Anda di halaman 1dari 54

TRANSTRUKTURAL NURSING DALAM KEPERAWATAN

KELUARGA

DISUSUN OLEH
LA ODE AGUSTINO SAPUTRA
RULYANIS
IKRIMAH SYAM
MUHRINA
NUR ANNISA BERLIN

DOSEN
Ns. HASNAH.,S.Kep.,M.Kes

BLOK KEPERAWATAN KELUARGA


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAMNEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya serta sholawat kepada Rosulullah Saw, sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah ini.
Makalah yang kami susun ini berisi mengenai konsep medis dan
keperawatan penyakit hipertiroid yang berasal dari berbagai literatur yang telah
kami kumpulkan. Kami menyadarai bahwa kami membutuhkan saran dari pembaca
mengenai isi makalah kami ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Samata, 26 April 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................
C. Tujuan…......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep teori

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................
B. Saran............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Etnik adalah kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok tertentu

(kelompok etnik). Sekelompok etnik adalah sekumpulan individu yang

mempunyai budaya dan sosial yang unik serta menurunkannya kepada

generasi berikutnya. Etnik berbeda dengan ras. Ras merupakan sistem

pengidentifikasian manusia berdasarkan karakteristik fisik, pigmentasi,

betuk tubuh, bentuk wajah, bulu pada tubuh, dan bentuk kepala. Sedangkan,

budaya merupakan keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau diajarkan

manusia kepada generasi berikutnya.

Kebudayaan adalah keseluruha gagasan dan karya manusia yang

harus dibiasakan dengan belajar, beserta Keseluruhan hasil budi dan

karyanya. Menurut E.B Tylor (1974), kebudayaan merupakan keseluruhan

yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,

kesenia, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain

yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep etnik dan budaya ?
2. Bagaimanakah konsep dasar keperawatan ?
3. Bagaimanakah konsep dasar keperawatan transtruktural?
4. Bagaimanakah komunikasi lintas budaya?
5. Bagaimanakah hubungan antar budaya dan makanan?
6. Bagaimanakah budaya kesehatan di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui defenisi keperawatan transtruktural
2. Untuk mengetahui keterkaitan antara keperawatan transtruktural
dengan keperawatan keluarga.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Etnik Dan Budaya

1. Etnik

Etnik adalah kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok tertentu

(kelompok etnik). Sekelompok etnik adalah sekumpulan individu yang

mempunyai budaya dan sosial yang unik serta menurunkannya kepada

generasi berikutnya. Etnik berbeda dengan ras. Ras merupakan sistem

pengidentifikasian manusia berdasarkan karakteristik fisik, pigmentasi,

betuk tubuh, bentuk wajah, bulu pada tubuh, dan bentuk kepala. Sedangkan,

budaya merupakan keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau diajarkan

manusia kepada generasi berikutnya.

Kebudayaan adalah keseluruha gagasan dan karya manusia yang

harus dibiasakan dengan belajar, beserta Keseluruhan hasil budi dan

karyanya. Menurut E.B Tylor (1974), kebudayaan merupakan keseluruhan

yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,

kesenia, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain

yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Menurut konsep budaya Leininger, karakteristik budaya dapat

digambarkan sebagai berikut :

1. Budaya merupakan pengalaman yang bersifat universal sehingga tidak

ada dua budaya yang sama persis.

2. Budaya bersifat stabil, tetapi juga dinamis karena budaya tersebut

diturunkan kepada generasi berikutnya sehingga megalami perubahan


3. Budaya diisi dan ditentukan oleh kehidupan manusianya sendiri tanpa

disadari.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai

kebudayaan, yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau

gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan

sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan, perwujudan

kebudayaan adalah benda yang bersifat nyata, misalnya, pola-pol perilaku,

bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, kepercayaan dan religi, seni, dan

lain-lain, yang seluruhnya ditujukan untuk membantu manusia dalam

melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2. Budaya

Beberapa pendapat ahli yang mengemukakan komponen atau unsur

kebudayaan antara lain sebagai berikut. J.H. Melvile (2007) menyebutkan

kebudayaan memiliki empat unsur pokok yaitu alat-alat teknologi: sistem

ekonomi: keluarga dan kekuasaan politik. Sedangkan, M.Bronislaw (2007)

mengatakan ada empat unsur pokok yang meliputi :

a. Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota

masyarakat untuk meneyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya:

b. Organisasi ekonomi

c. Alat dan lembaga (petugas) untuk pendidikan (keluarga merupakan

lembaga pendidikan utama):

d. Organisasi kekuatan (politik).

3. Wujud

Menurut D. Oneil (2006), wujud kebudayaan dibedakan menjadi

tiga yaitu gagasan, aktivitas, dan arletak.


Gagasan atau wujud ideal . Merupakan kebudayaan yang terbentuk

kumpulan ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-

peraturan, dan sebagainya yang bersifat abstrak, tidak dapat diraba atau

disentuh, Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala atau dialam

pemikiran warga masyarakat. Jika mayarakat tersebut menyatakan gagasan

mereka dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada

dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis tersebut.

Aktivitas atau tindakan. Merupakan wujud kebudayaan sebagai

suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering

pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri atas aktivitas-

aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontrak, serta

bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang

berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan

sehari-hari, serta dapat diamati dan didokumentasi.

Ariefak atau karya. Merupakan wujud kebudayaan fisik yang berupa

hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat

berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan

didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud

kwbudayaan.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyakat, wujud kebudayan yang

satu tidak dapat dipisahkan dari wujud kebudayan yang lain. Sebagai

contoh, wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberikan arah kepada

tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

4. Komponen Budaya

Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongankan

menjadikan dua komponen utama sebagai berikut.


a. Kebudayaan material. Mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang

nyata atau konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah

temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi seperti

mangkuk tanah liat, perhiasan, senjata, dan sejenisnya. Kebudayaan

material juga mencakup barang-barang seperti televisi, perawat terbang,

stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.

b. Kebudayaan nonmaterial. Merupakan ciptaan-ciptaan abstrak yang

diwariskan dari generasi kegenerasi seperti donggeng cerita rakyat, serta

lagu atau tarian tradisional.

B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Falsafah dan Paradigma Keperawatan

Falsafah keperawatan adalah keyakinan perawat terhadap nilai-

nilai keperawatan yang menjadi pedoman dalam memberikan asuhan

keperawatan, baik kepada individu, keluarga, kelompok maupun

masyarakat. Keyakinan terhadap nilai keperawatan harus menjadi

pegangan setiap perawat. (Asmadi, 2008)

Paradigma keperawatan adalah cara pandangan secara global

yang dianut atau dipakai oleh mayoritas kelompok keperawatan atau

menghubungkan berbagai teori yang membentuk suatu susunan yang

mengatur hubungan diantara teori guna mengembangkan model

konseptual dan teori-teori keperawatan sebagai kerangka kerja

keperawatan. Paradigma keperawatan terbentuk atas empat unsur, yaitu:

manusia atau klien, lingkungan, kesehatan dan keperawatan. Kempat

unsur/elemen ini saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama

lainnya.
Unsur-unsur yang membentuk paradigma keperawatan adalah

a. Manusia atau klien sebegai penerimaan asuhan keperawatan (individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat). Manusia dalam konsep paradigma

keperawatan, dipandang sebagai individu yang utuh dan kompleks

(makhluk holistik) yang terdiri dari bio-psiko-sosio-spiritual:

1) Manusia dipandang sebagai makhluk hidup ( bio), sebagai makhluk

hidup manusia memiliki ciri-ciri sebagai berikut: terdiri atas sekumpulan

organ tubuh yang semuanya mempunyai fungsi yang terintegrasi,

berkembang biak melalui jalan pembuahan, mempertahankan

kelangsungan hidup.

2) Manusia sebagai makhluk psiko, manusia mempunyai sifat-sifat yang

tidak dimiliki oleh makhluk lain. Manusia mempunyai kemampuan

berpikir, kesadaran pribadi dan kata hati (perasaan).

3) Manusia sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari orang lain

dan selalu berinteraksi dengan orang lain.

4) Manusia sebagai makhluk spiritual, manusia mempunyai hubungan

dengan kekuatan di luar dirinya, hubungan dengan Tuhannya, dan

mempunyai keyakinan dalam kehidupannya.

Kebutuhan dasar manusia adalah segala hal yang diperlukan oleh manusia

untuk memenuhi, menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Setiap

manusia mempunyai karakteristik kebutuhan yang unik, tetapi tetap memiliki

kekebutuhan dasar yang sama. Hierarki kebutuhan dasar manusia menurut teori “A.

