahwa insidens HHNK sebesar 17,5 per 100.000 penduduk.
Insisden ini sedikit lebih tinggi dibanding insiden KAD. HHNK lebih sering ditemukan pada
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. HHNK lebih sering ditemukan pada orang lanjut usia,
dengan rata-rata usia onset pada dekade ketujuh. Angka mortalitas pada kasus HHNK cukup tinggi,
sekitar 10-20%.7

2.3 Faktor Pencetus

HHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang mempunyai penyakit penyerta yang
mengakibatkan menurunya asupan makanan. Faktor pencetus dapat dibagi menjadi enam kategori:
infeksi, pengobatan, noncompliance, DM tidak terdiagnosis, penyalahgunaan obat, dan penyakit
penyerta (Tabel 2.1). Infeksi merupakan penyebab tersering (57.1%). Compliance yang buruk
terhadap pengobatan DM juga sering menyebabkan HHNK (21%).7

Tabel 2.1. Faktor Pencetus HHNK


Penyakit penyerta Pengobatan
Infark miokard akut Antagonis kalsium
Tumor yang menghasilkan hormon Obat kemoterapi
adrenokortikotropin
Kejadian serebrovaskular Klorpromazin (thorazine) Simetidin (tagamet)
Sindrom cushing Diazoxid (hyperstat)
Hipertermia Glukokortikoid
Hipotermia Loop diuretics
Trombosis mesenterika Olanzapin (zyprexa)
Pankreatitis Fenitoin (dilantin)
Emboli Paru Propranolol (inderal)
Gagal ginjal Diuretiktiazid
Luka bakar berat Nutrisi parenteral total
Tirotoksikosis
3

Infeksi Noncompliance
Selulitis Penyalahgunaan obat
Infeksi gigi Alkohol
Pneumonia Kokain
Sepsis DM tidak terdiagnosis
Infeksi saluran kemih

2.4 Patofisiologi
Status hiperosmolar hiperglikemik ditandai dengan defisiensi konsentrasi insulin yang relatif,
namun cukup adekuat untuk menghambat terjadinya lipolisis dan ketogenesis. Beberapa studi
mengenai perbedaan respon hormon kontra regulator pada KAD dan HHNK memperlihatkan hasil
bahwa pada HHNK pasien memiliki kadar insulin yang cukup tinggi, dan konsentrasi asam lemak
bebas, kortisol, hormon pertumbuhan, dan glukagon yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien
KAD.8 Walaupun patogenesis terjadinya KAD dan HHNK serupa, namun keduanya memiliki
perbedaan. Pada HHNK akan terjadi keadaan dehidrasi yang lebih berat, kadar insulin yang cukup
untuk mencegah lipolisis besar-besaran dan kadar hormon kontra regulator yang bervariasi.9
Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah defisiensi insulin, relatif
ataupun absolut, pada keadaan resistensi insulin yang meningkat. Kadar insulin tidak adekuat untuk
mempertahankan kadar glukosa serum yang normal dan untuk mensupres ketogenesis.
Hiperglikemia sendiri selanjutnya dapat melemahkan kapasitas sekresi insulin dan menambah berat
resistensi insulin sehingga membentuk lingkaran setan dimana hiperglikemia bertambah berat dan
produksi insulin makin kurang.10
Pada KAD dan HHNK, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam darah, terjadi juga
peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon, katekholamin,kortisol, dan hormon
pertumbuhan. Hormon-hormon ini menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh ginjal dan hepar
dan gangguan utilisasi glukosa dijaringan, yang mengakibatkan hyperglikemia dan perubahan
osmolaritas extracellular.11
Kombinasi kekurangan hormon insulin dan meningkatnya hormon kontrainsulin pada KAD
juga mengakibatkan penglepasan/release asam lemak bebas dari jaringan adipose (lipolysis) ke
dalam aliran darah dan oksidasi asam lemak hepar menjadi benda keton (ß- hydroxybutyrate [ß-
OHB] dan acetoacetate) tak terkendali, sehingga mengakibatkan ketonemia dan asidosis metabolik.
Pada sisi lain, HHNK mungkin disebabkan oleh konsentrasi hormon insulin plasma yang tidak cukup
untuk membantu ambilan glukosa oleh jaringan yang sensitive terhadap insulin, tetapi masih cukup
4

adekuat ( dibuktikan dengan C-peptide) untuk mencegah terjadinya lipolisis dan ketogenesis; akan
tetapi bukti-bukti untuk teori ini masih lemah.12
KAD dan HHNK berkaitan dengan glikosuria, yang menyebabkan diuresis osmotik, sehingga
air, natrium, kalium, dan elektrolit lain keluar.13

2.5 Gejala Klinis


Keadaan dekompensasi metabolik akut biasanya didahului oleh gejala diabetes yang tidak
terkontrol. Gejala-gejalanya antara lain lemah badan, pandangan kabur, poliuria, polidipsia dan
penurunan berat badan. KAD berkembang dengan cepat dalam waktu beberapa jam, sedangkan
HHNK cenderung berkembang dalam beberapa hari yang mengakibatkan hiperosmolalitas.
Dehidrasi akan bertambah berat bila disertai pemakaian diuretika. Gejala tipikal untuk dehidrasi
adalah membran mukosa yang kering, turgor kulit menurun, hipotensi dan takhikardia.Pada pasien
tua mungkin sulit untuk menilai turgor kulit. Demikian juga pasien dengan neuropati yang lama
mungkin menunjukkan respons yang berbeda terhadap keadaan dehidrasi. Status mental dapat
bervariasi dari sadar penuh , letargi, sampai koma. Bau nafas seperti buah mengindikasikan adanya
aseton yang dibentuk dengan ketogenesis. Mungkin terjadi pernafasan Kussmaul sebagai mekanisme
kompensasi terhadap asidosis metabolik. Pada pasien-pasien HHNK tertentu, gejala neurologi fokal
atau kejang mungkin merupakan gejala klinik yang dominan.10-11
Walaupun infeksi adalah faktor presipitasi yang sering untuk DKA dan HHNK, pasien dapat
normotermik atau bahkan hipotermik terutama oleh karena vasodilatasi perifer. Hipotermia, jika ada,
adalah suatu petanda buruknya prognosis. Nyeri abdomen lebih sering terjadi pada KAD
dibandingkan dengan HHNK. Diperlukan perhatian khusus untuk pasien yang mengeluh nyeri
abdomen, sebab gejala ini bisa merupakan akibat ataupun faktor penyebab (terutama pada pasien
muda) DKA. Evaluasi lebih lanjut harus dilakukan jika keluhan ini tidak berkurang dengan
perbaikan dehidrasi dan asidosis metabolik.10
Pasien dengan HHNK, umumnya berusia lanjut, belum diketahui mempunyai DM, dan pasien
DM tipe-2 yang mendapat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemik oral. Sering kali dijumpai
penggunaan obat yang semakin memperberat masalah, misalnya diuretik.7
Keluhan pasien HHNK ialah: rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki kejang. Dapat
pula ditemukan keluhan mual atau muntah, namun lebih jarang jika dibandingkan dengan KAD.
Kadang, pasien datang dengan disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang
atau koma.7
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti turgor yang buruk,
mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan ekstremitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat
5

dan lemah. Dapat pula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi. Akibat gastro
paresis dapat pula dijumpai distensi abdomen, yang membaik setelah rehidrasi adekuat.7
Perubahan pada status mental dapat berkisar dari disorientasi sampai koma. Derajat gangguan
neurologis yang timbul berhubungan secara langsung dengan osmolaritas efektif serum. Koma
terjadi saat osmolaritas serum mencapai lebih dari 350 mOsm per kg (350 mmol per kg). Kejang
ditemukan pada 25% pasien, dan dapat berupa kejang umum, lokal, maupun mioklonik. Dapat juga
terjadi hemiparesis yang bersifat reversibel dengan koreksi defisit cairan.7
Secara klinis HHNK akan sulit dibedakan dengan KAD terutama bila hasil laboratorium
seperti konsentrasi glukosa darah, keton dan analisis gas darah belum ada hasilnya. Berikut di bawah
ini adalah beberapa gejala dan tanda sebagai pegangan:
 Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari 60 tahun, semakin muda semakin
berkurang, dan pada anak belum pernah ditemukan.
 Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau DM tanpa insulin.
 Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% pasien pengidap penyakit ginjal atau
kardiovaskular, pernah ditemukan penyakit akromegali, tirotoksikosis, dan penyakit
Cushing.
 Sering disebabkan oleh obat-obatan antara lain tiazid, furosemid, manitol, digitalis,
reserpine, steroid, klorpromazin, hidralazin, dilantin, simetidin, dan haloperidol
(neuroleptik).
 Mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit kardiovaskular, aritmia,
pendarahan, gangguan keseimbangan cairan, pankreatitis, komahepatik, dan operasi.7

