KEGAWATDARURATAN
Tentang :
Trauma Muskulosjeletal
Disusun Oleh
Meysa Sri Wenita 17001002
Dosen Pembimbing :
Ns. Weddy Martin S.Kep M.Kep
1
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan tuntas
tanpa adanya bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
terdapat banyak kekurangan baik dari segi bahasa, materi, maupun dari segi
lainnya. Kami sangat mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun,
khususnya dari dosen mata Kegawatdaruratan demi terciptanya kesempurnaan dan
untuk memperbaiki makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi bagi para pembaca khususnya para mahasiswa STIKes Ceria
Buana.
2
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR...........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................4
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................4
1.3 Tujuan .......................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................6
2.1 Konsep Medis............................................................................................6
2.1.1.............................................................................................Pengertian
.............................................................................................................6
2.1.2.................................................................................................Etiologi
.............................................................................................................6
2.1.3............................................................................................Klasifikasi
.............................................................................................................7
2.1.4.........................................................................................Patofisiologi
.............................................................................................................7
2.1.5................................................................................Manifestasi Klinis
.............................................................................................................8
2.1.6...........................................................................................Komplikasi
.............................................................................................................9
2.1.7.......................................................................Pemeriksaan Penunjang
.............................................................................................................9
2.1.8...................................................................................Penatalaksanaan
.............................................................................................................9
2.2 Konsep Keperawatan...............................................................................12
2.2.1............................................................................................Pengkajian
...........................................................................................................12
3
2.2.2................................................................................Pemeriksaan Fisik
...........................................................................................................14
2.2.3.......................................................................Pemeriksaan Diagnostik
...........................................................................................................15
2.2.4........................................................................Diagnosis Keperawatan
...........................................................................................................17
2.2.5..............................................................................................Intervensi
...........................................................................................................17
BAB III PENUTUP............................................................................................22
3.1 Kesimpulan..............................................................................................22
3.2 Saran.........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
4
Cedera pada tulang dapat menimbulkan patah tulang (fraktur) dan dislokasi
(Wijaya, 2019, p. 204).
Trauma pada tulang skeletal dapat menyebabkan nyeri,
mempengaruhi aktivitas seseorang untuk beraktivitas sehari-hari, dan pada
beberapa kasus dapat mengancam jiwa atau menyebabkan kecacatan. Tujuan
perawatan pada pasien trauma untuk menyelamatkan kehidupan pasien,
mempertahankan fungsi dan mencegah disability jangka panjang. Pasien
harus mendapatkan pengkajian primer untuk menyingkirkan masalah pada
airway, breathing, circulation, dan disability sebelum terfokus pada kondisi
cedera spesifik yang terjadi(Sheehy, 2018, p. 377)
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengetahui pengertian dari trauma musculoskeletal ?
2. Apa saja yang menjadi penyebab dari trauma musculoskeletal ?
3. Mengetahui apa saja manifestasi klinis dari trauma musculoskeletal?
4. Mengetahui apa saja patofisiologi dari trauma musculoskeletal?
5. Apa saja Klasifikasi dari trauma musculoskeletal?
6. Apa saja komplikasi dari trauma musculoskeletal?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada trauma
musculoskeletal?
8. Bagaimana penatalaksanaannya ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Agar mampu memahami pengertian dari trauma musculoskeletal dan
penyebabnya.
2. Agar mampu memahami apa saja manifestasi klinis dari trauma
musculoskeletal.
3. Agar mampu memahami patofisiologi dari trauma musculoskeletal
4. Agar mampu memahami Klasifikasi dari trauma musculoskeletal
5. Agar mampu memahami memahami komplikasi dari trauma
musculoskeletal
6. Agar mampu memahami pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada
trauma musculoskeletal
5
7. Agar mampu memahami memahami penatalaksaannya
8. Agar mampu memahami diagnosa dan intervensi dari trauma
musculoskeletal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
disfungsi di bagian struktur di sekitarnya dan pada bagian yang
dilindungi dan penyangganya (Wijaya, 2019, p. 204)
2.1.2 Etiologi
Faktur dapat terjadi karena beberapa penyebab antara lain Helmi (2012)
adalah :
1. Fraktur akibat peristiwa traumatic
Disebabkan trauma yang tiba-tiba mengenai tulang yang sangar
keras
2. Fakturpatologis
Disebabkan adanya kelainan tulang keliana, patologis di dalam
tulang
3. Fraktur stress
Disebabkan oleh trauma yang terus menerus
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi trauma muskoloskeletal dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Trauma jaringan lunak
Jaringan lunak merupakan semua jaringan yang ada pada
tubuh kecuali tulang. Trauma ini mencangkup otot, pembuluh
darah, kulit, tedon, ligament, dan saraf. Trauma ini dibedakan dari
yang ringan seperti lutut tergores, hingga kritis yaitu mencakup
perdarahan internal, yang melibatkan kulit dan otot-otot.
