Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA KASUS HIPERTIROID DAN HIPOTIROID

Disusun untuk memenuhi mata kuliah

Keperawatan Medikal Bedah 2

Disusun oleh

Anggota Kelompok 2 :

1. Bernike Risandy Putri (202040014)


2. Muhammad Azman Rido (202040005)

PROGRAN STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI IMLU KESEHATAN

ICHSAN MEDICAL CENTER BINTARO 2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nyalah kami dapat
menyelesaikan makalah Kasus Hipertiroid dan Hipotiroid.

Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari beberapa pihak. Untuk
itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan makalah ini sehingga berhasil terutama kepada dosen pembimbing.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak mengandung kekurangan karena
keterbatasan buku pegangan dan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi kepentingan makalah penulisdimasa mendatang.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga dengan adanya makalah ini dapatbmemberikan manfaat
kepada pembaca pada umumnya dan khususnya pada penulis sendiri.

Tangerang Selatan, 19 September 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN iv

1.1 Latar Belakang iv

1.2 Rumusan Masalah v

1.3 Tujuan Penelitian v

BAB II DASAR TEORI vi

2.1 Definisi vi

2.2 Etiologi vi

2.3 Klasifikasi vi

2.4 Manifestasi Klinis vii

2.5 Pemeriksaan Penunjang vii

2.6 Penatalaksanaan Keperawatan dan terapi Medis ix

2.7 Pathway x

2.8 komplikasi x

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN xii

3.1 Pengkajian Keperawatan xii

3.2 Analisa Data xiii

3.4 Intervensi xiv

3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan. X

4.2 Saran

Daftar Pustaka

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertiroid adalah kumpulan gejala klinis disebabkan kelebihan hormon tiroid. Hipertiroid
disebabkan oleh gangguan sistem imun dimana suatu antibodi yang disebut thyroid stimulating
immunoglobulin (TSI) mengikat reseptor thyroid stimulating hormone (TSH) dalam kelenjar tiroid,
sehingga kadar TSH menjadi rendah. Antibodi TSI juga merangsang kelenjar tiroid untuk
mengeluarkan hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dalam kadar tinggi. Selain itu,
terdapat hubungan timbal balik yaitu apabila kadar hormon tiroid tinggi dalam darah, maka kelenjar
pituitari akan mengeluarkan TSH yang lebih sedikit untuk menurunkan produksi hormon tiroid di
kelenjar tiroid. Penyebab lain hipertiroid yaitu peradangan kelenjar tiroid, adanya benjolan atau nodul
pada kelenjar tiroid, serta terdapat tumor pada kelenjar tiroid atau pituitari (De Leo et al., 2016;
Devereaux et al., 2014).

Hasil Riset Kesehatan Daerah (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan 12,8% laki-laki dan 14,7%
perempuan di Indonesia memiliki kadar TSH yang rendah (Depkes RI, 2008). Berdasarkan hasil
Riskesdas tahun 2013, terdapat 0,4% penduduk usia ≥15 tahun yang terdiagnosis hipertiroid, yaitu
sejumlah 706.757 penduduk (Kemenkes RI, 2013). Prevalensi hipertiroid di provinsi Jawa Tengah
lebih tinggi dari prevalensi nasional yaitu 0,5% (Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan data Balai
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Magelang 2019, terdapat peningkatan kejadian hipertiroid
dari 39% di tahun 2018 menjadi 50% di tahun 2019 (Balitbangkes Magelang, 2019). Data tahun
2018, menunjukkan 493 pasien dengan kadar TSH rendah dan 113 pasien memiliki kadar FT4 tinggi
yang melakukan terapi di klinik Balai Litbangkes Magelang (Balitbangkes Magelang, 2018)

Diagnosis hipertiroid dapat ditegakkan dengan melakukan tes fungsi tiroid yang umumnya terdiri
dari pemeriksaan kadar TSH dan free tiroksin (FT4) atau free triiodotironin (FT3). Free tiroksin
merupakan hormon tiroksin dalam bentuk bebas atau tidak terikat dengan protein yang terdapat pada
peredaran darah. Hipertiroid ditandai dengan kadar TSH yang rendah (< 0,3 mIU/L) dan kadar FT4
yang normal (0,8-2,0 ng/dL) atau tinggi (> 2,0 ng/dL) (De Leo et al., 2016).

