Anda di halaman 1dari 22

SIADH

Disusun guna memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah


Semester 3
Yang Diampu Oleh Hartono,Skep.,Ns.,MKes

Disusun Oleh :
1. Aprilia Irawati Suryadi (P27220015182)
2. Dinda Aprisekawati (P27220015191)
3. Dwi Herawati Aliyah (P27220015192)
4. Eko Adriyanto (P27220015193)

PROGRAM DIPLOMA III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keseimbangan cairan tubuh sangat tergantung dari asupan
air melalui rangsang haus danpengeluarannya melalui urin, secara
hormonal hal ini diatur oleh arginin vasopresin (AVP)
sebagai “hormon anti diuretik”. SIADH (Syndrome of inappropriate
antidiuretic hormonesecretion ) adalah sindrom yang
mekanismenya berlawanan dengan hal tersebut, karena gagalnya
keluaran air bebas melalui urin, kepekatan urin terganggu,
hiponatremia, hipoosmolalitas dannatriuresis. Dari pengertian
diatas dapat ditarik kesimpulan pengertian SIADH adalah
suatukeadaan dengan kadar natrium serum yang kurang dari 135
mEq/L.
Sindrome ini sangat jarang (masuk daftar penyakit yang
jarang, survey NIH, AS) yangberarti SIADH dan penyakit sejenisnya
hanya berefek pada kurang dari 200.000 penduduk AS.Walau
jarang pada pasien dewasa, pada anak sering menyertai kondisi
pasien dengan hipotonik normovolemia dan hiponatremia. Angka
insiden yang pasti sulit diketahui, karena penyakit ini bersifat
sementara atau kronis. Pada kondisi lain berhubungan dengan
gejala efek samping obatatau lesi pada paru atau sistem syaraf.
Pasien usia lanjut dengan hiponatremia yang sedang
direhabilitasi cenderung memiliki gejala SIADH. Hal ini terbukti
pada studi di kelompok usia lanjut dengan hiponatremi idiopatik
kronik yang mendasari hubungan antara SIADH dan usia.
Hiponatremia sendiri sering dengan korelasi medis yang kurang
signifikan. Walau bagaimanapun risiko kejadian SIADH meningkat
bila pasien menderita hiponatremia. Insiden SIADH adalah 1/3 nya
pada anak yang rawat inap dengan pneunomia, yang berkorelasi
dengan perburukan penyakit dan kesembuhannya. Mungkin
restriksi cairan pada pasien ini sangat diperlukan untuk
meningkatkan kesembuhannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian SIADH ?
2. Bagaimana etiologi SIADH ?
3. Bagaimana patofisiologi SIADH ?
4. Bagaimana manifestasi klinik SIADH ?
5. Bagaimana pathway SIADH ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang SIADH ?
7. Apa saja komplikasi SIADH ?
8. Bagaimana penatalaksanaan SIADH ?
9. Bagaimana fokus pengkajian SIADH ?
10. Bagaimana diagnosa keperawatan dari SIADH ?
11. Bagaimana intervensi keperawatan dari SIADH ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian SIADH
2. Menjelaskan etiologi SIADH
3. Menjelaskan patofisiologi SIADH
4. Menjelaskan manifestasi klinik SIADH
5. Menjelaskan pathway SIADH
6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang SIADH
7. Menjelaskan komplikasi SIADH
8. Menjelaskan penatalaksanaan SIADH
9. Menjelaskan fokus pengkajian SIADH
10. Menjelaskan diagnosa keperawatan dari SIADH
11. Menjelaskan intervensi keperawatan dari SIADH
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian SIADH
Sindrom sekresi hormone antidiuretik yang tidak sesuai atau
Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion (SIADH)
mengacu pada sekresi ADH yang berlebihan dari kelenjar hipofisis dalam
menghadapi osmolalitas serum subnormal. (Smeltzer: 2001).
SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang
disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal mengabsorpsi atau menyerap air
dalam bentuk ADH yang berasal dari hipofisis posterior. (Barbara
K.Timby: 2000)
SIADH adalah gangguan yang berhubungan dengan peningkatan
jumlah ADH akibat ketidakseimbangan cairan. (Corwin, 2001)
SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat
peningkatan pengeluaran ADH sebagai respon terhadap peningkatan
osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih ringan. (Corwin, 2001)