Maslow” dapat digolongkan menjadi lima tingkat kebutuhan prioritas (five

hierarchy of needs), yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan

keamanan, kebutuhan cinta dan rasa memiliki, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan

aktualisasi diri.
b. Lingkungan yakni: keadaan internal dan eksternal yang mempengaruhi

klien. Hal ini meliputi lingkungan fisik. Lingkungan diartikan agregata dari

seluruh kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan

perkembangan suatu organisme. Secara umum, lingkungan dibedakan

menjadi dua lingkungan fisik dan lingkungan non-fisik. Untuk memahami

hubungan lingkungan dengan kesehatan, dapat digunakan model segitiga

yang menjelaskan hubungan antara, agens, hospes, dan lingkungan yang

mempengaruhi status kesehatan seseorang.

c. Kesehatan, meliputi derajat kesehatan dan kesejahteraan klien.

Sehat menurut WHO (1974) yakni suatu keadaan yang sempurna baik

secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau

kelemahan. Definisi sehat ini mempunyai tiga karakter berikut yang dapat

meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle, 1994),

yaitu:

1) Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.

2) MemandangMemandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan

internal dan eksternal.

3) PenghargaanPenghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam

hidup.

Sedangkan arti sehat menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang

Kesehatan, adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

memungkinkan seseorang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai sutu kesatuan

yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya

kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan (Depkes RI, 1992).


Sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi impersonal dan

sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu hal yang

disebabkan oleh gangguan terhadap sistem tubuh manusia. Bagaimana ciri

seseorang dikatakan sakit, seseorang dikatakan sakit jika mempunyai salah

satu ciri. Individu percaya bahwa ada kelainan dalam tubuh; merasa dirinya

tidak sehat/merasa timbulnya berbagai gejala merasa adanya bahaya.

Konsep sehat-sakit unsur ketiga dari paradigma keperawatan, diartikan

sebagai suatu rentang atau sekala ukur hipotesis untuk mengukur keadaan

sehat/sakit seseorang. Kedudukan seseorang pada skala tersebut bersifat

dinamis dan individual karena dipengaruhi oleh faktor pribadi dan

lingkungan. Pada skala ini, sewaktu-waktu seseorang bisa berada dalam

keadaan sehat, namun di lain waktu bisa bergeser keadaan sakit.

d. Keperawatan, atribut, karakteristik dan tindakan dari perawat yang

memberikan asuhan bersama-sama dengan klien.

Keperawatan merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang

didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Layanan ini berbentuk layanan

bio-psiko-sosio-spiritual komprehensif yang ditujukan bagi individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang

mencakup seluruh proses kehidupan masyarakat (Lokakarya Keperawatan

Nasional,1983). (Asmadi, 2008 & Budiono, 2015)


2. Peran dan Fungsi Perawat

Peran perawat diartikan sebagai tingkah laku yang diharapkan oleh

orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem,

dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat

maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. Peran perawat

menurut beberapa ahli sebagai berikut:

a. Peran perawat menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan tahun 1989

1) Pemberi asuhan keperawatan, dengan memperhatikan keadaan

kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian

pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan

dari yang sederhana sampai dengan kompleks.

2) Advokat pasien /klien, dengan menginterprestasikan berbagai

informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya

dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang

diberikan kepada pasien, mempertahankan dan melindungi hak-hak

pasien.

3) Pendidik /Edukator, perawat bertugas memberikan pendidikan

kesehatan kepada klien dalam hal ini individu, keluarga, serta

masyarakat sebagai upaya menciptakan perilaku

individu/masyarakat yang kondusif bagi kesehatan. Untuk dapat

melaksanakan peran sebagai pendidik (edukator), ada beberapa

kemampuan yang harus dimiliki seorang perawat sebagai syarat

utama, yaitu berupa wawasan ilmu pengetahuan yang

luas,kemampuan berkomunikasi, pemahaman psikologi, dan

kemampuan menjadi model/contoh dalam perilaku profesional.


4) KoordinatorKoordinator, dengan cara mengarahkan, merencanakan

serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan

sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai

dengan kebutuhan klien.

5) Kolaborator, peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim

kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain

berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan

termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk

pelayanan selanjutnya.

6) Konsultan, perawat sebagaitempat konsultasi terhadap masalah atau

tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini

dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan

pelayanan keperawatan yang diberikan.

7) Peran perawat sebagai pengelola (manager). Perawat mempunyai

peran dan tanggung jawab dalam mengelola layanan keperawatan di

semua tatanan layanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dan

sebagainya) maupun tatanan pendidikan yang berada dalam

tanggung jawabnya sesuai dengan konsep manajemen keperawatan.

Manajemen keperawatan dapat diartikan sebagai proses pelaksanaan

layanan keperawatan melalui upaya staf keperawatan dalam

memberikan asuhan keperawatan, pengobatan, dan rasa aman

kepada pasien/keluarga/masyarakat (Gillies, 1985).

8) Peneliti dan pengembangan ilmu keperawatan, sebagai sebuah

profesi dan cabang ilmu pengetahuan, keperawatan harus terus

melakukan upaya untuk mengembangkan dirinya. Oleh karena itu,

setiap perawat harus mampu melakukan riset keperawatan. Ada


beberapa hal yang harus dijadikan prinsip oleh perawat dalam

melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik dan benar. Prinsip

tersebut harus menjiwai setiap perawat ketika memberi layanan

keperawatan kepada klien. (Kozier, dkk. 2011)

b. Peran Perawat Menurut Hasil “Lokakarya Nasional Keperawatan,

1983 ”

1) Pelaksana Pelayanan Keperawatan, perawat memberikan

asuhan keperawatan baik langsung maupun tidak langsung

dengan metode proses keperawatan.

2) Pendidik dalam Keperawatan, perawat mendidik individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga kesehatan

yang berada di bawah tanggung jawabnya.

3) Pengelola pelayanan Keperawatan, perawat mengelola

pelayanan maupun pendidikan keperawatan sesuai dengan

manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma

keperawatan.

4) Peneliti dan Pengembang pelayanan Keperawatan, perawat

melakukan identifikasi masalah penelitian, menerapkan

prinsip dan metode penelitian, serta memanfaatkan hasil

penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan

dan pendidikan keperawatan. (Hidayat, 2007)

Fungsi perawat adalah suatu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan

sesuai dengan perannya. Fungsi tersebut dapat berubah disesuaikan dengan

keadaan yang ada, perawat dalam menjalankan perannya memiliki beberapa

fungsi, seperti:
a. Fungsi Independen yaitu fungsi mandiri dan tidak tergantung

pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya

dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam

melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar

manusia.

b. Fungsi Dependen yaitu fungsi perawat dalam melaksanakan

kegiatan atas pesan atau instruksidari perawat lain. Sehingga

sebagian tindakan pelimpahan tugas yang di berikan.

9) Fungsi Interdependen yaitu fungsi ini dilakukan dalam kelompok

tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan

yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan

membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti

dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang

mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi

dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun yang

lainnya. (Kozier, dkk. 2011)

3. Model Teori-teori Keperawatan

Model keperawatan adalah jenis model konseptual yang

menerapkan kerangka kerja konseptual terhadap pemahaman keperawatan

dan bimbingan praktik keperawatan. Konsep merupakan suatu ide dimana

terdapat suatu kesan yang abstrak yang dapat diorganisir menjadi simbol-

simbol yang nyata.

Model konsep keperawatan sendiri merupakan cara pandang secara

menyeluruh perawat dalam menganalisa atau meramalkan fenomena yang

berkaitan dengan masalah pelayanan keperawatan. Model keperawatan


tersebut memberikan petunjuk bagi organisasi perawat untuk mendapatkan

informasi sehingga perawat cepat tanggap terhadap apa yang sedang terjadi

dan tindakan apa yang paling sesuai. Berikut model konsep teori

keperawatan:

a. Model konsep keperawatan menurut Florence Nigtingale meletakkan

dasar-dasar teori keperawatan yang melalui filosofi keperawatan yaitu

dengan mengidentifikasi peran perawat dalam menemukan kebutuhan

dasar manusia pada klien serta pentingnya pengaruh lingkungan di

dalam perawatan orang sakit yang dikenal teori lingkungannya.

b. Model konsep teori keperawatan menurut Marta E. Rogers, teorinya

dikenal dengan nama konsep manusia sebagai unit. Dalam memahami

konsep model dan teori ini, berasumsi bahwa manusia merupakan satu

kesatuan yang utuh, yang memiliki sifat dan karakter yang berbeda-

beda.

c. Model konsep teori keperawatan menurut Myra Levine, memandang

klien sebagai makhluk hidup terintegrasi yang saling berinteraksi dan

beradaptasi terhadap lingkungannya. Intervensi keperawatan adalah

suatu aktivitas konservasi dan konservasi energi adalah bagian yang

menjadi pertimbangan.

