Anda di halaman 1dari 15

VULNUS PERFORATUM, PENETRATUM

A. Defenisi

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
kimia , ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.
a) Vulnus perforatum adalah Luka jenis ini merupakan luka jebol atau luka
bocor,. Penyebab oleh karena panah, tombak atau proses infeksi yang
meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.
b) Vulnus penetratum adalah Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka
yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk
diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan
melebar.

Trauma penetrasi terjadi ketika suatu objek menembus kulit dan masuk ke
dalam tubuh. Trauma perforasi merupakan bentuk dari trauma tembus, terjadi
ketika sebuah objek masuk dan keluar dari tubuh. Keduanya dapat memiliki
konsekuensi yang menghancurkan Vulnus penetratum merupakan luka yang
menembus rongga tubuh dan mengakibatkan infeksi pada peritoneum dan organ
visera bila menembus rongga abdominal. Gangguan pernapasan dan
emphisema subkutan bila menembus rongga dada namun kulit dalam keadaan
utuh. Termasuk luka tembak (vulnus skloperotum) akibat benda kecil seperti
peluru yang dapat menembus rongga tubuh dan mengakibatkan hemoragi di
dalam rongga tubuh (hemoabdominal, hemothorak).

B. Epidemiologi

Dalam sebuah survey di sebuah rumah sakit di selatan tenggara kota


London dimana didapatkan 425 pasien yang dirawat oleh karena kekerasan fisik
yang disengaja. Beberapa jenis senjata digunakan pada 68 dari 147 kasus
penyerangan di jalan raya, terdapat 12 % dari penyerangan menggunakan besi
batangan dan pemukul baseball atau benda – benda serupa dengan itu, lalu di
ikuti dengan penggunaan pisau 18%, terdapat nilai yang sangat berarti dari
kasus penusukan, sekitar 47% kasus yang masuk rumah sakit dan 90%
mengalami luka yang serius.

Sebagian besar kasus trauma yang ditemukan merupakan trauma tumpul


seperti jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, dan peristiwa lain yang serupa.
Akan tetapi tetap saja ditemukan pasien yang terlukan karena trauma penetrasi.
Trauma penetrasi terjadi ketika suatu objek menembus kulit dan masuk ke dalam
tubuh. Trauma perforasi merupakan bentuk dari trauma tembus, terjadi ketika
sebuah objek masuk dan keluar dari tubuh. Keduanya dapat memiliki
konsekuensi yang menghancurkan (Bledsoe, 2012).

Penyebab paling umum dari trauma penetrasi di Amerika Serikat adalah


tembakan dan penusukan. Penelitian sejumlah 157.045 pasien trauma yang
dirawat di 125 pusat trauma di Amerika Serikat, ditemukan insidensi trauma
penetrasi lebih rendah secara signifikan dibanding trauma tumpul. Sebuah
penelitian serupa di Los Angeles, trauma penetrasi menyumbang 20,4% dari
seluruh kasus trauma, namun menghasilkan 50% dari keseluruhan kematian
akibat trauma yang sebagian besar adalah akibat luka tembak (Bledsoe, 2012).

Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan


kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan
kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar
terhadap organ viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary
cavitation, dan bisa pecah menjad fragmen yang mengakibatkan kerusakan
lainnya. Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (%), diafragma
(20%), dan colon (15%). Luka tembak mengakibatkan kerusakan yang lebih
besar, yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru, dan seberapa besar
energi kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang,
maupun efek pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus
halus (50%), colon (49%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal (25%)
(American College of Surgeon Comitte on Trauma, 2004).
C. Etiopatogenesis
Vulnus perforatum/penetratum ini dapat disebabkan oleh trauma tajam
yang menyebabkan luka terbuka seperti terkena tombak atau panah atau karena
proses infeksi yang meluas
Vulnus terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tubuh yang bisa
disebabkan oleh traumatis/mekanis, perubahan suhu, zat kimia, ledakan,
sengatan listrik, dan gigitan hewan atau binatang.Vulnus yang terjadidapat
menimbulkan beberapa tanda dan gejala seperti bengkak.krepitasi, shock, nyeri,
dan deformitas atau bisa juga menimbulkan kondisi yang lebih serius. Tanda dan
gejala yang timbul tergantung pada penyebab dan tipe vulnus
Pada umumnya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses
peradangan atau inflamasi.reaksi peradangan akan terjadi apabila jaringan
terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat.
Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak
berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di
koordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi
peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional. Jika
jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tak di temukan di tengah
jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan
mati dan hidup.
Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan
jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan menurunkan
ambang stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan hernosenssitif. Apabila nyeri
di atas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri yang berlanjut
istirahat atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban gerak.
Patomekanisme vulnus penetratum, perforatum tergantung pada organ yang
terkena (Bledsoe, 2012).
1. Trauma kepala: morbiditas dan mortalitas tinggi
2. Trauma leher : banyak struktur yang beresiko tinggi seperti medula spinalis
cervical, columna vertebra cervicalis, arteri carotis, vena jugularis, arteri
vertebrae, trakhea, esophagus, dan struktur lainya. Trauma pada leher ini dapat
menyebabkan perdarahan, masalah pada pernafasan, masalah neurologis dan
atau kombinasi dari hal tersebut.
3. Trauma thorax: luka tembus dapat merusak dinding dada, paru, struktur trakheo
bronkhial, esofagus, diafragma, pembuluh darah besar dan jantung. Cedera ini
sering mengakibatkan tamponade pericardial yang secara langsung mengurangi
cardiac output menyebabkan syok. Cedera paru dapat menyebabkan
pneumothorax, hemothorax, atau keduanya.
4. Trauma abdomen/pelvis: Kedua rongga tubuh ini mengandung banyak organ
dan struktur yang terkait. Cedera pada vaskuler intra abdomen memiliki tingkat
kematian yang lebih tinggi. Trauma pada pelvis dapat merusak struktur
genitourinaria dan struktur reproduksi.
5. Trauma ekstrimitas : Trauma pada ekstrimitas dapat mempengaruhi setiap
struktur anatomi dan ekstrimitas seperti tulang, otot, tendon, ligamen, saraf, atau
pembuluh darah. Kebanyakan cedera ekstrImitas tidak mengancam nyawa,
namun cedera vaskular ekstrimitas dapat mengancam kehidupan dan anggota
tubuh. Cedera saraf dan tendon dapat mengakibatkan cacat seumur hidup.

Secara umum suatu runtutan mekanisme tubuh dari mulai luka terjadi akibat
suatu proses patologis hingga mengembalikan jaringan yang rusak kembali seperti
semula. Dari mulai terjadinya luka hingga luka menjadi sembuh sempurna
dibutuhkan 4 fase. Fase fase tersebut adalah hemostasis, inflamasi, proliferasi dan
remodelling.
1. Fase Hemostasis
Merupakan fase paling awal yang terjadi sesaat setelah luka timbul.
Sebagaimana jika seorang tukang ledeng ingin memperbaiki kerusakan di rumah
anda, ia akan terlebih dahulu menutup semua pipa sebelum ia mulai
memperbaiki. Seperti itulah mekanisme hemostasis terjadi, sesaat setelah luka
terjadi, pembuluh darah di sekitar luka akan mengerucut dan memperlambat
aliran darah ke daerah luka. Trombosit memiliki peran yang sangat penting, yaitu
mengeluarkan zat vasokontriksi dan membentuk gumpalan penyumbat untuk
menutup pembuluh darah yang rusak. Beberapa zat lain yang berperan dalam
fase hemostasis adal ADP (Adhenosine Diphospate), fibrin, fbrinogen serta
growth factors. Fase hemostasis terjadi dalam beberapa menit setelah luka
terjadi, kecuali jika penderita memiliki kelainan dalam pembekuan darah.

2. Fase Inflamasi
Fase inflamasi dapat terjadi dari beberapa menit setelah luka hingga
mencapai 2 atau 5 hari setelahnya.Fase ini ditandai dengan adanya gejala-gejala
khas inflamasi, yaitu rubor (memerah), kalor (hangat), dolor (nyeri) dan tumor
(membengkak). Setelah pembuluh darah bervasokonstriksi, beberapa saat
kemudian ia akan kembali bervasodilatasi yang akan difasilitasi oleh histamin,
serotonin dan sitokin. Selain membuat vasodilatasi histamin juga akan
meningkatkan permeabilitas vena, sehingga cairan dari pembuluh darah akan
masuk ke daerah luka atau yang disebut dengan eksudasi. Hasil yang berperan
penting dari proses eksudasi ini adalah neutrofil. Eksudat juga membawa banyak
nutrisi, growth factors, dan juga enzim yang akan membantu proses
penyembuhan. Peran neurofil dikatakan sangat penting sebagai pembersih luka,
neutrofil akan memfagositosi debris dan patogen yang ada di bagian luka. Fungsi
utama neutrofil adalah membersihkan, meski nantinya tugas dari neutrofil ini
akan lebih banyak digantikan oleh makrofag.

