Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

INFEKSI ORGAN REPRODUKSI PRIA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Sistem Reproduksi II

Disusun Oleh
Nama : Meysa Sri Wenita
BP : 17001002

Dosen Pembimbing :
SAMSI NARTI S. ST. M.KM

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CERIA BUANA
Tahun 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua yang berupa ilmu
dan amal. Dan berkat rahmat serta hidayahnya pula, penulis dapat menyelesaikan
makalah Sistem ReproduksiII dengan judul “Infeksi organ reproduksi pria” tepat
pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan tuntas
tanpa adanya bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Samsi Narti S.ST. M.KM selaku dosen pembimbing
mata kuliah Sistem Reproduksi II.
2. Teman-Teman Program Studi Ilmu Keperawatan STKes
Ceria Buana.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
terdapat banyak kekurangan baik dari segi bahasa, materi, maupun dari segi
lainnya. Kami sangat mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang
membangun, khususnya dari dosen mata kuliahSistem Reproduksi demi
terciptanya kesempurnaan dan untuk memperbaiki makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi bagi para pembaca khususnya
para mahasiswa STIKes Ceria Buana.

Lubuk Basung, 21 Juni 2021

Meysa Sri Wenita

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI......................................................................................3
2.1 Balanitis..........................................................................................................3
2.1.1 Definisi ..............................................................................................3
2.1.2 Penyebab balanitis..............................................................................3
2.1.3 Gejala Balanitis..................................................................................4
2.1.4 Pengobatan Balanitis..........................................................................4
2.1.5 Komplikasi Balanitis..........................................................................5
2.1.6 Pencegahan Balanitis..........................................................................5
2.2 Uretritis...........................................................................................................6
2.2.1 Definisi..................................................................................................6
2.2.2 Penyebab Uretritis.................................................................................6
2.2.3 Gejala uretritis.......................................................................................7
2.2.4 Pencegahan Uretritis.............................................................................7
2.2.5 Komplikasi Uretritis..............................................................................8
2.3 Prostatitis........................................................................................................8
2.3.1 Definisi..................................................................................................8
2.3.2 Penyebab...............................................................................................9
2.3.3 Hasil anamnesa dan gejala....................................................................9
2.3.4 Pemeriksaan penunjang........................................................................10
2.3.5 Penatalaksanaan....................................................................................10
2.4 Epididimitis....................................................................................................10
2.4.1 Definisi..................................................................................................10
2.4.2 Penyebab...............................................................................................11
2.4.3 Hasil anamnesa dan gejala....................................................................11

3
2.4.4 Pemeriksaan penunjang........................................................................11
2.4.5 Penatalaksanaan....................................................................................11
2.5 Orchitis...........................................................................................................12
2.5.1 Definisi..................................................................................................12
2.5.2 Penyebab...............................................................................................12
2.5.3 Hasil anamnesa dan gejala....................................................................12
2.5.4 Pemeriksaan penunjang........................................................................12
2.5.5 Penatalaksanaan....................................................................................12
BAB III PENUTUP....................................................................................................13
3.1 Kesimpulan....................................................................................................13
3.2 Saran...............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................14

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Organ reproduksi merupakan salah satu hal penting dalam
kehidupan setiap manusia. Dulu, pembicaraan tentang organ reproduksi
masih sangat tabu, bukan berarti sekarang sudah tidak lagi hanya saja
masih ada kalangan orang yang menganggap hal itu tidak pantas untuk
dibicarakan. Promosi kesehatan reproduksi pada remajapun sering
dikonotasikan sebagai pendidikan seks di mana sebagian masyarakat di
Indonesia masih menganggap tabu hal ini. Telah banyak berita-berita
yang tersiar melalui media elektronik ataupun media cetak yang
memuat berita tentang kesehatan reproduksi dan kaitannya dengan seks.
Sekarang, informasi tentang seks dapat diperoleh dan diakses dengan mudah
melalui internet. Bila tidak didasari dengan pengetahuan yang cukup,
mencoba hal baru yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi bisa
memberikan dampak yang akan menghancurkan masa depan remaja dan
keluarga.
Menurut Barbara Nash dan Patricia Gilbert, organ-organ reproduksi
merupakan subyek dari berbagai penyakit. Untuk mencegah hal tersebut
pengetahuan dan pemahaman sejak dini tentang organ reproduksi dan
kesehatan reproduksinya merupakan hal yang sangat penting bagi setiap
remaja baik pria maupun wanita sehingga ia akan lebih mampu menjaga
kesehatan reproduksinya.1
Untuk itu, perempuan dan laki-laki perlu meningkatkan
pengetahuannya mengenai kesehatan reproduksi agar tercipta kondisi
kesehatan reproduksi yang optimal. kesehatan reproduksi yang dimaksud
yaitu suatu keadaan yang sejahtera baik secara fisik, mental dan sosial secara
utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal
yang berkaitan dengan sistem reproduksi serta fungsi dan prosesnya.2
Namun demikian, survei-survei telah banyak membeberkan