Tabel 3 Kehilangan Elektrolit pada HHNK


Elektrolit Hilang
Natrium 7 - 13 mEq per kg
Klorida 3 – 7 mEq per kg
Kalium 5- 15 mEq per kg
Fosfat 70- 140 mmol per kg
Kalsium 50 - 100 mEq per kg
Magnesium 50- 100 mEq per kg
Air 100- 200 mEq per kg

Tabel 2.2 Perbandingan KAD dengan HHNK


KAD
Variabel Ringan Sedang Berat HHNK
Kadar glukosa >600
>250 >250 >250
plasma (mg/dL)
Kadar pH arteri 7,25-7,30 7,00-7,24 <7,00 >7,30
6

Kadar Bikarbonat >15


15-18 10-<15 <10
Serum (mEq/L)
Ketonpada urine Sedikit/negatif
Positif Positif Positif
atau Serum
Osmolaritas Serum >320
Bervariasi Bervariasi Bervariasi
Efektif (mOsm/kg)
Anion gap >10 >12 >12 Bervariasi
Kesadaran Sadar Sadar, drowsy Stupor, koma Stupor, koma

2.6 Pemeriksaan Laboratorium


Evaluasi Laboratorium awal pasien dengan kecurigaan KAD atau HHNK meliputi penentuan
kadar glukosa plasma, urea nitrogen/kreatinin serum, keton, elektrolit (dengan anion gap),
osmolaritas, analisa urine, benda keton urin dengan dipstik, analisa gas darah pemeriksaan sel darah
lengkap dengan hitung jenis, dan elektrokardiogram. Kultur bakteri dari air seni, darah, dan
tenggorokan dan lain-lain harus dilakukan dan antibiotik yang sesuai harus diberikan jika dicurigai
ada infeksi. HbA1c mungkin bermanfaat untuk menentukan apakah episode akut ini adalah
akumulasi dari suatu proses evolusiner yang tidak didiagnosis atau DM yang tidak terkontrol ,atau
suatu episode akut pada pasien yang terkendali dengan baik. Foto thorax harus dikerjakan jika ada
indikasi. Konsentrasi natrium serum pada umumnya berkurang oleh karena perubahan osmotik yang
terjadi terus menerus dari intrasellular ke extracellular dalam keadaan hiperglikemia. Konsentrasi
kalium serum mungkin meningkat oleh karena pergeseran kalium extracellular yang disebabkan oleh
kekurangan hormon insulin, hypertonisitas, dan asidemia. Pasien dengan konsentrasi kalium serum
rendah atau lownormal pada saat masuk, mungkin akan kekurangan kalium yang berat pada saat
perawatan sehingga perlu diberi kalium dan perlu monitoring jantung yang ketat, sebab terapi krisis
hiperglikemia akan menurunkan kalium lebih lanjut dan dapat menimbulkan disritmia jantung.
Adanya stupor atau koma pada pasien DM tanpa peningkatan osmolalitas efektif ( > 320 mOsm/kg)
perlu pertimbangan kemungkinan lain penyebab perubahan status mental. Pada mayoritas pasien
DKA kadar amilase meningkat, tetapi ini mungkin berkaitan dengan sumber nonpankreatik. Serum
lipase bermanfaat untuk menentukan diagnosa banding dengan pankreatitis. Nyeri abdominal dan
peningkatan kadar amilase dan enzim hati lebih sering terjadi pada DKA dibandingkan dengan
HHNK.14
2.7 Penatalaksanaan
Keberhasilan pengobatan KAD dan HHNK membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia
dan gangguan keseimbangan elektrolit; identifikasi komorbid yang merupakan faktor presipitasi; dan
yang sangat penting adalah perlu dilakukan monitoring pasien yang ketat.
7

Faktor presipitasi diobati, serta langkah-langkah pencegahan rekurensi perlu dilaksanakan dengan
baik.10,14
Terapi cairan:
Pasien Orang dewasa.
Terapi cairan pada awalnya ditujukan untuk memperbaiki volume intravaskular dan
extravascular dan mempertahankan perfusi ginjal. Terapi cairan juga akan menurunkan kadar
glukosa darah tanpa bergantung pada insulin, dan menurunkan kadar hormon kontra insulin (dengan
demikian memperbaiki sensitivitas terhadap insulin). Pada keadaan tanpa kelainan jantung, NaCl
0.9% diberikan sebanyak 15–20 ml/kg berat badan/jam atau lebih besar pada jam pertama ( 1–1.5 l
untuk rata-rata orang dewasa). Pilihan yang berikut untuk mengganti cairan tergantung pada status
hidrasi, kadar elektrolit darah, dan banyaknya urin. Secara umum, NaCl 0.45% diberikan sebanyak
4–14 ml/kg/jam jika sodium serum meningkat atau normal; NaCl 0.9% diberikan dengan jumlah
yang sama jika Na serum rendah. Selama fungsi ginjal diyakinkini baik, maka perlu ditambahkan
20–30 mEq/l kalium ( 2/3 KCl dan 1/3 KPO4) sampai pasien stabil dan dapat diberikan secara oral.
Keberhasilan penggantian cairan dapat dilihat dengan pemantauan hemodinamik (perbaikan dalam
tekanan darah), pengukuran input/output cairan, dan pemeriksaan fisik. Penggantian cairan
diharapkan dapat mengkoreksi defisit dalam 24 jam pertama. Perbaikan osmolaritas serum mestinya
tidak melebihi 3 mOsm· kg-1 H2O· h-1 ( 14–20,22). Pada pasien dengan gangguan ginjal atau
jantung, pemantauan osmolaritas serum dan penilaian jantung, ginjal, dan status mental harus sering
dilakukan selama pemberian cairan untuk menghindari overload yang iatrogenic.10-14

Pasien berusia < 20 tahun


Terapi cairan pada awalnya ditujukan untuk memperbaiki volume intravaskular dan
extravaskular ,dan mempertahankan perfusi ginjal. Kebutuhan untuk mempertahankan volume
vaskuler harus disesuaikan untuk menghindari risiko edema cerebral karena pemberian cairan yang
terlalu cepat. Dalam 1 jam pertama cairan yang bersifat isotonik (NaCl 0.9%) sebanyak 10–20
ml/kgbb/jam. Pada pasien dengan dehidrasi berat, pemberian ini perlu diulang, tetapi awal pemberian
kembali mestinya tidak melebihi 50 ml/kg pada 4 jam pertama therapy. Terapi Cairan selanjutnya
untuk menggantikan defisit cairan dilakukan dalam 48 jam. Secara umum NaCl, 0.45–0.9%
( tergantung pada kadar sodium serum) diberikan dengan kecepatan 1.5 kali dari kebutuhan
pemeliharaan selama 24-h ( 5 ml/kg/jam) akan mencukupi kebutuhan rehidrasi, dengan penurunan
osmolaritas tidak melebihi 3 mOsm· kg-1 H2O· h-1. Sekali lagi jika fungsi ginjal diyakini baik dan
kalium serum diketahui, maka perlu diberikan 20–40 mEq/l kalium ( 2/3 KCl atau potassium-acetate
8

dan 1/3 KPO4). Jika glukosa serum mencapai 250 mg/dl, cairan harus diubah menjadi dextrose 5%
dan NaCl 0.45–0.75%, dengan kalium seperti diuraikan di
atas.10
Pengelolaan juga meliputi pemantauan status mental agar dapat dengan cepat
mengidentifikasi perubahan apabila terjadi overload yang iatrogenik, yang dapat mengakibatkan
edema cerebral.10

