Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN INTEGUMEN 1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


PARASIT DI KULIT : CREEPING ERUPTION

Disusun oleh kelompok 4 kelas A2 :

1. Tiffani Rosita (131411131020)


2. Febriana Permita Sari (131411131041)
3. Nur Tin Thursina (131411131062)
4. Alfiani Triningsih (131411131083)
5. Oktaviana Ristya Anggraini (131411133009)
6. Lidia Inneke Wendey (131411133012)

Fasilitator :
Praba Diyan Rachmawati, S.Kep. Ns., M.Kep.

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok Group
Discussion “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Creeping Eruption” dengan
baik.

Tidak lupa kami menyampaikan terima kasih yang sebanyak-banyaknya


kepada:
1. Praba Diyan Rachmawati, S.Kep. Ns., M.Kep. selaku fasilitator yang
senantiasa memacu, dan memotivasi mahasiswa untuk berprestasi
semaksimal mungkin serta memberikan bimbingan dan arahan dalam
penyelesaian makalah ini.
2. Teman-teman yang telah bekerja sama dalam penyelesaian tugas ini.

Kami selaku penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami berharap mendapatkan kritik dan
saran yang dapat membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya akan
menjadi lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami secara pribadi dan
bagi yang membutuhkannya.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................... i
Kata Pengantar ......................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................... iii
BAB 1 Pendahuluan ................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................1
1.3. Tujuan .........................................................................................................2
1.4. Manfaat .......................................................................................................2
BAB 2 Tinjauan Pustaka .........................................................................................3
2.1. Definisi Creeping Eruption .........................................................................3
2.2. Etiologi Creeping Eruption .........................................................................3
2.3. Patofisiologi Creeping Eruption .................................................................3
2.4. Manifestasi Klinis Creeping Eruption ........................................................4
2.5. Pemeriksaan Diagnostik Creeping Eruption ...............................................5
2.6. Penatalaksanaan Creeping Eruption ...........................................................5
2.7. Komplikasi Creeping Eruption ...................................................................7
2.8. WOC Creeping Eruption.............................................................................9
BAB 3 Asuhan Keperawatan Kasus Creeping Eruption ........................................10
BAB 4 Penutup ......................................................................................................16
Daftar Pustaka ..........................................................................................................17

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Cutaneus Larva Migran (CLM) adalah penyakit infeksi kulit parasit yang
sudah dikenal sejak tahun 1874. Awalnya ditemukan pada daerah-daerah tropikal
dan subtropikal beriklim hangat, saat ini karena kemudahan transportasi keseluruh
bagian dunia, penyakit ini tidak lagi dikhususkan pada daerah-daerah tersebut.
Creeping itch atau rasa gatal yang menjalar, merupakan karakteristik utama dari
CLM.
Pemeliharaan hewan kesayangan seperti anjing dan kucing jika tidak
diimbangi dengan pemahaman yang baik tentang penyebaran penyakit dapat
meningkatkan resiko penularan penyakit dari hewan ke hewan lain atau ke
manusia lain. Ditambah lagi dengan banyak nya hewan yang hidup liar dan tidak
mempunyai majikan, sehingga angka penularan penyakit akan meningkat.
Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa
alas kaki,atau yang sering berhubunga n dengan tanah atau pasir. Demikian pula
para petani atau tentara sering mengalami hal yang sama. Penyakit ini banyak
terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab misalnya di
Afrika, Amerika Selatan dan Barat di Indonesia pun banyak dijumpai.
Faktor resiko utama bagi penyakit ini adalah kontak dengan tanah lembab
atau berpasir, yang telah terkontaminasi dengan feces anjing atau kucing. Penyakit
ini lebih sering dijumpai pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Pada
orang dewasa, faktor resiko nya adalah pada tukang kebun, petani, dan orang-
orang dengan hobi atau aktivitas yang berhubungan dengan tanah lembab dan
berpasir. CLM dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu: terapi
sistemik (oral) atau terapi topikal

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa definisi Creeping Eruption?
2. Apa etiologi Creeping Eruption?
3. Bagaimana patofisiologi Creeping Eruption?

