Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KASUS SYNDROM OF

INAPROPROATE ANTIDIURETIC HORMONE SECRETION (SIADH)


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pembimbing :
Didit Damayanti, S.Kep.,Ns, M.Kep

Disusun oleh kelompok 2 :

1. Cindy Maya Nuari ( 202001013 )


2. Dwi Nur Indah Sari ( 202001017 )
3. Ega Ananda Kurnia ( 202001018 )
4. Eka Apriliani Dewi ( 202001019 )
5. Elfa Novita Dewi ( 202001020 )
6. Erly Dwi Puspitasari ( 202001021 )
7. Erma Riatussaadah ( 202001022 )
8. Essa Nalurita ( 202001023 )
9. Febry Eka Ardian Prastiwi ( 202001024 )
10. Grafindi Sepfyanola Alfatik ( 202001025 )
11. Helmia Natasha Yunaeni ( 202001026 )

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KARYA HUSADA KEDIRI
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Keseimbangan cairan tubuh sangat tergantung dari asupan air melalui rangsang
haus dan pengeluarannya melalui urin, secara hormonal hal ini diatur oleh arginin
vasopresin (AVP) sebagai ‘hormon anti diuretik’. SIADH (Syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone secretion) adalah sindrom yang mekanismenya berlawanan dengan
hal tersebut, karena gagalnya keluaran air bebas melalui urin, kepekatan urin terganggu,
hiponatremia, hipoosmolalitas dan natriuresis. Dari pengertian diatas dapat ditarik
kesimpulan pengertian SIADH adalah suatu keadaan dengan kadar natrium serum yang
kurang dari 135 mEq/L. Sindrome ini sangat jarang (masuk daftar penyakit yang jarang,
survey NIH, AS) yang berarti SIADH dan penyakit sejenisnya hanya berefek pada
kurang dari 200.000 penduduk AS. Walau jarang pada pasien dewasa, pada anak sering
menyertai kondisi pasien dengan hipotonik normovolemia dan hiponatremia. Angka
insiden yang pasti sulit diketahui, karena penyakit ini bersifat sementara atau kronis. Pada
kondisi lain berhubungan dengan gejala efek samping obat atau lesi pada paru atau sistem
syaraf. Pasien usia lanjut dengan hiponatremia yang sedang direhabilitasi cenderung
memiliki gejala SIADH. Hal ini terbukti pada studi di kelompok usia lanjut dengan
hiponatremi idiopatik kronik yang mendasari hubungan antara SIADH dan usia.
Hiponatremia sendiri sering dengan korelasi medis yang kurang signifikan. Walau
bagaimanapun risiko kejadian SIADH meningkat bila pasien menderita hiponatremia.
Insiden SIADH adalah 1/3 nya pada anak yang rawat inap dengan pneunomia, yang
berkorelasi dengan perburukan penyakit dan kesembuhannya. Mungkin restriksi cairan
pada pasien ini sangat diperlukan untuk meningkatkan kesembuhannya.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimanakah pengertian dari SIADH (Syndrome of inappropriate antidiuretic
hormone secretion) ?
2. Bagaimanakah Etiologi SIADH ?
3. Bagaimanakah Manifestasi Klinis SIADH ?
4. Bagaimanakah Patofisiologi SIADH ?
5. Bagaimanakah Pemeriksaan Diagnostik pada SIADH ?
6. Bagaimanakah penatalaksanaan pada SIADH ?
7. Bagaimanakah komplikasi SIADH ?
1.3. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu Memahami Definisi SIADH
2. Mahasiswa mampu Memahami Etiologi SIADH
3. Mahasiswa mampu Memahami Manifestasi Klinis SIADH
4. Mahasiswa mampu Memahami Patofisiologi SIADH
5. Mahasiswa mampu Memahami Pemeriksaan Diagnostik pada SIADH
6. Mahasiswa mampu Memahami penatalaksanaan pada SIADH
7. Mahasiswa mampu Memahami Komplikasi SIADH

