Disusun oleh
Anggota Kelompok 2 :
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nyalah kami dapat
menyelesaikan makalah Kasus Hipertiroid dan Hipotiroid.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari beberapa pihak. Untuk
itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan makalah ini sehingga berhasil terutama kepada dosen pembimbing.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak mengandung kekurangan karena
keterbatasan buku pegangan dan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi kepentingan makalah penulisdimasa mendatang.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga dengan adanya makalah ini dapatbmemberikan manfaat
kepada pembaca pada umumnya dan khususnya pada penulis sendiri.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN iv
2.1 Definisi vi
2.2 Etiologi vi
2.3 Klasifikasi vi
2.7 Pathway x
2.8 komplikasi x
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan. X
4.2 Saran
Daftar Pustaka
3
BAB I
PENDAHULUAN
Hasil Riset Kesehatan Daerah (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan 12,8% laki-laki dan 14,7%
perempuan di Indonesia memiliki kadar TSH yang rendah (Depkes RI, 2008). Berdasarkan hasil
Riskesdas tahun 2013, terdapat 0,4% penduduk usia ≥15 tahun yang terdiagnosis hipertiroid, yaitu
sejumlah 706.757 penduduk (Kemenkes RI, 2013). Prevalensi hipertiroid di provinsi Jawa Tengah
lebih tinggi dari prevalensi nasional yaitu 0,5% (Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan data Balai
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Magelang 2019, terdapat peningkatan kejadian hipertiroid
dari 39% di tahun 2018 menjadi 50% di tahun 2019 (Balitbangkes Magelang, 2019). Data tahun
2018, menunjukkan 493 pasien dengan kadar TSH rendah dan 113 pasien memiliki kadar FT4 tinggi
yang melakukan terapi di klinik Balai Litbangkes Magelang (Balitbangkes Magelang, 2018)
Diagnosis hipertiroid dapat ditegakkan dengan melakukan tes fungsi tiroid yang umumnya terdiri
dari pemeriksaan kadar TSH dan free tiroksin (FT4) atau free triiodotironin (FT3). Free tiroksin
merupakan hormon tiroksin dalam bentuk bebas atau tidak terikat dengan protein yang terdapat pada
peredaran darah. Hipertiroid ditandai dengan kadar TSH yang rendah (< 0,3 mIU/L) dan kadar FT4
yang normal (0,8-2,0 ng/dL) atau tinggi (> 2,0 ng/dL) (De Leo et al., 2016).
Hormon T4 dan T3 sangat meningkatkan kecepatan metabolisme tubuh. Sekresi hormon tiroid
yang sangat berlebih dapat meningkatkan laju metabolisme basal hingga 60-100 persen diatas normal.
Proses glukoneogenesis, glikolisis, lipolisis, dan perombakan protein meningkat. Hal ini
menyebabkan peningkatan kebutuhan zat gizi makro maupun mikro. Zat besi dan seng merupakan zat
4
gizi mikro esensial yang dibutuhkan tubuh dan memengaruhi pembentukan hormon tiroid (Hall,
2016).
Asupan seng dan zat besi pada masyarakat Indonesia kurang dari kebutuhan (Prasetyo et al.,
2018; Anwar et al., 2018). Prevalensi kekurangan asupan zat besi dan seng pada orang dewasa usia
19-49 tahun, yaitu 36,4% dan 74,3% (Prasetyo et al., 2018). Prevalensi pada remaja usia 13-18 tahun
lebih tinggi yaitu 71,85% remaja mengalami defisiensi zat besi dan 77,48% defisiensi seng (Anwar et
al., 2018). Kebutuhan harian zat besi pada pasien hipertiroid dewasa yaitu 9 mg untuk laki-laki dan
18 mg untuk perempuan, sedangkan kebutuhan seng sekitar 11 mg/hari untuk laki-laki dan 8 mg/hari
untuk perempuan (Menkes RI, 2019).
1. Tujuan Umum
Perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi secara komprehensif
melalui pendekatan proses asuhan keperawatan yang profesional dan sesuai standar yang benar.
2. Tujuan Khusus
5
e) Perawat mampu menjelaskan evaluasi dasi hasil intervensi atau tindakan keperawatan yang
dilakukan pada pasien dengan diagnosa hipertiroid
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Definisi
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran
kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan
kelenjar dan morfologinya (syaugi m.assegaf dkk,2015).
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapatmempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid
terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea,
esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan
berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila
pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang
disertai kesulitan bernapas dan disfagia (syaugi m.assegaf dkk,2015).