Hormon T4 dan T3 sangat meningkatkan kecepatan metabolisme tubuh. Sekresi hormon tiroid
yang sangat berlebih dapat meningkatkan laju metabolisme basal hingga 60-100 persen diatas normal.
Proses glukoneogenesis, glikolisis, lipolisis, dan perombakan protein meningkat. Hal ini
menyebabkan peningkatan kebutuhan zat gizi makro maupun mikro. Zat besi dan seng merupakan zat

4
gizi mikro esensial yang dibutuhkan tubuh dan memengaruhi pembentukan hormon tiroid (Hall,
2016).

Asupan seng dan zat besi pada masyarakat Indonesia kurang dari kebutuhan (Prasetyo et al.,
2018; Anwar et al., 2018). Prevalensi kekurangan asupan zat besi dan seng pada orang dewasa usia
19-49 tahun, yaitu 36,4% dan 74,3% (Prasetyo et al., 2018). Prevalensi pada remaja usia 13-18 tahun
lebih tinggi yaitu 71,85% remaja mengalami defisiensi zat besi dan 77,48% defisiensi seng (Anwar et
al., 2018). Kebutuhan harian zat besi pada pasien hipertiroid dewasa yaitu 9 mg untuk laki-laki dan
18 mg untuk perempuan, sedangkan kebutuhan seng sekitar 11 mg/hari untuk laki-laki dan 8 mg/hari
untuk perempuan (Menkes RI, 2019).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang kasus Hipertiroid didapatkan data bahwa kasus tersebut meningkat
setiap tahunnya di dasarkan karena pola hidup yang kurang baik dan pada akhirnya bisa menyebabkan
terjadinya peningkatan pada penyakit tersebut, yang disertai dengan komplikasi penyakit kronis, maka
dengan demikian merumuskan masalah pada kasus Hipertiroid dan resiko yang terjadi pada pasien
dengan diagnosis hipertiroid.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi secara komprehensif
melalui pendekatan proses asuhan keperawatan yang profesional dan sesuai standar yang benar.

2. Tujuan Khusus

a) Perawat mampu mengetahui konsep dasar medis pada kasus hipertiroid


b) Perawat mampu merumuskan dan melaksanakan diagnosa berdasarkan dari data subjektif
pasien dan data objektif pasien
c) Perawat mampu menentukan hasil luaran yang akan dicapai serta intervensi keperawatan pada
pasien hipertensi dan intervensi yang sesuai.
d) Perawat mampu menjelaskan intervensi atau tindakan keperawatan sesuai dengan data yang
ada

5
e) Perawat mampu menjelaskan evaluasi dasi hasil intervensi atau tindakan keperawatan yang
dilakukan pada pasien dengan diagnosa hipertiroid

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Definisi
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran
kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan
kelenjar dan morfologinya (syaugi m.assegaf dkk,2015).

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapatmempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid
terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea,
esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan
berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila
pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang
disertai kesulitan bernapas dan disfagia (syaugi m.assegaf dkk,2015).

2.2 Etiologi
Penyebab utama struma nodosa ialah karena kekurangan yodium.Defisiensi yodium dapat
menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar. Hal tersebut memungkinkan hipofisis
mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid
mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar ke dalam folikel, dan kelenjar menjadi
bertambah besar. Penyebab lainnya karena adanya cacat genetik yang merusak metabolisme yodium,
konsumsi goitrogen yang tinggi (yang terdapat pada obat, agen lingkungan, makanan, sayuran),
kerusakan hormon kelenjar tiroid, gangguan hormonal dan riwayat radiasi pada kepala dan leher.

Hal yang mendasari pertumbuhan nodul pada struma nodosa non toxic adalah respon dari sel-sel
folikular tiroid yang heterogen dalam satu kelenjar tiroid pada tiap individu. Dalam satu kelenjar
tiroid yang normal, sensitivitas sel-sel dalam folikel yang sama terhadap stimulus TSH dan faktor
perumbuhan lain (IGF dan EGF) sangat bervariasi. Terdapat sel-sel autonom yang dapat bereplikasi
tanpa stimulasi TSH dan sel-sel sangat sensitif TSH yang lebih cepat bereplikasi. Selsel akan
bereplikasi menghasilkan sel dengan sifat yang sama. Sel-sel folikel dengan daya replikasi yang
6
tinggi ini tidak tersebar merata dalam satu kelenjar tiroid sehingga akan tumbuh nodul-nodul (syaugi
m.assegaf dkk,2015).