1.4. MANFAAT
1. Manfaat Teoritis
Hasil makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai konsep
Syndrom Of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion (Siadh) dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit Syndrom Of Inappropriate Antidiuretic
Hormone Secretion (Siadh)
2. Manfaat Praktis
Hasil makalah ini diharapkan berguna untuk memecahkan masalah secara
praktikal atau sebagai alternatif solusi suatu permasalahan di bidang kesehatan
terutama mengenai asuhan keperawatan pada pasien Syndrom Of Inappropriate
Antidiuretic Hormone Secretion (Siadh).
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi SIADH


Merupakan kumpulan gejala akibat gangguan hormon antidiuretik atau
yang lebih dikenal dengan Inappropriate ADH syndrome, Schwartz-Bartter syndrome.
SIADH dapat didefiisikan sebagai Gangguan produksi hormon antidiuretik ini
menyebabkan retensi garam atau hiponatremia. SIADH adalah suatu karakteristik atau
ciri dan tanda yang disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal mengabsorpsi atau
menyerap air dalam bentuk ADH yang berasal dari hipofisis posterior. (Barbara
K.Timby, 2000) SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan
pengeluaran ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat
yang lebih ringan. (Corwin, 2001) SIADH adalah syndrome yang diakibatkan karena
ekresi ADH yang berlebihan dari lobus posterior dan dari sumber ektopik yang lain.
(Black dan Matassarin Jacob, 1993) SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior
akibat peningkatan pengeluaran ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas
darah dalam tingkat yang lebih ringan. (Corwin, 2001) SIADH (syndrome of inapropiate
secretion of anti diuretic hormon) adalah gangguan pada hipofisis posterior yang
ditandai dengan peningkatan pelepasan ADH dari hipofisis posterior.

2.2. Klasifikasi SIADH


SIADH dapat dibagi sesuai dengan pola sekresi arginine vasopress in (AVP) di
berbagai osmolalitas plasma (Hannon & Thompson, 2010) :
1. Type A
Bentuk yang paling umum dari STADH. Pengeluaran AVP tidak teratur.
Terjadi pada sekitar 30% pasicm. Peningkatan tingkat level plasma AVP yang
berubah-ubah tidak berhubungan dengan perubahan osmolaritas plasma
selama pemberian infus saline hipertonik. Terlihat pada pasien dengan kanker
paru-paru dan tumor nasofaring.
2. Tipe B
Bentuk umum dari SIADH. Kebocoran AVP secara lambat. Terjadi pada
sekitar 30% pasien. Peningkatan ringan pada plasma AVP dibandingkan
dengan mengetik A. Plasma AVP tetap stabil selama infus saline hipertonik
dan hanya naik ketika kadar natrium serum mencapai kisaran normal.
3. Tipe C
Terjadi osmostat berulang. Terjadi pada sekitar 30% pasien. Tingkat AVP
rendah selama keadaan hyponatraemic. Namun, tingkat AVP meningkat
secara tidak wajar selama pemberian infus saline hipertonik sebelum
hiponatremia dikoreksi.
4. Tipe D
Pseudo-SIADH. Sekitar 10% terjadi pada pasien. AVP daam keadaan rendah
atau tidak terdeteksi. Rendahnya tingkat AVP selama keadaan hyponatraemic
dengan osmoregulasi yang normal pada pengeluaran AVP. Antidiuresis terjadi
melalui mekanisme alternati, sala satunya adalah sindrom nefrogenik dari
diuresis yang tidak pantas (Syndrome of Inappropriate Diuresis, SIAD),
kelainan genetik yang ditandai dengan peningkatan fungsi mutasi
reseptorvasopressin 2 (V2).