3. Fase Proliferasi
Fase proliferasi terjadi dari hari keempat hingga ke 21 setelah terjadinya
luka.Fase proliferasi merupakan fase pembentukan jaringan baru menggantikan
jaringan yang rusak.Fibroblas merupakan faktor yang paling penting di fase ini.
Fibroblas akan mulai memperbaiki sel yang rusak dengan mulai menghasilkan
gikosaminoglikans dan diakhiri dengan pembentukan fibrilar kolagen. Fase ini
ditandai dengan adanya angiogenesis, deposisi kolagen, pembentukan jaringan
granulasi, kontraksi luka dan epitelisasi.Secara klinis, proliferasi ditandai dengan
adanya jaringan kasar berwarna merah atau kolagen di dasar luka dan
melibatkan penggantian jaringan dermal dan kadang-kadang jaringan subdermal
pada luka yang lebih dalam, serta kontraksi luka.
4. FaseRemodeling
Fase ini merupakan fase terlama yaitu sekitar 8 hari hingga 2 tahun dari
terjadinya luka. Lama fase ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Fase ini ditandai dengan adanya deposit kolagen dalam
jaringan yang rapi dan pembentukan kembali jaringan serta penarikan dari bekas
luka.10 Pada 3 minggu pertama, kekuatan kulit pada bekas luka hanya sekitar
20% hingga 30%. Kekuatan kulit akan mencapai 705 hingga 80% pada masa
akhir fase remodeling. Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan
keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan.Sebuah
bekas luka atrofi dapat menjadi hasil akhir setelah penyelesaian fase
pematangan.Sebaliknya, ketika degradasi kolagen terganggu atau sintesis
berlebihan, jaringan parut dapat menjadi luka hyperthrophic atau bahkan keloid.
Kondisi yang ideal akan menjadi keseimbangan antara degradasi dan sintesis
atau deposisi kolagen untuk menghasilkan jaringan parut yang normal.

1. Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan luka tembus atau luka jebol, nyeri,
disertai infeksi dan pendarahan. Pasien yang menderita luka tembus, biasanya
disebabkan akibat trauma benda yang tajam, misalnya panah, dan tombak.

Anamnesis vulnus laceratum, antara lain :

1. Keluhan utama. Pasien datang dengan keluhan berupa luka tembus.


2. Gejala utama: Penurusan kesadaran, malaise, letargi, gelisah, Mual dan
muntah (pada trauma abdomen)
3. Durasi. Vulnus Perforatum Penetratum dapat terjadi dalam waktu yang cepat
akibat trauma benda yang tajam
4. Lokasi. Vulnus Perforatum Penetratum terjadi pada lokasi yang relatif sering
di bagian thorax dan abdomen. Namun juga dapat terjadi di segala bagian
tubuh.
5. Riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya, Diabetes melitus dapat
menyebabkan penyembuhan luka yang lama.

Respon tingkah laku terhadap keluhan nyeri


a) Pertanyaan verbal (Mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur)
b) Ekspresi wajah (meringis, menggeletukkan gigi, mengigit bibir)
c) Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan
jari dan tangan)
d) Menghindari percapakan, menghindari kontak sosial, penurunan rentang
perhatian
2. Pemeriksaan Fisik
a. Effloresensi

Effloresensi Vulnus Perforatum Penetratum berupa abrasi, laserasi, penetrasi


dan eritema. Pada Vulnus penetratum, yaituluka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya lukanya akan melebar. Proses infeksi yang meluas hingga
melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Bantuan pemeriksaan dengan kaca pembesar dapat dilakukan. Perlu dilakukan
inskepsi seluruh kulit di tubuh. Pada inspeksi perlu diperhatikan lokasi dan
penyebaran, warna, bentuk, batas, ukuran setiap morfologi (efloresensi) di
masing-masing lokasi.
Deskripsi luka
a) Jumlah : sebuah, dua buah, tiga buah, >3 buah = beberapa luka. Pada
luka iris/bacok/tusuk jumlah luka dihitung dan dideskripsikan semua
b) Lokasi : Regio Anatomi, garis koordinat atau bagian tertentu tubuh
c) Bentuk Luka : lukatembakberbentuk bundar atau oval tergantung sudut
masuknya peluru; dengan disekitarnya terdapat bintik-bintik hitam (kelim
tattoo), dan atau jelaga (kelim jelaga)
d) Ukuran Luka :Sebelum dirapatkan, sesudah dirapatkan, panjang x lebar x
dalam
e) Sifat luka
1. Garis batas luka : bentuk teratur/tidak, tepi rata/tidak, sudut luka
ada/tidak, berapa sudut luka, bentuk sudut luka runcing/tidak
2. Daerah didalam garis batas luka :Tebing luka, ada tidaknya jembatan
jaringan, dasar luka
3. Daerah di sekitar garis batas luka : ada tidaknya memar, tatoase,
jelaga, bekuan darah
c. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan serum hal ini dilakukan karena pasien yang mengalami luka
tembus atau luka bocor mengalami kehilangan volume serum
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan
terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan
leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan
adanya perdarahan cukup banyak, misalkan kemungkinan rupture lienalis.
Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma
pancreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan
kemungkinan trauma pada hepar.
3. Pemeriksaan urin rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila ditemukan
hematuri. Urin yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada
saluran urogenital.
4. Pemeriksaan elektrolit: pada pasien dengan luka bocor mengalami
kehilangan volume cairan dan gangguan Na-K pump
5. CBC mengidentifikasi jumlah darah yang ke dalam cairan, penurunan
HCTdan RBC, trombositopenia local, leukositosis, dan RBC yang rusak
6. Pemeriksaan Radiologi: Untuk melihat adanya trauma, misal di daerah thorak
7. Ultrasonografi dan CT-Scan

Gambar 1. Vulnus penetratum e.c. peluru

Gambar 2. Luka tusuk


Gambar 3. Ilustrasi vulnus penetratum

8. Penatalaksanaan
A. Penanganan luka secara umum
Dalam penanganan luka, sudah umum diketahui bahwa salah satu yang
harus dilakukan adalah tindakan debridement. Debridement bertujuan untuk
membuat luka menjadi bersih sehingga mengurangi kontaminasi pada luka dan
mencegah terjadinya infeksi. Debridement bisa dilakukan dengan beberapa cara,
dari yang kurang invasif hingga invasif, yaitu debridement secara biologik,
mekanik, otolitik, enzimatik, dan surgical.
Pertama dilakukan anstesi setempat atau umum, tergantung berat dan
letak luka, serta keadaan penderita, luka dan sekitar luka dibersihkan dengan
antiseptic. Bahan yang dapat dipakai adalah larutan yodium frovidon 1% dan
larutan klorheksin ½%, larutan yodium 3% atau alcohol 70% hanya digunakan
untuk membersih kulit disekitar luka.
Kemudian daerah disekitar lapangan kerja ditutup dengan kain steril dan
secara steril dilakukan kembali pembersihan luka dari kontaminasi secara
mekanis, misalnya pembuangan jaringan mati dengan guntung atau pisau dan
dibersihkan dengan bilasan, guyuran atau semprotan NaCl. Akhirnya dilakukan
penjahitan dengan rapid an luka ditutup dengan bahan yang dapat mencegah
lengketnya kasa, misalnya kasa yang mengandung vaselin ditambah dengan
kasa penyerap dan dibalut dengan pembalut elastis.
B. Penatalaksanaan Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian.
Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka
trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan
prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka
dan bersihkan jalan napas (Schwartz, et al., 2000).
1. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membukajalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat
dagu,periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya
jalan napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan
status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-
sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak
ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio
kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali
kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
4. Pemberian antibiotika: mencegah timbulnya infeksi bakteri pada trauma
5. ATS (Anti Tetanus Serum): memberi kekebalan sementara terhadap tetanus

Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul) :

1) Stop makanan dan minuman


2) Imobilisasi
3) Kirim ke rumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
1) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak
boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain
kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
4) Imobilisasi pasien.
5) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7) Kirim ke rumah sakit.

3. Penatalaksanaan Hospital
a. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah
yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan
dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka
keluar yang berdekatan (Schwartz, et al., 2000).
1) Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intra peritonium. Serta rontgen
abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara
retro peritoneum.
2) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
3) Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
4) Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung
kencing, contohnya pada :
 Fraktur pelvis
 Trauma non – penetrasi
b. Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit:
1) Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium
rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah
lengkap, potasium, glukosa, amilase.
2) Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior dan pelvis adalah
pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin
berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retro peritoneum atau udara
bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
3) Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau
decendens dan dubur.