2.2 Etiologi
Penyebab utama struma nodosa ialah karena kekurangan yodium.Defisiensi yodium dapat
menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar. Hal tersebut memungkinkan hipofisis
mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid
mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar ke dalam folikel, dan kelenjar menjadi
bertambah besar. Penyebab lainnya karena adanya cacat genetik yang merusak metabolisme yodium,
konsumsi goitrogen yang tinggi (yang terdapat pada obat, agen lingkungan, makanan, sayuran),
kerusakan hormon kelenjar tiroid, gangguan hormonal dan riwayat radiasi pada kepala dan leher.
Hal yang mendasari pertumbuhan nodul pada struma nodosa non toxic adalah respon dari sel-sel
folikular tiroid yang heterogen dalam satu kelenjar tiroid pada tiap individu. Dalam satu kelenjar
tiroid yang normal, sensitivitas sel-sel dalam folikel yang sama terhadap stimulus TSH dan faktor
perumbuhan lain (IGF dan EGF) sangat bervariasi. Terdapat sel-sel autonom yang dapat bereplikasi
tanpa stimulasi TSH dan sel-sel sangat sensitif TSH yang lebih cepat bereplikasi. Selsel akan
bereplikasi menghasilkan sel dengan sifat yang sama. Sel-sel folikel dengan daya replikasi yang
6
tinggi ini tidak tersebar merata dalam satu kelenjar tiroid sehingga akan tumbuh nodul-nodul (syaugi
m.assegaf dkk,2015).
2.3 Klasifikasi
Secara klinis pemeriksaan klinis struma nodosa dapat dibedakan menjadi :
a. Struma nodosa toxic
Struma nodosa toxic dapat dibedakan atas dua yaitu struma nodosa diffusa toxic dan struma
nodosa nodusa toxic. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk
anatomi dimana struma nodosa diffusa toxic akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak
diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik
teraba satu atau lebih benjolan (struma nodosa multinodular toxic). Struma nodosa diffusa toxic
(tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon
tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok
eksoftalmik/exophtalmic struma nodosa), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan
diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun
telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam
sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
b. Struma nodosa non toxic
Struma nodosa non toxic sama halnya dengan struma nodosa toxic yang dibagi menjadi
struma nodosa diffusa non toxic dan struma nodosa nodusa non toxic. Struma nodosa non toxic
disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma nodosa ini disebut sebagai simpel
struma nodosa, struma nodosa endemik, atau struma nodosa koloid yang sering ditemukan di
daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat
sintesa hormon oleh zat kimiaStruma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal
yaitu (Roy, 2011):
1. Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter
(uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menyerap yodium radioaktif, ada tiga bentuk nodul tiroid yaitu
nodul dingin, hangat, dan panas. Nodul dingin apabila penangkapan yodium tidak ada atau
kurang dibandingkan dengan bagian tiroid sekitarnya. Hal ini menunjukkan aktivitas yang
7
rendah. Nodul hangat apabila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi
nodul sama dengan bagian tiroid lainnya. Dan nodul panas bila penangkapan yodium lebih
banyak dari sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih. Berdasarkan
konsistensinya lunak, kistik, keras dan sangat keras
2.4 Manifestasi Klinis
Beberapa penderita struma nodosa non toxic tidak memiliki gejala sama sekali. Jika struma cukup
besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga
esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan seperti ini jantung menjadi
berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, dan kelelahan. Beberapa diantaranya
mengeluh adanya gangguan menelan, gangguan pernapasan, rasa tidak nyaman di area leher, dan
suara yang serak. Pemeriksaan fisik struma nodosa non toxic berfokus pada inspeksi dan palpasi leher
untuk menentukan ukuran dan bentuk nodular. Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di
depan penderita yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit
terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi,
ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk
menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan. Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana
pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan
meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. Struma nodosa
tidak termasuk kanker tiroid, tapi tujuan utama dari evaluasi klinis adalah untuk meminimalkan risiko
terhadap kanker tiroid (wiseman,2011).
Gejala secara umum yaitu kelelahan dan kelesuan, sering mengantuk, jadi pelupa kesulitan
belajar, kulit kering dan gatal, rambut dan kuku yang rapuh, wajah bengkak, konstipasi, nyeri otot,
penambahan berat badan, peningkatan sensitifitas terhadap banyak pengobatan, menstruasi yang
banyak, peningkatan frekuensi keguguran pada wanita hamil (wiseman,2011).
8
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada
posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan
atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk
(diffus atau noduler kecil), gerakanpada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada
permukaan pembengkakan
b. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam
posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu
jari kedua tangan pada tengkuk penderita.
c. Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara testes fungsi tiroid
untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur
dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang
secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik. Kadar
TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien
hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun
(hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki
penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan
kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.
d. Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat
trakea (jalan nafas).
e. Ultrasasonografi
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV.
USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin
tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG
antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.
f. Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m
dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di
bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan
radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalahfungsi bagian-bagian
tiroid.
g. Biopsi Aspirasi Jarum Halus
9
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi
jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain
itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena
salah intrepertasi oleh ahli sitologi.