2.3. Etiologi SIADH


SIADH paling sering disebabkan oleh gangguan yang berupa adanya hipersekresi
ADH dari sumber hipotalamus normal atau dengan produksi ektopik. Penyebab SIADH
dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu ; gangguan sistem saraf, neoplasia, penyakit
paru, dan obat yang di induksi ( termasuk obat yang dapat merangsang pelepasan AVP,
mempotensiasi efek dari AVP, atau obat yang memiliki mekanisme tidak pastti) (Thomas
et al, 2016 ) :
1. Gangguan sistem saraf meliputi:
1) Abses otak
2) Kecelakaan serebrovaskuler
3) Lupus
4) Tremens delirium
5) Ensefalitis
6) Epilepsi
7) Sindrom guillain-barre
8) Trauma kepala
9) Herpes zoster
10) Hidrosefalus
11) Hipoksia ensefalopati iskemik
12) Meningitis
13) Multiple sclerosis
14) Hipoksia perinatal
15) Rocky mountain spotted fever
16) Skizofrenia
17) Perdarahan subarachnoid
18) Hematoma subrudal
19) Obstruksi shunt ventriculoatrial
2. Gangguan neoplasia meliputi :
1) Paru : karsinoma paru dan mesothelioma
2) Gastrointestinal : karsinoma pada duodenum, pankreas dan usus besar
3) Genetalia dan urinaria : karsinoma adreno ortical, karsinoma serviks,
ureter/kadung kemih, dan prostat, tumor ovarium
4) Lainya :tumor otak, tumor karsinoid, ewing sarcoma, leukimia, limfoma,
karsinoma nasofaring, neuroblastoma ( pada indra penciuman) dan thymoma
3. Penyakit paru meliputi:
1) Bronkitis akut / bronchiolitis
2) Kegagalan pernafasan akut
3) Asma
4) Atelektasis
5) Pneumonia
6) Penyakit paru obstruktif kronis
7) Empisema
8) Empiema
9) Pneumotoraks
10) Tuberkolosis
4. Obat – obatan yang dapat menyebabkan SIADH seperti :
1) Cholorpropamid (obat yang menurunkan gula darah)
2) Carbamazepine ( obat anti kejang)
3) Tricilyc (antri depresan )
4) Vasopressin dan oxytocin ( hormone anti diuretic buatan)
5) Obat yang merangsang atau melepaskan vasopressin: vinuristin, cisplatain, dan
ocytocin

2.4. Patofisiologi SIADH


Terdapat beberapa kedaan yang dapat mengganggu regulasi cairan tubuh dan
dapat menyebabkan sekresi ADH yang tidak normal. Tiga mekanisme patofisiologi yang
bertanggung jawab akan SIADH, meliputi :
1. Sekresi ADH yang abnormal dari sistem hipofisis. Adanya sekresi ADH yang
abnormal disebabkan oleh kelainan sistem saraf pusat seperti trauma kepala,
stroke, meningitis, tumor, ensafalitis, sindrom guillain barre. Pasien yang
mengalami syok, status asmatikus, nyeri hebat atau stress tingkat tinggi, atau tidak
adanya tekanan positif pernafasan juga akan mengalami SIADH.
2. ADH atau substansi ADH dihasilkanoleh sel-sel diluar system supraoptik-
hipofisis, yang disebut sebagai sekresi ektopik (misalnya pada infeksi)
3. Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami pemacuan. Bermacam-
macam obat menstimulasi atau mempotensiasi pelepasan ADH. Obat-obatan
tersebut termasuk nikotin, transquilize, barbiturate, anestesiumum, suplemen
kalium, diuretik tiazid, obat-obat hipoglikemia, asitomenofen, isoprotorenol dan
empat anti neuplastic: Sisplatin, siklofosfamid, vinblastine dan vinkristin.
(Otto,2003)
Terjadinya SIADH ditandai dengan adanya peningkatan pelepasan ADH
kelenjar hipofisis posterior tanpa adanya rangsangan normal untuk melepaskan
ADH. Pengeluaran ADH yang berlanjut menyebabkan retensi air dari tubulus
ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra seluler meningkat dengan ditandai
hiponaterami. Kondisi hiponatremi dapat menekan renin dan sekresi aldosteron
yang menyebabkan penurunan kadar Na diabsorbsi tubulus proximal, Hal ini
menyebabkan penurunan konsentrasi air dalam urin sedangkan kandungan natrium
dalam urin tetap, akibatnya urin menjadi pekat.
Dalam keadaan normal ADH mengatur osmolalitas plasma, bila
osmolalitas menurun mekanisme feed back akan menyebabkan inhibisi ADH. Hal
ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekresi cairan oleh ginjal untuk
meningkatkan osmolalitas plasma menjadi normal. Pada SIADH osmolalitas
plasma terus berkurang akibat ADH merangsang reabsopbsi air oleh ginjal
(Copstead dan Banasik,2013).
Hormon antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus koligentes ginjal
untuk meningkatkan permeabilitas terhadap air, ini mengakibatkan peningkatan
reabsorbsi air tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang diabsorbsi ini
meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas cairan ekstraseluler (CES)
pada saat yang sama keadaan ini menurunkan volume dan meningkatkan
konsentrasi urine yang diekskresi.