1
4. Apa manifestasi klinis Creeping Eruption?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik Creeping Eruption?
6. Bagaimana penatalaksanaan Creeping Eruption?
7. Bagaimana prognosi Creeping Eruption?
8. Bagaimana komplikasi Creeping Eruption?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Creeping Eruption?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ners UNAIR mengetahui dan
memahami tentang penyakit Creeping Eruption dimulai dari
manifestasi klinis, patofisiologi, dan tatalaksana untuk memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan efektif dan efisien.
1.3.2. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu untuk :
1. Mengetahui definisi Creeping Eruption
2. Mengidentifikasi etiologi Creeping Eruption
3. Mengetahui patofisiologi Creeping Eruption
4. Mengidentifikasi manifestasi klinis Creeping Eruption
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik Creeping Eruption
6. Mengetahui penatalaksanaan Creeping Eruption
7. Mengetahui prognosi Creeping Eruption
8. Mengetahui komplikasi Creeping Eruption
9. Mengetahui asuhan keperawatan Creeping Eruption

1.4. Manfaat
1. Memperoleh pengetahuan tentang konsep dari penyakit Creeping Eruption
2. Memperoleh pengetahuan dan dapat melakukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit Creeping Eruption.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi C reeping Eruption


Creeping eruption adalah kelainan kulit khas berupa garis lurus atau
berkelok-kelok, progresif, akibat larva yang kesasar. Sedangkan creeping
eruption, istilah ini digunakan pada kelainan kulit yang merupakan peradangan
berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh
invansi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing. Cutaneous
larva migrans dapat juga disebut creeping eruption, dermatosis linearis migrans,
sandworm disease (di Amerika Selatan larva sering ditemukan ditanah pasir atau
di pantai), atau strongyloidiasis (creeping eruption pada punggung).

2.2. Etiologi Creeping Eruption


Menurut Sardesai, Agarwal, dan Dahiya (2014), Cutanoeus larva migrans
(CLM) disebabkan oleh beberapa agen yang dapat menimbulkan erupsi pada kulit
seperti Ancylostoma caninum dan Ancylostoma brazilense, Uncinaria
stenocephala, Gnathostoma spp,. Dirofilaria conjunstivae, Capillaria
spp.,.Cacing tersebut hidup di saluran pencernaan peliharaan seperti anjing dan
kucing.Telur cacing biasanya terdapat pada feses anjing atau kucing yang dibuang
pada area berpasir atau tanah (Caumes, 2006). Menurut The Center for Food
Security & Public Health IOWA State University (2013), beberapa binatang yang
biasa terdapat larva ini selain anjing dan kucing adalah babi, kelici, domba,
primate, dan hewan domestic lainnya.
Nematoda ini tidak menginvasi kulit manusia, namum larva yang tidak aktif
yang berada pada anjing serta kucing dapat menembus kulit melalui
epidermis.Larva ini mengeluarkan protease dan hyaluronidase yang memfasilitasi
penetrasi dan migrasi larva menembus epidermis (Siddalingappa, 2015)

2.3. Patofisiologi Creeping Eruption


Telur pada tinja menetas di permukaan tanah dalam waktu 1 hari dan
berkembang menjadi larva infektif tahap ketiga setelah sekitar 1 minggu.Larva

3
dapat bertahan hidup selama beberapa bulan jika tidak terkena matahari langsung
dan berada dalam lingkungan yang hangat dan lembab. Kemudian jika terjadi
kenaikan suhu, maka larva akan mencari pejamunya. Setelah menempel pada
manusia, larva merayap di sekitar kulit untuk tempat penetrasi yang sesuai.
Akhirnya, larva menembus ke lapisan korneum epidermis.Larva infektif
mengeluarkan protease dan hialuronidase agar dapat bermigrasi di kulilt manusia
(Heukelbach dan Feldmeier, 2008).Selanjutnya, larva bermigrasi melalui jaringan
subkutan membentuk terowongan yang menjalar dari satu tempat ke tempat
lainnya (Shulmann et al, 1994 dalam Palgunadi, 2010).Lesi yang ditimbulkan
erithematous, elevasi dan vesicular. Lesi ini sangat gatal, setelah 2 – 3 hari larva
akan membentuk terowongan di bawah kulit dalam jaring germinativum.
Pergerakan larva di bawah kulit berkisar 2 – 3 mm per hari. Kulit dibagian
atasnya biasanya mengering dan keras dan terasa gatal sehingga dapat
menyebabkan infeksi sekunder akibat garukan.( Brown HW, 1975 ; Markell
EK,1992 )
Penyebab utama CLM adalah larva cacing tambang dari kucing dan anjing
(Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum, dan Ancylostoma canium)
dan Strongyloides. Penyebab lain yang juga memungkinkan yaitu larva dari
serangga seperti Hypoderma dan Gasterophilus sp. Padababi dan kucin. Pada
beberapa kasus ditemukan Echinococus, Dermatobia maxiales, Lucilia Caesar
(Aisah, 2010).Di eperdermis, larva Ancylostoma brazilense akan bermigrasi dan
penyebab CLM selama beberapa minggu sebelum larva tersebut mati. Di sisi lain,
larva Ancylostoma canium dan Ancylostoma ceylanicum dapat melakukan
penetrasi yang lebih dalam dan menimbulkan gejala klinis yang lain seperti
enteritis eosinolifik. (CDC, 2013).