5
pengabaian dan kecerobohan untuk menghargai kesehatan organ reproduksi
yang cenderung sering mengakibatkan penderitaan fisik dan emosional
dengan kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi-infeksi dan penyakit-
penyakit yang merusak sehingga berpotensi mengancam hidup merupakan
konsekuensi dari kurangnya pengetahuan atau kesalahan dalam memperoleh
informasi mengenai hal tersebut.

Mengenai permasalahan itu, sangat diharapkan setiap orang dari usia


yang relatif muda (remaja) memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik
tentang hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya. Elizabeth B.
Hurlock menjelaskan bahwa rentangan usia remaja antara 13-21 tahun;
yang kemudian dibagi pula menjadi 2 masa yaitu masa remaja awal usia
13/14 tahun sampai 17 tahun dan remaja akhir 17 sampai 21 tahun.3
1.2 Rumusan masalah
1. Jelaskan tentang Balanitis dalam gangguan system reproduksi pria ?
2. Jelaskan tentang Uretritis dalam gangguan system reproduksi pria ?
3. Jelaskan tentang Prostatitis dalam gangguan system reproduksi pria ?
4. Jelaskan tentang Epididimitis dalam gangguan system reproduksi pria ?
5. Jelaskan tentang Orchitis dalam gangguan system reproduksi pria ?
1.3 Tujuan
1 Untuk mengetahui tentang Balanitis dalam gangguan system reproduksi pria
2 Untuk mengetahui tentang Uretritis dalam gangguan system reproduksi pria
3 Untuk mengetahui tentang Prostatitis dalam gangguan system reproduksi
pria
4 Untuk mengetahui tentang Epididimitis dalam gangguan system reproduksi
pria
5 Untuk mengetahui tentang Orchitis dalam gangguan system reproduksi pria

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Balanitis
2.1.1 Definisi
Balanitis adalah peradangan pada kulup atau kepala penis. Kondisi
ini ditandai dengan kepala penis yang tampak memerah dan membengkak
akibat infeksi bakteri, infeksijamur, atau alergi.
Penyakit balanitis dapat dialami oleh siapa saja, terutama anak
berusia di bawah 4 tahun dan laki-laki dewasa yang belum disunat.
Meskipun demikian, kondisi ini juga dapat dialami oleh laki-laki
dewasa atau pun bayi yang telah disunat. Balanitis bukanlah kondisi
yang serius dan dapat sembuh dalam waktu beberapa hari dengan
penanganan yang tepat
2.1.2 Penyebab Balanitis

Penyebab balanitis yang paling umum adalah infeksi


bakteri atau jamur. Infeksi dapat terjadi ketika kepala penis atau kulup
tidak dibersihkan secara rutin, sehingga menimbulkan iritasi dan
menyebabkan pertumbuhan jamur atau bakteri. Jika dibiarkan, kondisi
ini dapat memicu peradangan.

Selain infeksi, balanitis juga bisa disebabkan oleh berbagai


faktor lain, seperti:

Penggunaan sabun batang yang membuat kulit penis mudah kering dan
iritasi.

Alergi terhadap pelumas atau kondom berbahan lateks.

7
Konsumsi obat-obatan tertentu, seperti obat pencahar, obat pereda
nyeri, dan antibiotik.

Infeksi menular seksual, seperti sifilis, trikomoniasis, dan gonore.

Kelainan pada kulit, seperti eksim dan psoriasis.

Cedera di bagian ujung penis atau kulup.

Penyakit atau kelainan tertentu, seperti diabetes dan fimosis.

Obesitas.
2.1.3 Gejala Balanitis

Gejala utama balanitis adalah kemerahan dan pembengkakan di


kepala penis atau kulup. Ujung penis yang membengkak dapat
menyebabkan saluran kemih tertekan dan penderitanya merasakan nyeri
ketika buang air kecil.

Balanitis juga memiliki beberapa gejala tambahan, seperti:

 Penis terasa gatal dan seperti terbakar.