2.3 Klasifikasi
Secara klinis pemeriksaan klinis struma nodosa dapat dibedakan menjadi :
a. Struma nodosa toxic
Struma nodosa toxic dapat dibedakan atas dua yaitu struma nodosa diffusa toxic dan struma
nodosa nodusa toxic. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk
anatomi dimana struma nodosa diffusa toxic akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak
diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik
teraba satu atau lebih benjolan (struma nodosa multinodular toxic). Struma nodosa diffusa toxic
(tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon
tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok
eksoftalmik/exophtalmic struma nodosa), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan
diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun
telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam
sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
b. Struma nodosa non toxic
Struma nodosa non toxic sama halnya dengan struma nodosa toxic yang dibagi menjadi
struma nodosa diffusa non toxic dan struma nodosa nodusa non toxic. Struma nodosa non toxic
disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma nodosa ini disebut sebagai simpel
struma nodosa, struma nodosa endemik, atau struma nodosa koloid yang sering ditemukan di
daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat
sintesa hormon oleh zat kimiaStruma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal
yaitu (Roy, 2011):
1. Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter
(uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menyerap yodium radioaktif, ada tiga bentuk nodul tiroid yaitu
nodul dingin, hangat, dan panas. Nodul dingin apabila penangkapan yodium tidak ada atau
kurang dibandingkan dengan bagian tiroid sekitarnya. Hal ini menunjukkan aktivitas yang
7
rendah. Nodul hangat apabila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi
nodul sama dengan bagian tiroid lainnya. Dan nodul panas bila penangkapan yodium lebih
banyak dari sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih. Berdasarkan
konsistensinya lunak, kistik, keras dan sangat keras
2.4 Manifestasi Klinis
Beberapa penderita struma nodosa non toxic tidak memiliki gejala sama sekali. Jika struma cukup
besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga
esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan seperti ini jantung menjadi
berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, dan kelelahan. Beberapa diantaranya
mengeluh adanya gangguan menelan, gangguan pernapasan, rasa tidak nyaman di area leher, dan
suara yang serak. Pemeriksaan fisik struma nodosa non toxic berfokus pada inspeksi dan palpasi leher
untuk menentukan ukuran dan bentuk nodular. Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di
depan penderita yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit
terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi,
ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk
menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan. Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana
pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan
meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. Struma nodosa
tidak termasuk kanker tiroid, tapi tujuan utama dari evaluasi klinis adalah untuk meminimalkan risiko
terhadap kanker tiroid (wiseman,2011).
Gejala secara umum yaitu kelelahan dan kelesuan, sering mengantuk, jadi pelupa kesulitan
belajar, kulit kering dan gatal, rambut dan kuku yang rapuh, wajah bengkak, konstipasi, nyeri otot,
penambahan berat badan, peningkatan sensitifitas terhadap banyak pengobatan, menstruasi yang
banyak, peningkatan frekuensi keguguran pada wanita hamil (wiseman,2011).

2.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Inspeksi

8
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada
posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan
atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk
(diffus atau noduler kecil), gerakanpada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada
permukaan pembengkakan
b. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam
posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu
jari kedua tangan pada tengkuk penderita.
c. Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara testes fungsi tiroid
untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur
dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang
secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik. Kadar
TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien
hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun
(hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki
penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan
kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.
d. Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat
trakea (jalan nafas).
e. Ultrasasonografi
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV.
USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin
tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG
antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.
f. Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m
dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di
bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan
radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalahfungsi bagian-bagian
tiroid.
g. Biopsi Aspirasi Jarum Halus
9
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi
jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain
itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena
salah intrepertasi oleh ahli sitologi.