2. Faktur
Patah tulang mengakibatkan gangguan tulang parsial atau
total. Faktur diklasifikasi menjadi 2 yaitu :
a. Faktur tertutup adalah dimana tulang patah penetrasi kulit atau
koneksi dengan permukaan luar
b. Faktur terbuka adalah dimana luka pada kulit atau jaringan ikat
di atasnya ada paparan dari patah tulang.
3. Dislokasi
7
Dislokasi adalah perpindahan dari tulang pada sendi yang
mengakibatkan tidak normalnya ligament sekitar sendi. Ketika ada
pemisahan abnormal pada sendi dimana dua atau lebih tulang
bertemu.
Gejala dislokasi yaitu :
a. Gerak terbatas bahkan hilang
b. Nyeri saat bergerak
c. Mati rasa di sekitar area
d. Parathesia dan perasaan geli di bagian badan
2.1.4 Patofisiologi
Fraktur terjadi ketika interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya
disertai cidera jaringan sekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah,
dan persyarafan. Tulang yang sudah rusak mengakibatkan periosteum
pembuluh darah pada korteks dan sumsum tulang, proses penyembuhan
untuk memperbaiki cidera dan tahap awal pembentukan tulang.
Berbeda dengan jaringan lainnya, tulang mengalami regenerasi tanpa
menimbukan bekas luka.
2.1.5 Manifestasi Klinis
1. Fraktur
a. Deformitas
Pembengkakkan dari perdarahan lokal dapat
menyebabkan deformitas pada lokasi fraktur. Deformitas
merupakan perubahan bentuk, pergerakan tulang menjadi
memendek di karena kuatnya tarikan otot-otot
ekstermitas. (Joyce M Black, 2014)
b. Nyeri
Nyeri biasanya terus menerus akan menigkat jika
fraktur tidak diimobilisasi. (Brunner, 2001)
c. Pembengkakkan atau edema
8
Edema terjadi akibat akumulasi cairan serosa pada
lokasi fraktur serta ekstravasasi cairan serosa pada lokasi
fraktur ekstravasi darah ke jaringan sekitar.
d. Hematom atau memar
Memar biasanya terjadi di karena perdarahan subkutan
pada lokasi fraktur.
e. Kehilangan fungsi dan kelainan gerak. (Joyce M Black, 2014)
2. Strain
a. Nyeri
b. Kelemahan otot
c. Pada sprain parah, otot atau tendon mengalami ruptur secara
parsial atau komplet bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan
pasien akibat hilangya fungsi otot. (Joyce M Black, 2014)
3. Sprain
a. Adanya robekan pada ligamen
b. Nyeri
c. Hematoma atau memar. (Joyce M Black, 2014)
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari trauma musculoskeletal
adalah sindrom kompartemen akut yaitu peningkatan tekanan jaringan
intrastitial yang berkepanjangan menyebabkan gangguan perfusi dan
kerusakan jaringan. Terkait dengan peningkatan premeabilitas
pembuluh darah dan kebocoran plasma ke ruangan itraseluler
menyebabkan tekanan lebih lanjut pada otot dan saraf.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray menentukan lokasi atau luasnya fraktur
2. Scan tulang : mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler pada perdarahan; penigkatan lekosit sebagai respon
terhadap peradangan
9
4. Kretinin : trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk kliens
ginjal
5. Profil koagulas : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi darah atau cedera. (Amin Huda Nurarif, 2015)
2.1.8 Penatalaksanaan
1. Fraktur
a. Imobilisasi
Imobilisasi bisa dilakukan dengan metode eksternal dan
internal, mempertahankan dan mengembalikan fungsi status
neurovaskuler selalu dipantau diantaranya, nyeri, peredaran
darah, perabaan dan gerakan. Perkiraan waktu untuk
imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang
mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan. (Amin Huda Nurarif,
2015).