Terapi Insulin
Pada keadaan KAD ringan, insulin reguler diberikan dengan infus intravena secara kontinu
adalah terapi pilihan. Pada pasien dewasa, jika tidak ada hipokalemia ( K+ < 3.3 mEq/l, maka
pemberian insulin intravena secara bolus dengan dosis 0.15 unit/kg bb, diikuti pemberian insulin
reguler secara infus intravena yang kontinu dengan dosis 0.1 unit· kg-1· h-1 ( 5–7 unit/jam pada
orang dewasa). Pemberian insulin secara bolus tidak dianjurkan pada pasien pediatrik; pemberian
insulin reguler dengan infuse intravena secara kontinu dengan dosis 0.1 unit· kg-1· h-1 dapat
diberikan pada pasien pasien tersebut. Dosis insulin rendah ini pada umumnya dapat menurunkan
konsentrasi glukosa plasma sebanyak 50–75 mg· dl-1· h-1, sebanding dengan pemberian insulin
dosis tinggi.10-14
Jika plasma glukosa tidak turun sebanyak 50 mg/dl dari awal pada jam pertama, periksa dulu
status hidrasi; jika baik, infus insulin dapat digandakan tiap jam sampai tercapai penurunan glukosa
yang stabil antara 50 dan 75 mg/jam dicapai. Ketika glukosa plasma mencapai 250 mg/dl untuk
KAD atau 300 mg/dl untuk HHNK, mungkin dosis insulin perlu diturunkan menjadi 0.05–0.1 unit·
kg-1· h-1 ( 3–6 units/jam), dan dextrose ( 5–10%) ditambahkan pada cairan intravena. Sesudah itu,
dosis insulin atau konsentrasi dextrose perlu disesuaikan untuk memelihara rata-rata kadar glukosa
sampai asidosis pada KAD atau status mental dan hyperosmolaritas pada HHNK membaik.
Ketonemia biasanya lebih lama hilang dibandingkan dengan hiperglikemia. Pengukuran ß-
OHB dalam darah secara langsung adalah metoda yang lebih disukai untuk pemantauan KAD.
Metoda Nitroprusside hanya mengukur aseton dan asam acetoacetic. Bagaimanapun, ß-OHB, asam
yang paling banyak dan paling kuat pada KAD, tidaklah terukur dengan metoda nitroprusside.
Selama therapy, ß-OHB dikonversi ke asam asetoacetik, yang membuat para klinisi percaya bahwa
ketosis memperburuk keadaan. Oleh karena itu, penilaian benda keton dari urin atau serum dengan
metoda nitroprusside tidak digunakan sebagai suatu indikator terapi. Selama terapi untuk KAD atau
HHNK, darah harus diperiksa tiap 2–4 jam untuk memeriksa elektrolit serum, glukosa, urea-N,
creatinine, osmolaritas, dan pH vena ( untuk DKA). Biasanya, analisa gas darah tidak perlu
dilakukan berulang-ulang ; pH vena (pada umumnya 0.03 unit lebih rendah dari pH arteri) dan gap
9

anion dapat diikuti, untuk memonitor resolusi asidosis. Pada KAD yang ringan, insulin reguler baik
secara subkutan maupun intramuskular tiap jam adalah sama efektif seperti pemberian intravena
dalam menurunkan glukosa darah dan benda keton . Pertama-tama diberikan dosis dasar sebanyak
0.4–0.6 units/kg bb, separuh sebagai suntikan bolus intravena, dan setengah secara subkutan atau
intramuskular . Sesudah itu, 0.1 unit· kg-1· h-1 insulin reguler diberi secara subkutan atau
intramuscular.10-14
Kriteria untuk resolusi KAD meliputi kadar glukosa < 200 mg/dl, bikarbonat serum > 18
mEq/l, dan pH vena > 7.3. Bila KAD membaik, dan pasien masih NPO (Nothing Per Oral), insulin
intravena yang kontinyu dan penggantian cairan dilanjutkan dan ditambah dengan suplemen insulin
subcutan sesuai kebutuhan tiap 4 jam. Ketika pasien sudah bisa makan, jadwal multiple dose harus
dimulai menggunakan kombinasi insulin kerja pendek/singkat dengan insulin kerja menengah atau
lama untuk mengendalikan glukosa plasma. Pemberian insulin intravena tetap diberikan untuk 1–2
jam setelah regimen campuran insulin dimulai untuk memastikan hormon insulin plasma cukup.
Suatu penghentian mendadak insulin intravena dengan penundaan insulin subcutan akan
memperburuk keadaan; oleh karena itu, perlu diberikan insulin intravena dan inisiasi subkutan secara
bersamaan. Pasien yang telah diketahui menderita diabetes dapat diberikan insulin dengan dosis
seperti sebelum mereka terkena serangan KAD atau HHNK dan jika dibutuhkan dilakukan
penyesuaian. Pada pasien diabetes yang baru, total insulin awal mungkin berkisar antara 0.5–1.0
unit· kg - 1· day-1, dibagi menjadi sedikitnya dua dosis dalam bentuk campuran insulin kerja pendek
dan panjang sampai mencapai suatu dosis optimal yang diinginkan.Akan tetapi perlu diingat bahwa
dosis insulin ini sangat individual. Pada akhirnya, ada penderita-penderita DM tipe 2 yang bisa diberi
obat antihiperglikemia oral dan pengaturan diit.10-11

Kalium
Untuk mencegah hipokalemia, penambahan kalium diindikasikan pada saat kadar dalam
darah dibawah 5.5 mEq/l, dengan catatan output urin cukup. Biasanya, 20–30 mEq kalium ( 2/3 KCl
dan 1/3 KPO4) pada setiap liter cairan infus cukup untuk mempertahankan konsentrasi kalium serum
antara 4–5 mEq/l. Penderita dengan KAD jarang menunjukkan keadaan hipokalemia yang berat.
Pada kasus-kasus demikian, kalium penggantian harus dimulai bersamaan dengan cairan infus, dan
terapi insulin harus ditunda sampai konsentrasi kalium > 3.3 mEq/l untuk menghindari aritmia atau
cardiac arrest dan kelemahan otot pernapasan. Di samping kekurangan kalium dalam tubuh,
hiperkalemia ringan sampai sedang sering terjadi pada penderita dengan krisis hiperglikemia. Terapi
insulin, koreksi asidosis, dan penambahan volume cairan akan menurunkan konsentrasi kalium
serum.10,14
10

Bikarbonat
Penggunaan larutan bikarbonat pada KAD masih merupakan kontroversi. Pada pH > 7.0,
aktifitas insulin memblok lipolysis dan ketoasidosis dapat hilang tanpa penambahan bikarbonat.
Beberapa penelitian prospektif gagal membuktikan adanya keuntungan atau perbaikan pada angka
morbiditas dan mortalitas dengan pemberian bikarbonat pada penderita KAD dengan pH antara 6.9
dan 7.1. Tidak ada laporan randomized study mengenai penggunaan bikarbonat pada KAD dengan
pH < 6.9. Asidosis yang berat menyebabkan efek vaskuler yang kurang baik, jadi sangat bijaksana
pada pasien orang dewasa dengan pH < 6.9, diberikan sodium bikarbonat. Tidak perlu tambahan
bikarbonat jika pH > 7.0. Pemberian insulin, seperti halnya bikarbonat, menurunkan kalium serum;
oleh karena itu supplemen Kalium harus diberikan dalam cairan infus seperti diuraikan di atas dan
harus dimonitor dengan ketat. Sesudah itu, pH aliran darah vena harus diukur tiap 2 jam sampai pH
mencapai 7.0, dan terapi bikarbonat harus diulangi tiap 2 jam jika perlu.10-11