d. Model konsep teori keperawatan menurut Virginia Henderson (Teori

Henderson)

Virginia henderson memperkenalkan definisi keperawatan, Ia

menyatakan bahwa defenisi keperawatan harus menyertakan prinsip

kesetimbangan fisiologis, ditinjau dari sisi fungsional. Menurutnya,

tugas unik perawat adalah membantu individu, baik dalam keadaan

sakit maupun sehat, melalui upayanya melaksanakan berbagai


aktivitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan individu

atau proses meninggal dengan damai, yang dapat dilakukan secara

mandiri oleh individu saat ia memiliki kekuatan, kemampuan,

kemauan, atau pengetahuan untuk itu.

e. Model konseptual perawatan diri dari f. Dorothe E. Orem (Teori

Orem) Pandangan Teori Orem bahwa tatanan pelayanan

keperawatan ditujukan kepada kebutuhan individu dalam

melakukan tindakan keperawatan mandiri serta mengatur dalam

kebutuhannya. Sistem perawatan berorientasi pada individu,

individu (klien) dianggap sebagai penerimaan asuhan

keperawatan yang utama.

f. Model kosep teori human caring menurut Jean Watson (Teori

Watson)

Jean Watson dalam memahami konsep keperawatan terkenal dengan

teori pengetahuan manusia dan merawat manusia. Tolak ukur

pandangan Watson ini didasari pada unsur teori kemanusiaan.

Pandangan teori Jean Watson ini memahami bahwa manusia

memiliki empat cabang kebutuhan manusia yang saling

berhubungan diantaranya: kebutuhan dasar biofisikal, kebutuhan

psikofisikal, kebutuhan psikososial, dan kebutuhan intra dan

interpersonal.

g. Model konsep interaksi sistem menurut Imogene King (Teori

King)

King memahami model konsep keperawatan dengan menggunakan

pendekatan sistem terbuka dalam hubungan interaksi yang konstan

dengan lingkungan, sehingga dalam mencapai hubungan interaksi,


konsep kerjanya yang meliputi adanya sistem personal, sistem

interpersonal dan sistem sosial yang saling berhubungan satu dengan

yang lain.

h. Model teori Adaptasi dari Sister Calista Roy (Teori Roy)

Roy mengatakan bahwa masalah keperawatan melibatkan

mekanisnme koping yang tidak efektif, yang menyebabkan respon

yang tidak efektif, merusak integritas individu tersebut. Teori ini

menekankan promosi kesehatan dan pentingnya membantu klien

dalam menipulasi lingkungan mereka, kedua gagasan tersebut

memiliki arti yang penting dalam kesehatan. Roy berpendapat

bahwa ada empat elemen penting dalam model adaptasi

keperawatan, yakni keperawatan, tenaga kesehatan, lingkungan, dan

sehat.(Kozier dkk, 2011)

4. Prinsip-prinsip Etika dalam Keperawatan

Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar

dan prinsip-prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta

membuat keputusan untuk melindungi hak-hak manusia. Etika

diperlukan oleh semua profesi termasuk juga keperawatan yang

mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar

praktek profesional, seperti:

a. Otonomi (Autonomy)

Dalam bekerja perawat harus memilik prinsip otonomi didasarkan

pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu

membuat keputusan sendiri. Perawat harus kompeten dan memiliki

kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai

keputusan atau pilihan yang harus dihargai dan tidak dipengaruhi


atau intervensi profesi lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk

respek terhadap klien, atau dipandang sebagai persetujuan tidak

memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak

kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan

diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat

menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang

perawatan dirinya.

b. Berbuat baik (Beneficience)

Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Setiap

kali perawat bertindak atau bekerja senantiasi didasari prinsip

berbuat baik kepada klien. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari

kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan

dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang,

dalam situasi pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan

keperawatan terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.

c. Keadilan (Justice)

Prinsip keadilan harus ditumbuh kembangan dan dibutuhkan dalam

diri perawat, perawat bersikap yang sama dan adil terhadap orang

lain dan menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.

Nilai ini direfleksikan dalam memberikan asuhan keperawatan

ketika perawat bekerja untuk yang benar sesuai hukum, standar

praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas

pelayanan keperawatan.

d. Tidak merugikan (Nonmaleficience)

Prinsip tidak merugikan harus di pegang oleh setiap perawat, prinsip

ini berarti tidak menimbulkan bahaya, cedera atau kerugian baik


fisik maupun psikologis pada klien akibat praktik asuhan

keperawatan yang diberikan kepada individu maupun kelompok.

e. Kejujuran (Veracity)

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran,perawat harus

menerpkan prinsip nilai ini setiap memberikan pelayanan

keperawatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan

untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity

berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan

kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif,

dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi

yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang

segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama

menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa

argumen mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika

kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau

adanya hubungan

paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki

otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh

tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun

hubungan saling percaya.

f. Menepati janji (Fidelity)

Prinsip fidelity dibutuhkan oleh setiap perawat untuk menghargai

janji dan

komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya

dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan,

kesetiaan, adalah kewajiban seseorang perawat untuk


mempertahankan komitmen yang dibuatnya.Kesetiaan,

menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang

menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk

meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan

kesehatan dan

meminimalkan penderitaan.

g. Kerahasiaan (Confidentiality)

Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien

harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam

dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka

pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh

informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti

persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan,

menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan

tenaga kesehatan lain harus dihindari.

h. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang

profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa

terkecuali.(Perry & Potter, 2009)

5. Proses Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu panduan untuk memberikan

asuhan keperawatan profesional, baik untuk individu, kelompok,

keluarga dan komunitas, berdasarkan prinsip ilmiah dan melalui suatu

tahapan-tahapan, yaitu; pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana

intervensi/tindakan, implementasi/tindakan dan evaluasi.


Tujuan dari proses keperawatan adalah peningkatan kualitas asuhan

keperawatan. Adanya proses keperawatan akan menciptakan pelayanan

asuhan keperawatan yang

berkualitas dengan indikator teratasinya semua masalah yang terkait dengan

kebutuhan dasar manusia-nya klien.

Sifat proses keperawatan adalah sebagai berikut:

a. terbuka dan fleksibel

b. dilakukan melalui pendekatan individual

c. penanganan masalah yang terencana

d. mempunyai arah dan tujuan

e. merupakan siklus yang saling berhubungan.

f. Terdapat validasi data dan pembuktian masalah, g) menekankan

terjadinya umpan balik dan pengkajian ulang yang komprehensif.

1) Pengkajian keperawatan

Tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang

sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Data-data yang

harus Anda peroleh ketika Anda melakukan pengkajian pada klien, adalah

seperti:

a) Data dasar adalah seluruh informasi tentang status kesehatan klien,

data dasar ini meliputi data umum, data demografi, riwayat

keperawatan, pola fungsi kesehatan dan pemeriksaan.

b) Data focus adalah informasi tentang status kesehatan klien yang

menyimpang dari keadaan normal. Data fokus dapat berupa

ungkapan klien maupun hasil pemeriksaan langsung Anda sebagai

seorang perawat.
c) Data subjektif, data yang merupakan ungkapan keluhan klien secara

langsung dari klien maupun tidak langsung melalui orang lain yang

mengetahui keadaan klien secara langsung dan menyampaikan

masalah yang terjadi kepada Anda contoh: ”merasa pusing”, “mual”,

“nyeri dada”, dan lain-lain.

d) Data objektif adalah data yang diperoleh Anda secara langsung

melalui observasi dan pemeriksaan pada klien. Data objektif harus

dapat diukur dan diobservasi, bukan merupakan interpretasi atau

asumsi dari Anda, contoh: tekanan darah 120/80 mmHg,

konjungtiva anemis.

Teknik pengumpulan data yang dapat Anda lakukan dengan cara

melakukan:

a) Tahap pertama melakukan anamnesis adalah suatu proses tanya

jawab atau komunikasi untuk mengajak klien dan keluarga bertukar

fikiran dan perasaan, mencakup keterampilan secara verbal dan non

verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi.

b) Tahap kedua adalah observasi, yaitu: pengamatan prilaku dan

keadaan klien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan

dan keperawatan klien. Kegiatan Observasi, meliputi 2S HFT: Sight

yaitu seperti kelainan fisik, perdarahan, terbakar, menangis; Smell

yaitu seperti Alkohol, darah, feces, medicine, urine; Hearing yaitu

seperti Tekanan darah, batuk, menangis, ekspresi nyeri, heart rate

dan ritme.

c) TahapTahap ketiga adalah pemeriksaan fisik yang Anda lakukan

dengan menggunakan metode atau teknik P.E. (Physical

Examination) yang terdiri dari:


(1) Inspeksi, yaitu: teknik yang dapat Anda lakukan dengan

proses observasi yang dilaksanakan secara sistematik.