B. Etiologi SIADH
SIADH dapat disebabkan oleh kanker paru dan kanker lainnya.
Penyakit paru (pneumonia,TB) dan penyakit SSP (sistem saraf pusat)
seperti atrofi serebrum senilis, hidrosefalus, delifium tremens, psilosis
akut, penyakit demielinisasi dan degenerative, penyakit peradangan,
trauma / cedera kepala / cerebrovaskular accident, pembedahan pada
otak, tumor (karsinuma bronkus, leukemia, limfoma, timoma, sarkoma)
atau infeksi otak (ensepalitis, meningitis) dapat menimbulkan SIADH
melalui stimulasi langsung kelenjar hipofisis. Dan beberapa obat
(vasopressin, desmopresin asetat, klorpropamid, klofibrat, karbamazepin,
vinkristin, fenotiazin, antidepresan trisiklik, preparat diuretic tiazida, dan
lain-lain) dan nikotin dapat terlibat terjadinya SIADH; zat-zat tersebut
dapat menstimulasi langsung kelenjar hipofisis atau meningkatkan
sensitifitas tubulus renal terhadap ADH yang beredardalam darah.
(Grabe, Mark A. 2006)
SIADH sering muncul pada dari masalah non endokrin. Dengan kata
lain sindrom tersebut dapat terjadi pada penderita karsinoma bronkogenik
tempat sel-sel paru yang ganas mensintesis dan melepaskan ADH.
SIADH juga bisa terjadi pada pneumonia berat, pneumotoraks dan
penyakit paru lainya. Kelainan pada sistem saraf pusat diperkirakan juga
bisa menimbulkan SIADH melalui stimulus langsung kelenjar hipofisis
seperti:
1. Cidera kepala
2. Pembedahan pada otak
3. Tumor
4. Infeksi otak
5. Beberapa obat (Vinkristin, fenotiazin, antidepresan trisiklik,
preparat diuretik tiazida dll) (Brunner & Sudart. 2003).

C. Patofiologi SIADH

SIADH ditandai oleh peningkatan pelepasan ADH dari hipofisis


posterior tanpa adanya rangsangan normal untuk melepaskan ADH.
Pengeluaran ADH yang berlanjut menyebabkan retensi air dari tubulus
ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra seluler meningkat dengan
hiponatremi. Dalam kondisi hiponatremi dapat menekan renin dan
sekresi aldosteron menyebabkan penurunan Na diabsorbsi tubulus
proximal. Dalam keadaan normal ADH mengatur osmolalitas plasma, bila
osmolalitas menurun mekanisme Feed back akan menyebabkan inhibisi
ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh
ginjal untuk meningkatkan osmolalitas plasma menjadi normal. Pada
SIADH osmolalitas plasma terus berkurang akibat ADH merangsang
reabsoprbsi air oleh ginjal. (Ellen, Lee, dkk, 2000)
Hormon Antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus koligentes
ginjal untuk meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan
peningkatan reabsorbsi air tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang
direabsorbsi ini meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas
cairan ekstraseluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini
menurunkan volume dan meningkatkan konsentrasi urine yang
diekskresi.
Pengeluaran berlebih dari ADH menyebabkan retensi air dari
tubulus ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra selluler meningkat
dengan hiponatremi.Dimana akan terjadi penurunan konsentrasi air
dalam urin sedangkan kandungan natrium dalam urin tetap,akibatnya urin
menjadi pekat.
Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila
osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan
inhibisi ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi
cairan oleh ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi normal.
Terdapat berapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan tubuh
dan dapat menyebabkan sekresi ADH yang abnormal . Tiga mekanisme
patofisiologi yang bertanggung jawab akan SIADH , yaitu:
1. Sekresi ADH yang abnormal dari system hipofisis. Mekanisme ini
disebabkan oleh kelainan system saraf pusat, tumor, ensafalitis ,
sindrom guillain Barre. Pasien yang mengalami syok, status
asmatikus, nyeri hebat atau stress tingkat tinggi, atau tidak adanya
tekanan positif pernafasan juga akan mengalami SIADH.
2. ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar system
supraoptik – hipofisis , yang disebut sebagai sekresi ektopik (
misalnya pada infeksi).
3. Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami pemacuan
. bermacam-macam obat-obat menstimulasi atau mempotensiasi
pelepasan ADH . obat-obat tersebut termasuk nikotin ,
transquilizer, barbiturate, anestesi umum, suplemen kalium,
diuretic tiazid , obat-obat hipoglikemia, asetominofen ,
isoproterenol dan empat anti neoplastic : sisplatin, siklofosfamid,
vinblastine dan vinkristin. (Otto, Shirley 2003)