Fosfat
Pada KAD serum fosfat biasanya normal atau meningkat. Konsentrasi fosfat berkurang
dengan pemberian terapi insulin. Beberapa penelitian prospektif gagal membuktikan adanya
keuntungan dengan penggantian fosfat pada KAD, dan pemberian fosfat yang berlebihan dapat
menyebabkan hypocalcemia yang berat tanpa adanya gejala tetani . Bagaimanapun, untuk
menghindari kelainan jantung dan kelemahan otot dan depresi pernapasan oleh karena
hipofosfatemia, penggantian fosfat kadangkadang diindikasikan pada pasien dengan kelainan
jantung, anemia, atau depresi pernapasan dan pada mereka dengan konsentrasi fosfat serum < 1.0
mg/dl. Blia diperlukan, 20–30 mEq/l kalium fosfat dapat ditambahkan ke larutan pengganti.
Tidak ada studi mengenai penggunaan fosfat dalam HHNK.14

2.8 Komplikasi
Komplikasi pada krisis hiperglikemik dapat terjadi akibat KAD dan HHNK adalah
komplikasi akibat pengobatan. Penyulit KAD dan HHNK yang paling sering adalah hipoglikemia
dalam kaitan dengan pemberian insulin yang berlebihan, hipokalemia dalam kaitan dengan
pemberian insulin dan terapi asidosis dengan bikarbonat, dan hiperglikemia sekunder akibat
penghentian insulin intravena setelah perbaikan tanpa pemenuhan yang cukup dengan insulin
subkutan. Edema serebral adalah suatu kejadian yang jarang tetapi merupakan komplikasi KAD yang
fatal, dan terjadi 0,7-1,0% pada anak-anak dengan KAD. Umumnya terjadi pada anak-anak dengan
DM yang baru didiagnosis, tetapi juga dilaporkan pada anak-anak yang telah diketa-hui DM dan
pada orang-orang umur dua puluhan. Kasus yang fatal dari edema serebral ini telah pula dilaporkan
11

pada HHNK. Secara klinis, edema serebral ditandai oleh perubahan tingkat kesadaran, dengan
letargi, dan sakit kepala. Gangguan neurologi mungkin terjadi secara cepat, dengan kejang,
inkontinensia, perubahan pupil, bradikardia, dan gagal nafas. Gejala ini makin menghebat jika terjadi
herniasi batang otak. Perburukan ini terjadi sangat cepat walaupun papil edema tidak ditemukan. Bila
terjadi gejala klinis selain dari kelesuan dan peru-bahan tingkah laku, angka kematian lebih dari 70%
dengan hanya 7-14% pasien yang sembuh tanpa kelainan yang permanen. Walaupun mekanisme dari
edema cerebral tidak diketahui diduga diaki-batkan oleh perubahan osmolaritas dari air pada sistem
saraf pusat dimana terjadi penurunan osmolaritas dengan cepat pada terapi KAD atau HHNK.
Pencegahan yang mungkin dapat mengurangi resiko edema serebral pada pasien dengan resiko tinggi
adalah dengan penggantian defisit air dan natrium berangsur-angsur dengan perlahan pada pasien
yang hiperosmolar. Pada HHNK kadar glukosa darah harus dipertahankan antara 250-300 mg/dL
sampai keadaan hiperosmolar dan status mental mengalami perbaikan, dan pasien menjadi stabil.
Hipoksemia dan edema paru yang nonkardiogenik dapat terjadi saat terapi KAD. Hipoksemia
disebabkan oleh suatu pengu-rangan dalam tekanan osmotik koloid yang mengakibatkan
penambahan cairan dalam paru paru dan penurunan komplain paru-paru. Pasien dengan KAD yang
mempunyai suatu gradien oksigen alveolo-arteriolar yang lebar pada saat pengukuran analisa gas
darah awal atau ditemu-kannya ronkhi saat pemeriksaan fisik berisiko lebih tinggi untuk terjadinya
edema paru.8-9

2.9 Pencegahan
Banyak kasus KAD dan HHNK dapat dicegah dengan perawatan medik yang baik, edukasi
yang sesuai, dan komunikasi efektif dari tenaga kesehatan selama belum timbulnya penyakit. Sick-
day management harus mendapat perhatian. Hal ini meliputi informasi spesifik pada 1)kapan
menghubungi sarana pelayanan kesehatan 2) target glukosa darah dan penggunaan short-acting
insulin selama penyakit, 3) mengobati demam dan infeksi, dan 4) inisiasi dari suatu diet cairan yang
mudah dicerna yang mengandung karbohidrat dan garam. Yang paling penting, pasien harus
dinasehatkan untuk tidak pernah menghentikan insulin dan untuk mencari dokter saat mulai sakit .
Sick-Day Management yang berhasil tergantung pada keterlibatan pasien dan anggota keluarganya.
Pasien atau anggota keluarganya harus mampu dengan teliti mengukur dan mencatat kadar glukosa
darah, benda keton pada urin atau darah ketika glukosa darah > 300 mg/dl, dosis insulin, suhu badan,
frekuensi pernafasan dan denyut nadi permenit, dan berat badan. Pengawasan yang cukup dan sangat
membantu dari staff atau keluarga dapat mencegah terjadinya HHNK dalam kaitan dengan keadaan
dehidrasi pada individu tua yang tidak mampu untuk mengenali atau menghindari kondisi ini.
Edukasi yang baik harus diberikan sehingga pasien mengenai tanda dan gejala new onset diabetes;
12

kondisi-kondisi, prosedur, dan obat-obatan yang memperburuk kendali kencing manis; dan
monitoring glukosa dapat mengurangi kejadian dan beratnya HHNK.10,14

2.10 Prognosis
Biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pasien bukan disebabkan oleh sindrom
hiperosmolarsendiri, tetapi oleh penyakit yang mendasari atau menyertainya. Angka kematian
berkisar antar 30-50%. Di Negara maju dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi,
usia lanjut dan osmolaritas darah yang sangat tinggi. Di Negara maju, angka kematian dapat ditekan
menjadi sekitar 12 %.7

BAB III
LAPORAN KASUS
13

Nama Lengkap : Tn. Suhartono Sihombing


No. RM : 18. 06. 95
Tanggal Masuk : 18-11-2019
Tanggal Lahir : 30-06- Umur : 34 Tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki
1985
Alamat : Silangkitang, Kec. Sipoholon No. Telepon: 081269857623
Pekerjaan : Supir Status: Menikah
Pendidikan : SMA Jenis Suku : Batak Agama : Kristen Katolik

ANAMNESIS

Automentesis √ Heternomentesis

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Deskripsi : Penurunan kesadaran dialami 2 jam lalu sebelum masuk rumah sakit .
Keluarga mengatakan awalnya pasien gelisah kemudian pasien tidak sadar.
Keluhan lemas, mual dan muntah dijumpai sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Riwayat demam 2 hari lalu. Keluarga mengatakan 1 bulan lalu
pasien melakukan pemeriksaan gula darah, kadar gula darahnya 230 mg/dL
tetapi pasien tidak ada riwayat pengguan obat gula.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :


Tidak ada.
RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT:
Tidak ada.
RIWAYAT KELUARGA
Diabetes melitus : Ibu dan abang pasien.
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat Alergi :-
Riwayat Imunisasi : tidak jelas
Hobi : tidak jelas
Olah Raga : tidak jelas
Kebiasaan Makanan : tidak jelas
Merokok : Ya
14

Minum Alkohol : tidak jelas


Hubungan Seks : tidak jelas

ANAMNESIS UMUM (Review of System)


Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi
Umum : Penurunan Kesadaran Abdomen :tidak ada keluhan
Kulit: tidak ada keluhan Ginekologi: -
Kepala dan leher: tidak ada keluhan Alat kelamin :tidak ada keluhan
Mata: tidak ada keluhan Ginjal dan Saluran Kencing: tidak ada
keluhan
Telinga: tidak ada keluhan Hematologi: tidak ada keluhan
Hidung: tidak ada keluhan Endokrin / Metabolik:tidak ada keluhan
Mulut : tidak ada keluhan Muskuloskeletal: tidak ada keluhan
Tenggorokan: Tidak ada keluhan
Pernafasan : tidak ada keluhan Sistem saraf: tidak ada keluhan
Payudara: tidak ada keluhan Emosi : tidak ada keluhan
Jantung: tidak ada keluhan Vaskuler : tidak ada keluhan