2.6 Penatalaksanaan Keperawatan dan terapi Medis


Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara lain sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologi
Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma yang pada
umumnya secara klinis sudah bisa diduga, foto rontgen pada leher lateral diperlukan untuk
evaluasi kondisi jalan nafas.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG). Manfaat USG dalam pemeriksaan tiroid :
● Untuk menentukan jumlah nodul
● Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik
● Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.
● Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap yodium, dan
tidak terlihat dengan sidik tiroid
● Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi terarah
● Pemeriksaan sidik tiroid. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah tentang ukuran,
bentuk, lokasi dan yang utama adalah fungsi bagian-bagian tiroid.
● Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy). Biopsi ini dilakukan khusus
pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Penatalaksanaan Konservatif
a. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid.
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan
sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah
mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang
terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan
saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.
b. Terapi Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga
menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium
radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam
10
kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak
meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik. Yodium radioaktif diberikan dalam
bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan
empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.
c. Tiroidektomi
Tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat kelenjar tiroid adalah tiroidektomi,
meliputi subtotal ataupun total. Tiroidektomi subtotal akan menyisakan jaringan atau
pengangkatan 5/6 kelenjar tiroid, sedangkan tiroidektomi total, yaitu pengangkatan jaringan
seluruh lobus termasuk istmus. Tiroidektomi merupakan prosedur bedah yang relative aman
dengan morbiditas kurang dari 5 %.

11
2.7 Pathway

2.8 komplikasi
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung kongestif (jantung tidak
mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang menjadi rapuh,
keropos dan mudah patah.

12
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN KEPERAWATAN HIPERTIROIDISME


3.1 Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 33 Tahun
Tanggal Lahir : 01 April 1989
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : Jl Kencana raya no 53
Pekerjaan : Karwayan Swasta
Suku : Jawa
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal masuk RS : 18 September 2022
No. Med. Rec : 12355642
Diagnosa Medis : Hipertiroid
2. Identitas penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : Jl Kencana raya no 53
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Status hubungan dengan pasien : ibu dari pasien
3. Keluhan Utama
Keluhan utama yang muncul seperti lemas seluruh tubuh ,pusing, mengeluh terdapat
pembesaran pada leher, kesulitan menelan dan bernapas.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi , penyakit jantung, penyakit ginjal, stroke. Penting
untuk mengkaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat alergi terhadap jenis obat.

13
5. Riwayat penykit keluarga
Kaji aanya riwayat penyakit ari bawaan genetik seperti hipertensi, DM, jantung, an penyakit
menurun lainnya.

6. Pemeriksaan fisik
TD: 130/90 mmHG
N: 108x/m S: 37,2
RR: 20x/menit
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
● Kepala
Rambut : bersih, tiak terapat lesi atau odem, tidak ada nyeri tekan
Muka : simetris, tidak ada lesi, tidak ada odem, tidak ada nyeri tekan pada pipi
Mata : penglihatan baik, konjungtiva anemis,sklera tidak kuning, simetris
Hidung : bagian alam hidung bersih, tiak ada sekret, tidak ada pembengkakan area sinus
Telinga : pendengaran baik, bagian dalam telinga bersih, tidak ada lesi, tidak ada nyeri
tekan
Mulut : mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis,
Gigi : jumlah gigi lengkap, tidak ada karies, tidak berlubang
Tenggorokan : tidak ada tonsil, kesulitan menelan
Leher : terapat pembesaran tiroid
● Dada : Simetris
● Paru - paru : Vesikuler
● Jantung : Murmur, nadi 108 x/menit tangan terlihat gemetar
● Abdomen : tidak ada lesi atau odem, tidak ada nyeri tekan, bising usus normal
● Integumen : turgor kulis elastis dan lembab, tiak ada lesi
● Ekstremitas :
klien mudah merasa lelah setelah aktivitas
Klien tampak lesu dan lemah
klien tampak bedrest di tempat tidur
klien mengatakan cepet lelah.
Kekuatan otot : 4444

14
7. Data Psikologis, sosiologi , dan spiritual
Psikologis : Gelisah dan pasien tampah bingung
Sosiologi : cemas
Spiritual : -
klien mengatakan cemes terhadap penyakit yang dideritanya
klien sering bertanya tentang penyakitnya

3.2 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1 DS: Produksi hormone Resiko Tinggi


tiroid meningkat Penurunan curah
1. Klien Mengatakan jantungnya
Jantung
berdebar-debar Peningkatan metabolic
2. Klien mengatakan cepat lelah tubuh

DO: Peningkatan kerja


jantung takikardi
TD : 130/90 mmHg
Perubahan
N : 108 x\menit
denyut/irama jantung
Akral dingin
Penurunan curah
Klien tampak mudah lelah dan Tangan jantung
terlihat gemetar