D. Manifestasi Klinik SIADH


Manifestasi yang berhubungan dengan SIADH adalah :
1. Hiponatremi, kebingungan, kesadaran menurun/letargi
sensitive koma, mobilitas gastrointestinal menurun (Anorexia).
2. Takhipnea.
3. Kelemahandan Letargi
4. Peningkatan BB
5. Sakit kepala
6. Mual dan muntah
7. Kekacauan mental dan Kejang.
8. Penurunan keluaran urine
Tanda dan gejala yang dialami pasien dengan SIADH tergantung
pada derajat lamanya retensi air dan hiponatremia misalnya:
1. Na serum >125 mEq/L.
a. Anoreksia
b. Gangguan penyerapan nutrisi
c. Kram otot
2. Na serum = 115 – 120 mEq/L.
a. Sakit kepala,
b. Perubahan kepribadian.
c. Kelemahan dan letargia.
d. Mual dan muntah
e. Kram abdomen
3. Na serum < 1115 mEq/L.
a. Kejang dan koma
b. Reflek tidak ada atau terbatas
c. Tanda babinski
d. Papiledema ( Sylvia, 2005)
E. Pathways
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Natrium serum menurun <15 M Eq/L.
2. Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.
3. Osmolalitas umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi.
Osmolalitas urin, dapat turun/biasa < 100 m osmol / L kecuali
pada SIADH dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum.
Berat jenis urin meningkat (< 1,020) bila ada SIADH.
4. Hematokrit (Ht dan Hb), tergantung pada keseimbangan cairan,
misalnya: kelebihan cairan melawan dehidrasi.
5. Osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi
natrium, natrium serum menurun sampai 170 M Eq / L.
6. Prosedur khusus: tes fungsi ginjal (nitrogen urea darah (blood
urea nitrogen / BUN, atau kadang disebut sebagai urea) dan
kreatinin).
7. Pengawasan di tempat tidur: peningkatan tekanan darah
(dilakukan pada pasien yang menjalani rawat inap dirumah sakit
dan pemantauan dilakukan untuk menghidari atau mencegah
terjadinya hal yang memperberat penyakit klien). (Sacher, Ronald
A.2004)
G. Komplikasi
Komplikasi atau gejala sisa dari SIADH, meliputi:
1. Hipourikemia
Hipourikemia adalah kadar urea dalam darah sangat rendah. Nilai
normal urea dalam darah adalah 20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah.
Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat.
Pada nekrosis hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak
dapat dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis, terjadi
pengurangan sintesis dan sebagian karena retensi air oleh sekresi
hormone antidiuretik yang tidak semestinya.
2. Overload Tipe Hipotonik
Lazim disebut “Keracunan Air”. Ketidakseimbangan cairan tubuh
dimana akan berada dalam keadaan hipotonik, disertai dengan
osmolaritas tubuh menurun. Sehingga didalam tubuh, cairan ekstraseluler
akan pindah ke kompartemen intraseluler. Terjadi expansi air berlebihan
diseluruh kompartemen cairan dan kadar elektrolit berkurang karena
dilusi (rendahnya elektrolit serum). Dalam kondisi berpindahnya cairan
seperti ini, tubuh sangat sulit mengkompensasinya. Faktor penyebab
tubuh menjadi overload hipotonik adalah SIADH (kumpulan gejala karena
malfungsi hormon antidiuretik)
3. Penurunan Osmolaritas (plasma)
Tekanan normal osmolaritas plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L.
Sementara penurunan osmolaritas plasma terjadi akibat Kerja hormon
ADH yang berlebihan dan gangguan pada ginjal dalam meekskresikan
cairan. Pada keadaan ini tertjadi perpindahan cairan dari ekstrasel ke
intrasel, termasuk ke sel otak. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
edema otak yang mana keadaan ini merupakan keadaan berat yang
dapat menyebabkan kejang dan penurunan kesadaran.
4. Hipokalemia
Nilai norman kalium dalam darah adalah (3,5 - 5,0 MEQ/L).
Penyebab utama kehilangan kalium adalah penggunaan obat-obatan
diuretik yang juga menarik kalium misalnya: tiazid dan furosemid)
(Tamsuri anas 2009).
5. Hipomagnesemia
Nilai normal magnesium dalam darah adalah (1,4 – 2,1 Mg/l).
Hipomagnesemia dapat terjadi karena penggunaan beberapa obat
dalam jangka waktu lama (diuretik, siplantin) (Tamsuri anas 2009).
Semua komplikasi atau gejala SIADH diatas bersifat sekunder dan
agak mirip. Pada banyak kasus beda antara gejala dan komplikasi
SIADH kurang jelas dan sulit dibedakan.