DESKRIPSI UMUM
Kesan Sakit
Gizi: Cukup
Ringan Sedang Berat

TANDA VITAL
Kesadaran Somnolen Deskripsi: kooperatif
Nadi Frekuensi 80 x/i regular, t/v cukup
Tekanan darah Berbaring: 110/70 mmHg Duduk:-
Lengan kanan: - mmHg Lengan kanan: - mmHg
Lengan kiri : - mmHg Lengan kiri : - mmHg
Temperatur Aksila: 36,70C
Pernafasan Frekuensi: 20x/menit

KULIT : Sawo Matang, Pucat (-), Sianosis (-), Ikterik (-)

KEPALA DAN LEHER :


v
15

Simetris, rambut: hitam dan tidak mudah dicabut, distribusi merata. TVJ R-2cmH20, trakea
deviasi(-), pembesaran KGB (-), struma (-)

TELINGA:
Meatus aurikula externus : tidak ditemui kelainan, Serumen (-/-), Gangguan Pendengaran -/-

HIDUNG:
Deviasi septum (-/-), konkha hiperemis(-/-)

RONGGA MULUT DAN TENGGOROKAN :


Mukosa bibir kering (-), lidah kotor (-), sianosis (-), tonsil T1- T1, hiperemis(-), edema (-)

MATA
Conjunctiva palp. inf. Pucat -/-, skleraikterik-/- ,
RC +/+, Pupil isokor, ki=ka, ø 3 mm

TORAKS
Depan Belakang
Inspeksi Simetris fusiformis Simetris fusiformis
Palpasi SF : stem fremitus ki=ka SF : stem fremitus ki=ka
Perkusi Sonor Sonor
Batas Paru Hati :
Relatif  ICS IV
Absolut  ICS V
Peranjakan 3 jari di bawah arcus
costae
Auskultasi SP: vesikuler SP: vesikuler
ST: - ST: -

JANTUNG
16

Batas Jantung Relatif: batas jantung relatif :


atas : ICS II midclavikularis sinistra
kanan : ICS IV parasternalis dekstra
kiri : ICS V 1 cm ke arah medial mid clavicularis sinistra

Jantung : HR : 80 x/i,reguler , M1>M2, A2>A1, P2>P1, A2>P2, desah(-)

ABDOMEN
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : soepel, H/L/R: tidak teraba /-/-, nyeri tekan
pada regio hipokondrium dextra (-), undulasi (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik (+) normal , double sound (-), bruit (-)

PUNGGUNG
Tapping pain (-), ballotement(-)

EKSTREMITAS:
Superior: oedem -./-
Inferior: oedem -/-

ALAT KELAMIN:
Tidak dilakukan pemeriksaan

REKTUM:
Tidak dilakukan pemeriksaan

NEUROLOGI:
Sensorium : Somnolen
Kranium
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup
17

Palpasi : Pulsasi A. Temporalis dan A. carotis (+)


Perkusi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Auskultasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Perangsangan Meningeal
Kaku Kuduk : (-)
Tanda Kerniq : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)

Peningkatan Tekanan Intrakranial


Muntah : (-)
Sakit Kepala : (-)
Kejang : (-)

Saraf Otak/Nervus Kranialis


NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Anosmia : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Parosmia : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Hiposmia : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan

NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)


Visus : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Lapangan Pandang
 Normal : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Menyempit : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Hemianopsia : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Scotoma : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
18

Fundus Okuli
 Warna : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Batas : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Ekskavasio : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Arteri : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Vena : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan

NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)


Gerakan Bola Mata : + +
Nistagmus : - -
Pupil
 Lebar : 3mm 3mm
 Bentuk : Bulat Bulat
 R. Cahaya Langsung : + +
 R. C. Tdk Langsung : + +
 Rima Palpebra : 7mm 7mm
 Deviasi Konjugate : (-) (-)
 Doll’s Eye Phenomenon: (+) (+)
 Strabismus : (-) (-)
NERVUS V Kanan Kiri
Motorik
 Membuka mulut : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Menutup mulut : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Palpasi otot masseter : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Palpasi otot temporalis: Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Kekuatan gigitan : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Sensorik
 Kulit : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Selaput lendir : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Refleks kornea
 Langsung : + +
 Tidak langsung : + +
19

Refleks Masseter : Tidak dilakukan pemeriksaan


Refleks bersin : Tidak dilakukan pemeriksaan

NERVUS VII Kanan Kiri


Motorik
 Mimik : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Kerut kening : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Menutup mata : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Meniup sekuatnya : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Memperlihatkan gigi : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Tertawa : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Sensorik
 Pengecapan 2/3 depan lidah : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Produksi Kelenjar Ludah : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Hiperakusis : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Refleks Stapedial : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan

NERVUS VIII Kanan Kiri


Auditorius
 Pendengaran : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Test Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Test Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Test Schwabach : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vestibularis
 Nistagmus : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
 Reaksi Kalori : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
 Vertigo : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
 Tinnitus : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
20

NERVUS IX, X
Pallatum mole : DBN
Uvula : Medial
Disfagia :(-)
Disartria : (-)
Disfonia : (-)

NERVUS XI Kanan Kiri


Mengangkat bahu : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Otot Sternocleidomastoideus : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan

NERVUS XII
Lidah
 Tremor : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Atrofi : (-)
 Fasikulasi : (-)
Ujung lidah sewaktu Istirahat : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Ujung lidah sewaktu Dijulurkan : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan

Sistem Motorik
Trofi : Dalam batas normal
Tonus otot : Normotonus
Kekuatan otot : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Sikap (Duduk – Berdiri - Berbaring) : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Gerakan Spontan Abnormal
 Tremor : (-)
 Khorea : (-)
 Ballismus : (-)
 Mioklonus : (-)
 Atetosis : (-)
 Distonia : (-)
21

 Spasme : (-)
 Tic : (-)
 Dain lain-lain : (-)

TEST SENSIBILITAS
Eksteroseptif : Tidak dilakukan pemeriksaan
Propioseptif : Tidak dilakukan pemeriksaan
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
 Stereognosis : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Pengenalan 2 titik : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Grafestesia : Tidak dilakukan pemeriksaan

REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
 Biceps : ++ ++
 Triceps : ++ ++

 APR : ++ ++
 KPR : ++ ++

Refleks Patologis
 Babinski : - -
 Oppenheim : - -
 Chaddock : - -
 Gordon : - -
 Schaefer : - -
 Hoffman-trommer : - -
 Klonus lutut : - -
 Klonus kaki : - -

Koordinasi
22

Lenggang : Tidak dilakukan pemeriksaan


Menulis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Percobaan apraksia : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Mimik : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Tes telunjuk-telunjuk : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Tes telunjuk-hidung : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Diadokhokinesia : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Tes tumit-lutut : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan

Vertebra
Bentuk
 Normal : (+)
 Scoliosis : (-)
 Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
 Leher : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Pinggang : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan

TANDA PERANGSANGAN RADIKULER


Laseque : Tidak dilakukan pemeriksaan
Cross laseque : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Lhermitte : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Naffziger : Tidak dilakukan pemeriksaan

GEJALA-GEJALA SEREBRAL
Ataksia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Disartria : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tremor : (-)
Nistagmus : Tidak dilakukan pemeriksaan
23

Fenomena rebound : Tidak dilakukan pemeriksaan


Vertigo : (-)
Dan lain-lain : (-)

GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Dan lain-lain : (-)

FUNGSI LUHUR
Kesadaran kualitatif : Somnolen
Ingatan baru : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Ingatan lama : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Orientasi
 Diri : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Tempat : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Waktu : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Situasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Intelegensia : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
 Daya pertimbangan : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Reaksi emosi : Tidak Dilakukan Pemeriksaaan
Afasia
 Ekspresif : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Represif : Tidak dilakukan pemeriksaan
Apraksia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Agnosia
 Agnosia visual : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Agnosia jari-jari : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Akalkulia : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Disorientasi kanan-kiri : Tidak dilakukan pemeriksaan

BICARA: Pelo (-)


24

PEMERIKSAAN LAB

Tanggal Pemeriksaan Lab Pemeriksaan Nilai


Darah Perifer Lengkap Hemoglobin 15,0 g/dL
Hematokrit 44.1 %
18-11-2019
Leukosit 25.4 103/mm3
Trombosit 481 103/mm3
Eritrosit 5.81 106/mm3
MCV 76 fL
MCH 25.8 Pg/sel
MCHC 34 g/dL