(2) Palpasi, yaitu: suatu teknik yang dapat Anda lakukan dengan

menggunakan indera peraba.

(3) Perkusi, adalah: pemeriksaan yang dapat Anda lakukan

dengan mengetuk, dengan tujuan untuk membandingkan

kiri-kanan pada setiap daerah permukaan tubuh dengan

menghasilkan suara. Perkusi bertujuan untuk:

mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi

jaringan. Contoh suara-suara yg dihasilkan: sonor, redup,

pekak, hipersonor/timpani.

(4) Auskultasi, adalah merupakan pemeriksaan yang dapat Anda

lakukan dengan mendengarkan suara yg dihasilkan oleh

tubuh dengan menggunakan stetoskop.

2) Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pertanyaan klinis yang

menggambarkan respons manusia sebagai individu atau kelompok terhadap

masalah kesehatan atau proses kehidupan baik aktual ataupun potensial

sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil

tempat perawat bertanggung jawab.

Penulisan pernyataan diagnosa keperawatan meliputi tiga komponen yaitu

komponen P (problem), komponen E (Etiologi) dan komponen S (Simtom

atau di kenal dengan batasan karakteristik). Dengan demikian cara membuat

dignosa keperawatan adalah dengan menentukan masalah yang terjadi,

mencari penyebab dan dibuktikan dengan adanya tanda-tanda atau respon

klien.
3) Intervensi keperawatan atau pelaksanaan keperawatan

Adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah

Anda tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan

data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah

pelaksaan tindakan, serta menilai data yang baru.

4) Evaluasi

Adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan

pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang Anda buat

pada tahap perencanaan. Tujuan diadakan rencana tindakan keperawatan,

untuk memodifikasi rencana tindakan keperawatan serta meneruskan

rencana tindakan keperawatan.Evaluasi pada dasarnya dilakukan untuk

mengetahui apakah tujuan yang ditetapkan sudah dicapai atau belum. Oleh

karena itu, evaluasi dilakukan sesuai dengan kerangka waktu penetapan

tujuan (evaluasi hasil), tetapi selama proses pencapaian terjadi pada klien

juga harus selalu harus dipantau (evaluasi proeses).Untuk memudahkan

Anda mengevaluasi atau memantau perkembangan klien, digunakan

komponen SOAP. (Perry & Potter, 2009).

C. Konsep Transcultural Nursing


1. Pengertian Transcultural Nursing
a. Transcultural
Bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari kata trans
dan culture, Trans berarti alur perpindahan, jalan lintas atau penghubung.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; trans berarti melintang,
melintas, menembus, melalui.
Cultur berarti budaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
kultur berarti, kebudayaan yaitu cara pemeliharaan atau pembudidayaan.
Kepercayaan, yaitu nilai – nilai dan pola perilaku yang umum berlaku
bagi suatu kelompok dan diteruskan pada generasi berikutnya, sedangkan
cultural berarti : Sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan.
Jadi, transkultural adalah lintas budaya yang mempunyai efek
bahwa budaya yang satu mempengaruhi budaya yang lain. Atau
pertemuan kedua nilai – nilai budaya yang berbeda melalui proses
interaksi sosial.
b. Nursing
Pada kamus Kedokteran Dorland (2010), Nursing diartikan sebagai:
pelayanan yang mendasar atau berguna bagi peningkatan, pemaliharaan,
dan pemulihan kesehatan serta kesejahteraan atau dalam pencegahan
penyakit, misalnya terhadap bayi, oranng sakit atau cedera, atau lainnya
untuk setiap sebab yang tidak mampu menyediakan pelayanan seperti itu
bagi diri mereka sendiri.
c. Transcultural Nursing
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya
pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang
perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan,
sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan
tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan
khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger,
2002).
Transcultural Nursing adalah suatu keilmuwan budaya pada proses
belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit
didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan
ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya
budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2001).
2. Teori Transcultular Nursing

Teori keperawatan atau konsep model dalam keperawatan


merupakan teori yang mendasari bagaimana seorang perawat dalam
mengaplikasikan praktik keperawatan, beberapa teori diantaranya adalah
teori adaptasi dari roy, teori komunikasi terapeutik dari peplau, teorigoal
atteccment dari bety newman dan sebagainya. Leininger’s konsep model
yang dikenal dengan sunrise modelnya merupakan salah satu teori yang
diap;ikasikan dalam praktik keperawatan.

Teori leininger berasal dari ilmu antropologi, tapi konsep ini relevan
untuk keperawatan. Leininger mendefinisikan “Transcultural nursing”
sebagai area yang luas dalam keperawatan yang mana berfokus dalam
komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dan subkultur dengan
menghargai perilaku caring, nursing care, dan nilai sehat sakit, kepercayaan
dan pola tingkah laku dengan tujuan perkembangan ilmu dan humanistic
body of knowledge untuk kultur yang universal dalam keperawatan.

Aplikasi teori dalam transkultural dalam keperawatan diharapkan


adanya kesadaran dan apresiasi terhadap perbeaan kultur. Hal ini berarti
perawat yang professional memiliki pengetahuan dan praktek yang
berdasarkan kultur secara konsep petencanaan dan untuk praktik
keperawatn. Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk
mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta
praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal kultur yang
spesifik adalah kultur dengan nilai-nilai dan norma spesifik yang dimiliki
oleh kelompok laen. Kultur yang universal adalah nilai-nilai dan norma –
norma yang diyakini dan dilakukan hamper semua kultur seperti budaya
minum the dapat membuat tubuh sehat (leininger, 2002).

Leininger mengembangkan teorinya dari perbadaan kultur dan


universal berdasarkan kepercayaan bahwa masyarakat dengan perbedaan
kultur dapat menjadi sumber informasi dan menentuan jenis perawatan yang
diinginkan dari pemberian peleyanan yang professional, karena
kultur adalah pola kehidupan masyarakat yang berpengaruh terhadap
keputusan dan tindakan. Culture care adalah teori yang holistic karena
meletakan di dalam nya ukuran dari totalitas kehidupan manusia dan berada
selamanya, termasuk social struktur, pandangan dunia, nilai cultural,
konteks lingkungan, ekspresi bahasa dan etnik serta system professional.

3. Konsep Transcultural Nursing


a. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari
dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berpikir, bertindak dan
mengambil keputusan.
b. Nilai Budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan
atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan
melandasi tindakan dan keputusan.
c. Perbedaan budaya Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan
merupakan bentuk yang optimal daei pemberian asuhan keperawatan,
mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang
dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai
budaya individu, kepercayaan dan tindakantermasuk kepekaan terhadap
lingkungan dari individu yang datang danindividu yang mungkin kembali
lagi (Leininger, 2002).
d. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap
bahwa budayanya adalah yang terbaik di antara budaya-budaya yang
dimiliki oleh orang lain.
e. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya
yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
f. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada
mendiskreditkan asal muasal manusia
g. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi
pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan
kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan
dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling
memberikan timbal balik di antara keduanya.
h. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,
dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya
kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk
meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia.
i. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada
keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi
kehidupan manusia
j. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui
nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk membimbing,
mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok
untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup,
hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
k. Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan
untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain
karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada
kelompok lain.
4. Paradigma Transcultural Nursing
Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai
cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya
asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep
sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan
(Andrew and Boyle, 2008).
a. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki
nilai-nilaidan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk
menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984)
manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya
pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 2013).
b. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam
mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan
merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya
yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan
seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari.
Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin
mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang
adaptif (Andrew and Boyle, 2008).
c. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang
mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien.
Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien
dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan
yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan
alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa,
pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah
Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari
sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial
yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok
ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial
individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di
lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk
dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu
seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
5. Proses Keperawatan Transkultural
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk
matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses
keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan
memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 2008).
Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a. Tahap Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 2013). Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Sunrise Model” yaitu:
1. Faktor teknologi (technological factors).
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih
atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam
pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: persepsi sehat
sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan,
alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih
pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan
saat ini.
2. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical
factors).
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan
yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan
motivasi yangsangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas
segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama
yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit,
cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif
terhadap kesehatan.
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kindship and social
factors).
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
4. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural values and
lifeways factors).
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan
ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk.
Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai
sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang
perlu dikaji pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang
dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan,
kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit,
persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan
kebiasaan membersihkan diri.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal
factors).
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah
segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam
asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 2008).
Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan
yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga
yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang
dirawat.
6. Faktor ekonomi (economical factors).
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-
sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya
agar segera sembuh.Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh
perawat di antaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan,
tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain
misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan
antar anggota keluarga.
7. Faktor pendidikan (educational factors).
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien
dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini.
Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya
didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu
tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai
dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap
ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta
kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang
pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
b. Tahap Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui
intervensi keperawatan (Giger and Davidhizar, 2013). Terdapat tiga
diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan
keperawatan transkultural yaitu: gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial
berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam
pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
c. Tahap Perencanaan dan Pelaksanaan.
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transkultural
adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan.
Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan
pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar
belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 2013). Ada tiga pedoman
yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and
Boyle,2008) yaitu: mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila
budaya klien tidak bertentangan dengankesehatan, mengakomodasi
budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan
merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan
dengan kesehatan.
1. Cultural care preservation/maintenance:
a) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat
tentang proses melahirkan dan perawatan bayi; b) Bersikap
tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien; c)
Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan
perawat.
2. Cultural care accomodation/negotiation:
a) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien;
b) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan, c) Apabila
konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan
klien dan standar etik.
3. Cultual care repartening/reconstruction:
a) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi
yang diberikan dan melaksanakannya; b) Tentukan tingkat
perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok; c)
Gunakan pihak ketiga bila perlu; d) Terjemahkan terminologi
gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami
oleh klien dan orang tua, e) Berikan informasi pada klien tentang
sistem pelayanan kesehatan.
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-
masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan
dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya
mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa
tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien
akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas
keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat
terapeutik.
d. Evaluasi Transcultural Nursing
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan
atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan
dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