10
itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan gips akan
menjadi keras.
b. Reduksi
Langkah pertama dalam penanganan fraktur yang
bergeser adalah reduksi. Reduksi fraktur berarti
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi. Reduksi adalah manipulasi tulang untuk
mengembalikan kelerusan, posisi dan panjang dengan menge
mbalikan fragmen tulang sedekat mungkin serta tidak semua
fraktur harus direduksi. (Joyce M Black, 2014). Reduksi
terbagi atas dua bagian, yaitu :
1. Reduksi tertutup
reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Reduksi tertutup harus segera dilakukan agar dapat
menimalkan efek deformitas dari cedera
tersebut. (Brunner, 2001)
2. Reduksi terbuka
Reduksi terbuka adalah prosedur bedah dimana
fragmen fraktur di luruskan/disejajarkan. Reduksi terbuka
sering kali dikombinasikan dengan fiksasi internal untuk
fraktur femur dan sendi. Alat fiksasi internal dalam bentuk
pin, sekrup, plat, kawat, paku atau batangan logam dapat
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang. (Brunner, 2001)
c. Traksi
Traksi merupakan pemberian gaya tarik yang di
lakukan terhadap bagian tubuh yang cedera, sementara
kontratraksi akan menarik ke arah yang berlawanan. Traksi
digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
11
Beratnya trasi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi. (Brunner, 2001)
2. Strain
a. Istirahan, kompres dengan air dingin dan elevasi (RICE) untuk 24-48 jam
pertama
b. Perbaikan bedah mungkin diperlukan jika robekan terjadi pada hubungan
tendon-tulang
c. Pemasangan balut tekan
d. Selama penyembuhan (4-6 minggu) gerakan dari cedera harus
diminimalkan. (Joyce M Black, 2014)
3. Sprain
a. Istirahat akan mencegah cedera tambahan dan mempercepat penyembuhan
b. Meninggikan bagian yang sakit akan mengontrol pembengkakan
c. Kompres air dingin, diberikan secara intermiten 20-30 menit selama 24-48
jam pertama setelah cedera. Kompres air dingin dapat mengurangi
perdarahan dan edema (Jangan berlebihan nanti akan mengakibatkan
kerusakan kulit). (Brunner, 2001)
2.2 Konsep Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1. Anamnesis
Pengkajian ini sangatlah penting untuk mengetahui apakah
penderita mengalami cedera dibagian ekstremitas atau tidak dan
mekanisme traumapun bisa menyebabakan cedera dibagian
ektremitas yang tampak tidak jelas pada pemeriksaan awal.
Anamesa ini dilakukan pada saat korban sadar dan apabila korban
tidak memiliki riwayat trauma maka dapat dikatakan korban
mengalami fraktur patologis.
Jika penolong cukup banyak, anamesa dapat dilakukan
bersamaan dengan primary survey. Apabila penolong terbatas tidak
dianjurkan untuk melakukan anamesa sebelum penolong
12
memeriksa adanya gangguan airway, breathing, dan sirkulasi serta
mengatasinya.Pada saat pengkajian Trauma harus diperjelas:
Kapan terjadinya trauma, Trauma berada dibagian mana, Jenis
trauma, Arah trauma, Berat ringanya trauma, dan ekstremitas yang
bersangkutan atau bagian tubuh pasien yang terkena
trauma.Kemudian periksa kembali bagian trauma ditempat lain
secara sistemik mulai dari kepala, muka, leher, dada dan perut.
13
Pada saat pemeriksaan sekunder yang perlu dilakukan adalah:
a. Inspeksi (look): Raut wajah penderita, Lihat kulit, Jaringan lunak, Cara
berjalan, duduk, tidur, Tulang dan Sendi. Mencari deformitas, memar,
pembengkakan dan luka terbuka.
b. Palpasi (Feel): Suhu kulit dingin atau panas, adakah spasame otot, denyut
nadi teraba atau tidak, nyeri tekan saat disentuh dan rasakan area yang
cedera untuk memeriksa adakah deformitas.
c. Kekuatan otot (Power): Grade 0,1,2,3,4,5 (Lumpuh S/D Normal)
d. Pergerakan (Move): Penilaian dilakukan untuk mengetahui adanya Range
Of Motion (ROM), Pergerakan sendi: Adduksi, Ekstensi, Fleksi, dan lain-
lain. Apabila terjadinya fraktur tidak boleh dilakukan sebelum diberikan
fiksasi yang tepat.