 Keluar cairan berwarna kekuningan dan berbau dari penis.

 Kulup terasa kencang.

 Muncul benjolan di pangkal paha akibat pembengkakan kelenjar


getah bening.
2.1.4 Pengobatan Balanitis

8
Penyakit balanitis dapat ditangani melalui terapi obat. Jenis obat yang
digunakan tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Obat-obatan
yang umum diberikan adalah:

 Antibiotik
Antibiotik digunakan untuk mengobati balanitis yang disebabkan
oleh infeksi bakteri. Obat ini diberikan dalam bentuk salep atau pil.
Contoh antibiotik yang digunakan adalah amoxicillin, cefadroxil,
dan ciprofloxacin.

 Antijamur
Antijamur digunakan untuk mengobati balanitis yang disebabkan
oleh infeksi jamur  Candida (balanitis candidiasis). Obat ini
diberikan dalam bentuk krim atau tablet. Beberapa jenis
obat antijamur yang digunakan adalah clotrimazole, fluconazole,
dan itraconazole.

 Kortikosteroid
Obat ini digunakan untuk meredakan peradangan pada balanitis,
baik karena infeksi maupun alergi. Contoh obat kortikosteroid yang
sering diberikan adalah prednisolone, methylprednisolone,
dan betametasone. Selama menjalani pengobatan, penderita
balanitis dianjurkan untuk melakukan beberapa hal berikut guna
mempercepat penyembuhan:

 Hindari penggunaan sabun selama penis masih mengalami


peradangan.

 Gunakan air hangat dan krim pelembab sebagai pengganti sabun


untuk membersihkan penis.

9
 Hindari berhubungan seksual, terutama jika balanitis disebabkan
oleh infeksi menular seksual. Hal ini dilakukan untuk mencegah
nyeri pada penis dan penularan penyakit ke pasangan. Pengobatan
umumnya berlangsung selama 7 hari. Jika gejala makin memburuk
dan obat-obatan tidak lagi efektif untuk mengobati balanitis, maka
dokter akan melakukan sirkumsisi atau sunat. Sunat dilakukan pada
penderita balanitis yang memang belum pernah disunat atau
mengalami fimosis.
2.1.5 Komplikasi Balanitis

Sebagian besar balanitis dapat sembuh dalam waktu beberapa


hari dengan penanganan yang tepat. Jika tidak segera ditangani,
balanitis dapat menyebabkan beberapa kondisi berikut:

 Priapismus.

 Fimosis.

 Kanker penis, meskipun jarang terjadi.


2.1.6 Pencegahan Balanitis

Langkah utama untuk mencegah balanitis adalah menjaga


kebersihan penis. Bersihkan penis secara rutin menggunakan air dan
sabun, terutama ketika mandi dan setelah melakukan hubungan seksual.
Setelah itu, keringkan penis sebelum mengenakan celana dalam.

Pastikan sabun yang Anda gunakan untuk membersihkan penis


bukanlah sabun batangan atau sabun yang mengandung scrub atau
parfum.

Langkah pencegahan balanitis lainnya adalah sebagai berikut:

10
 Gunakan kondom khusus untuk kulit sensitif, jika Anda memiliki
alergi terhadap kondom dengan bahan tertentu.

 Cucilah tangan sebelum menyentuh penis Anda saat buang air


kecil, terutama setelah menggunakan detergen atau sabun cuci
piring.

 Jika Anda menderita diabetes, lakukan pemeriksaan kesehatan


secara rutin untuk mengontrol kadar gula darah.

 Jika Anda mengalami obesitas, lakukan langkah-langkah untuk


menurunkan berat badan, seperti olahraga secara teratur dan
menjaga pola makan.
2.2 Uretritis
2.2.1 Definisi

Uretritis adalah peradangan atau pembengkakan yang terjadi


pada uretra, yaitu saluran yang membawa urine dari kandung kemih ke
luar tubuh. Kondisi ini menyebabkan dorongan untuk buang air kecil
semakin meningkat dan penderita akan merasa nyeri ketika buang air
kecil. Uretritis merupakan salah satu jenis infeksi menular seksual
2.2.2 Penyebab Uretritis

Penyebab utama uretritis atau infeksi uretra adalah bakteri yang


masuk ke dalam saluran kemih dari kulit di sekitar lubang uretra atau
lubang kencing. Selain itu, bakteri yang menyebabkan infeksi pada
ginjal dan kandung kemih juga dapat menginfeksi uretra.