2 DS: Klien mengatakan mudah lelah setelah Produksi hormon tiroid Intoleransi Aktivitas
melakukan aktivitas meningkat

DO: Hipermetabolik

KU : Sakit sedang Meningkatnya


kebutuhan energi
Klien lemah dan Tampak lesu
Kelelahan/kelemahan
Klien tampak bedrest di tempat tidur
otot
Kekuatan Otot : 4 4
Intoleransi Aktivitas

15
3 DS: Peningkatan produksi Ansietas
hormone tiroid
Klien mengatakan cemas terhadap
penyakit yang sedang dideritanya Hipermetaboliok

DO: Perubahan status


kesehatan
● Klien tampak cemas
● Klien sering bertanya tentang Koping tidak adekuat
penyakitnya
Ansietas
● Klien tampak bingung

Diagnosa keperawatan :

1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid Tidak terkontrol

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipermetabolik

3. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis

3.3 Intervensi keperawatan

No Tgl/Jam Diagnosa Keperawatan Tujuan/hasil yang diharapkan Intervensi

1 19-09- Resiko tinggi terhadap Setelah dilakukan asuhan 1) Observasi tanda-tanda


2022 penurunan curah jantung keperawatan 1x24 jam vital
berhubungan dengan diharapkan pasien dapat 2) Observasi KU pasien
hipertiroid Tidak terkontrol, mempertahankan curah jantung 3) Kaji nadi dan denyut
keadaan hipermetabolisme, yang adekuat sesuai dengan jantung terutama adanya
peningkatan beban kerja kebutuhan tubuh, dengan bunyi jantung tambahan
jantungnya kriteria hasil : 4) Lakukan pemerikasan
EKG
DS : 1. Jantung klien tidak
5) Kolabirasi pemberian obat
berdebar-debar lagi
Klien mengatakan 6) Kolaborasi untuk
2. Klien mengatakan
jantungnya berdebar-debar pemerikasan laboratorium
tidak lelah lagi
Klien mengatakan cepat 3. TTV dalam batas

16
lelah normal 120-90

DO : N : 60 – 100 x/menit

TD: 130/90 mmHg 4. Akral hangat


5. Klien tampak tidak
N : 108 x/Menit
lelah
Akral dingin 6. Tangan tidak terlihat
gemetar
Tangan terlihat sering
gemetar

Klien tampak mudah lelah

2 19-09- Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan asuhan 1. Obs tanda-tanda viral dan
2022 berhubungan dengan keperawtan 1X24 jam catat nadi baik istirahat
hipermetabolik dengan diharapkan intoleransi aktivitas maupun saat aktivitas
peningkatan kebutuhan teratasi dengan criteria hasil : 2. Ciptakan lingkungan yang
energi, kelelahan dan tenang
1. Klien mengatakan
kelemahan otot 3. Sarankan pasien
tidak mudah lelah
mengurangi aktivitas
DS: Klien mengatakan setelah melakukan
4. Berikan tindakan yang
mudah lelah setelah aktivitas
membuat pasien merasa
melakukan aktivitas 2. KU : Baik
nyaman seperti massage
3. Klien tampak tidak
DO:
lemah
KU : Sakit sedang 4. Klien tampak segar
5. Klien tidak bedrest di
Klien lemah dan Tampak
tempat tidur lagi
Lesu
Kekuatan otot : 5 5
Klien tampak bedrest
ditempat tidur Kekuatan
Otot: 4 4

3 19-09- Ansietas berhubungan Setelah dilakukan asuhan 4. Evaluasi tingkat ansietas,


2022 dengan faktor fisiologis : keperawatan 1x24 jam catat verbal dan non
Status hipermetabolik diharapkan kecemasan klien verbal pasien
17
DS : Klien mengatakan berkurang dengan criteria 5. Berikan informasi tentang
cemas terhadap penyakit hasil : penyakit
yang sedang dideritanya 6. Anjurkan keluarga untuk
1. Melaporkan ansietas
menemani disamping
DO : menurun sampai
klien
tingkat teratasi
● Klien tampak cemas 7. Jelaskan kepada klien
2. Tampak rileks
● Klien sering tentang tindakan yang
3. Klien tampak tidak
bertanya tentang akan dilakukan
bingung
penyakitnya 8. Motivasi klien untuk
● Klien tampak mengungkapkan perasaan
bingung kehawatiran
9. Berikan kesempatan klien
untuk bertanya tentang
penyakitnya