H. Penatalaksanaan
Pada umumnya pengobatan SIADH terdiri dari restriksi cairan
(manifestasi klinis SIADH biasanya menjadi jelas ketika mekanisme haus
yang mengarah kepada peningkatan intake cairan. Larutan hipertonis 3%
tepat di gunakan pada pasien dengan gejala neurologis akibat
hiponatremi. (Bodansky & Latner)
1. Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:
a. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang
ditunjukkan untuk mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH,
misalnya berasal dari tumor ektopik, maka terapi yang ditunjukkan
adalah untuk mengatasi tumor tersebut.
b. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan
Pada kasus ringan retensi cairan dapat dikurangi dengan
membatasi masukan cairan. Pedoman umum penanganan SIADH
adalah bahwa sampai konsentrasi natrium serum dapat
dinormalkan dan gejala-gejala dapatdiatasi. Pada kasus yang
berat, pemberian larutan normal cairan hipertonik (adalah cairan
infus yang osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum,
sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke
dalam pembuluh darah). Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin. Penggunaannya kontradiktif dengan
cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik,
Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk
darah (darah) dan albumin) dan furosemid (lasix) adalah terapi
pilihan.
c. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami
penurunan tingkat kesadaran (kejang, koma, dan kematian)
seperti pemantauan yang cermat masukan dan keluaran urine.
Kebutuhan nutrisi / diit dengan garam Na dan K dengan aman
terpenuhi dan dukungan emosional.
2. Rencana non farmakologi
a. Pembatasan cairan (pantau kemungkinan kelebihan cairan)
b. Pemberian diit dengan garam Na dan K dengan aman
3. Rencana farmakologi
a. Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah
b. Obat/penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan
vosopresin
c. Hiperosmolaritas, volume oedema menurun
d. Ketidakseimbangan system metabolic, kandungan dari hipertonik
saline 3 % secara perlahan-lahan mengatasihiponatremi dan
peningkatan osmolaritas serum (dengan peningkatan = overload)
cairan dengan cara penyelesaian ini mungkin disebabkan oleh
kegagalan jantung kongestif.
e. Pengobatan khusus = prosedur pembedahan
4. Penyuluhan yang dilakukan bagi penderita SIADH antara lain :
a. Pentingnya memenuhi batasan cairan untuk periode yang di
programkan untuk membantu pasien merencanakan masukan
cairan yang diizinkan (menghemat cairan untuk situasi social dan
rekreasi).
b. Perkaya diit dengan garam Na dan K dengan aman. Jika perlu,
gunakan diuretic secara kontinyu.
c. Timbang berat badan pasien sebagai indicator dehidrasi.
d. Indikator intoksikasi air dan hiponat : sakit kepala, mual, muntah,
anoreksia segera lapor dokter.
e. Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal,
potensial efek samping.Pentingnya tindak lanjut medis: tanggal
dan waktu.
f. Untuk kasus ringan,retreksi cairan cukup dengan mengontrol
gejala sampai sindrom secara spontan lenyap.Apabila penyakit
lebih parah,maka diberikan diuretik dan obat yang menghambat
kerja ADH di tubulus pengumpul.Kadang-kadang digunakan
larutan natrium klorida hipertonik untuk meningkatkan
konsentrasi natrium plasma. (Tisdale , James & Miller, Douglas .
2010)