2.4. Manifestasi Klinis Creeping Eruption


Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula,
pada titik yang terkena akan timbul papula, kemudian diikuti oleh bentuk yang
khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok (snakelike appearance
bentuk seperti ular) yang terasa sangat gatal, menimbul dengan lebar 2-3 mm,
panjang 3-4 cm dari titik yang terkena, dan berwarna kemerahan.

4
Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan larva tersebut telah
berada dikulit selama beberapa jam atau hari. Rasa gatal dapat timbul paling cepat
30 menit setelah infeksi, meskipun pernah dilaporkan late onset dari CLM.
Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-
kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow),
mencapai panjang beberapa sentimeter dan bertambah panjang beberapa
milimeter atau beberapa sentimeter setiap harinya. Umumnya pasien hanya
memiliki satu atau tiga lintasan dengan panjang 2-5 cm. Rasa gatal biasanya lebih
hebat pada malam hari, sehingga pasien sulit tidur.
Rasa gatal ini juga dapat berlanjut, meskipun larva telah mati. Terowongan
yang sudah lama, akan mengering dan menjadi krusta, dan bila pasien sering
menggaruk, dapat menimbulkan iritasi yang rentan terhadap infeksi sekunder.
Larva nematoda dapat ditemukan terperangkap dalam kanal folikular, stratum
korneum atau dermis.
Tempat predileksi adalah di tempat-tempat yang kontak langsung dengan
tanah, baik saat beraktivitas, duduk, ataupun berbaring, seperti di tungkai, plantar,
tangan, anus, bokong dan paha juga di bagian tubuh di mana saja yang sering
berkontak dengan tempat larva berada.

2.5. Pemeriksaan Diagnostik Creeping Eruption


Tidak ada pemeriksaan diagnostik khusus. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan bentuk kelainan yang khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang
yang lurus atau berkelok-kelok, kemerahan, menimbul dan terdapat papul atau
vesikel di atasnya. Dengan biopsi biasanya kurang mempunyai arti karena larva
sulit ditemukan. Pada pemeriksaan darah kadang dapat terjadi hipereosinofilia
atau peningkatan imunoglobulin E.

2.6. Penatalaksanaan Creeping Eruption


1. Penatalaksanaan Umum
Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
(1) Sebaiknya masyarakat di daerah endemis meningkatkan kebersihan
lingkungan.

5
(2) Menggunakan alas kaki untuk mencegah penetrasi larva ke dalam
kulit.
(3) Tidak membiarkan anjing atau kucing berkeliaran dan memberikan
pengobatan pada binatang yang terinfeksi cacing tambang, yaitu
dengan pemberian antelmintik seperti fenbendazol, dan ivermektin.
2. Penatalaksanaan Khusus
(1) Pengobatan sistemik
Pengobatan secara sistemik diberikan untuk lesi yang luas atau yang
gagal dengan pengobatan secara topikal. Creeping eruption dapat
diobati dengan antelmintik secara oral. 20Beberapa antelmintik
yang efektif untuk mengobati Creeping eruption antara lain :
a. Tiabendazol (Mintezol)
Merupakan drugs of choice (DOC) untuk Creeping eruption.
Bekerja dengan menghambat enzim fumarat reduktase larva, dan
menghambat ambilan glukosa oleh larva sehingga menyebabkan
kematian larva. Dosis yang dianjurkan untuk dewasa adalah 25-
50 mg/kgBB/ hari dua kali sehari, selama 2-5 hari. Untuk anak-
anak diberikan 25-50 mg/kgBB/hari dua kali sehari, maksimal 3
gram sehari. 20 Bila masih ditemukan lesi aktif, selang dua hari
kemudian dapat diberikan lagi satu kuur pengobatan.
b. Albendazol
Merupakan antelmintik berspetrum luas yang bekerja dengan cara
memblokir pengambilan glukosa oleh larva, sehingga glikogen
menurun dan pembentukan ATP berkurang, akibatnya larva akan
mati. Albendazol tersedia dalam bentuk sediaan tablet 400 mg
dan suspensi 200 mg/5 ml. Diberikan dengan dosis 400 mg
peroral selama 3 hari berturut-turut untuk dewasa dan anak-anak
usia di atas 2 tahun. Untuk anak-anak usia di bawah 2 tahun
diberikan 200 mg/hari selama 3 hari.
c. Ivermektin
Merupakan antelmintik yang menyebabkan larva mati dalam
keadaan paralisis, bekerja dengan cara memperkuat peranan

