Anda di halaman 1dari 5

Pemeriksaan Fisik Pada Korban KDRT

1. Tujuan pemeriksaan fisik pada korban KDRT


Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pasal 21 yang menyatakan bahwa:
1) Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, tenaga kesehatan harus:
a. memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesinya;
b. membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban dan visum et
repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau suratketerangan medis
yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti.
2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan disarana
kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.1
Tujuan pemeriksaan fisik pada kasus KDRT adalah untuk memberikan keterangan
tentang kondisi korban sebagai salah satu bagian dari pembuatan visum et repertum yang
akan digunakan sebagai bukti yang sah yang termasuk dalam keterangan ahli,sehingga proses
hukum bisa dijalankan.
2.

Karakteristik kasus dan korban KDRT


Banyak wanita menganggap kekerasan dalam rumah tangga sebagai suatu hal yang

tabu. Itulah mengapa mereka cenderung menutupi penderitaan fisik dan psikologis yang
dilakukan pasangannya. Adanya sikap posesif terhadap korban ataupun perilaku mengisolasi
korban dari dunia luar dapat dilihat sebagai tanda awal KDRT. Korban biasanya tampak
depresi, sangat takut pada pengunjung/pasien lainnya dan yang merawatnya, termasuk
pegawai rumah sakit. Perhatikan perubahan sikap korban. Mereka akan cenderung menarik
diri dari lingkungan sosialnya. Mereka umumnya tak ingin orang sekitarnya melihat tandatanda kekerasan pada diri mereka. Kontak mata biasanya buruk. Korban menjadi pendiam.
Korban harus diperiksa secara menyeluruh untuk memeriksa dengan teliti tanda-tanda
kekerasan yang pada umumnya tersembunyi. Sebagai contoh, kulit kepala dapat
menunjukkan tanda tanda kekerasan. Korban juga akan mencoba untuk menyembunyikan
atau menutupi luka-lukanya dengan memakai riasan wajah tebal, leher baju yang tinggi,
rambut palsu atau perhiasan.2
3. Karakteristik Luka Pada Korban KDRT
Orang yang mendapat siksaan fisik dari pasangannya tak jarang mengalami cedera.
Hanya saja mereka cenderung menutupinya dengan mengatakan bahwa luka tersebut akibat
terjatuh, atau kecelakaan umum. Untuk membedakannya, perlu diketahui ciri-ciri khusus luka
akibat kekerasan yang dilakukan dalam rumah tangga.Karakteristik luka yang disebabkan
oleh adanya KDRT, biasanya menunjukkan gambaran sebagai berikut:2

1) Luka bilateral, terutama pada ekstremitas.


2) Luka pada banyak tempat.
3) Kuku yang tergores, luka bekas sundutan rokok yang terbakar, atau bekas tali yang
terbakar.
4) Luka lecet, luka gores minimal, bilur.
5) Perdarahan subkonjungtiva yang diduga karena adanya pukulan pada bagian mata
sehingga melukai struktur dalam mata, bisa juga terjadi jika berlaku perlawanan yang
kuat antara korban dengan pelaku sehingga secara tidak sengaja melukai korban.
4. Bentuk-Bentuk Luka
Adanya bentukan luka memberi kesan adanya kekerasan. Bentukan luka merupakan
tanda, cetakan atau pola yang timbul dengan segera di bawah epitel oleh senjata penyebab
luka. Bentuk luka dapat karena benda tumpul, benda tajam (goresan atau tikaman) atau
karena panas. 2
1) Kekerasan Tumpul
Kekerasan tumpul yang melukai kulit merupakan luka yang paling sering terjadi,
berupa luka memar, lecet dan luka goresan. Adanya luka memar yang sirkuler ataupun
yang linier memberi kesan adanya penganiayaan. Luka memar parallel dengan sentral
yang bersih memberi kesan adanya penganiayaan dari objek linear. Adanya bekas
tamparan dengan bentukan jari juga harus dicatat. Luka memar sirkuler dengan
diameter 1 1,5 cm dengan tekanan ujung jari mungkin terlihat sama dengan bentuk
penjambretan. Bentukan-bentukan tersebut sering tampak pada lengan atas bagian
dalam dan area-area yang tidak terlihat waktu pemeriksaan fisik. Penganiayaan
dengan menggunakan ikat pinggang atau kawat menyebabkan luka memar yang
datar,dan penganiayaan dengan sol atau hak sepatu akan menyebabkan luka memar
pada korban yang ditendang.
2) Memar
Beberapa faktor mempengaruhi perkembangan luka memar, meliputi kekuatan
kekerasan tumpul yang diterima oleh kulit, kepadatan vaskularisasi jaringan,
kerapuhan pembuluh darah, dan jumlah darah yang keluar ke dalam jaringan sekitar.
Luka memar yang digunakan untuk identifikasi umur dan penyebab luka, tidak selalu
menunjukkan kesamaan warna pada tiap orang dan tidak dapat berubah dalam waktu
yang sama antara satu orang dengan orang lain. Beberapa petunjuk dasar tentang
penampakan luka memar sebagai berikut:

a) Waktu merah, biru, ungu, atau hitam dapat terjadi kapan saja dalam waktu 1
jam setelah trauma sebagai resolusi dari memar. Gambaran warna merah tidak
dapat digunakan untuk memperkirakan umur memar.
b) Memar dengan gradasi warna kuning umurnya lebih dari 18 jam.
c) Meskipun warna memar kuning, coklat, atau hijau merupakan indikasi luka
yang lama, tetapi untuk mendapatkan waktu yang spesifik sulit.
3) Bekas Gigitan
Merupakan bentuk luka lain yang sering ada pada domestic violence. Beberapa
bentukan gigitan ini sulit untuk dikenali, misalnya penampakan memar semisirkuler
yang non spesifik, luka lecet, atau luka lecet memar, dan masih banyak lagi gambaran
yang dapat dikenali karena lokasi anatomi dari gigitan dan pergerakan tidak tetap
pada kulit.
4) Bekas Kuku
Ada 3 macam tanda bekas kuku yang mungkin terjadi, bisa tunggal atau kombinasi,
yaitu sebagai berikut:2
a) Impression marks
Bentukan ini merupakan akibat patahnya kuku pada kulit. Bentuknya seperti koma
atau setengah lingkaran.
b) Scratch marks
Bentuk ini superficial dan memanjang, kedalamannya sama dengan kedalaman
kuku. Bentukan ini terjadi karena wanita yang menjadi korban berkuku panjang.
c) Claw marks
Bentukan ini terjadi ketika kulit terkoyak, dan tampak lebih menyeramkan.
5) Strangulasi
Hanging, ligature, atau manual adalah 3 tipe dari strangulasi (penjeratan). Dua tipe
terakhir mungkin berhubungan dengan domestic violence.
a) Ligature strangulation (garroting) dan Manual strangulation (throttling).
Ligature strangulation (garroting) merupakan bentuk strangulasi dengan
menggunakan tali, seperti kabel telepon atau tali jemuran. Sedangkan Manual
strangulation (throttling) biasanya menggunakan tangan, dilakukan dengan tangan
depan sambil berdiri atau berlutut di depan tenggorokan korban.
b) Strack dan McLane melakukan penelitian pada 100 wanita yang dilaporkan
mengalami pencekikan oleh pasangan mereka dengan tangan kosong, lengan
ataupun menggunakan alat (kabel listrik, ikat pinggang, tali, peralatan mandi).
Petugas kepolisian melaporkan luka tidak tampak pada 62% wanita, luka tampak
minimal pada 22% dan luka yang signifikan seperti warna merah, memar ataupun