D. Komunikasi Lintas Budaya


Indonesia dikenal dengan Negara yang memiliki 6 pulau terbesar dengan 35
provinsi didalamnya. Bukan hanya provinsinya saja yang begitu banyak, akan
tetapi beragam kebudayaan dan bahasa juga ditemukan didalamnya. Indonesia
kaya akan ragam bahasa. Ditemukan jumlah bahasa terus bertambah seiring
dengan penelitiaan yang terus dilakukan. Indonesia memiliki sedikitnya 442
bahasa yang dikemukakan pada saat Kongres Bahasa ke-9 pada tahun 2008.
Kemudian pada tahun 2012 dilakukan penelitian selanjutnya dengan
menggunakan sampel 70 lokasi di wilayah Papua dan Maluku. Dari hasil
penelitian tersebut ditemukan penambahan yang signifikan yaitu jumlah bahasa
dan sub-bahasa di seluruh Indonesia mencapai 546 bahasa.
Liliweri (2003) mengatakan bahwa sebagai bagian dari tuntutan globalisasi
yang semakin tidak terkendali seperti saat ini, sehingga membuat kita
melakukan sebuah interaksi lintas kelompok, lintas budaya, serta lintas sektoral.
Bukan hanya hal tersebut akan tetapi banyak perubahan yang semakin deras dan
menjadi bukti nyata bahwa semua orang harus mengerti karakter komunikasi
antar budaya secara mendalam.
Saat sekelompok orang dengan latar belakang budaya yang berbeda
melakukan interaksi maka terjadilah komunikasi antar budaya. Hal ini sangat
jarang berjalan dengan lancar, karena kebanyakan situasi mereka yang
melakukan interaksi antar budaya tidak menggunakan bahasa yang sama,
namun bahasa tetap bisa dipelajari. Terjadi masalah komunikasi yang lebih
besar dalam area baik nonverbal maupun verbal. Pada komunikasi nonverbal
sangatlah rumit, dan kebanyakan merupakan proses yang spontan. Kebanyakan
orang sering tidak sadar akan sebagian besar perilaku nonverbal mereka, yang
dilakukan tanpa berpikir dan spontan serta tidak sadar (Samovar & Porter,
1994). Sebagian besar kita sering tidak menyadari akan sikap dan tindakan kita
sendiri, sehingga sulit untuk menguasai perilaku verbal maupun nonverbal
dalam budaya lain. Sering kita merasa terganggu dalam budaya orang lain,
dikarenakan kita sering merasa bahwa ada yang salah dengan kebudayaan
tersebut. Pada perilaku nonverlab jarang untuk menjadi sesuatu yang disadari,
sehingga kita sulit untuk mengetahui pasti mengapa kita sering merasa tidak
nyaman.
Komunikasi antar budaya menjadi sangat penting dikarenakan interaksi
sosial dalam kehidupan keseharian kita adalah sesuatu yang tidak dapat ditolak.
Saat melakukan percakapan, antara dua orang biasanya 35% percakapan yaitu
komunikasi verbal sedangkan 65% lainnya merupakan komunikasi nonverbal
Akan tetapi studi sistematis tentang komunikasi nonverbal telah lama
diabaikan. Hal ini dikarenakan adanya semacam praduga tidak beralasan
tentang bidang tersebut. Contohnya kebanyakan program bahasa asing
seringkali mengabaikan perilaku komunikasi nonverbal. Akan tetapi pada
kenyataan yang ada hanya sedikit saja komunikasi nonverbal memiliki makna
yang universal seperti menangis, tersenyum, tertawa dan tanda marah. Oleh
sebab itu orang sering beranggapan sendiri bahwa bila mereka berada dalam
suatu kebudayaan yang berbeda dari mereka dan mereka juga tidak mengerti
bahasa yang digunakan, mereka berpikir bisa tertolong dengan cukup
mengetahui gerakan-gerakan manual. Akan tetapi karena setiap manusia
memiliki perbedaan pengalaman hidup dalam kebudayaan yang berbeda, orang
tersebut akan menyatakan secara berbeda pula simbol-simbol dan tanda-tanda
yang sama
Studi tentang komunikasi dan kebudayaan juga berfokus pada pola-pola
tindakaan, bagaiamana makna dan pola-pola tersebut diartikan kedalam
masyarakat, bagaiamana menjaga makna, kelompok politik, proses pendidikan,
dan juga lingkungan teknologi yang melibatkan manusia untuk berinteraksi
Rahardjo (2005) mengatakan, tidak seperti studi-studi komunikasi lain,
dikarenakan tingkat perbedaan yang relatif tinggi pada latar belakang pihak-
pihak yang berkomunikasi karena adanya perbedaan cultural maka komunikasi
antar budaya merupakan hal yang penting sehingga hal tersebut menjadi
perbedaan dengan kajian ilmu yang lainnya. Selanjutnya pendapat Kim yang
dikemukakan dalam Rahardjo ialah asumsi yang mendasari komuniksi antar
budaya antaralain dikarenakan setiap individu yang memiliki budaya yang sama
biasanya berbagi kesamaan-kesamaan dalam keseluruhan latar belakang
pengalaman mereka daripada orang-orang yang berasal dari budaya yang
berbeda.
Martin & Thomas (2007) dalam bukunya Intercultural Communication in
Context memiliki 2 komponen kompetensi yaitu komponen individu yang
terdiri dari: motivasi, sikap, perilaku dan pengetahuan, serta kemampuan.
Termasuk komponen kontekstual antaralain melihat konteks-konteks yang
dapat mempengaruhi komunikasi antar budaya sebagai contoh, konteks historis,
konteks hubungan, konteks budaya maupun konteks lainnya seperti gender, ras,
dan sebagainya
Pengetahuan perawat tentang keperawatan transkultural merupakan acuan
dasar tehadap terlaksana implementasi pelayanan keperawatan dan terkait erat
dengan dimensi teori dasar keperawatan (Potter & Perry 1993). Keberhasilan
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat bergantung pada
kemampuannya mencerna berbagai ilmu dan mengaplikasikannya ke dalam
bentuk asuhan keperawatan yang sesuai latar belakang budaya pasien.
Terlaksananya asuhan keperawatan transkultural ditentukan oleh
pengetahuan perawat tentang teori transkultural, karena pemahaman yang
dimiliki tersebut akan mengklarifikasi fenomena, mengarahkan dan menjawab
fenomena yang dijumpai pada diri pasien dan keluarganya ketika memberikan
asuhan keperawatan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi lintas budaya adalah proses
pertukaran/penyampaian informasi atau pesan antar individu satu ke individu
lainnya yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda.Karakteristik
Komunikasi Lintas Budaya
1. Komunikasi dan bahasa
Sistem komunikasi verbal dan non-verbal satu unsur yang membedakan
satu kelompok dengan kelompok lainnya.
2. Pakaian dan penampilan
Meliputi pakaian, perhiasan, dan dandanan. Pakian ini akan menjadi
cirri yang menandakan seseorang berasal dari daerah mana ia berasal.
3. Makanan dan kebiasaan makan
Ciri ini menyangkut hal dalam pemilihan, penyajian, dan cara makan.
Dilarangnya seorang muslim untuk mengnsumsi daging babi, tidak
berlaku bagi mereka orang Cina. Orang Sunda terkesan senang makan
tanpa alat sendok (tangan saja) akan terlihat kurang sopan bagi mereka
orang-orang barat.
4. Waktu dan kesadaran akan waktu
Halini menyangkut pandangan orang akan waktu. Sebagian orang tepat
waktu dan sebagian lain berpandangan merelatifkan waktu. Ada orang
yang tidak mempedulikan jam atau menit tapi hanya menandai
waktunya dengan saat matahari terbit atau saat metahari terbenam saja.
5. Penghargaan dan Pengakuan
Suatu cara untuk mengamati suatu budaya adalah dengan memerhatikn
cara dan metode memberikan pujian bagi perbuatan-perbuatan baik dan
berani, lama pengabdian atau bentuk-bentuk lain penyelesaian tugas.
6. Hubungan-hubungan
Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan hubungan-
hubungan organisasi berdasarkan usia, jenis kelamin, status,
kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan dan kebijaksanaan.
7. Nilai dan norma
Bersadarkan system nilai yang dianutnya, suatu budaya menentukan
norma-norma perilaku bagi masyarakat yang bersangkutan. Aturan ini
bisa berkenaan dengan berbagai hal mulai dari etika kerja atau
kesenangan hingga kepatuhan mutlak atau kebolehan bagi anak-anak;
dari penyerahan istri secara kaku kepada suaminya hingga kebebasan
wanita secara total.
8. Rasa Diri dan Ruangan
Kenyamanan yang dimiliki seseorang atas dirinya bisa diekspresikan
secara berbeda oleh masing-masing budaya. Beberapa budaya sangat
terstruktu dan formal, sementara budaya lainnya lebih lentur dan
informal. Beberapa budaya sangat tertutup dan menentukan tempat
seseorang secara persis, sementara budaya-budaya lain lebih terbuka
dan berubah.
9. Proses mental dan belajar
Beberapa budaya menekankan aspek perkembangan otak ketimbang
aspek lainnya sehingga orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan
yang mencolok dalam cara orang-orang berpikir dan belajar
10. Kepercayaan dan sikap
Semua budaya tampaknya mempunyai perhatian terhadap hal-hal
supernatural yang jelas dalam agama-agama dan praktik keagamaan
atau kepercayaan mereka. (West & Lyn, 2008)
Makna Penting Komunikasi Lintas Budaya
Tujuan :
1. Membangun rasa saling percaya dan menghormati sebagai bangsa
berbudaya dalam meperkokoh hidup berdampingan secara damai,
mempersempit ruang misunderstanding.
2. Kritis terhadap cultural domination dan cultural homogenization,
kesepahaman global.
3. Melakukan usaha damai dalam upaya mereduksi perilaku agrasif dan
mencegah terjadinya konflik.
4. Mengenal budaya lain dengan lebih mudah
5. Membangun sikap empati social pada budaya yang berbeda