3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No Tanggal Diagnosa Keperawtan Implementasi Evaluasi

1 19-09-2022 Resiko tinggi terhadap 1. Mengobservasi tanda- S : Klien mengatakan rasa


18
penurunan curah jantung tanda vital berdebar-debar berkurang
berhubungan dengan 2. Mengovservasi KU
O : TD : 120/80 mmHg
hipertiroid Pasien
3. Mengkaji nadi dan N : 100 x/menit
Tidak terkontrol, keadaan
denyut jantung terutama
hipermetabolisme, Klien terlihat rileks
adanya bunyi jantung
peningkatan beban kerja
tambahan Klien mampu istirahat
jantungnya
4. Melakukan pemeriksaan
Akral hangat
DS : EKG
5. Mengkolaborasi A : Masalah Teratasi
Klien mengatakan
pemberian obat Sebagian
jantungnya berdebar-debar
6. Mengkolaborasi untuk
P : Intervensi dilanjutkan 1-6
Klien mengatakan cepat pemeriksaan
lelah laboratorium

DO :

TD: 130/90 mmHg

N : 108 x/Menit

Akral dingin

Tangan terlihat sering


gemetar

2 19-09-2022 Intoleransi Aktivitas 1. Mengobs tanda-tanda S : Klien mengatakan


berhubungan dengan vital dan catat nadi baik aktivitas dilakukan sendiri
hipermetabolik dengan istirahat maupun saat
O : Klien masih tampak
peningkatan kebutuhan aktivitas
lemas
energi, kelelahan dan 2. Menciptakan lingkungan
kelemahan otot yang tenang Klien sudah mulai
3. Menyarankan pasien beraktivitas meskipun sering
DS: Klien mengatakan
mengurangi aktivittas istirahat
mudah lelah setelah

19
melakukan aktivitas 4. Memberikan tindakan Klien tampak agak rileks
yang membuat pasien
DO: N : 100 x/menit
merasa nyaman seperti
KU : Sakit sedang massage Kekuatan otot : 4 4

Klien lemah dan Tampak A : Masalah teratasi sebagian


Lesu
P : Intervensi diteruskan 1-4
Klien tampak bedrest
ditempat tidur Kekuatan
Otot: 4 4

3 19-09-2022 Ansietas berhubungan 1. Mengevaluasi tingkat S : Klien mengatakan paham


dengan faktor fisiologis : ansietas, catat verbal dan tentang penyakit hipertiroid
Status hipermetabolik non verbal pasien
O : Klien mampu
2. Memberikan informasi
DS : Klien mengatakan menyebutkan apa yang di
tentang penyakit
cemas terhadap penyakit ketahui tentang hipertiroid
3. Menganjurkan keluarga
yang sedang dideritanya
untuk menemani Klien tampak kooperatif
DO : disamping klien
Klien tidak bingung lagi
4. Menjelaskan kepada
● Klien tampak tentang penyakit yang
klien tentang tindakan
cemas diderita
yang akan dilakukan
● Klien sering
5. Memotivasi klien untuk Klien tidak banyak bertanya
bertanya tentang
mengungkapkan perasaan lagi
penyakitnya
kehawatiran
A : masalah teratasi
Klien tampak bingung 6. Memberikan
kesempatanklien untuk P : Intervensi di hentikan
bertanyan tentang
penyakitnya

BAB IV

PENUTUP

20
1.1 Kesimpulan
Penyebab dari hipertiroidisme yaitu aanya gangguan homeostatic yang disebabkan oleh
produksi TSH yang berlebih atau adanya perubahan autonomic kelenjar tiroid menjadi
hiperfungsi kelenjar tiroid. Ada banyak gejala paa penyakit ini seperti penurunan berat badan
yang drastis, nafsu makan meningkat.
1.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan agar kita senantiasa memiliki gaya hiup yang sehat. Dan
juga bagi perawat yang kelak bekerja di rumah sakit agar dapat memenuhi seluk beluk dari
penyakit hipertiroidisme yang pada akhirnya dapat memberikan pelayanan yang terbaik apabila
menemukan pasien yang menderita penyakit ini

DAFTAR PUSTAKA

21

Anda mungkin juga menyukai