6
GABA pada proses saraf tepi. Memiliki margin of safety yang
lebar dan toksisitas yang rendah. Dosis yang digunakan untuk
dewasa dan anak-anak usia lebih dari 5 tahun adalah 200
mcg/kgBB peroral satu kali pemberian, sedangkan untuk anak-
anak usia di bawah 5 tahun diberikan dengan dosis 150 mg/kgBB
peroral satu kali pemberian.
(2) Pengobatan Topikal
a. Tiabendazol topikal 10-15%
b. Diaplikasikan 4 kali sehari selama 1 minggu. Obat ini perlu
diaplikasikan di sepanjang lesi dan pada kulit normal di sekitar
lesi.
c. Solusio tiobendazol 2% dalam DMSO (dimetil sulfoksida) 2
d. Tiabendazol topikal ditambah kortikosteroid topikal. Digunakan
secara oklusi dalam 24-48 jam.
e. Dry ice (CO-2 snow). Dilakukan dengan penekanan selama 45
detik sampai 1 menit, dilakukan selama dua hari berturut-turut. 2
f. Etil klorida. Terapi ini efektif apabila epidermis terkelupas
bersama parasit. Seluruh terowongan harus dibekukan karena
parasit diperkirakan berada dalam terowongan. Cara ini bersifat
traumatik dan hasilnya kurang dapat dipercaya karena lokasi
tempat larva berada sulit ditentukan

2.7. Komplikasi Creeping Eruption


1. Infeksi kulit bakteri yang disebabkan oleh garukan
2. Penyebaran infeksi melalui aliran darah ke paru-paru atau usus kecil
(jarang)
3. Urtikaria
4. Urtikaria adalah reaksi dari pembuluh darah berupa erupsi pada kulit
yang berbatas tegas dan menimbul (bentol), berwarna merah, memutih
bila ditekan, dan disertai rasa gatal.Urtikaria dapat berlangsung secara
akut, kronik, atau berulang. Urtikaria akut umumnya berlangsung 20

7
menit sampai 3 jam, menghilang dan mungkin muncul di bagian kulit
lain.
5. Folikulitis
Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut (folikel). Pada
kulit yang terkena akan timbul ruam, kemerahan dan rasa gatal. Di
sekitar folikel rambut tampak beruntus-beruntus kecil berisi cairan yang
bisa pecah lalu mengering dan membentuk keropeng.
6. Furunkel
Furunkel (bisul) adalah infeksi kulit yang meliputi seluruh folikel rambut
dan jaringan subkutaneus di sekitarnya.Paling sering ditemukan di daerah
leher, payudara, wajah dan bokong. Akan terasa sangat nyeri jika timbul
di sekitar hidung atau telinga atau pada jari-jari tangan.Furunkel berawal
sebagai benjolan keras bewarna merah yang mengandung nanah. Lalu
benjolan ini akan berfluktasi dan ditengahnya menjadi putih atau kuning
(membentuk pustula). Bisul bisa pecah spontan atau mengeluarkan
nanahnya, kadang mengandung sedikit darah.
7. Eksema infantum
8. Eksema atau Dermatitis atopik atau peradangan kronik kulit yang kering
dan gatal yang umumnya dimulai pada awal masa kanak-kanak.Eksema
dapat menyebabkan gatal yang tidak tertahankan, peradangan, dan
gangguan tidur.

8
2.8. WOC Creeping Eruption

Ancylostoma caninum dan Ancylostoma brazilense, Uncinaria


stenocephala, Gnathostoma spp,. Dirofilaria conjunstivae, Capillaria spp.