Tujuan mempelajari komunikasi lintas budaya menurut Litvin (1977)


yaitu
1. Menyadari bias budaya sendiri
2. Lebih peka secara budaya
3. Memperoleh kapasitas untuk benar-benar terlibat dengan anggota dari
budaya lain untuk menciptakan hubungan yang langgeng dan
memuaskan orang tersebut.
4. Merangsang pemahaman yang lebih besar atas budaya sendiri
5. Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang
6. Mempelajari keterampilan komunikasi yang membuat seseorang
mampu menerima gaya dan isi komunikasinya sendiri.
7. Membantu memahami budaya sebagai hal yang menghasilkan dan
memelihara semesta wacana dan makna bagi para anggotanya
8. Membantu memahami kontak antar budaya sebagai suatu cara
memperoleh pandangan ke dalam budaya sendiri: asumsi-asumsi, nilai-
nilai, kebebasan-kebebasan dan keterbatasan-keterbatasannya.
9. Membantu memahami model-model, konsep-konsep dan aplikasi-
aplikasi bidang komunikasi antar budaya.
10. Membantu menyadari bahwa sistem-sistem nilai yang berbeda dapat
dipelajari secara sistematis, dibandingkan, dan dipahami. (West & Lyn,
2008)
Manfaat :

1. Perspektif Internasional adalah saling pengertian antarbangsa.


Menumbuhkan rasa percaya diri
2. Perspektif Domestik: mempererat solidaritas nasional membangun
nasionalisme memahami keberagaman pandangan hidup
Perspektif Personal : membangun wawasan dapat saling berempati.
(West & Lyn, 2008).

Alasan Perawat Mempelajari Komunikasi Lintas Budaya


Budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem-sistem nilai yang
berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda, juga
menentukan cara berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh bahasa,
aturan dan norma yang ada pada masing-masing budaya. Sehingga
sebenarnya dalam setiap kegiatan komunikasi kita dengan orang lain selalu
mengandung potensi Komunikasi Lintas Budaya atau antar budaya, karena
kita akan selalu berada pada “budaya” yang berbeda dengan orang lain,
seberapa pun kecilnya perbedaan itu. (Effendi, 2009)
Praktik keperawatan profesional sering mengalami kendala dalam
memberikan pelayanan keperawatan, karena adanya disparitas atau
perbedaan kultur antara budaya modern dan budaya tradisional. Akibatnya,
pemberian pelayanan keperawatan pada klien atau masyarakat kurang
optimal. Ketidaktahuan tentang budaya yang ada akan mengakibatkan
perilaku mengacuhkan, tidak menerima, tidak memahami budaya klien
dalam mengekspresikan perasaannya. Itu semua mengakibatkan konflik
yang berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang
diberikan. Dalam memberikan asuhan keperawatan yang holistik pada
pasien, perawat haruslah dapat berkomunikasi dengan baik pada pasien.
Sedangkan, perawat dalam melaksanakan tugasnya pasti akan bertemu
pasien dengan berbagai macam budayanya. Menurut Leininger (1984)
manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada
setiap saat dimanapun dia berada. Dalam berkomunikasi dengan konteks
keberagaman, kebudayaan kerap kali menemui masalah atau hambatan-
hambatan yang tidak diharapkan sebelumnya. Misalnya saja dalam
penggunaan bahasa, lambang-lambang, nilai atau norma-norma masyarakat
dan lain sebagainya. Padahal syarat untuk terjalinnya hubungan itu tentu
saja harus ada saling pengertian dan pertukaran informasi atau makna antara
satu dengan lainnya. Mempelajari komunikasi dan budaya merupakan satu
hal yang tidak dapat dipisahkan (Lubis, 2002). Maka dari itu, perawat perlu
mempelajari budaya yang dianut oleh pasien karena beberapa alasan sebagai
berikut :
1. Untuk tercapainya keefektifan pengiriman dan penerimaan pesan
antara seorang perawat dengan klien ataupun keluarga klien.
Sehingga apa yang ingin disampaikan oleh perawat akan dapat
diterima oleh klien tersebut.
2. Karena budaya yang dimiliki klien akan mempengaruhi bagaimana
klien tersebut mempersepsikan asuhan keperawatan yang
diberikan, mempengaruhi bagaimana mereka merespon untuk
menyelesaikan masalah kehidupan termasuk masalah
kesehatannya, dan mempengaruhi interaksi dengan yang lain
termasuk interaksi dengan tenaga kesehatan ataupun perawat.
3. Agar perawat dapat mengidentifikasi, menguji, mengerti, dan
menggunakan pemahaman keperawatan transcultural untuk
meningkatkan kebudayaan yang spesifik dalam pemberian asuhan
keperawatan kepada klien/pasien.
4. Mengurangi cultural shock yang akan dialami oleh klien pada
kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan
perbedaan nilai budaya dan kepercayaan klien. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan,
ketidakberdayaan dan beberapa disorientasi. Contohnya
pengekspresian nyeri yang berbeda-beda di setiap daerah. Perawat
mungkin akan memarahi pasien dengan kebudayaan yang menurut
perawat tersebut tidak sesuai dengan kebudayaannya. Kebutaan
budaya yang di alami perawat ini akan berakibat pada penurunan
kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan. (Effendi, 2009).

E. Hubungan antara budaya dan makanan

Nutrisi dan faktor budaya sangat berperan dalam status gizi seseorang.

Budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda terhadap pangan dan makanan.