Kadar Gula Sewaktu Pukul 05.20 413 mg/dL


Pukul 10.00 HI
Pukul 11.00 HI
Pukul 12.00 467 mg/dL
Pukul 13.00 346 mg/dL
Pukul 14.00 286 mg/dL
Pukul 15.00 263 mg/dL
Pukul 16.00 270 mg/dL
Pukul 17.00 236 mg/dL
Pukul 18.00 291 mg/dL
Pukul 19.00 230 mg/dL
Pukul 20.00 218 mg/dL
Pukul 21.00 204 mg/dL
Pukul 22.00 195 mg/dL
Pukul 23.00 165 mg/dL
Elektrolit Natrium 130,66 mmol/L
Kalium 4,03 mmol/L
Klorida 93,51 mmol/L
Fungsi Ginjal Ureum 25 mg/dL
Kreatinin 1,14 mg/dL
Asam Urat 10,4 mg/dL
AGDA pH 7,314 mmHg
pO2 95,8 mmHg
pCO2 33,8 mmHg/l
HCO3 17,2 mMol/l
O2 Sat 96,5 %
BE -7,8
Urinalisa Warna Kuning Jernih
BJ 1,015
pH 5,5
Protein 1+
Reduksi 3+
Bilirubin Negatif
25

Keton Negatif
Nitrit Negatif
Urobilinogen Normal
Darah 3+
Sedimen Eritrosit 2-4/lp
Leukosit 3-5/lp
Kristal Tidak dijumpai
Epitel 0-1/lp
Lain-lain Candida (+)

Foto Thorax

Kesan: Sesuai gambaran pneumonia (mohon korelasi laboratories)


26

RESUME DATA DASAR


(Diisi dengan Temuan Positif)

Nama Pasien : Suhartono Sihombing


No. RM : 18. 06. 95

1. KELUHAN UTAMA :Penurunan kesadaran

2. ANAMNESIS : Penurunan kesadaran dialami 2 jam lalu sebelum masuk rumah sakit .
Keluarga mengatakan awalnya pasien gelisah kemudian pasien tidak
sadar. Keluhan lemas, mual dan muntah dijumpai sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Riwayat demam 2 hari lalu. Keluarga mengatakan 1
bulan lalu pasien melakukan pemeriksaan gula darah, kadar gula
darahnya 230 mg/dL tetapi pasien tidak ada riwayat pengguan obat gula.

3.PEMERIKSAAN FISIK :
Vital Sign :
* Sensorium : Somnolen
* Tekanan Darah : 110/70 mmHg
* Heart Rate : 80 kali/menit, regular, t/v cukup
* Respiratory Rate : 20 kali/menit
* Temperature : 36,70C
* Sp O2 : 97 % free air
Physic Diagnostic
 Mata : Konjungtiva pucat (-/-)
 Abdomen : Soepel

4. PEMERIKSAAN
27

Tanggal 19-11-2019
Darah Perifer Lengkap :
Hb : 15.0 gr/dl
Leukosit : 25.4 103/mm3
Trombosit : 481 103/mm3
Eritrosit : 5.81 106/mm3
Hematokrit : 44.1%
Kadar Gula Darah :
KGD Sewaktu Pukul 05.20 : 413 mg/dl
Pukul 10.00 : HI
Pukul 11.00 : HI
Elektrolit :
Natrium: 130,66 mmol/L
Kalium: 4,03 mmol/L
Klorida: 93,51 mmol/L
Fungsi Ginjal:
Ureum: 25 mg/dL
Kreatinin: 1,14 mg/dL
Asam Urat: 10,4 mg/dL
AGDA
pH: 7,3 mmHg
pO2: 95,8 mmHg
pCO2: 33,8 mmHg
HCO3: 17,2 mMol/l
Urinalisa
Keton: Negatif
Candida: Positif

5. DIAGNOSIS :
 Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik (HHNK) + ISK
28

RENCANA AWAL
Nama Penderita : Suhartono Sihombing No. RM. :18.06.95
Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk diagnosa,
penatalaksanaan dan edukasi)
Rencana
Tanggal Masalah Rencana Diagnosa Rencana Terapi Rencana Edukasi
Monitoring
18-11- Pasien datang dari Sepsis+DM Tipe 2 Bed rest - KGD - Pasien rencana rawat
2019 IGD. Pasang Kateter,NGT ICU
-Penurunan Kesadaran O2 2 L/menit Nasal Kanul
IVFD RL 30 tetes/i
Inj Omeperazol 1 amp
Inj Mecobalamin 1 amp
Inj Citicolin 1 amp
Inj Ceftriaxon 1 gr
Pasien tiba di Ruang ICU
P DPJP
Tanggal S O A
Terapi Rencana
18-11- Penurunan Sensorium : Somnolen Koma Bed rest Cek KGD/jam ICU
2019 kesadaran TD : 120/80 mmHg Diabetikum O2 2 L/menit Nasal Kanul Cek UOP/jam
HR: 80x/menit, regular, t/v DD:-HHNK IVFD NaCl 0,9% cor 2 fl, AGDA
cukup -KAD dilanjutkan 40 tetes/menit Fungsi Ginjal
RR : 20 x/menit + Sepsis ec Inj. Meropenem 1 gr/8 jam
Pneumonia Inj. Levofloxacin 750 mg/12 jam
Pemeriksaan : Insulin 5IU/jam syringe pump
29

Kadar Gula Darah :


Inj. Citicolin 500mg/12 jam
KGD Sewaktu : HI mg/dl
Omeprazole 40 mg/12 jam

-Sepsis ec -Cek KGD tiap


Infeksi 2 jam
O2 2L/i
Bakterial -Pemeriksaan
Sensorium: Somnolen NaCl 0,9 500 cc/6 jam
-Gangguan urin rutin,
TD: 110/70 mmHg Drip Novorapid 3U/jam
keseimbangan typhidot,
18-11- Penurunan HR:80 x/i Inj. Meropenem 1 gr/8 jam
elektrolit SGOT,SGPT, Interna
2019 Kesadaran RR: 20 x/i Inj. Levofloxacin 500 mg/12 jam
-DM tipe 2, Lipid profile,
T: 36,7 C Inj.Omeprazole 40 mg /12 jam
hiperglikemik HbSAg
Inj. Citicolin 500 mg/12 jam
-Penurunan Konsul
Inj.Mecobalamin 1 amp/12 jam
kesadaran ec Neurologi
koma diabetik Konsul Paru
23

FOLLOW UP

19 November 2019

S Sesak nafas (+), penurunan kesadaran, gelisah, lemah,


kejang
O Sensorium : Apatis
SP: Bronkial
ST: Wheezing(+), Rhonki(+)
TD : 110/70 mmHg
HR : 88x/i

RR : 24x/i
T : 36,4°C

Hasil Lab:
SGOT: 30 u/l
SGPT: 19 u/l
Kolesterol Total: 149 mg/dL
HDL Kolesterol: 38 mg/dL
LDL Kolesterol: 99 mg/dL
Trigliserida: 58 mg/dL
HBSAG: Non reaktif
KGD:
09.00=281
10.00=286
11.00=206
12.00=218
13.00=186
14.00=175
15.00=154
16.00=94
17.00=111
18.00=156
19.00=203
20.00=246
21.00=295
22.00=298
23.00=290

A HONK+Sepsis ec Pneumonia

P DPJP ICU
-NaCl 0,9% 40 gtt/i
-Levofloxacin 750 mg/12 jam
-Meropenem 1 gr/8 jam
-Fluconazole 2x200 mg
-Omeprazole 40 mg/12 jam
24

-Furosemide 1 amp/12 jam


-Bolus Diazepam 10 mg

Paru
-O2 8L/I sungkup NR
-Inj. Levofloxacin 750 mg/12 jam
-Inj. Meropenem 1 gr/8jam
-Inj. Dexametason 5mg/8 jam
-Ventolin / 8 jam