Pathway SIADH :
2.5. Manifestasi Klinis SIADH
1. Hiponatremi (penurunan kadar natrium).
2. Mual, muntah, anorexia, diare.
3. Takhipneu.
4. Retensi air yang berlebihan.
5. Letargi.
6. Penurunan kesadaran sampai koma.
7. Osmolalitas urine melebihi osmolalitas plasma, menyebabkan produksi urine yang
kurang terlarut.
8. Ekskresi natrium melalui urine yangberkelanjutan.
9. Penurunan osmolalitas scrum dan cairan ekstraselular

Menurut Sylvia (2005). Tanda dan gejala yang dialami pasien dengan SIADH
tergantung pada derajat lamanya retensi air dan hiponatremia perlu dilakukan
pemeriksaan tingka osmolalitas serum, kadar BUN, kreatinin, Natrium, Kalium, Cl
dan tes kapasitas pengisian cairan:
1. Na serum 125 mEq/L.
a) Anoreksia.
b) Gangguan penyerapan.
c) Kram otot.
2. Na serum 115 120 mEq/L
a) Sakit kepala,perubahan kepribadian.
b) Kelemahan dan letargia.
c) Mual dan muntah.
d) Kram abdomen.
3. Na serum 1115 mEq/L.
a) Kejang dan koma.
b) Reflek tidak ada atau terbatas.
c) Tanda babinski.
d) Papiledema.
e) Edema diatas sternum.

2.6. Komplikasi SIADH


Komplikasi SIADH akan bergantung pada rendahnya kadar natrium darah. Potensi
komplikasi meliputi:
1. Sakit kepala
2. Masalah memori
3. Depresi
4. Tremor
5. Kram otot
Potensi komplikasi yang lebih parah meliputi:
1. Kegagalan pernapasan
2. Kejang
3. Halusinasi
4. Koma
5. Kematian