Terdapat pada saluran pencernaan hewan: anjing dan kucing

BAB

Fases mengandung telur cacing / larva

Hari Ke 1 = Menetes

Hari Ke 7 = Berkembang

Larva mencari penjamu Terpapar Matahari, Peningkatan Suhu

Menembus Lap
Menempel pada kulit manusia (kaki, bokong, paha) Penetrasi Korneum
Epidermis

Menembus ke subkutan mengeluarkan protease


dan hyaluronidase
Menmbentuk terowongan
dalam jaringan germinativum

Menjelar ke sekitar kulit lainnya MK : Nyeri

Mengering dan Keras Muncul lesi Eritema dan Gatal

Infeksi Sekunder MK : Gangguan Manipulasi Mekanik


Rasa Nyaman

MK : Resiko Infeksi MK : Kerusakan


MK : Gangguan Citra Tubuh Integritas Kulit

9
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS CREEPING ERUPTION

3.1. Kasus
Ny. ATT (perempuan) berusia 30 tahun beragama islam berasal dari sidoarjo
datang ke RSUA Surabaya bersama suaminya dengan keluhan gatal-gatal di kaki
kanan sejak 2 minggu yang lalu, gatal menjadi lebih hebat apabila pasien
berkeringat, pasien juga tampak gelisah. Terdapat bintil-bintil kemerahan di kaki
yang memanjang dan berkelok-kelok pada daerah yang gatal. Selain gatal, bintil-
bintil tersebut kadang terasa panas dan nyeri. Pasien tinggal bersama suaminya.
Pasien bekerja sebagai petani dan bekerja di sawah secara rutin setiap hari. Pasien
mengaku jarang memakai alas kaki saat bekerja. Tidak ada keluarga yang
menderita penyakit seperti ini. Pasien juga tidak alergi terhadap makanan atau
obat-obatan. Pemeriksaan fisik yang didapatkan yaitu TD: 110/70 mmHg; Nadi:
88x/menit; RR: 20x/menit; S:36,4oC; berat badan: 64 kg; tinggi badan 165 cm.
Pada pemeriksaan dermatologis ditemukan kanalikuli berkelok-kelok menimbul,
diameter 2-3 mm, dengan permukaan eritem.

3.2. Pengkajian
1. Identitas pasien :
1) Nama : Ny. ATT
2) Jenis kelamin : Perempuan
3) Umur : 30 tahun
4) Status menikah : Sudah menikah
5) Agama : Islam
6) Alamat : Sidoarjo
7) Pekerjaan : Petani
2. Anamnesis
1) Keluhan utama : gatal-gatal di kaki kanan sejak 2 minggu yang lalu,
gatal menjadi lebih hebat apabila pasien berkeringat.
2) Riwayat penyakit sekarang : Ny. ATT datang ke RSUA Surabaya
bersama suaminya dengan keluhan gatal-gatal di kaki kanan sejak 2

10
minggu yang lalu, gatal menjadi lebih hebat apabila pasien berkeringat,
pasien juga tampak gelisah. Terdapat bintil-bintil kemerahan di kaki
yang memanjang dan berkelok-kelok pada daerah yang gatal. Selain
gatal, bintil-bintil tersebut kadang terasa panas dan nyeri.
3) Riwayat penyakit dahulu : (-)
4) Riwayat penyakit keluarga : (-)
5) Riwayat alergi : (-)
6) Riwayat sosial ekonomi : Pasien bekerja sebagai petani dan bekerja di
sawah secara rutin setiap hari. Pasien mengaku jarang memakai alas
kaki saat bekerja.
7) Riwayat pengobatan : pasien tidak mengkonsumsi obat apapun.
3. Pemeriksaan fisik
1) Status present
a. Keadaan umum : baik
b. Kesadaran/GCS : compos mentis
2) Pemeriksaan tanda vital
a. TD : 110/70 mmHg
b. Nadi : 88x/menit
c. RR : 20x/menit
d. Suhu : 36,4oC
e. Berat badan : 64 kg
f. Tinggi badan : 165 cm
3) Status dermatologi :
a. Lokasi : kaki kanan
b. Efluoresensi : ditemukan kanalikuli berkelok-kelok menimbul
berdiameter 2-3 mm dengan permukaan eritem.