I. Fokus pengkajian
1. Identitas pasien meliputi nama, umur, pekerjaan, dan alamat.
2. Riwayat penyakit dahulu adakah penyakit atau trauma pada kepala
yang pernah diderita klien,serta riwayat radiasi pada kepala.
3. Riwayat penyakit sekarang
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti sakit
kepala, demam, dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh
atau bertambah buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan stimulus apa
yang sering menimbulkan kejang.
4. Riwayat penyakit keluarga
riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit
menular.
5. Pantau status cairan dan elektrolit.
6. Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi dan
segera lakukan tindakan untuk mengatasinya.
7. Catat perubahan berat badan (BBI jika ada peningkatan dari 1 kg
laporkan pada dokter). Pengkajian Fisik:
a. Inspeksi: Vena leher penuh.
b. Perkusi: Penurunan refleks tendon dalam.
c. Auskultasi: Kardiovaskuler : Takikardia. (Doengoes,Marilyn C.
2003)

J. Diagnosa Keperawatan
1. Volume cairan berlebih berhubungan dengan sekresi ADH yang
berlebihan.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan absorbsi nutrisi dan natrium.
3. Retensi urine berhubungan dengan hiponatremia
4. Gangguan proses pikir berhubungan dengan penurunan kadar Na
(Diagnosa Keperawatan NANDA. 2005-2006)
K. Intervensi
1. Volume cairan berlebih berhubungan dengan sekresi ADH yang
berlebihan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan terjadi keseimbangan cairan dan
pengeluaran urin kembali seimbang.
Kriteria Hasil :
a. Volume cairan dan elektrolit dapat kembali dalam batas normal
b. klien dapat mempertahankan berat badan dan volume urin 800 –
2000 ml/hari
c. Input sama dengan output
Intervensi:
a. Pantau masukan dan haluaran cairan dan tanda tanda kelebihan
cairan setiap 1 – 2 jam.
Rasional: Catatan masukan dan haluaran membantu mendeteksi
tanda dini ketidakseimbangan
b. Catat seri Berat badan, bandingkan dengan pemasukan
pengeluaran
Rasional: Seri berat badan adalah indikator akurat status Volume
cairan. Keseimbangan cairan positif dengan peningkatan Berat
badan menunjukan retensi Cairan.
c. Evaluasi terjadinya takipnea,dispnea, peningkatan upaya
pernapasan dan beritahu dokter
Rasional: distensi abdomen dapat menyebabkan sesulitan
bernapas
d. Kaji sakit kepala,kram otot, kacau mental, disorientasi
Rasional: gejala menunjukan hiponatremia atau intoksikasi air
e. Pantau elektrolit atau osmolalitas serum resiko gangguan
signifikan bila serum Na kurang dari 125 mEq/L
Rasional: Untuk mengetahui keadaan natrium serum
f. Batasi masukan cairan.
Rasional: Mencegah intoksikasi air.
g. Monitor TTV
Rasional: Tanda-tanda vital menjadi indikasi dari kondisi klien.
h. Kolaborasi medis untuk pemberian obat-obatan.
Rasional: Untuk memberikan terapi medis pada klien
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan absorbsi nutrisi dan natrium.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan BB stabil,pasien bebas dari tanda-tanda
malnutrisi dan pasien dapat mengumpulkan energi untuk beraktivitas
kembali.
Kriteria Hasil :
a. Asupan nutrisi terpenuhi.
b. Asupan makanan dan cairan.
c. BB meningkat.
d. Kekuatan dapat terkumpul kembali.

Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
Rasional: mengidentifikasi atau menduga kemungkinan intervensi
yang akan di beriakan
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional: Mengawasi Jumlah kalori/ kualitas kekurangan konsumsi
makanan
c. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional: Memberikan informasi tentang keadaan masukan diet
atau penentuan kebutuhan nutrisi.
d. Buat pilihan menu yang ada dan ijinkan pasien untuk mengontrol
pilihan sebanyak mungkin.
Rasional: Untuk membuat klien meningkat kepercayaan dirinya dan
merasa mengontrol lingkungan lebih suka menyediakan makanan
untuk dimakan.
e. Berikan makanan tinggi kalori untuk peningkatan energi.
Rasional: Untuk meningkatkan atau mengembalikan tenaga klien
f. Tingkatkan makanan yang mengandung protein,vitamin dan besi
apabila dianjurkan.
Rasional: Untuk mempercepat proses pembentukan sel-sel yang
rusak
g. Pantau hasil pemeriksaan Lab. Misal: Hb/Ht, BUN, Albumin, Protein
dan elektrolit serum.
Rasional: meningkatkan efektivitas program pengobatan termasuk
sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
h. Konsul pada ahli gizi.
Rasional: memantau dalam membuat rencana diet untuk memenuhi
kebutuhan klien.
i. Kolaborasi, Berikan cairan IV hiperalimentasi dan lemak sesuai
indikasi1. Kaji BB.
Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi sampai masukan
oral dapat dimulai.
3. Retensi urine berhubungan dengan hiponatremia .
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam,
pengeluaran urin kembali normal
Kriteria hasil :
a. Volume urine kembali normal.
b. Urin dapat keluar dengan lancar.
c. Na serum dapat kembali normal.
Intervensi :
a. Kaji dengan mengidentifikasi dan penanganan penyebab yang
mendasari Rasional : memberikan petunjuk untuk intervensi dini
b. Batasi masukan cairan. Rasional : menjaga keseimbangan cairan
tubuh.
c. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan apabila tiba-tiba
dirasakan. Rasional: meminimalkan retensi urine distensi yang
berlebihan pada kandung kemih.
d. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih, perhatikan
penurunan haluaran urine dan perubahan berat jenisnya Rasional:
retensi urin meningkatkan tekanan saluran perkemihan atas, yang
mempengaruhi fungsi ginjal.
e. Observasi aliran urin, perhatikan ukuran dan kekuatannya. Rasional:
berguna untuk mengevaluasi kemungkinan penyebab obstruksi dan
pilihan intervensi
f. Perhatikan pola berkemih dan awasi keluaran urine. Rasional: dapat
mengidentifikasi retensi urine bila berkemih sering dalam jumlah
sedikit
g. Periksa residu volume urin, setelah berkemih bila di indikasikan
Rasional: Tidak dapat mengosongkan kandung kemih secara lengkap
bisa meningkatkan kemungkinan infeksi dan nyeri.
h. Pemberian lasix atau furosemid untuk memudahkan pengeluaran
cairan.
Rasional : untuk mempermudah pengeluaran urin.
4. Gangguan proses pikir berhubungan dengan penurunan kadar Na.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan tingkat kesadaran dapat meningkat kembali.
Kriteria hasil :
a. Pasien mampu berkomunikasi dengan baik.
b. Pasien bisa meningkatkan konsentrasinya.
c. Orientasi pasien kembali normal.
d. Proses informasi bisa kembali lancar.
Intervensi:
a. Kaji keadaan umum pasien. Rasional: untuk mengetahui tingkat
kesadaran akibat hiponatrimea
b. Pantau tentang kebingungan, dan catat tingkat anxietas
pasien.Rasional: Rentang perhatian untuk berkonsentrasi mungkin
memendek secara tajam yang berpotensi terhadap terjadinya
ansietas yang mempengaruhi prose pikir pasien