bekas tali yang terbakar pada 16% sisanya. Hampir 50% dari para korban
mengalami perubahan suara dari disfonia sampai afonia.
c) Disfagia, odinofagia, hiperventilasi, dispneu, dan apneu dilaporkan atau
ditemukan. Dengan catatan, laporan menunjukkan bahwa beberapa korban dengan
keadaan awal ringan, dapat meninggal dalam waktu 36 jam setelah strangulasi.
d) Pada ligature strangulation sering tampak petechiae. Petechiae pada konjungtiva
terlihat sama banyaknya dengan petechiae pada daerah jeratan, seperti wajah dan
daerah periorbita.
e) Pada leher mungkin ditemukan goresan dan luka lecet dari kuku korban atau
kombinasi dari luka yang dibuat oleh pelaku dan korban. Lokasi dan luas
bervariasi dengan posisi pelaku (depan atau belakang) dan apakah korban atau
pelaku menggunakan satu atau dua tangan. Pada Manual strangulation korban
sering merendahkan dagunya dalam upaya melindungi leher, hal ini akan
mengaakibatkan luka lecet pada dagu korban dan tangan pelaku.
f) Luka memar tunggal atau area eritematous sering terlihat pada ibu jari pelaku.
Area dari luka memar dan eritema sering terlihat bersama, berkelompok pada
bagian samping leher, sepanjang mandibula, bagian atas dagu, dan di bawah area
supraklavikula.
g) Ligature mark terlihat dari halus sampai keras. Menyerupai lipatan kulit. Tanda
(misalnya pola seperti gelombang kabel telepon, seperti jalinan pita dari tali) dapat
memberi kesan korban telah dicekik. Sifat dan sudut pola ini diperlukan untuk
membedakan penggantungan dengan Ligature strangulation. Pada Ligature
strangulation, penekanan dari penjeratan biasanya horizontal pada level yang
sama dengan leher, dan tanda penjeratan biasanya di bawah kartilago thyroid dan
sering tulang hyoid patah. Pada penggantungan, penekanan cenderung vertical dan
berbentuk seperti air mata, di atas kartilago thyroid, dengan simpul pada daerah
tengkuk, di bawah dagu, atau langsung di depan telinga. Tulang hyoid biasanya
masih utuh.
h) Keluhan lainnya termasuk kehilangan kesadaran, defekasi, muntah yang tidak
terkontrol, mual dan kehilangan ingatan.
5. Distribusi Luka
Luka-luka pada KDRT biasanya mempunyai distribusi tertentu, sebagai berikut:2
1) Luka pada domestic violence biasanya sentral.
2) Tempat luka yang umum adalah daerah yang biasanya tertutup oleh pakaian (misalnya
dada, payudara dan perut).
3) Wajah, leher, tenggorokan dan genitalia juga tempat yang sering mengalami
perlukaan.

4) Lebih dari 50% luka disebabkan karena kekerasan pada kepala dan leher. Pelaku lakilaki menghindari untuk menyerang wajah, tetapi kemudian memukul kepala bagian
belakang.
5) Luka pada wajah dilaporkan pada 94% korban domestic violence.
6) Trauma pada maxillofacial termasuk luka pada mata dan telinga, luka pada jaringan
lunak, kehilangan pendengaran, dan patah pada mandibula, patah tulang hidung,
orbita dan zygomaticomaxillary complex.
Luka karena perlawanan, misalnya patah tulang, dislokasi sendi, keseleo, dan atau
luka memar dari pergelangan tangan atau lengan bawah dapat mendukung adanya tanda dari
korban untuk menangkis pukulan pada wajah atau dada. Termasuk luka pada bagian ulnar
dari tangan dan telapak tangan (yang mungkin digunakan untuk menahan serangan). Luka
lain yang umum ada termasuk luka memar pada punggung, tungkai bawah, bokong, dan
kepala bagian belakang (yang disebabkan karena korban membungkuk untuk melindungi
diri). Luka lecet yang banyak atau luka memar pada tempat yang berbeda sering terjadi
memperkuat kecurigaan adanya domestic violence. Peta tubuh dapat membantu penemuan
fisik adanya kekerasan termasuk dengan memperhatikan kemungkinan tanda-tanda kekerasan
pada daerah-daerah yang tersembunyi. Terdapatnya luka yang banyak dengan tahap
penyembuhan yang bervariasi memperkuat dugaan adanya KDRT yang berulang. 2

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan


Kekerasan Dalam Rumah Tangga, http://www.scribd.com/doc/24279456/UU-No-23-Th2004-Tentang-Penghapusan-KDRT
2. 2011, Laporan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga RSUP Sanglah.

Anda mungkin juga menyukai