Vulnus penetratum merupakan penyakit bedah. Pasien dengan vulnus penetratum


cenderung meninggal lebih cepat dibandingkan dengan trauma tumpul. Setelah
dilakukan penilaian cepat, pasien dengan vulnus penetratum harus dirujuk ke pusat
trauma dengan level yang sesuai (Bledsoe, 2012).
Pertama dilakukan anestesi setempat atau umum, tergantung berat dan letak luka,
serta keadaan penderita, luka dan sekitar luka dibersihkan dengan antiseptik. Bahan
yang dapat dipakai adalah larutan yodium frovidon 1% dan larutan klorheksin 0,5%,
larutan yodium 3% atau alkohol 70% hanya digunakan untuk membersih kulit
disekitar luka. Kemudian daerah disekitar lapangan kerja ditutup dengan kain steril
dan secara steril dilakukan kembali pembersihan luka dari kontaminasi secara
mekanis, misalnya pembuangan jaringan mati dengan gunting atau pisau dan
dibersihkan dengan bilasan, guyuran atau semprotan NaCl. Akhirnya dilakukan
penjahitan dengan rapi dan luka ditutup dengan bahan yang dapat mencegah
lengketnya kasa, misalnya kasa yang mengandung vaselin ditambah dengan kasa
penyerap dan dibalut dengan pembalut elastik.

9. Konseling dan Edukasi

Mencegah infeksi dengan membersihkan luka merupakan faktor yang paling


penting dalam pencegahan infeksi luka. Sebagian besar luka terkontaminasi saat
pertama datang. Luka tersebut dapat mengandung darah beku, kotoran, jaringan
mati atau rusak dan mungkin benda asing.
10. Komplikasi
a. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius
yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot,
saraf, dan pembuluh darah.
c. Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
d. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi
11. Contoh Kasus

Seorang laki-laki berusia 17 tahun dibawah oleh warga ke Rumah Sakit dengan
penurunan kesadaran. Berdasarkan alloanamnesis pasien ditemukan oleh warga telah
mengikuti tawuran. Berdasarkan pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien: Sopor,
GCS 6, TD: 80/60 mmHg. Nadi: 115 x/menit. Suhu: 36,5 0 C. Konjunctiva anemis. Pada
pemeriksaan dermatologis, ditemukan adanya corpus alienum di abdomen regio
hipokondriaka dekstra, vulnus penetratum, dan abrasi. Riwayat trauma (+). Dilakukan
segera tindakan resusitasi cairan (RL), balut tempat luka, perawatan luka penetrasi.
Dan segera melakukan rujukan ke Dokter Spesialis Ortopedi
Referensi
1. Sjamsuhidayat, R. Jong Wim De. 2004. Buku Ajar Ilmu Beda. (edisi 2). Jakarta:
EGC.
2. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika
Auskulapius FKUI: Jakarta.
3. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer . 2015
4. Dahlan, Sofwan. Traumatologi. 2004 Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik.. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.Semarang.2004. Hal 67-91
5. Amir, A. (2000). Traumatologi [online]. Dalam. Ilmu Kapita Selekta Ilmu Kedokteran
Forensik. Medan: http://luka tusuk porensik.com.

6. Anggowarsito, J. L. (2014). Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi. Fakultas


Kedokteran Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Surabaya: Jurnal Widya
Medika Surabaya .

7. Hikmah, Nurul. 2015. Preparasi Dan Karakteristik Film Sambung Silang Hidrogel PVA
dan Nurtium Alginat dengan metode Freeze-thawing dan Metronidazole Sebagai Model
Zat Aktif. FKIK UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta.
8. Guyton & Hall. 2016. Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 9. EGC: Jakarta.
9. Firmansyah, Marindra. 2017. Perbedaan Pengalaman Klinik Mahasiswa Pendidikan Profesi
Dokter di Departemen Ilmu Bedah Tiga Rumah Sakit Pendidikan. Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Malang
10. Balqis, Ummu, dkk. 2019. Healing Process Of Burns (Vulnus combustion) Degrees IIB Using
Mixed Leaf (Spondias dulcis F.) Fresh And Dry With Vaselin In Rats (Rattus Norvegicus). Jurnal
Medika Veterinaria. Vol 13(1)
11. Ridho, Muhammad. 2015. Talas (Colocasia esculenta [L.] Schott) sebagai Obat Herbal untuk
Mempercepat Penyembuhan Luka. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Vol 2 (109-111)
12. Ganong, William F. Fisiologi Kedokteran. Ed.22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2009

Anda mungkin juga menyukai