c. Batasi aktivitas pasien dalam batas-batas wajar untuk
mengumpulkan energi. Rasional: Tingkah laku yang sesuai tidak
akan memerlukan energi yang banyak dan mungkin bermanfaat
dalam proses belajar struktur internal.
d. Monitor TTV. Rasional: Tanda-tanda vital menjadi indikasi dari
kondisi klien
e. Monitor fungsi ginjal Rasional: untuk mengetahui keadaan ginjal
karena hiponatremi
f. Kurangi stimulus yang merangsang, kritik yang negatif, argumentasi,
dan konfrontasi Rasional: Menurunkan resiko terjadinya respon
penolakan atau pertengkaran
g. Ajarkan untuk melakukan teknik relaksasi. Rasional: Dapat
membantu memfokuskan kembali perhatian klien dan untuk
menurunkan ansietaspada tingkat yang dapat ditanggulangi.
h. Pertahankan harapan realitas dari kemampuan pasien untuk
mengontrol tingkah lakunya sendiri, memahami, dan mengingat
informasiKaji keadaan umum pasien. Rasional: Penting untuk
mmepertahankan harapan dari kemampuan untuk mempertahankan
harapan,dan meningkatkan aktivitas rehabilitasi
(Diagnosa Keperawatan NANDA. 2005-2006)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. SIADH adalah gangguan yang berhubungan dengan peningkatan
jumlah ADH akibat ketidakseimbangan cairan.
2. Produksi dari vasopressin oleh sel tumor (seperti bronkogenik,
pankreatik, kanker prostate dan limfoma dari duodenum, tymus dan
kandung kemih adalah yang paling umum sering meyebabkan
SIADH).
3. Manifestasi dari SIADH adalah hiponatremi
4. Komplikasi atau gejala sisa dari SIADH
a. hipourisemia
b. overload cairan
c. penurunan levels klorida (plasma atau serum)
d. penurunan Osmolaritas (plasma)
e. hipokalemia
f. hipomagnesemia
g. peningkatan level Natrium (urin)
5. Patofisiologi SIADH ada tiga mekanisme:
a. Sekresi ADH yang abnormal dari sistem hipofisis
b. ADH atau subtansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar sistem
supraoptik-hipofisis, yang disebut sebagai sekresi ektopik.
c. Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami kemajuan
karena bermacam-macam obat yang menstimulasi pelepasan ADH.
6. Penatalaksanaan SIADH dibagi menjadi tiga kategori :
a. Pengobatan penyakit yang mendasari
b. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan
c. Asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penuruan
kesadaran seperti pemantauan yang cermat masukan dan keluaran
urin
B. Saran
Dengan adanya makalah tentang penyakit SIADH ini diharapkan kita sebagai
perawat dapat memahami hal-hal yang berhubungan tentang penyakit ini sehingga
kita dapat memberika asuhan keperawatan dengan baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Ellen, Lee, dkk, 2000, Pathofisiology, Phiadelpia: W, B, Soundres.

Black M. Matassarin and Jacob M.Ester, 1997. Medical Surgical Nursing Ed.3 .

Philadelphia : W.B. sounders.

Corwin,J.Elizabet. 2001. Patofisiologi:Sistem Endokrin. Jakarta : EGC.

Doengoes,Marilyn C. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3.

Jakarta : EGC.

Price,Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :

EGC.

Otto, shirley E. 2003.Buku saku keperawatan onkologi. Jakarta: EGC.

Source - Diseases Database from http://www.wrongdiagnosis.com. Diakses

Tisdale , James & Miller, Douglas . 2010. Drug-Induced Diseases: Prevention,

Detection, and Management, page 892. U.S : heartside publishing.

Grabe, Mark A dkk. 2006. Buku saku dokter keluarga. Jakarta:EGC.

Sacher, Ronald A. 2004. Tinjauan kasus hasil pemeriksaan laboratorium.

Jakarta: EGC

Barbara K.Timby.2000.KeterampilanDasardan KonsepdiPerawatan Pasien.

Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai