A. Defenisi
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
kimia , ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.
a) Vulnus perforatum adalah Luka jenis ini merupakan luka jebol atau luka
bocor,. Penyebab oleh karena panah, tombak atau proses infeksi yang
meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.
b) Vulnus penetratum adalah Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka
yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk
diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan
melebar.
Trauma penetrasi terjadi ketika suatu objek menembus kulit dan masuk ke
dalam tubuh. Trauma perforasi merupakan bentuk dari trauma tembus, terjadi
ketika sebuah objek masuk dan keluar dari tubuh. Keduanya dapat memiliki
konsekuensi yang menghancurkan Vulnus penetratum merupakan luka yang
menembus rongga tubuh dan mengakibatkan infeksi pada peritoneum dan organ
visera bila menembus rongga abdominal. Gangguan pernapasan dan
emphisema subkutan bila menembus rongga dada namun kulit dalam keadaan
utuh. Termasuk luka tembak (vulnus skloperotum) akibat benda kecil seperti
peluru yang dapat menembus rongga tubuh dan mengakibatkan hemoragi di
dalam rongga tubuh (hemoabdominal, hemothorak).
B. Epidemiologi
Secara umum suatu runtutan mekanisme tubuh dari mulai luka terjadi akibat
suatu proses patologis hingga mengembalikan jaringan yang rusak kembali seperti
semula. Dari mulai terjadinya luka hingga luka menjadi sembuh sempurna
dibutuhkan 4 fase. Fase fase tersebut adalah hemostasis, inflamasi, proliferasi dan
remodelling.
1. Fase Hemostasis
Merupakan fase paling awal yang terjadi sesaat setelah luka timbul.
Sebagaimana jika seorang tukang ledeng ingin memperbaiki kerusakan di rumah
anda, ia akan terlebih dahulu menutup semua pipa sebelum ia mulai
memperbaiki. Seperti itulah mekanisme hemostasis terjadi, sesaat setelah luka
terjadi, pembuluh darah di sekitar luka akan mengerucut dan memperlambat
aliran darah ke daerah luka. Trombosit memiliki peran yang sangat penting, yaitu
mengeluarkan zat vasokontriksi dan membentuk gumpalan penyumbat untuk
menutup pembuluh darah yang rusak. Beberapa zat lain yang berperan dalam
fase hemostasis adal ADP (Adhenosine Diphospate), fibrin, fbrinogen serta
growth factors. Fase hemostasis terjadi dalam beberapa menit setelah luka
terjadi, kecuali jika penderita memiliki kelainan dalam pembekuan darah.
2. Fase Inflamasi
Fase inflamasi dapat terjadi dari beberapa menit setelah luka hingga
mencapai 2 atau 5 hari setelahnya.Fase ini ditandai dengan adanya gejala-gejala
khas inflamasi, yaitu rubor (memerah), kalor (hangat), dolor (nyeri) dan tumor
(membengkak). Setelah pembuluh darah bervasokonstriksi, beberapa saat
kemudian ia akan kembali bervasodilatasi yang akan difasilitasi oleh histamin,
serotonin dan sitokin. Selain membuat vasodilatasi histamin juga akan
meningkatkan permeabilitas vena, sehingga cairan dari pembuluh darah akan
masuk ke daerah luka atau yang disebut dengan eksudasi. Hasil yang berperan
penting dari proses eksudasi ini adalah neutrofil. Eksudat juga membawa banyak
nutrisi, growth factors, dan juga enzim yang akan membantu proses
penyembuhan. Peran neurofil dikatakan sangat penting sebagai pembersih luka,
neutrofil akan memfagositosi debris dan patogen yang ada di bagian luka. Fungsi
utama neutrofil adalah membersihkan, meski nantinya tugas dari neutrofil ini
akan lebih banyak digantikan oleh makrofag.
3. Fase Proliferasi
Fase proliferasi terjadi dari hari keempat hingga ke 21 setelah terjadinya
luka.Fase proliferasi merupakan fase pembentukan jaringan baru menggantikan
jaringan yang rusak.Fibroblas merupakan faktor yang paling penting di fase ini.
Fibroblas akan mulai memperbaiki sel yang rusak dengan mulai menghasilkan
gikosaminoglikans dan diakhiri dengan pembentukan fibrilar kolagen. Fase ini
ditandai dengan adanya angiogenesis, deposisi kolagen, pembentukan jaringan
granulasi, kontraksi luka dan epitelisasi.Secara klinis, proliferasi ditandai dengan
adanya jaringan kasar berwarna merah atau kolagen di dasar luka dan
melibatkan penggantian jaringan dermal dan kadang-kadang jaringan subdermal
pada luka yang lebih dalam, serta kontraksi luka.
4. FaseRemodeling
Fase ini merupakan fase terlama yaitu sekitar 8 hari hingga 2 tahun dari
terjadinya luka. Lama fase ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Fase ini ditandai dengan adanya deposit kolagen dalam
jaringan yang rapi dan pembentukan kembali jaringan serta penarikan dari bekas
luka.10 Pada 3 minggu pertama, kekuatan kulit pada bekas luka hanya sekitar
20% hingga 30%. Kekuatan kulit akan mencapai 705 hingga 80% pada masa
akhir fase remodeling. Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan
keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan.Sebuah
bekas luka atrofi dapat menjadi hasil akhir setelah penyelesaian fase
pematangan.Sebaliknya, ketika degradasi kolagen terganggu atau sintesis
berlebihan, jaringan parut dapat menjadi luka hyperthrophic atau bahkan keloid.