Berdasarkan penyebab peradangan, uretritis terbagi menjadi dua jenis,


yaitu:

11
 Uretritis gonore, yaitu jenis uretritis yang disebabkan oleh bakteri
penyebab gonore(Neisseria gonorrhoeae).

 Uretritis non-gonore, yaitu jenis uretritis yang disebabkan oleh


faktor atau bakteri lain. Sebagian besar uretritis non-gonore
disebabkan oleh bakteri chlamydia.

Selain bakteri, uretritis juga dapat disebabkan oleh faktor lain, seperti:

 Virus, yaitu virus herpes simplex (HSV-1 dan HSV-2), virus HPV,
dan cytomegalovirus.

 Trikomonas, yaitu sejenis parasit penyebab trikomoniasis.

 Cedera yang menyebabkan gangguan pada uretra.

 Kulit sekitar pembukaan uretra sensitif terhadap bahan kimia,


seperti spermisida.

Selain itu, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko


seseorang terkena uretritis, yaitu:

 Berjenis kelamin wanita.

 Melakukan hubungan seks dengan banyak pasangan, tanpa


menggunakan kondom.

12
 Memiliki riwayat infeksi menular seksual.
2.2.3 Gejala Uretritis

Gejala utama uretritis atau infeksi uretra adalah rasa nyeri ketika
buang air kecil. Selebihnya, gejala pada pria dan wanita dapat berbeda.
Pada pria, gejala uretritis meliputi:

 Rasa panas dan terbakar ketika buang air kecil.

 Hematuria.

 Penis terasa gatal, membengkak, dan mengeluarkan cairan atau


nanah.

 Kelenjar getah bening membengkak pada area selangkangan.

 Nyeri ketika melakukan hubungan seksual atau ejakulasi.

Sementara itu, gejala uretritis pada wanita meliputi:

 Nyeri perut.

 Demam dan menggigil.

 Nyeri panggul.

 Rasa terbakar dan tidak nyaman ketika buang air kecil.

13
 Dispareunia.

 Keluar cairan dari vagina (keputihan).


2.2.4 Pencegahan Uretritis

Langkah utama pencegahan uretritis atau infeksi uretra adalah


dengan menjalani seks aman, karena penyebaran bakteri uretritis dapat
terjadi melalui hubungan seksual. Selain itu, menjaga kesehatan saluran
kemih juga penting dilakukan untuk mengurangi risiko uretritis.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:

 Lakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin, terutama organ


pencernaan dan reproduksi.

 Hindari berhubungan seksual dengan banyak pasangan atau


gunakan kondom setiap kali berhubungan seksual.

 Perbanyak konsumsi cairan.

 Usahakan untuk buang air kecil setelah melakukan hubungan


seksual.

 Hindari atau kurangi makanan yang bersifat asam.

 Hindari paparan bahan kimia yang dapat menyebabkan iritasi pada


uretra, seperti deterjen.

 Lindungi pasangan Anda. Jika Anda telah terdiagnosis infeksi


menular seksual, beri tahu pasangan atau pihak lain yang berisiko
terkena infeksi.

14
2.2.5 Komplikasi Uretritis

Jika uretritis tidak segera ditangani, uretra akan mengalami


penyempitan dan menyebabkan luka. Selain itu, infeksi juga dapat
menyebar ke bagian lain dari saluran kemih, seperti ureter, ginjal, dan
kandung kemih.

Pada pria, uretritis dapat menyebabkan beberapa komplikasi, di


antaranya adalah:

 Cystitis (infeksi kandung kemih)

 Orchitis (infeksi testis)

 Prostatitis (infeksi prostat)

 Epididimitis

Pada wanita, komplikasi yang dapat terjadi akibat uretritis adalah:

 Peradangan leher rahim (serviks).

 Radang panggul atau PID (pelvic inflammatory disease).


2.3 Prostatitis
2.3.1 Definisi
Prostatitis merupakan salah satu penyakit kelamin yang
menyerang pria. Penyakit ini menyebabkan terjadinya pembengkakan
atau peradangan pada bagian kelenjar prostat. Kelenjar ini berfungsi
untuk menghasilkan air mani dan menyalurkan sperma. Penyakit ini
dapat menyebabkan penderitanya sampai tidak dapat buang air kecil,

15
rasa sakit saat buang air kecil, serta rasa tidak nyaman bahkan juga flu.
Penyakit ini dapat menyerang di semua usia muda maupun tua.
2.3.2 Penyebab
Beberapa penyebab prostatitis dikelompokkan menjadi 4, yaitu sebagai
berikut.
 Prostatitis bakteri akut, kondisi ini disebabkan oleh infeksi bakteri
yang menyebar naik ke saluran reproduksi.
 Prostatitis bakteri kronis, merupakan penyebaran infeksi dari
saluran kemih.
 Chronic prostatitis/chronic pelvic pain syndrome (CP/CPPS). Ini
adalah jenis prostatitis yang paling sering terjadi dan belum
diketahui secara pasti penyebabnya. Gejala yang muncul mirip
dengan prostatitis bakteri kronis, namun yang berbeda adalah pada
saat pemeriksaan tidak ditemukan bakteri yang tumbuh.
 Asymptomatic inflammatory prostatitis. Merupakan kondisi ketika
prostat meradang, namun tidak menimbulkan gejala.
2.3.3 Hasil anamnesa dan gejala
Terdapat beragam gejala yang mungkin dialami oleh penderita
prostatitis, dan perbedaan tersebut tergantung pada jenis prostatitis yang
terjadi, antara lain, adalah sebagai berikut.
1. Prostatitis bakteri akut. Gejala prostatitis bakteri akut biasanya
muncul dengan cepat, antara lain:
 demam, menggigil, nyeri sendi, dan pegal-pegal
 aliran urin lemah dan nyeri saat berkemih
 nyeri punggung bawah dan nyeri di pangkal penis atau di
bagian belakang skrotum
 Selalu terasa ingin buang air besar.
2. Prostatitis bakteri kronis. Pasien dengan prostatitis bakteri kronis
tidak memiliki gejala sistemik seperti demam, menggigil, pegal-
pegal, dan nyeri sendi. Gejalanya yang dialami, antara lain, adalah:
 selalu ingin buang air kecil, terutama pada malam hari,
atau tidak dapat buang air kecil;

16
 nyeri punggung bawah, daerah dubur, dan nyeri pada saat
berkemih;
 rasa berat di belakang skrotum; dan
 nyeri setelah ejakulasi dan terdapat darah pada cairan semen.
2.3.4 Pememeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien untuk
menegakkan diagnosa prostatitis, antara lain, adalah sebagai berikut.
1. Pemeriksaan darah. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi
tanda infeksi seperti hitung darah lengkap atau kultur kuman dari
darah.
2. Pememriksaan urin. Pemeriksaan sampel urin pasien untuk
memeriksa tanda-tanda infeksi. Deteksi bakteri dapat dilakukan
melalui kultur urin dengan meletakkan sampel urin pada medium
khusus untuk melihat adanya pertumbuhan kuman dan jenis kuman
yang tumbuh.
3. Pemeriksaan pemindaian. Pemeriksaan ini dilakukan dengan USG
atau CT Scan untuk memperoleh gambaran visual prostat, sehingga
memudahkan diagnosis.
2.3.5 Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien prostatitis
dengan banyak cara dan dapat berbeda-beda, tergantung dari bakteri
penyebab, gejala yang ditimbulkan, dan tingkat keparahannya. Karena
itu, diagnosis yang tepat sangatlah penting sebelum menjalani
pengobatan.
2.4 Epididimitis
2.4.1 Definisi
Epididimitis merupakan salah satu jenis penyakit kelamin pada
pria, yang merupakan peradangan pada epididimis atau saluran sperma
yang terletak di bagian belakang testis. Pada pria penyakit ini dapat
menyerang di segala usia, akan tetapi penyakit ini sering menyerang
saat usia 19 sampai 35 tahun. Epididimistis. Epididimitis adalah
peradangan pada epididimis (saluran bergulung- gulung yang

17
menghubungkan testis dan vas deferens). Apabila peradangan yang
terjadi menyebar hingga ke testis, maka disebut dengan epididymo-
orchitis. Selanjutnya akan dijelaskan tentang penyebab, hasil anamnesa,
pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan pada pasien epididimistis.
2.4.2 Penyebab
Penyebab epididimitis sebagian besar adalah infeksi bakteri. Bakteri
yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih, infeksi prostat, dan
infeksi menular seksual.
2.4.3 Hasil anamnesa dan gejala
Beberapa hasil anamnesa yang ditemukan pada pasien epididimistis,
antara lain, adalah :
 skrotum membengkak, sakit saat di sentuh dan berwarna
kemerahan;
 testis nyeri saat disentuh dan nyeri saat buang air kecil;
 terdapat darah pada cairan sperma;
 rasa tidak nyaman atau nyeri pada perut bagian bawah atau sekitar
panggul;
 pembesaran kelenjar getah bening di pangkal paha.
2.4.4 Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien untuk
menegakkan diagnosa epididimistis, antara lain, adalah:
 pemeriksaan urin dan cairan yang keluar dari uretra;
 pemeriksaan darah; dan
 pemeriksaan USG.
2.4.5 Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksanaan yang dialkukan pada pasien epididimistis,
antara lain, adalah:
 pemberian antibiotika dan pereda nyeri
 pembedahan apabila sudah terjadi abses
2.5 Orchitis
2.5.1 Definisi
Orchitis adalah peradangan pada testis yang biasanya terjadi