Sehingga masih dapat dijumpai beberapa jenis makanan yang masih dianggap tabu

di sejumlah daerah. Pantangan atau tabu terhadap makanan merupakan bagian dari

budaya yang menganggap makanan tertentu cenderung berbahaya karena alasan

yang tidak logis dan adanya hukuman bagi yang melanggar. Hal ini
mengindikasikan masih rendahnya pemahaman gizi dalam masyarakat. Dengan

demikian, perlu adanya upaya memperbaiki berupa penyuluhan untuk peningkatan


derajat kesehatan.

Budaya dan makanan mempunyai hubungan yang sangat erat. Makanan

berfungsi untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengembalikan kesehatan

yang optimal. Pemilihan bahan makanan, pengelolaan, penyajian,

pengonsumsiannya berkaitan dengan budaya individu, keluarga, dan komunitas

setempat.

1. Budaya mempengaruhi individu dan keluarga untuk menentukan makanan

yang dikonsumsi

Orang muslim tidak dapat memakam daging babi, anjing, atau

hewan yang diangap halal jika disembelih tanpa menyebut nama Allah .

2. Makanan dikaitkan dengan jenis kelamin, makanan maskulin atau feminin.

Gado-gado, rujak, ketoprak, sito, atau teh adalah makanan feminin

dan diidentikan dengan perempuan. Sate kambing, sop kambing, atau kopi

adalah makanan yang diidentikan dengan lelaki.

3. Makanan dikaitkan pula dengan usia

Susu dan madu baik untuk anak-anak. Makanan orang dewasa

berupa kacang goreng, kopi atau teh tubruk.

4. Makanan berkaitan dengan kondisi kesehatan seseorang

Orang Jawa atau orang Sunda, saat lebaran akan mengantarkan

makanan kepada orang yang lebih dituakan walaupun yang lebih muda lebih

miskin. Makanan hantaran sebagai bentuk pengakuan yang menerima

adalah dituakand dan dihormati.

5. Makanan dapat membangun dan mempertahankan hubungan antar manusia


Misal makanan yang dibawa sendiri-sendiri kemudian diletakkan ke

suatu tempat selanjutnya disantap bersama-sama.

6. Simbolisme makanan dalam bahasa

Pada tingkatan yang berbeda bahasa maka makanan mencerminkan

hubungan psikologis yang sangat dalam, di antara makanan, persepsi

kepribadian, dan keadaan emosional.

7. Pengaruh budaya

Hubungan budaya dengan gizi sangat kuat dan erat kaitannya

dengan kelompok masyarakat yang mengalami gizi buru atau kekurangan

gizi bukan hanya faktor ekonomi, namun karena pula faktor kepercayaan

atau budaya seseorang. Kelompok masyarakat yang mengalami gizi buruk

cenderung memiliki budaya tidak mau memakan makanan yang seharusnya

banyak gizi dan baik untuk dimakan karena memang budaya melarang

mereka untuk mengonsumsi makanan tersebut.

Berikut dijelaskan beberapa contoh yang ada dalam masyarakat.

a. Di Bogor masih ada yang percaya bahwa bayi dan balita laki-laki tidak

boleh diberikan pisang ambon, supaya alat kelamin/skrotumnya tidak

bengkak.

b. Balita perempuan tidak boleh makan pantat ayam, karena ketika mereka

sudah menikah bisa diduakan suami.

c. Di Indramayu, makanan gurih yang diberikan kepada bayi dianggap akan

menghambat pertumbuhannya. Untuk balita perempuan mereka dilarang

untuk makan nanas dan mentimun.

d. Makanan yang mempengaruhi alat reproduksi laki-laki atau perempuan

dewasa yakni sayur dan buah yang mengandung banyak air dapat

menyebabkan keputihan dan mengganggu harmonisasi hubungan suami dan


istri. Sedangkan laki-laki dewasa dilarang makan terung karena membuat

lemas dan mudah lelah.

e. Balita perempuan dan lelaki tidak boleh mengonsumsi ketan karena dapat

menyebabkan anak menjadi cadel, disebabkan tekstur ketan yang lengket

menyebabkan anak tidak bisa menyebutkan aksara L dengan benar.

f. Peternak itik atau ayam tiap hari tidak mengahsilkan telur maka pada ibu

hamil dan menyusui tidak pernah mengonsumsi daging ayam dan telur.

g. Perilaku tidak mengonsumsi ayam dan telur bukan merupakan penghematan

tetapi pantangan bagi bumil, busui, dan balita.

h. Bayi dan anak tidak diberi daging, ikan, telur, dan makanan yang dimasak

dengan santan dan kelapa parut karena menyebabkan cacingan, sakit perut,

dan sakit mata.

F. Mendidentifikasi budaya kesehatan di Indonesia

Indonesia sebagian besar penduduknya bermukim di daerah pedesaan

dengan tingkat pendidikan mayoritas sekolah dasar dan belum memiliki budaya

hidup sehat. Hidup sehat adalah hidup bersih dan disiplin sedangkan kebersihan dan

kedisiplinan itu sendiri belum menjadi budaya sehari-hari. Budaya memeriksakan

secara dini kesehatan anggota keluarga belum tampak. Hal ini terlihat dari

banyaknya klien yang datang ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan keadaan

kesehatan sebagai tindakan kuratif belum didukung sepenuhnya oleh upaya

promotif dan preventif, misalnya gerakan 3M pada pencegahan demam berdarah

belum terdengar gaungnya jika belum mendekati musim hujan atau sudah ada yang
terkena demam berdarah.

Menanamkan budaya hidup sehat harus sejak dini dengan melibatkan


pranata yang ada di masyarakat, seperti posyandu atau sekolah. Posyandu yang ada
di komunitas seharusnya diberdayakan untuk menanamkan perilaku hidup
bersih,sehat, dan berbudaya pada anak.

Di dalam masyarakat sederhana, kebiasaan hidup dan adatistiadat dibentuk

untuk mempertahankan hidup diri sendiri, dan kelangsungan hidup suku mereka.

Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran, pemberian makanan

bayi, yang bertujuan supaya reproduksi berhasil, ibu dan bayi selamat. Dari sudut

pandangan modern, tidak semua kebiasaan itu baik. Ada beberapa yang

kenyataannya malah merugikan. Kebiasaan menyusukan bayi yang lama pada

beberapa masyarakat, merupakan contoh baik kebiasaan yang bertujuan melindungi

bayi. Tetapi bila air susu ibu sedikit, atau pada ibu-ibu lanjut usia, tradisi budaya

ini dapat menimbulkan masalah tersendiri. Dia berusaha menyusui bayinya, dan

gagal. Bila mereka tidak mengetahui nutrisi mana yang dibutuhkan bayi (biasanya
demikian), bayi dapat mengalami malnutrisi dan mudah terserang infeksi.

Menjadi sakit memang tidak diharapkan oleh semua orang apalagi penyakit-

penyakit yang berat dan fatal. Masih banyak masyarakat yang tidak mengerti

bagaimana penyakit itu dapat menyerang seseorang. Ini dapat dilihat dari sikap

mereka terhadap penyakit itu sendiri. Ada kebiasaan dimana setiap orang sakit

diisolasi dan dibiarkan saja. Kebiasaan ini mungkin dapat mencegah penularan dari

penyakit-penyakit infeksi seperti cacar atau TBC. Bentuk pengobatan yang

diberikan biasanya hanya berdasarkan anggapan mereka sendiri tentang bagaimana

penyakit itu timbul. Kalau mereka anggap penyakit itu disebabkan oleh hal-hal

yang supernatural atau magis, maka digunakan pengobatan secara tradisional.

Pengobatan modern dipilih bila mereka duga penyebabnya faktor alamiah. Ini dapat

merupakan sumber konflik bagi tenaga kesehatan, bila ternyata pengobatan yang

mereka pilih berlawanan dengan pemikiran secara medis. Di dalam masyarakt


industri modern, iatrogenic disease merupakan problema. Budaya modern
menuntut merawat penderita di rumah sakit, padahal rumah sakit itulah tempat ideal
bagi penyebaran kuman-kuman yang telah resisten terhadap antibiotika.

Keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang

berfokus pada analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya

(Leinenger, 1987). Keperawatan transkultural merupakan ilmu dan kiat yang

humanis, yamh difokuskan pada perilaku individu atau kelompok, serta proses

untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau perilaku sakit secara

fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya ( Leininger, 1984). Pelayanan

keperawatan transkultural diberikan kepada pasien sesuai dengan latar belakang


budayanya.

1. Tujuan Keperawatan Transkultural

Tujuan pengguanaan keperawatan transkultural adalah pengembangan

sains dan keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada

kebudayaan (kultur—culture) yang spesifik dan universal. Kebudayaan yang

spesifik adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang spesifik yang tidak

dimiliki oleh kelompok lain seperti pada suku Osing, Tengger,ataupun Dayak.