Kondisi yang ideal akan menjadi keseimbangan antara degradasi dan sintesis
atau deposisi kolagen untuk menghasilkan jaringan parut yang normal.
1. Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan luka tembus atau luka jebol, nyeri,
disertai infeksi dan pendarahan. Pasien yang menderita luka tembus, biasanya
disebabkan akibat trauma benda yang tajam, misalnya panah, dan tombak.
8. Penatalaksanaan
A. Penanganan luka secara umum
Dalam penanganan luka, sudah umum diketahui bahwa salah satu yang
harus dilakukan adalah tindakan debridement. Debridement bertujuan untuk
membuat luka menjadi bersih sehingga mengurangi kontaminasi pada luka dan
mencegah terjadinya infeksi. Debridement bisa dilakukan dengan beberapa cara,
dari yang kurang invasif hingga invasif, yaitu debridement secara biologik,
mekanik, otolitik, enzimatik, dan surgical.
Pertama dilakukan anstesi setempat atau umum, tergantung berat dan
letak luka, serta keadaan penderita, luka dan sekitar luka dibersihkan dengan
antiseptic. Bahan yang dapat dipakai adalah larutan yodium frovidon 1% dan
larutan klorheksin ½%, larutan yodium 3% atau alcohol 70% hanya digunakan
untuk membersih kulit disekitar luka.
Kemudian daerah disekitar lapangan kerja ditutup dengan kain steril dan
secara steril dilakukan kembali pembersihan luka dari kontaminasi secara
mekanis, misalnya pembuangan jaringan mati dengan guntung atau pisau dan
dibersihkan dengan bilasan, guyuran atau semprotan NaCl. Akhirnya dilakukan
penjahitan dengan rapid an luka ditutup dengan bahan yang dapat mencegah
lengketnya kasa, misalnya kasa yang mengandung vaselin ditambah dengan
kasa penyerap dan dibalut dengan pembalut elastis.
B. Penatalaksanaan Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian.
Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka
trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan
prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka
dan bersihkan jalan napas (Schwartz, et al., 2000).
1. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membukajalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat
dagu,periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya
jalan napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan
status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-
sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak
ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio
kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali
kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
4. Pemberian antibiotika: mencegah timbulnya infeksi bakteri pada trauma
5. ATS (Anti Tetanus Serum): memberi kekebalan sementara terhadap tetanus
3. Penatalaksanaan Hospital
a. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah
yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan
dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka
keluar yang berdekatan (Schwartz, et al., 2000).
1) Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intra peritonium. Serta rontgen
abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara
retro peritoneum.
2) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
3) Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
4) Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung
kencing, contohnya pada :
Fraktur pelvis
Trauma non – penetrasi
b. Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit:
1) Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium
rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah
lengkap, potasium, glukosa, amilase.
2) Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior dan pelvis adalah
pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin
berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retro peritoneum atau udara
bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
3) Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau
decendens dan dubur.
Seorang laki-laki berusia 17 tahun dibawah oleh warga ke Rumah Sakit dengan
penurunan kesadaran. Berdasarkan alloanamnesis pasien ditemukan oleh warga telah
mengikuti tawuran. Berdasarkan pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien: Sopor,
GCS 6, TD: 80/60 mmHg. Nadi: 115 x/menit. Suhu: 36,5 0 C. Konjunctiva anemis. Pada
pemeriksaan dermatologis, ditemukan adanya corpus alienum di abdomen regio
hipokondriaka dekstra, vulnus penetratum, dan abrasi. Riwayat trauma (+). Dilakukan
segera tindakan resusitasi cairan (RL), balut tempat luka, perawatan luka penetrasi.
Dan segera melakukan rujukan ke Dokter Spesialis Ortopedi
Referensi
1. Sjamsuhidayat, R. Jong Wim De. 2004. Buku Ajar Ilmu Beda. (edisi 2). Jakarta:
EGC.
2. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika
Auskulapius FKUI: Jakarta.
3. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer . 2015
4. Dahlan, Sofwan. Traumatologi. 2004 Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik.. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.Semarang.2004. Hal 67-91
5. Amir, A. (2000). Traumatologi [online]. Dalam. Ilmu Kapita Selekta Ilmu Kedokteran
Forensik. Medan: http://luka tusuk porensik.com.
7. Hikmah, Nurul. 2015. Preparasi Dan Karakteristik Film Sambung Silang Hidrogel PVA
dan Nurtium Alginat dengan metode Freeze-thawing dan Metronidazole Sebagai Model
Zat Aktif. FKIK UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta.
8. Guyton & Hall. 2016. Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 9. EGC: Jakarta.
9. Firmansyah, Marindra. 2017. Perbedaan Pengalaman Klinik Mahasiswa Pendidikan Profesi
Dokter di Departemen Ilmu Bedah Tiga Rumah Sakit Pendidikan. Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Malang
10. Balqis, Ummu, dkk. 2019. Healing Process Of Burns (Vulnus combustion) Degrees IIB Using
Mixed Leaf (Spondias dulcis F.) Fresh And Dry With Vaselin In Rats (Rattus Norvegicus). Jurnal
Medika Veterinaria. Vol 13(1)
11. Ridho, Muhammad. 2015. Talas (Colocasia esculenta [L.] Schott) sebagai Obat Herbal untuk
Mempercepat Penyembuhan Luka. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Vol 2 (109-111)
12. Ganong, William F. Fisiologi Kedokteran. Ed.22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2009