2.7. Penatalaksanaan SIDH


1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan SIADH tergantung pada manifestasi klinis yang dijumpai,
kadar konsentrasi natrium serum, onset hiponatremia, dan penyakit yang
mendasari.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan
Intervensi :
 Pantau keluaran urin.
Urinalisis sering kali dilakukan untuk mengukur konsentrasi urin,
natrium, dan tingkat osmolalitas pasien. Retensi air dapat menyebabkan
keluaran urin yang buruk.
 Batasi cairan.
Pembatasan cairan sangat penting dalam SIADH karena hal ini dapat
mencegah retensi cairan lebih lanjut dalam tubuh.
 Berikan obat sesuai indikasi.
Obat antagonis vasopresin seperti tolvaptan dan conivaptan diberikan
untuk memblokir kerja ADH.
 Berikan diuretik sesuai pesanan.
Furosemid dapat diberikan untuk menurunkan konsentrasi urin dan
meningkatkan ekskresi air.
2) Defisit nutrisi
Intervensi :
 Berikan natrium klorida IV.
Meskipun air bebas mungkin dibatasi untuk mencegah kelebihan cairan,
natrium klorida IV mungkin diresepkan untuk mengobati hiponatremia.
 Berikan makanan dalam porsi kecil secara sering.
Hal ini akan membantu pasien menstabilkan kadar gula darah,
meningkatkan rasa kenyang, dan mengurangi timbulnya mual dan
muntah.
 Berikan tablet garam.
Apalagi jika mendapat diuretik, tablet garam yang diresepkan dapat
diberikan untuk mengatasi hiponatremia.
 Berikan antiemetik.
Muntah merupakan gejala mengkhawatirkan terkait SIADH yang dapat
memperburuk hiponatremia. Perawat dapat memberikan antiemetik
untuk mencegah ketidakseimbangan elektrolit lebih lanjut .
3) Defisit pengetahuan
Intervensi :
 Edukasi pasien tentang kondisi, gejala, dan pengobatannya.
Berikan informasi akurat mengenai kondisi, gejala, dan pengobatan
dalam istilah awam yang dapat dipahami pasien.
 Ajarkan pasien tentang pembatasan cairan dan kaitannya dengan
SIADH.
Pembatasan cairan merupakan prioritas dalam penatalaksanaan SIADH,
karena masalah utama penyakit ini adalah kelebihan cairan dan
hiponatremia.
 Edukasi pasien tentang obat-obatan dan kegunaannya.
Memberikan informasi yang akurat tentang pengobatan dan cara
kerjanya sebagai bagian dari rejimen pengobatan SIADH untuk
memastikan kepatuhan yang lebih baik.
 Libatkan sistem pendukung.
Pasien mungkin memerlukan bantuan petugas pendukung dalam
menangani kondisi ini, memantau gejala, dan berkomunikasi dengan tim
layanan kesehatan.

2.8. Pemeriksaan Penunjang pada SIADH


1. Natrium serum menurun <15 M Eq/L.
Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L(menandakan konservasi ginjal terhadap
Na).
2. Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.
Kalium serum,mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat Na dan
Kalium sedikit.
3. Klorida/bikarbonat serum: mungkin menurun,tergantung ion mana yang hilang
dengan DNA.
4. Osmolalitas,umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi.
Osmolalitas urin,dapat turun/biasa < 100 m osmol/L kecuali pada SIADH dimana
kasus ini akan melebihi osmolalitas serum. Berat jenis urin:meningkat (< 1,020)
bila ada SIADH.
5. Hematokrit, tergantung pada keseimbangan cairan,misalnya: kelebihan cairan
melawan dehidrasi.
6. Osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi natrium,natrium
serum menurun sampai 170 M Eq/L.
7. Prosedur khusus :tes fungsi ginjal adrenal,dan tiroid normal.
8. Pengawasan di tempat tidur : peningkatan tekanan darah.
9. Pemeriksaan laboratorium : penurunan osmolalitas, serum, hiponatremia,
hipokalemia, peningkatan natrium urin
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Tn. S berusia 45 tahun datang diantar oleh keluarganya ke rumah sakit dengan kondisi
tubuh yang lemah lunglai. Klien mengeluh sakit kepala sejak 3 hari yang lalu disertai dengan
mual muntah, sehingga klien tidak nafsu makan. Klien mengatakan berat badannya menurun 7
kg dan tampak adanya edema di ekstremitas bawah. Klien juga mengatakan bahwa urin yang
keluar saat BAK sedikit dan pekat, tidak seperti biasanya. Selain itu, klien juga mengatakan
bahwa sering mengalami kram pada tangan dan kakinya, serta perutnya. Pada pemeriksaan fisik
didapat keadaan umum pasien TD: 90/60 mmHg RR: 22x/menit N: 80x/menit Suhu: 36.8C .
Pemeriksaan penunjang didapatkan hasilnya natrium serum menurun <15 M Eq/L, natrium urin
>20 M Eq/L, berat jenis urin meningkat (<1.020).