Interna
-NaCl 0,9% cor guyur 2 fl
Selanjutnya 40 gtt/I + Meylon 5 flc dalam 500cc NaCl
0,9% 15 gtt/I mikro
-Drips Meropenem 1 gr dalam 100 cc NaCl 0,9 %
Pemberian pertama habis dalam 30 menit selanjutnya
habis dalam 1 jam-> per 12 jam.
-Drips Levofloxacin 750 mg/12 jam
-Inj.Omeprazole 40 mg/12 jam
-Inj.Metochlorpramide 10 mg/8 jam
-Sucralfat syr 3xCII
-Spironolactone 1x50 mg
-Bisoprolol 2x2,5 mg
-Drips Fluconazole masuk pertama 400 mg(2fl)
Selanjutnya 200 mg/24 jam
-Aptor 1x100 mg
-CPG 1x75 mg
-KSR 1x600 mg
-Nebule Flexotide 1 fl/8jam
-Inj Citicolin 500mg/12 jam
-Inj Mecobalamin 500 mg/12 jam
-Inj Metylprednisolone 125 mg
-PCT Drips 1 gr/8 jam (k/p) Bila T≥38,5C
-Ketosteril 2x1
-Uripas 2x1
-Allopurinol 1x300mg
-50 IU Novorapid dalam 50 cc NaCl 0,9% pakai
syringe pump mulai dari 4,5/jam
Target KGDS 200 mg/dL, pertahankan tetesan terakhir
apabila KGDS stabil 200mg/dL /48 jam

Neurologi
Diagnosis: Stroke
- Inj. Citicolin 500 mg/12 jam

Rencana Gene expert jika KU mengalami perbaikan

DPJP ICU

20 November 2019
25

S Sesak nafas (+),


Batuk (+), kejang

O Sensorium : Apatis
SP: Bronkial
ST: Wheezing(+), Rhonki(+)
TD : 110/70 mmHg
HR : 88x/i

RR : 24x/i
T : 36,4°C

KGD
07.00=263
08.00=203
09.00=380
10.00=363
11.00=331
12.00=238
13.00=243
A HONK+Sepsis ec Pneumonia

P DPJP ICU
-NaCl 0,9% 40 gtt/i
-Levofloxacin 750 mg/12 jam
-Meropenem 1 gr/8 jam
-Fluconazole 2x200 mg
-Omeprazole 40 mg/12 jam
-Furosemide 1 amp/12 jam
-Bolus Diazepam 10 mg
-Fenitoin 3x1 mg

Paru
Diagnosis: Sepsis ec pneumonia
-O2 8L/I sungkup NR
-Inj. Levofloxacin 750 mg/12 jam
-Inj. Meropenem 1 gr/8jam
-Inj. Dexametason 5mg/8 jam
-Ventolin / 8 jam

Interna
Diagnosis:
-Penurunan Kesadaran ec KAD
dd/HHS dd/severe sepsis
-Hiperurisemia
-ISK ec Candidiasis
26

-NaCl 0,9% 500 cc/8 jam


-Drip Novorapid 3,6 unit/jam
(Dosis titrasi sesuai hasil KGDS)
-Drips Meropenem 1 gr dalam 100
cc NaCl 0,9 % /12 jam
-Drips Levofloxacin 750 mg/12
jam
-Inj.Omeprazole 40 mg/12 jam
-Inj.Metochlorpramide 10 mg/8
jam
-Sucralfat syr 3xCII
-Spironolactone 1x50 mg
-Bisoprolol 2x2,5 mg
-Drips Fluconazole 200 mg/hari
Selanjutnya 200 mg/24 jam
-Aptor 1x100 mg
-CPG 1x75 mg
-KSR 1x600 mg
-Nebule Flexotide 1 fl/8jam
-Inj Citicolin 500mg/12 jam
-Inj Mecobalamin 500 mg/12 jam
-Ketosteril 2x1
-Uripas 2x1
-Allopurinol 1x300 mg

Neurologi
Diagnosis: Stroke
- Inj. Citicolin 500 mg/12 jam

DPJP ICU

21 November 2019

O Sensorium : Apatis (Kontak mata meningkat)


TD : 120/80 mmHg
HR : 84x/i
RR : 22X/I
T : 36,6°C
KGD:
10.00=240
12.00=90
14.00=172
16.00=205
18.00=150
20.00=101
22.00=116
A HONK
27

P ICU

-NaCl 0,9% 20 gtt/i


-Levofloxacin 750 mg/12 jam
-Meropenem 1 gr/8 jam
-Fluconazole 2x200 mg
-Omeprazole 40 mg/12 jam
-Furosemide 1 amp/12 jam

Interna
Diagnosis:
-Penurunan kesadaran (klinis perbaikan) ec HHS dd KAD dd severe
sepsis
-TB Paru
-ISK
-Hiperurisemia

-NaCl 0,9% 20 gtt/i


-Drip Novorapid 3 unit/jam (Dosis titrasi turunkan menjadi 2 unit/jam)
-Drips Meropenem 1 gr dalam 100 cc NaCl 0,9 % /12 jam
-Drips Levofloxacin 750 mg/12 jam
-Inj.Omeprazole 40 mg/12 jam
-Inj.Metochlorpramide 10 mg/8 jam
-Sucralfat syr 3xCII
-Spironolactone 1x50 mg
-Bisoprolol 2x2,5 mg
-Drips Fluconazole 200 mg/hari
-Aptor 1x100 mg
-CPG 1x75 mg
-KSR 1x600 mg
-Nebule Flexotide 1 fl/8jam
-Inj Citicolin 500mg/12 jam
-Inj Mecobalamin 500 mg/12 jam
-Allopurinol 1x300 mg
-Rifampicin 1x450 mg
-INH 1x400 mg
-Pyrazinamid 1x500 mg
-Etambutol 1x500 mg

Neurologi
Diagnosis: Stroke
- Inj. Citicolin 500 mg/12 jam
Rencana -Cek Rapid Test

DPJP ICU

22 November 2019
28

O Sensorium : Apatis ( kontak mata adekuat)


TD:120/80 mmHg
HR:88x/i
RR: 22x/i
T:36,8 C
Hasil Imunoserologi
HIV(3 metode:RT): Non Reaktif
KGD:
07.00=166
09.00=166
11.00=137
13.00=141
15.00=157
17.00=195
19.00=186
21.00=179
A HONK+TB Paru+ Pneumonia

P ICU
-NaCl 0,9% 1 fl
-Levofloxacin 750 mg/12jam
-Meropenem 1 gr/12 jam
-Fluconazole 2x200 mg
-Omeprazole 40 mg/12 jam
-OAT
-Nebul Ventolin/8 jam
-Novorapid 4-4-4

Interna
Diagnosis:
-Penurunan kesadaran (perbaikan) ec HHS dd/KAD
-TB Paru
-ISK
-Hiperurisemia

-NaCl 0,9% 20 gtt/i


-Drips Meropenem 1 gr dalam 100 cc NaCl 0,9 % /8 jam
-Drips Levofloxacin 750 mg/24 jam
-Inj.Omeprazole 40 mg/12 jam
-Inj.Metochlorpramide 1amp/8 jam
-Sucralfat syr 3xCII
-Novorapid 3x4 unit subkutan
-Lantus 0-0-6 unit subkutan malam jam 22.00
-Spironolactone 1x50 mg
-Bisoprolol 1x2,5 mg
-Drips Fluconazole 200 mg/hari
29

-Aptor 1x100 mg
-CPG 1x75 mg
-KSR 1x600 mg
-Nebule Flexotide 1 fl/8jam(besok stop)
-Inj Citicolin 500mg/12 jam(besok stop)
-Inj Mecobalamin 500 mg/12 jam
-Allopurinol 1x300 mg(besok 1x100 mg)
-Rifampicin 1x450 mg
-INH 1x400 mg
-Pyrazinamid 1x500 mg
-Etambutol 1x500 mg