e. Pengkajian ini dilakukan menggunakan 5 P:
1. Pain (PQRST)
2. Pulse
3. Polor (Warna)
4. Paralisis
5. Parasetesia
Kemudian mencari adanya kemungkinan
komplikasi umum seperti syok pada Fraktur pelvis,
Fraktur multiple, Fraktur terbuka: Tanda-tanda sepsis
pada Fraktur terbuka yang mengalami infeksi. (Pirton.L,
2015)
2.2.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terbagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemerksaan lokal. (Zairin,
2016)
1. Gambaran Umum
a. Keadaan Umum: Mencatat baik atau buruknya tanda-tanda
keadaan penderita seperti:
14
1. Kesadaran Penderita : Sopor, apatis, komah, gelisah,
komposmentis tergantung dari keadaan pasien.
2. Keadaan penyakit, kesakitan: Ringan, sedang, berat, akut,
berat dan kasus fraktur biasanya akut.
b. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk
b. Pemeriksaan dari kepala ke ujung jari tangan/kaki
2. Keadaan Lokal :
a. Look
Perhatikan apa yang dapat dilihat, antara lain adanya
suatu deformitas, jejas, terlihat adanya tulang yang keluar dari
jaringan lunak, sikatrik, benjolan, warna kulit, pembengkakan,
atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa serta posisi dan
bentuk dari ekstermitas. Adanya luka kulit, perubahan warna
dibagian distal luka meningkatkan kecurigaan adanya fraktur
terbuka. diinsturuksikan untuk menggerakan bagian distal lesi,
bandingkan dengan sisi yang sehat.
b. Feel
Sangat penting memperhatikan respon pasien pada saat
melakukan palpasi. Adanya respon nyeri atau suatu
ketidaknyamanan dari pasien sangat menentukan kedalam
dalam melakukan palpasi. Ada beberapa hal yang harus
diperiksa, yaitu, fluktuasi pada pembengkakan , nyeri tekan,
suhu disekitar trauma, catat letak kelainan (1/3 Proksimal,
tengah, atau distal) dan Krepitasi. Jika ada benjolan perlu
dideskripsikan permukaanya, konsistensinya, pergerakannya,
permukaanya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c. Move: Menilai adanya gerakan abnormal (ROM). Mencatat
gerakan untuk mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
Pemeriksaan ini di lakukan untuk menentukan apakah ada
15
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat
adalah gerakan pasif dan aktif.
2.2.3 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini sebagai penunjang pada diagnosis fraktur,
pemeriksaan yang penting adalah menggunakan sinar rontgen (x-
ray). Untuk mendapatkan gambar 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
atau PA dan lateral. Dalam keadaan ini diperlukan proyeksi
tambahan (khusus) dan adanya indikasi untuk memperlihatkan
patologi yang dicari karena adanya super posisi, permintaan x-ray
harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksa penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
16
c. Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehydrogenase
(LDH-5), aspartat amino transferase (AST), aldolase
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
4. Pemeriksaan lainnya
a. Pemeriksaanmikroorganismekulturdantessensitivitas
b. Biopsy tulangdanotot
c. Elektromiografi
d. Indium imaging
e. MRI
2.2.4 Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan
cedera fisik (Cedera jaringan lunak)
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler dan muskuloskeletal, nyeri post operasi.
3. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik,
medikasi, bedah perbaikan, perubahan pigmentasi, dan perubahan
sensasi. (Pirton.L, 2015)
2.2.5 Intervensi
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (mis. Amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
a. Tujuan : pain level, pain control and comfort level
b. Kriteria hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri dan mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
17
c. Intervensi
Pain management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termaksud
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitas
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
6. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
7. Kurangi faktor presipitasi nyeri
8. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
nonfarmakologi dan interpersonal)
9. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
10. Ajarkan tentang tehnik nonfarmakologi
11. Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri
12. Evaluasi ketidakefektifan kontrol nyeri
13. Tingkatkan istirahat
14. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
15. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
d. Analgesik manajemen
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
18
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian dan dosis
optimal
7. Pilih rute secara IV, IM, untuk pengobatan nyeri secara
teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala. (Amin
Huda Nurarif, 2015)
2. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang,
penurunan kekuatan otot, gangguan muskuloskeletal dan nyeri
a. Tujuan : Joint movement (active), mobility level, self care
(Adls)
b. Kriteria hasil :
1. Klien meningkatkan dalam aktivitas fisik
2. Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas
3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan
kekuatan dan kemampuan berpindah
4. Memperagakan penggunaan alat
c. Intervensi :
1. Monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan
lihat respon pasie saat latihan
2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
ambulasi sesuai dengan kebutuhan
3. Bantu pasien untuk menggunakan tongkat saat berjalan
dan cegah terhadap cedera
19
4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang tehnik
ambulasi
5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan Adls secara
mandiri sesuai kemampuan
7. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan pasien
8. Berikan alat bantu jika klien memerlukan
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan. (Amin Huda Nurarif, 2015)
3. Kerusakan integritas kulit b.d tekanan pada tulang, gangguan turgor
kulit dan fraktur terbuka
a. Tujuan : Tissue integrity (skin and mucous), membranes and
hemodyalis akses
b. Kriteria hasil :
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,
elastisitas, temperatur, hidrasi dan pigmentasi) tidak ada
luka atau lesi pada kulit dan perfusi jaringan baik
2. Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang
3. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembapan kulit dan perawatan alami
c. Intervensi :
Pressure management
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
longgar
2. Hindari kerutan pada tempat tidur
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
sekali
5. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
20
6. Monitor status nutrisi pasien
7. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
d. Insision site care
1. Membersihkan, memantau dan menigkatkan proses
penyembuhan pada kulit luka yang ditutup dengan jahitan,
klip atau straples
2. Monitor proses kesembuhan area insisi
3. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi
4. Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan
lidi kapas steril dan gunakan preparat antiseptic sesuai
program
5. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program.
21
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Sistem musculoskeletal merupakan sistem yang terdiri dari otot,
tulang, tendon, ligament kartilago, facia dan brusae serta persendian. Trauma
merupakan keadaan ketika mengalami cedera sehingga mengakibatkan
trauma yang disebabkan sering terjadi adalah kecelakaan lalu lintas, olahraga,
industri, dan pekerjaan rumah tangga. Trauma musculoskeletal kondisi
dimana seorang mengalami cedera atau trauma pada system muskoloskeletal
yang mengakibatkan disfungsi di bagian struktur di sekitarnya dan pada
bagian yang dilindungi dan penyangganya.
Ketika terjadi trauma muskuloskeletal harus segera ditangani karena
jika tidak ditangani secara dini maka akan menyebabkan kerusakan yang
lebih parah. Imobilisasi, reduksi dan traksi untuk fraktur merupakan
penatalaksanaan untuk pasien fraktur. Imobilisasi dini harus dilakukan untuk
mencegah deformitas dan sebagai penyangga tulang yang patah. Ketika
dicurigai adanya fraktur cervical, maka pasang neck collar untuk membatasi
gerakkan leher sehingga tidak memperburuk keadaan leher. Jika fraktur
terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah
kontaminasi bakteri.
3.2 Saran
22
1. Untuk mahasiswa, agar melakukan tindakan sesuai dengan prosedur dan
mempersiapkan diri dengan baik sebelum melakukan tindakan agar tidak
terjadi kesalahan yang fatal.
2. Untuk tenaga kesehatan (perawat), ketika memberikan pelayanan
kesehatan pada pasien selalu mengutamakan keamanan. Baik pada pasien
itu sendiri maupun pada perawat, dengan selalu menggunakan APD dan
SOP yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Alsheihly, A. S. and Alsheikhly, M. S. (2018) ‘Musculosceletal Ijuri: Type and
Management. Jakarta: Salemba Medika.
Burner dan Sudarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah. Jakarta;
EGC.
Helmi, Zairin Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskulokeletal. Jakarta :
Salemba Medika.
Herdman Heather T dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda Internasional Defining
The Knowledge Of Nursing Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2015- 2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Lumbantoruan, P., & Nazmudin. 2015. BTCLS dan Disaster Management.
Tanggerang Selatan: Medhatama Restyan.
M Black Joyce dan Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medical Bedah
Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan. Jakarta; CV Pentasada
Media Edukasi.
Nuririf Huda Amin dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 2.Jogjakarta;
Medication Jogja.
Sheehy. (2018). Keperawatan Gawat Darurat Dan Berencana. Singapura:
Elsevier.
23
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi Indikatator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan; Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Wijaya, Saferi Andra. (2019). Kegawatdaruratan Dasar. Jakarta: CV. Trans Info
Media.
Yanti Ruly Hutabarat dan Chandra syah Putra. 2016. Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan. Bogor; IN MEDIA.
Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskulokeletal. Jakarta : Salemba
Medika.
24