3.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Jalan Kenanga No.21
b. Keluhan Utama
Klien mengeluh urin yang keluar ketika BAK sedikit dan pekat.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengeluh pusing disertai mual dan muntah sehingga klien tidak memiliki nafsu makan.
Kondisi ini diperberat dengan adanya kram pada perut klien yang frekuensinya semakin
sering.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tn. S pernah MRS kerena mual dan muntah yang berkepanjangan

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Tn. S tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga yang menular dan menurun.
f. Pola Kesehatan Fungsional
1. Eliminasi
Urin yang dikeluarkan ketika BAK berkurang, tidak seperti sebelumnya
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Klien tidak nafsu makan, mual dan muntah, BB turun 7kg
3. Pola Istirahat dan Tidur
Pasien mengalami kesulitan tidur karena sering kram pada tangan dan kakinya
4. Pola Aktifitas
Pasien berkerja dari pagi hingga sore di kantor dan aktifitas ringan di sekitar rumah
5. Pola Hubungan – Peran
Hubungan Tn. S dengan keluarga baik
g. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
1. Kepala
I : Kepala simetris, rambut tebal
P :-
P :-
A :-
2. Leher
I : Leher simetris, tidak ada lesi/peradangan
P : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
P :-
A :-
3. Thorax (Paru dan Jantung)
I : Dada simetris, tidak ada jejas
P : Gerakan dinding dada simetris
P : Suara paru sonor, suara jantung dullness
A : Suara irama jantung normal
4. Abdomen
I : Pengembangan abdomen simetris
A : Bising usus terdengar 5x/menit
P : Tidak ada pembesaran hepar, ada nyeri tekan
P : Suara tympani
5. Ekstremitas
I : Kaki kana dan kiri simetris sama Panjang
A :-
P : Akral hangat
P :-

3.2 Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


DS: Penurunan kapasitas Gangguan eliminasi urin
- Pasien mengatakan urin yang kandung kemih
keluar ketika BAK sedikit dan
pekat tidak seperti biasanya

DO:
- Berat jenis urin meningkat < 1.020
TTV :
- TD : 90/60 mmHg
- RR : 22 x/menit
- N : 80 x/menit
- S : 36,8 C

DS: Kadar natrium Risiko ketidakseimbangan


- Pasien mengatakan urin yang berkurang elektrolit
keluar ketika BAK sedikit dan
pekat tidak seperti biasanya
DO:
- Natrium serum menurun <15 M
Eq/L
- Natrium urin >20 M Eq/L
TTV :
- TD : 90/60 mmHg
- RR : 22 x/menit
- N : 80 x/menit
- S : 36,8 C

DS: Kurang terpapapr Perfusi perifer tidak


- Pasien mengatakan kram pada informasi tentang efektif
tangan, kaki dan perut factor pemberat
(trauma)
DO:
- Tampak adanya edema di
ekstremitas bawah
TTV :
- TD : 90/60 mmHg
- RR : 22 x/menit
- N : 80 x/menit
- S : 36,8 C
DS: Faktor psikologis Defisit nutrisi
- Pasien mengatakan tidak nafsu keengganan untuk
makan makan

DO:

- BB pasien menurun 7 kg
TTV :
- TD : 90/60 mmHg
- RR : 22 x/menit
- N : 80 x/menit\
- S : 36,8 C

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung kemih
2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan berkurangnya kadar natrium
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan Kurang terpapapr informasi tentang
factor pemberat (trauma)
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan factor psikologis keengganan untuk makan
3.4 Intervensi Keperawatan