Rencana Pindah Ruangan Flamboyan

DPJP ICU

BAB IV
DISKUSI
No. Kasus Teori
30

1. Laki-laki, 34 tahun didiagnosis dengan Status hipersomolar hiperglikemik


HHNK. merupakan gangguan metabolik akut yang dapat
terjadi pada pasien diabetes melitus, yang ditandai
dengan hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan
dehidrasi tanpa adanya ketoasidosis dapat terjadi
lebih dari 50% kasus, dan ketosis ringan juga
dapat ditemukan pada pasien dengan HHNK.3,6
2. Anamnesis Pasien dengan HHNK, umumnya berusia
Tn.S, 34 tahun, datang dengan penurunan lanjut, belum diketahui mempunyai DM, dan
kesadaran dialami 2 jam lalu sebelum pasien DM tipe-2 yang mendapat pengaturan diet
masuk rumah sakit . Keluarga dan atau obat hipoglikemik oral. Sering kali
mengatakan awalnya pasien gelisah dijumpai penggunaan obat yang semakin
kemudian pasien tidak sadar. Keluhan memperberat masalah, misalnya diuretik.7
lemas, mual dan muntah dijumpai sejak Keluhan pasien HHNK ialah: rasa lemah,
3 hari sebelum masuk rumah sakit. gangguan penglihatan, atau kaki kejang. Dapat
Riwayat demam 2 hari lalu. Keluarga pula ditemukan keluhan mual atau muntah,
mengatakan 1 bulan lalu pasien namun lebih jarang jika dibandingkan dengan
melakukan pemeriksaan gula darah, KAD. Kadang, pasien datang dengan disertai
kadar gula darahnya 230 mg/dL tetapi keluhan saraf seperti letargi, disorientasi,
pasien tidak ada riwayat penggunaan hemiparesis, kejang atau koma.7
obat gula. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-
RPT: - tanda dehidrasi berat seperti turgor yang buruk,
RPO: - mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan
ekstremitas yang dingin dan denyut nadi yang
Pemeriksaan fisik cepat dan lemah. Dapat pula ditemukan
TD : 110/70 mmHg peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi.
HR : 80 x/i Akibat gastro paresis dapat pula dijumpai distensi
RR : 20 x/i abdomen, yang membaik setelah rehidrasi
T : 36,70c adekuat.7
S : Somnolen

3 Pasien ditatalaksana dengan: NaCl 0.9% diberikan sebanyak 15–20 ml/kg


Bed rest berat badan/jam atau lebih besar pada jam
O2 2 L/menit Nasal Kanul pertama ( 1–1.5 l untuk rata-rata orang dewasa).
31

IVFD NaCl 0,9% cor 2 fl, dilanjutkan 40 Pilihan yang berikut untuk mengganti cairan
tetes/menit tergantung pada status hidrasi, kadar elektrolit
Inj. Meropenem 1 gr/8 jam darah, dan banyaknya urin. Secara umum, NaCl
Inj. Levofloxacin 750 mg/12 jam 0.45% diberikan sebanyak 4–14 ml/kg/jam jika
Insulin 5IU/jam syringe pump sodium serum meningkat atau normal; NaCl
Inj. Citicolin 500mg/12 jam 0.9% diberikan dengan jumlah yang sama jika
Omeprazole 40 mg/12 jam Na serum rendah. Selama fungsi ginjal
diyakinkini baik, maka perlu ditambahkan 20–
30 mEq/l kalium ( 2/3 KCl dan 1/3 KPO4)
sampai pasien stabil dan dapat diberikan secara
oral. Keberhasilan penggantian cairan dapat
dilihat dengan pemantauan hemodinamik
(perbaikan dalam tekanan darah), pengukuran
input/output cairan, dan pemeriksaan fisik.
Penggantian cairan diharapkan dapat
mengkoreksi defisit dalam 24 jam pertama.
Pada pasien dewasa, jika tidak ada hipokalemia
( K+ < 3.3 mEq/l, maka pemberian insulin
intravena secara bolus dengan dosis 0.15 unit/kg
bb, diikuti pemberian insulin reguler secara
infus intravena yang kontinu dengan dosis 0.1
unit· kg
Jika plasma glukosa tidak turun sebanyak
50 mg/dl dari awal pada jam pertama, periksa
dulu status hidrasi; jika baik, infus insulin dapat
digandakan tiap jam sampai tercapai penurunan
glukosa yang stabil antara 50 dan 75 mg/jam
dicapai. Ketika glukosa plasma mencapai 250
mg/dl untuk KAD atau 300 mg/dl untuk HHNK,
mungkin dosis insulin perlu diturunkan menjadi
0.05–0.1 unit· kg-1· h-1 ( 3–6 units/jam), dan
dextrose ( 5–10%) ditambahkan pada cairan
intravena. Sesudah itu, dosis insulin atau
konsentrasi dextrose perlu disesuaikan untuk
32

memelihara rata-rata kadar glukosa sampai


asidosis pada KAD atau status mental dan
hyperosmolaritas pada HHNK membaik.

BAB V
KESIMPULAN DAN PROGNOSIS

5.1. Kesimpulan
Tn. Suhartono Sihombing menderita Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik.

5.2. Prognosis :
- Ad Vitam : Dubia
- Ad Functionam : Dubia
- Ad Sanactionam : Dubia
33

DAFTAR PUSTAKA

1. Soelistijo, S. A., Novida, H., Rudijanto, A., Soewondo, P., Suastika, K., Manaf, A.,...Zufry, H.
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Tipe 2 di Indonesi. PB PERKENI; 2015.
2. Tokuda, Y, Omata, F, Tsugawa, Y, Maesato, K, Momotura, K, Fujinuma A.,...Cook, E.F. (2010).
Vital sign triage to rule out diabetic ketoacidosis and nonketotic hyperosmolar syndrome in
hyperglycemic patients. Diabetes Research and Clinical Practice;2009.
3. Hyperglycemic crises in patients with diabetes mellitus. American Diabetes Association. Diabetes
Carevol 27 sup-plement; 2006.
4. Umpierrez GE, Murphy MB, Kitabchi AE. Diabetic keto-acidosis and hyperglycemic
hyperosmolar syndrome. [serial online] 2006 [diakses 20 Mei 2009].
5. Sergot PB. Hyperosmolar hyperglycemic states. Emedicine. [serial online] 2008 [diakses 20 Mei
2009]. Diunduh dari: URL: http://emedicine.medscape.com/ article/766804-overview.
6. Kitabchi AE, Fisher JN. Hyperglycemic crises diabetic ketoacidosis (DKA) and hyperglycemic
hyperosmo-lar state (HHS). Dalam: Berghe GV. ed. Contemporary Endocrinology: Acute Cause to
Consequence. Edisi ke-23. New York 2013: Humana Press 2013. h. 119-47.
7. Siti Setiati,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid II. Internal Publising.Jakarta;2014.
8. Syahputra MHD. Diabetik ketoasidosis. [serial online] 2006. [diakses 23 Maret 2014]. Diunduh
dari: URL: http:// library.usu.ac.id/download/fk/biokimia-syahputra2.pdf
9. Dixon T. Potassium balance. [serial online] 2007. [diakses 23 Maret 2014]. Diunduh dari: URL:
http//www.uhmc. sunysb.edu/internalmed/nephro/webpages/Part_D.htm
10. Gaglia JL, Wyckoff J, Abrahamson MJ . Acute hyperglycemic crisis in elderly. Med Clinam 88:
1063-1084, 2004.
11.Kitabchi AE, Fisher JN, Murphy MB , Rumbak MJ : Diabetic ketoacidosis and the hyperglycemic
hyperosmolar nonketotic state. In Joslin’s Diabetes Mellitus. 13th ed. Kahn CR, Weir GC, Eds.
Philadelphia, Lea & Febiger, 1994, p. 738–770
34

12. Marshall SM, Walker M, Alberti KGMM: Diabetic ketoacidosis and hyperglycaemic non -
ketotic coma. In International Textbook of Diabetes Mellitus. 2nd ed. Alberti KGMM, Zimmet P,
DeFronzo RA, Eds. New York, John Wiley, 1997, p. 1215–1229.
13. Ennis ED, Stahl EJ, Kreisberg RA : Diabetic ketoacidosis. In Diabetes Mellitus :Theory and
practice. 5th ed.Porte D Jr, Sherwin RS, Ed. Amsterdam, Elsevier,1997, 827-844.
14. Hyperglycemic crises in patients with diabetes mellitus.American Diabetes Association. Diabetes
Care vol27 supplement1 2004, S94-S102.

Anda mungkin juga menyukai