18
sebagai reaksi sekunder dari infeksi di bagian tubuh lainnya.
Peradangan ini dapat terjadi pada salah satu atau kedua testis sekaligus.
Selanjutnya akan dijelaskan tentang penyebab, hasil anamnesa,
pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan pada pasien orchitis.
2.5.2 Penyebab
Beberapa penyebab orchitis, antara lain, adalah bakteri, virus, dan
orchitis idiopatik atau orchitis yang tidak diketahui penyebabnya
2.5.3 Hasil anamnesa dan gejala
Hasil anamnesa yang ditemukan pada pasien orchitis, antara lain,
adalah sebagai berikut:
 pembengkakan dan rasa nyeri pada salah satu atau kedua testis;
 nyeri ketika buang air kecil, saat berhubungan seks, dan nyeri
pada bagian selangkangan;
 adanya darah pada cairan sperma; dan
 rasa tidak nyaman pada testis.
2.5.4 Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan
diagnose orchitis, antara lain, antara lain, adalah sebagai berikut:
 pemeriksaan urin untuk mengetahui adanya infeksi menular
seksual atau bakteri lain yang menjadi penyebab infeksi;
 pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah pasien terinfeksi
virus HIV, sifilis, atau infeksi menular seksual lainnya;
 pemeriksaan testis menggunakan USG; dan
 pemeriksaan colok dubur untuk mengetahui apakah ada
pembengkakan atau pembesaran prostat.
2.5.5 Penatalaksanaan
Pengobatan dengan pemberian antibiotika dan antiinflamasi

19
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Organ reproduksi merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan setiap
manusia. Dulu, pembicaraan tentang organ reproduksi masih sangat tabu, bukan
berarti sekarang sudah tidak lagi hanya saja masih ada kalangan orang yang
menganggap hal itu tidak pantas untuk dibicarakan. Promosi kesehatan reproduksi
pada remajapun sering dikonotasikan sebagai pendidikan seks di mana sebagian
masyarakat di Indonesia masih menganggap tabu hal ini. Telah banyak berita-
berita yang tersiar melalui media elektronik ataupun media cetak yang
memuat berita tentang kesehatan reproduksi dan kaitannya dengan seks.
Untuk itu, perempuan dan laki-laki perlu meningkatkan pengetahuannya mengenai
kesehatan reproduksi agar tercipta kondisi kesehatan reproduksi yang optimal.
kesehatan reproduksi yang dimaksud yaitu suatu keadaan yang sejahtera baik secara
fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi serta fungsi
dan prosesnya
3.2 Saran
1 Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penulis akan lebih berusaha dalam pembuatan makalah
diatas dengan sumber yang lebih banyak lagi, sehingga pembaca dapat
memahami isi dari makalah ini
2 Kritik dan saran dari pembaca sangatlah diharapkan agar penulis mampu
menyelesaikan makalah ini demi kesempurnaannya di kemudian hari

20
DAFTAR PUSTAKA

Centers for Disease Control and Prevention (2014). Disease. Sexually Transmitted
Diseases (STDs). 
National Institute of Health (2017). MedlinePlus. Balanitis. 
National Health Service UK (2017). Health A-Z. Balanitis. 
Harvard Medical School (2019). Harvard Health Publishing. Balanitis. 
Drugs.com (2019). Balanitis. 
Tidy, C. Patient (2019). Balanitis. 
Kahn, A. & Jewell, T. Healthline (2016). What Is Balanitis?
Morris, B.J. & Krieger, J.N. (2017). Penile Inflammatory Skin Disorders and the
Preventive Role of Circumcision. International Journal of Preventive Medicine, 8,
pp.32. 
Pandya, et al. (2014). Approach to Balanitis/Balanoposthitis: Current Guidelines.
Indian Journal of Sexually Transmitted Diseases and AIDS, 35(2), pp. 155-157. 

21

Anda mungkin juga menyukai