Sedangkan, kebudayaan yang universal adalah kebudayaan dengan nilai dan

norma yang diyakini dan dilakukan oleh hamper semua kebudayaan seperti

budaya olahraga untuk mempertahankan kesehatan.

Negosiasi budaya adalah intervensi dan implementasi keperawatan

untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih

menguntungkan kesehatannya. Perawat membantu klien agar dapat memilih

dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan status

kesehatan. Misalnya, jika klien yang sedang hamil mempunyai pantangan

untuk makan makanan yang berbau amis seperti ikan, maka klien tersebut
dapat mengganti ikan dengan sumber protein nabati yang lain.
Restrukturisasi budaya perlu dilakukan bila budaya yang dimiliki

merugikan status kesehatan klien. Perawat berupaya melakukan strukturisasi

gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Seluruh

perencanaan dan implementasi keperawatan dirancang sesuai latar belakang

budaya sehingga budaya dipandang sebagai rencana hidup yang lebih baik

setiap saat, pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih

menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan adalah sangat kompleks hal ini

dipengaruhi oleh beberapahalantaralain;

1. Penyebab masalah Kesehatan

Menurut pandangan kesehatan modern sakit adalah suatu

kelainanfisiologis atau gangguan fungsi tubuh atau organ tubuh yang

disebabkan oleh beberapa hal seperti bakteri, virus, jamur dan

sebagainya atau pertumbuhan sel tubuh yang tidak normal yang

disebutdenganpathologis. Sedangkan menurut cara pandang budaya

bahwa kejadian suatu penyakit berkaitan dengan perubahan hubungan

dengan masyarakat, dengan alam dan dengan lingkungan sehingga

menimbulkan dampak terhadap tubuh manusia. Masyarakat dapat

beipandaugan bahwa kesehatan secara kultur atau budaya dapat

disetarakan dengan kesehatan modern jika terdapat hubungan atau

terdapat kesamaan

Contohnya: Seorang yang terkena diare dan muntah dikatakan

bahwa orang tersebut dibikini atau didukuni seseorang dan memalui

makanan. Jika dilihat dari kedua sudut pandang ini terdapat kesamaan

penyebab masalah tersebut adalah karena makanan yang mengandung

sesuatu sehingga menimbulkan suatu kelainan dalam tubuh manusia.


Hal ini jika kita analisa lebih dalam dapat dimanfaatkan oleh pelayanan

kesehatan modern dengan memadukan cara pandang kultur dengan

kesehatan modern sehingga dapat diterima dalam masyarakat bahwa

penyakit tersebut memang diakibatkan oleh termakan sesuatu (kuman

penyakit) sehingga menimbulkan reaksi tubuh yaitu muntah dan diare

sehingga pemecahan masalah dapat dilakasanakan dengan cara yang

lebih ilrniah dan profesional dan kemudian secara perlahan dapat

diberikan pengertian kepada masyarakat bahwa yang termakan atau

yang masuk ke dalam tubuh manusia tersebu adalah kuman peyakit yang

dapat menyerang siapa saja jika makanannya terkontaminasi kuman

penyakit penyebab diare.

2. Pengalaman yang berkaitan dengan masalah tersebut

Masalah kesehatanmerupakanmasalahyang selalu berhadapan

dalam kehidupan masyarakat, setiap saat manusia selalu bertemu

dengan masalah kesehatan baik ringan maupun berat. Pengalaman

masalah kesehatan yang ditemui oleh masyarakat sangat memepngaruhi

cara pandang masyarakat terhadap masalah tersebut. Contoh; seseorang

menderita suatu penyakit dan dalam memecahkan masalah tersebut

kebetulan menemui seseorang yang dapat membebaskannya dari

masalahtersebut sehingga menimbulkan kepercayaan terhadap hal

tersebut. Contoh; seorang menderita sakit kepala berat ketika

melaksanakan kegiatan dalam jangka waktu lama, sebelum orang

tersebut sakit kepala terdengar bunyi denging pada telinga

orangtersebut. Kemudian orang tersebut mendapat masukan untuk

berobat kepada orang pintar dan orang pintar tersebut berkata bahwa ada

sesuatu yang dikirim sesorang kepadanya apalagi ada suara denging di


telinga tersebut menandakan bahwa orang tersebut telah

diperbincangkan oleh orang lain. Kemudian orang tersebut melakukan

pijatan pada area tengkuk, pelipis dan kening serta pada area

pergelangan tangan dan mengatakan bahwa angin sudah keluar dan

mudah-mudahan segera sembuh dengan sedikit istirahat. Setelah orang

tersebut istirahat sebentar, orang tersebut kernbali sehat dan

menumbuhkan kepercayaan bahwa masalah yang dihadapinya adalah

sesuai dengan yang dikatakan oleh orang pintar tersebut dan

mungkinjika orang tersebut mendapat rnasalah yang sama dia akan

kembalimencariorangpintartersebut. jika dilihat dari sudut pandang

kesehatan masalah ini dapat saja terjadi pada seseorang yang melakukan

kegiatan yang cukup lama apalagi monoton dapat menyebabkan

ketegangan pada sistem syaraf dan peredaran darah. Gangguan

peredaran darah keotak akan menyebabkan sakit kepala dan jika

peredaran darah ke telinga akan menimbulkan gejala seperti berdenging.

Masalah ini dapat diatasi dengan melakukan masage pada aliran darah

tertentudimanaaliran darah dan sistem syaraf manusia yang terbanyak

adalah pada area tengkuk, pelipis dan sebagainya. Dengan keadaan

aliran darah yang maksimal dan istirahat akan memulihkan kerja otak

dan sistem syaraf sehingga menghilangkan gejala sakit kepala.

3. Ungkapan yang berkaitan dengan masalah tersebut

Cara pandang masyarakat dan ungkapan masyarakat terhadap suatu

masalah kesehatan yang terjadi dalarn masyarakatdapat mernpengamhi

cara pandang seseorang terhadap penyakit tersebut; Contoh: Seorang

yang menderita penyakit lepra atau kusta dipandang oleh masyarakat

sebagai suatu penyakit kutukan sehingga orang tersebut harus


diasingkan agar kutukan tersebut tak mengaiir kepada masyarakat

lainnya. Hal ini juga berpengaruh terhadap cara pandang individu atau

pada pasien tersebut sehingga pasien tersebut mengikuti cara pandang

masyarakat tanpa berusaha mencari penyelesaian masalah kesehatan

yang dihadapinya atau tanpa mencari pengobatan terhadap penyakit

yang dihadapinya. Pasien tersebut akan rela untuk diasingkan dan

menerima bahwa dirinya telah menerima kutukan dan diharuskan

menebus dosa yang telah diperbuatnya dengan hidupdalampengasingan.

4. Perawatan yang dilakukan dalam mengatasi masalah tersebut

Sistem pengelolaan kesehatan modern dipadukan dengan budaya

masyarakat setempat untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat

terhadap pelayanan kesehatan modern tetapi tanpa mengenyampingkan

etika pelayanan kesehatan atau profesional pelayanan kesehatan seperti

suatu pelayanan kesehatan modern.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada

proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan

dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit

didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu

ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya

atau keutuhan budaya kepada manusia.

2. Keperawatan transtruktural dan gerontik mempunyai hubungan yang erat

dalam usaha memberikan asuhan keperawatan yang sesuai.

B. Saran

Adapaun saran dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Sebaiknya dosen memberikan waktu yang lebih panjang dalam pemberian

tugas.

2. Sebaiknya semua mahasiswa aktif mengerjakan tugas.


DAFTAR PUSTAKA
Andrews, M. M., & Boyle, J. S. (2008). Transcultural Concepts in Nursing
Care. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta :EGC.
Budiono, Sumirah Budi P. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Bumi

Medika

Effendy, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan Praktik

Dalam Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika


Giger, J. N., & Davidhizar, R. E. (2013). Transcultural Nursing: Assessment
And Intervention, Sixth Edition. St. Louis: Mosby-Year Book, Inc.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2007). Pengamtar Konsep Dasar Keperawatan, ed.2
Jakarta: Salemba Medika.
Kozier, Erb,Berman,& Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan:Konsep, Proses & Praktik,ed.7.Vol.1. Jakarta: EGC.
Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,
Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill
Liliweri, Alo. 2009. Makna Komunikasi Dalam Komunikasi Antarbudaya.
Yogyakarta : PT Lkis Pelangi Aksara, hlm.
Potter, Patricia A., dan Anne G. Perry. (2009). Fundamental Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
West, Richard. & Lyn H. Turner. 2008. Penghantar Teori Komunikasi Analisis
dan Aplikas(Introducing Communication Theory: Analysis and Application).
Jakarta : Salemba Humanika, hlm 42

Anda mungkin juga menyukai