11
2.7 Pathway
2.8 komplikasi
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung kongestif (jantung tidak
mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang menjadi rapuh,
keropos dan mudah patah.
12
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
13
5. Riwayat penykit keluarga
Kaji aanya riwayat penyakit ari bawaan genetik seperti hipertensi, DM, jantung, an penyakit
menurun lainnya.
6. Pemeriksaan fisik
TD: 130/90 mmHG
N: 108x/m S: 37,2
RR: 20x/menit
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
● Kepala
Rambut : bersih, tiak terapat lesi atau odem, tidak ada nyeri tekan
Muka : simetris, tidak ada lesi, tidak ada odem, tidak ada nyeri tekan pada pipi
Mata : penglihatan baik, konjungtiva anemis,sklera tidak kuning, simetris
Hidung : bagian alam hidung bersih, tiak ada sekret, tidak ada pembengkakan area sinus
Telinga : pendengaran baik, bagian dalam telinga bersih, tidak ada lesi, tidak ada nyeri
tekan
Mulut : mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis,
Gigi : jumlah gigi lengkap, tidak ada karies, tidak berlubang
Tenggorokan : tidak ada tonsil, kesulitan menelan
Leher : terapat pembesaran tiroid
● Dada : Simetris
● Paru - paru : Vesikuler
● Jantung : Murmur, nadi 108 x/menit tangan terlihat gemetar
● Abdomen : tidak ada lesi atau odem, tidak ada nyeri tekan, bising usus normal
● Integumen : turgor kulis elastis dan lembab, tiak ada lesi
● Ekstremitas :
klien mudah merasa lelah setelah aktivitas
Klien tampak lesu dan lemah
klien tampak bedrest di tempat tidur
klien mengatakan cepet lelah.
Kekuatan otot : 4444
14
7. Data Psikologis, sosiologi , dan spiritual
Psikologis : Gelisah dan pasien tampah bingung
Sosiologi : cemas
Spiritual : -
klien mengatakan cemes terhadap penyakit yang dideritanya
klien sering bertanya tentang penyakitnya
2 DS: Klien mengatakan mudah lelah setelah Produksi hormon tiroid Intoleransi Aktivitas
melakukan aktivitas meningkat
DO: Hipermetabolik
15
3 DS: Peningkatan produksi Ansietas
hormone tiroid
Klien mengatakan cemas terhadap
penyakit yang sedang dideritanya Hipermetaboliok
Diagnosa keperawatan :
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid Tidak terkontrol
16
lelah normal 120-90
DO : N : 60 – 100 x/menit
2 19-09- Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan asuhan 1. Obs tanda-tanda viral dan
2022 berhubungan dengan keperawtan 1X24 jam catat nadi baik istirahat
hipermetabolik dengan diharapkan intoleransi aktivitas maupun saat aktivitas
peningkatan kebutuhan teratasi dengan criteria hasil : 2. Ciptakan lingkungan yang
energi, kelelahan dan tenang
1. Klien mengatakan
kelemahan otot 3. Sarankan pasien
tidak mudah lelah
mengurangi aktivitas
DS: Klien mengatakan setelah melakukan
4. Berikan tindakan yang
mudah lelah setelah aktivitas
membuat pasien merasa
melakukan aktivitas 2. KU : Baik
nyaman seperti massage
3. Klien tampak tidak
DO:
lemah
KU : Sakit sedang 4. Klien tampak segar
5. Klien tidak bedrest di
Klien lemah dan Tampak
tempat tidur lagi
Lesu
Kekuatan otot : 5 5
Klien tampak bedrest
ditempat tidur Kekuatan
Otot: 4 4
DO :
N : 108 x/Menit
Akral dingin
19
melakukan aktivitas 4. Memberikan tindakan Klien tampak agak rileks
yang membuat pasien
DO: N : 100 x/menit
merasa nyaman seperti
KU : Sakit sedang massage Kekuatan otot : 4 4
BAB IV
PENUTUP
20
1.1 Kesimpulan
Penyebab dari hipertiroidisme yaitu aanya gangguan homeostatic yang disebabkan oleh
produksi TSH yang berlebih atau adanya perubahan autonomic kelenjar tiroid menjadi
hiperfungsi kelenjar tiroid. Ada banyak gejala paa penyakit ini seperti penurunan berat badan
yang drastis, nafsu makan meningkat.
1.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan agar kita senantiasa memiliki gaya hiup yang sehat. Dan
juga bagi perawat yang kelak bekerja di rumah sakit agar dapat memenuhi seluk beluk dari
penyakit hipertiroidisme yang pada akhirnya dapat memberikan pelayanan yang terbaik apabila
menemukan pasien yang menderita penyakit ini
DAFTAR PUSTAKA
21