3.3. Analisa Data


NO DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
1. DS : Pasien mengatakan Larva menempel pada kulit Nyeri akut
bintil-bintil tersebut terasa manusia (kaki)

11
panas dan nyeri
DO : Skala nyeri 3 (1-5) Penetrasi

Menembus lapisan korneum


epidermis

Membentuk terowongan dalam


jaringan

Muncul lesi

MK : Nyeri akut
2. DS : Larva menempel pada kulit Gangguan rasa nyaman
Pasien mengatakan gatal manusia (kaki)
menjadi lebih hebat apabila
pasien berkeringat Penetrasi
Pasien mengeluhkan bintil-
bintil tersebut terasa panas Menembus lapisan korneum
dan nyeri. epidermis
DO : Pasien tampak gelisah
Membentuk terowongan dalam
jaringan

Muncul lesi

Eritema dan gatal

MK : Gangguan rasa nyaman


3. DS : Pasien menemukan Muncul lesi Kerusakan integritas
bintil-bintil kemerahan di kulit
kaki yang memanjang dan Eritema dan gatal
berkelok-kelok pada daerah

12
yang gatal Manipulasi
DO : Pada pemeriksaan
dermatologi : ditemukan MK : Kerusakan integritas
kanalikuli berkelok-kelok kulit
menimbul berdiameter 2-3
mm dengan permukaan
eritem

3.4. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi sekunder parasit
2. Gangguan rasa nyaman (gatal) berhubungan dengan lesi pada kulit
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan papula yang pecah

3.5. Intervensi
Diagnosa NOC NIC
Nyeri akut Tujuan: Pain management (1400)
berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri secara komprehensif
dengan keperawatan, klien melaporkan meliputi lokasi, karakteristik,onset,
infeksi nyeri berkurang atau hilang. frekuensi, kualitas, intensitas atau
sekunder Kriteria hasil: beratnya nyeri dan faktor presipitasi
parasit Pain control (1605) 2. Observasi ekspresi klien secara non
Pain level (2102) verbal agar mengetahui tingkat nyeri
1. Nyeri terkontrol yang dilihat 3. Kolaborasi pemberian analgesic
dari indicator: sesuai advis dokter dan monitoring
1) Klien menuliskan gejala respon klien
nyeri berkurang ( skala 1- 4. Kaji pengetahuan dan perasaan klien
10) mengenai nyerinya
2) Klien dapat menjelaskan 5. Ajak klien untuk mengkaji faktor
faktor penyebab nyeri yang dapat memperburuk nyeri
3) Klien dapat mengetahui 6. Kaji dampak nyeri terhadap kualitas
intervensi yang dilakukan hidup klien (ADL)
untuk mengurangi nyeri 7. Control faktor lingkungan yang

13
(farmaka dan non farmaka) dapat mempengaruhi
4) Klien melaporkan ketidaknyamanan klien
perubahan gejala nyeri 8. Ajarkan teknik nonfarmakologi
yang terkontrol pada tim (relakasai, terapi music, distraksi,
medis terapi aktivitas, masase)
5) Klien mengetahui onset 9. Observasi respon klien setelah
nyeri dilakukan tindakan pengontrol nyeri
2. Level nyeri
1) Laporan nyeri
2) Durasi nyeri
3) Ekspresi wajah klien
Gangguan Tujuan: Pruritus Management (3550)
rasa nyaman Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji keluhan gatal, lokasi, frekuensi,
(gatal) keperawatan, klien melaporkan intensitas (skala) dan waktu
berhubungan gatal berkurang atau hilang. 2. Observasi petunjuk non verbal gatal,
dengan lesi Kriteria hasil: misal : menggaruk, ekspresi wajah.
pada kulit Comfort Status: Physical (2010) 3. Ajarkan klien untuk melakukan
Klien diharapkan mampu untuk tehnik mengurangi gatal: relaksasi
mempertahankan: dan distraksi, terutama bila keluhan
1. Kontrol gejala gatal timbul.
2. Kesehatan fisik 4. Anjurkan pasien untuk tidak
3. Kebersihan dan perawatan memakai pakaian dan wol yang pas
pribadi atau kain sintetis
4. Relaksasi 5. Anjurkan pasien agar kuku jari
dipangkas pendek
6. Anjurkan pasien untuk
meminimalkan keringat dengan cara
menghindari hangat / panas
lingkungan
7. Anjurkan pasien untuk menggunakan
telapak tangan untuk menggosokkan
selebar daerah kulit atau mencubit

14
kulit dengan lembut di antara ibu jari
dan jari telunjuk untuk meringankan
gatal
8. Anjurkan pada klien untuk
menggunakan sarung tangan kain
lembut
9. Bersihkan kutu/telur kutu pada
batang rambut menggunakan sisir
yang rapat.
10. Kolaborasi dalam pemberian obat
antipruritus (anti gatal)
Kerusakan Tujuan: Skin Surveillance (3590)
integritas Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor warna kulit
kulit keperawatan, klien tidak 3. Monitor temperature kulit
berhubungan menunjukkan adanya kerusakan 4. Monitor adanya abrasi kulit dan ruam
dengan integritas kulit. kulit
papula yang Kriteria hasil: 5. Monitor pasien agar memakai baju
pecah Tissue Integrity: Skin and mucous yang longgar
membranes (1101) 6. Catat perubahan kulit dan membrane
Klien diharapkan mampu untuk mukosa
mempertahankan: 7. Monitor sumber tekanan dan
5. Elastisitas pergesekan
6. Hidrasi 8. Monitor kulit pada area yang
7. Perfusi jaringan kemerahan dan luka
8. Integritas kulit 9. Monitor kulit dan membrane mukosa
9. Tekstur pada area perubahan warna yang
mengakibatkan luka memar

15
BAB 4
PENUTUP

Creeping eruption adalah kelainan kulit khas berupa garis lurus atau
berkelok-kelok, progresif, akibat larva yang kesasar. Penyebab utama adalah larva
yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma
braziliense dan Ancylostoma caninum
Penyakit ini terdapat di seluruh daerah beriklim panas dan dapat terjadi di
Eropa Utara selama musim panas. Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa
gatal dan panas. Mula-mula, pada point of entry, akan timbul papul, kemudian
diikuti oleh bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok.
Kita sebagai mahasiswa harus bisa mengetahui konsep dasar penyakit
creeping eruption dan asuhan keperawatan untuk menangani dan mencegah.
Selain itu, perawat harus bisa memahami bagaimana cara menangani klien dengan
penyakit creeping eruption dan melakukan pengkajian. Perawatan tidak kalah
pentingnya dibanding dengan pengobatan, sebab bagaimanapun teraturnya
pengobatan yang diberikan tanpa perawatan yang sempurna maka penyembuhan
yang diharapkan tidak akan tercapai. oleh sebab itu perlu adanya penjelasan baik
pada klien maupun keluarganya mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aisah, S., 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran,
ED : 3 jilid : 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
BROWN HW, 1975. Basic Clinical Parasitology.4thEd.Appleton Century Crofts. 185-187
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2013. Parasites - Hookworm.
Available from: www.cdc.gov/parasites/hookworm pada tanggal 02 Mei
2017
Caumes, E., 2006. It's Time to Distinguish The Sign "Creeping Eruption" from
The Syndrome "Cutaneous Larva Migrans". Dermatology, 213: 179-181.
Heukelbach, J. & Feldmeier, H., 2008. Epidemiological and Clinical
Characteristics Of Hookworm-related Cutaneous Larva Migrans. Lancet
Infectious Diseases. 8: 302-309.
Holton K, Pepper D. Prevention of Zoonotic Transmission of Ascaris and
Hookworms of Dogs and Cats; http://www.cdc.gov [diakses 03 mei
2017.Sukarban S, Santoso SO. Antelmintik. Dalam Ganiswarna SG, editor.
Farmakologi dan Terapi, edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2003. 523-536
Maskur Z. Ruam menjalar. Dalam : Harahap M, editor. Ilmu penyakit kulit.
Jakarta : Hipokrates, 2000. 106-7.
Palgunadi, B.U., 2010. Cutaneous Larva Migrans. Jurnal Ilmiah Kedokteran, 2(1):
31-33
Sardesai, Vidyadhar R, Trupti D.Agarwal, & Riju Paul S.D.. 2014. Cutaneous
Larva Migrans. Journal of Pediatrics Sciences 2014, Volume 6, Edisi 207
Siddalingappa, Karjigi, et al. 2015. Cutaneous Larva Migrans in Early Infancy.
Indian Journal of Dermatologi Volume 60, Edisi 5, Halaman 522.
September-Oktober 2015.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4601450/diakses 02 Mei
2017 19:48 WIB

17

Anda mungkin juga menyukai