No. SDKI SLKI SIKI


1. Gangguan eliminasi Eliminasi Urin (L.04034) Manajemen Eliminasi Urin
urin berhubungan Setelah dilakukan intervensi (I.04152)
dengan penurunan keperawatan maka eliminasi Tindakan
kapasitas kandung urin membaik dengan Observasi
kemih kriteria hasil: 1. Identifikasi tanda dan
1. Sensasi berkemih 5 gejala retensi atau
(meningkat) inkontinensia urine
2. Volume residu urin 5 2. Identifikasi faktor yang
(menurun) menyebabkan retensi atau
3. Berkemih tidak tuntas 5 inkontinensia urin
(menurun) 3. Monitor eliminasi urin
4. Frekuensi BAK 5 (mis, frekuensi,
(membaik) konsistensi, aroma,
volume dan warna)
Terapiutik
4. Catat waktu-waktu dan
haluaran berkemih
5. Ambil sampel urine
tengah (midstream) atau
kultur
Edukasi
6. Ajarkan terapi modalitas,
penguatan otot-otot
panggul atau berkemih
7. Anjurkan minum yang
cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
obat supositoria uretra,
Jika perlu
2. Risiko Keseimbangan Elektrolit Manajemen Cairan
ketidakseimbangan (L.03021) (I.03098)
elektrolit Setelah dilakukan intervensi Tindakan
berhubungan dengan keperawatan maka Observasi
berkurangnya kadar keseimbangan elektrolit 1. Monitor status hidrasi
natrium meningkat dengan kriteria (mis. frekuensi nadi,
hasil: kekuatan hati, akral,
1. Serum natrium 5 pengisian kapiler,
(meningkat) kelembaban mukosa,
turgor kulit, tekanan
darah)
2. Monitor berat badan
harian
3. Pemeriksaan laboratorium
(mis. hematokrit, Na, K,
CI, berat jenis urin,
monitor status
hemodinamik (mis. MAP,
CVP, CVC PAP, PCWP
jika tersedia)

Terapeutik
4. Berikan asupan cairan,
sesuai kebutuhan
5. Berikan cairan intravena,
Jika perlu
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian
diuretik, Jika perlu
3. Perfusi perifer tidak Perfusi Perifer (L.02011b) Perawatab Sirkulasi
efektif berhubungan Setelah dilakukan intervensi (I.14570)
dengan Kurang keperawatan maka perfusi Tindakan
terpapapr informasi perifer meningkat dengan Observasi
tentang factor kriteria hasil: 1. Periksa sirkulasi perifer
pemberat (trauma) 1. Denyut nadi perifer 5 (mis. nadi perifer, edema,
(meningkat) pengisapan kapiler,
2. Edema perifer 5 warna, suhu, ankle-
(menurun) brachial index)
3. Nyeri ekstremitas 5 2. Identifikasi faktor risiko
(menurun) gangguan sirkulasi (mis,
4. Kram otot 5 (menurun) diabetes, perokok, orang
tua, hipertensi dan kadar
kolesterol tinggi)
3. Monitor panas,
kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada ekstrimitas
Terapeutik
4. Hindari pemasangan infus
atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
5. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan berfungsi
4. Defisit nutrisi Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi (I.03119)
factor psikologis keperawatan maka status Tindakan
keengganan untuk nutrisi membaik dengan Observasi
makan kriteria hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
1. Porsi makanan yang 2. Identifikasi kebutuhan
dihabiskan 5 kalori dan jenis nutrien
(meningkat) nasogastrik
2. Nyeri abdomen 5 3. Identifikasi perlunya
(menurun) penggunaan selang
3. Frekuensi makan 5 4. Monitor asupan makanan
(membaik) 5. Monitor berat badan
4. Nafsu makan 5 6. Monitor hasil
(membaik) pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
7. Lakukan oral hygienis
sebelum makan, jika perlu
8. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
9. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein •
Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Edukasi
10. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis.pereda nyeri,
antlemetik), jika perlu
12. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu

3.5 Implementasi Keperawatan

N Diagnosa Implementasi TTD


o
1 Gangguan eliminasi urin 1. Mengobservasi tanda
dan gejala retensi atau
berhubungan dengan
inkontinensia urine
penurunan kapasitas kandung 2. Mengobservasi faktor
yang menyebabkan
kemih
retensi atau
inkontinensia urine
3. Mengajarkan terapi
modalitas, penguatan
otot-otot panggul atau
berkemih
4. Mencatat waktu-waktu
dan haluaran berkemih
5. Mengambil sampel
urine tengah
(midstream) atau kultur
6. Menganjurkan minum
yang cukup, jika tidak
ada kontraindikasi
7. Mengkolaborasi
pemberian obat
supositoria uretra, Jika
perlu
2 Risiko ketidakseimbangan 1. Memonitor status hidrasi
2. Menimbang berat badan
elektrolit berhubungan dengan
setiap hari
berkurangnya kadar natrium 3. Memberikan asupan
cairan, sesuai kebutuhan
4. Memberikan cairan
intravena, Jika perlu
5. Mengkolaborasi
pemberian diuretik, Jika
perlu
3 Perfusi perifer tidak efektif 1. Melakukan pemeriksa
sirkulasi perifer
berhubungan dengan Kurang
2. Mengidentifikasi faktor
terpapapr informasi tentang risiko gangguan
sirkulasi
factor pemberat (trauma)
3. Memonitor panas,
kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada
ekstrimitas
4. Menghindari
pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas
dengan keterbatasan
berfungsi
4 Defisit nutrisi berhubungan 1. Mengidentifikasi status
dengan factor psikologis nutrisi
keengganan untuk makan 2. Mengidentifikasi
kebutuhan kalori dan
jenis nutrien nasogastrik
3. Mengidentifikasi
perlunya penggunaan
selang
4. Memonitor asupan
makanan
5. Memonitor berat badan
6. Memonitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
7. Memberikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
8. Memberikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
9. Memberikan suplemen
makanan, jika perlu
10. Menganjurkan posisi
duduk, jika mampu
11. mengkolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan,

3.6 Evaluasi Keperawatan

No Diagnosa Evaluasi
1 Gangguan eliminasi urin S : pasien mengatakan urin yang keluar saat
BAK sudah banyak dan pekat berkurang
berhubungan dengan penurunan
O : berat jenis urin membaik dari saat sebelumnya
kapasitas kandung kemih < 1.020
 TD 90/60 mmhg
 RR 22 x/menit
 N 80 x/menit
 S 36,8 C
A : masalah keprawatan gangguan eliminasi urin
teratasi
P : intervensi di hentikan
2 Risiko ketidakseimbangan S : pasien mengatakan urin yang keluar saat
BAK sudah banyak dan pekat berkurang
elektrolit berhubungan dengan
O:
berkurangnya kadar natrium  natrium serum membaik
 natrium urin > 20 M Eq/L
 TD 90/60 mmhg
 RR 22 x/menit
 N 80 x/menit
 S 36,8 C

A :masalah keperawatan resiko


ketidakseimbangan eletrolik teratasi
P : intervensi di hentikan
3 Perfusi perifer tidak efektif S : pasien mengatakan kram pada tangan , kaki ,
dan perut berkurang
berhubungan dengan Kurang
O : edema di ekstermitas bawah berkurang
terpapapr informasi tentang factor  TD 90/60 mmhg
pemberat (trauma)  RR 22 x/menit
 N 80 x/menit
 S 36,8 C

A : masalah perfusi perifer tidak efektifitas


P : intervensi di hentikan
4 Defisit nutrisi berhubungan S : pasien mengatakan nafsu makan membaik
O : BB klien belum ada penaikan
dengan factor psikologis
 TD 90/60 mmhg
keengganan untuk makan  RR 22 x/menit
 N 80 x/menit
 S 36,8 C

A : masalah keprawatan defisit nutrisi teratasi


P : intervensi di hentikan
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
SIADH ditandai oleh peningkatan pelepasan ADH dari hipofisis
posterior.Peningkatan pengeluaran ADH biasanya terjadi sebagai respon terhadap
peningkatan osmolalitas plasma (penurunan konsentrasi air plasma) atau penurunan
tekanan darah.Penyebabnya adalah cedera,pembedahan,tumor-tumor si luar SSP
terutama karsinoma bronkogenik.Tanda-tanda : Retensi urine,penurunan pengeluaran
urine,mual dan muntah yang semakin parah seiring dengan intoksikasi air.

4.2. Saran
Bagi penderita SIADH yang masih ringan,retriksi cairan cukup dengan
pembatasan cairan dan pembatasan sodium.Dan penderita dianjurkan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisinya dan mengikuti prosedur diit yang dianjurkan.

Anda mungkin juga menyukai