NIM : 131411133021
HIPERSENSITIVITAS
A. DEFINISI
B. MEKANISME ALERGI
2. Tahap Elisitasi
Fase elisitasi terjadi jika terdapat pajanan ulang. Ketika terpajan dengan
makanan (penyebab alergi) yang sama, protein akan mengikat molekul di sel mediator
(sel basofil dan sel mast). Tahap elisitasi ini menyebabkan tubuh mengeluarkan
molekul yang menyebabkan inflamasi (seperti leukotrien dan histamin). Efek yang
timbul serta keparahan alergi dipengaruhi oleh konsentrasi dan tipe alergen, rute
pajanan, dan sistem organ yang terlibat (misalnya kulit, saluran cerna, saluran
pernapasan, dan darah).
Antibodi melampirkan ke bentuk sel darah yang disebut sel mast. sel Mast
dapat ditemukan di saluran udara, di usus, dan di tempat lain. Kehadiran sel mast
dalam saluran udara dan saluran pencernaan membuat daerah ini lebih rentan terhadap
paparan alergen. Mengikat alergen ke IgE, yang melekat pada sel mast. Hal ini
menyebabkan sel mast untuk melepaskan berbagai bahan kimia ke dalam darah.
Histamin, senyawa kimia utama, menyebabkan sebagian besar gejala reaksi alergi.
Gejala alergi dapat mulai dari yang ringan hingga yang berat. Gejala alergi yang
ringan dapat berupa bersin – bersin, hidung meler, gatal – gatal baik bersifat lokal atau
seluruh tubuh, hidung mampet dan gejala alergi lainnya. Gejala alergi dapat dapat terlihat
pada kulit, mata, hidung, paru-paru dan perut, tergantung pada jenis alerginya. Gejala-
gejala alergi bisa mulai dari ringan ke sangat serius adalah :
1. Hives atau welts, ruam, blisters, atau masalah kulit disebut eksim. Ini adalah yang
paling umum gejala alergi obat.
2. Batuk, wheezing, Hidung, dan kesulitan bernapas.
3. demam.
4. Kulit melepuh dan mengelupas. Masalah ini disebut racun berhubung dgn kulit
necrolysis, dan dapat membawa maut jika tidak dirawat.
5. Anaphylaxis, yang merupakan reaksi paling berbahaya. Dapat membawa maut, dan
Anda akan memerlukan perawatan darurat. Gejala, seperti hives dan kesulitan
bernapas, biasanya muncul dalam waktu 1 jam setelah minum obat, reaksi cepat tanpa
perawatan, Anda dapat masuk ke shock.
Gambaran lain yang menandakan adanya alergi adalah :
1. Adanya penonjolan kemerahan, seperti orang terkena cacar
2. Adanya biduran
3. Adanya kemerahan pada kulit yang disertai dengan sisik kulit.
4. Adanya perdarahan dalam kulit, seperti kemerahan pada penderita demam berdarah
dengue.
5. Adanya radang pada pembulih darah (vaskulitis)
6. Adanya rekasi kemerahan karena kontak dengan sinar matahari
7. Adanya penonjolan bernanah seperti jerawat.
8. Kelainan lain gawat darurat, seperti kulit seperti terbakar yang dalam klinik disebut
nekrolisis epidermal toksik.
Gejala alergi yang berbahaya meliputi rekasi anafilaksis. Reaksi alergi yang
sangat berbahaya adalah gejala anafilaksis, gejalanya dapat berupa shock berupa tekanan
darah secara tiba – tiba dan cepat sehingga membahayakan nyawa si penderita, kepala
pusing dan sang penderita terlihat sangat cemas sehingga perlu penanganan yang cepat
dan harus segera di bawa ke klinik atau RS. Gejala alergi anafilaksis paling sering terjadi
pada gigitan serangga dan alergi obat tertentu namun reaksi anafilaksis akibat minum
obat tersangat jarang terjadi.
Kerasnya reaksi alergi, gejala dapat sangat bervariasi. Gejala ringan mungkin
tidak begitu terlihat, hanya membuat tubuh merasa sedikit sakit. Gejala sedang dapat
membuat tubuh merasa sakit, seolah-olah mendapat flu atau bahkan dingin.sedangkan
gejala parah dari reaksi alergi akan menimbulkan rasa yang sangat tidak nyaman, bahkan
melumpuhkan. Kebanyakan gejala reaksi alergi menghilang tak lama setelah berhenti
eksposur. Reaksi alergi yang paling parah disebut anafilaksis. Anafilaksis dapat
mengancam jiwa dan memerlukan perhatian medis segera. Penanganan cepat sangat
penting untuk anafilaksis. Jika tidak ditangani secara cepat, anafilaksis dapat
menyebabkan koma atau kematian Gejala dapat berkembang pesat. Dalam anafilaksis,
alergen menyebabkan reaksi alergi seluruh tubuh yang dapat mencakup:
1. Gatal-gatal dan gatal-gatal di seluruh (bukan hanya di daerah terbuka)
2. Mengi atau sesak napas
3. Suara serak atau sesak di tenggorokan
4. Kesemutan di tangan, kaki, bibir, atau kulit kepala
Tidak, tidak semua orang memiliki alergi. Orang-orang mewarisi kecenderungan
untuk menjadi alergi, meskipun tidak ke alergen tertentu. Bila salah satu orangtua alergi,
anak mereka memiliki kesempatan 50% memiliki alergi. risiko itu melompat hingga 75%
jika kedua orang tua memiliki alergi.
D. MACAM-MACAM ALERGI
1. Alergi makanan
Alergi makanan adalah merupakan respon alamiah imun tubuh yang bersifat
negatif terhadap protein dari makanan yang kita konsumsi. Intolerance atau alergi
terhadap jenis makanan, umumnya dapat berpengaruh pada siapa saja serta dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda pada tiap individunya. Maka tidak semua
intolerance atau alergi makanan itu nantinya dapat menyebabkan terganggunya sistem
imunitas tubuh manusia. makanan yang paling banyak menyebabkan reaksi alergi
yaitu makanan yang berasal dari laut, seperti udang, lobster, kepiting, ikan dan telur,
kacang polong Pada anak-anak, penyebab alergi makanan yang paling sering yaitu
telur, susu, kacang, dan
2. Alergi obat-obatan
Jenis alergi ini disebabkan oleh penggunaan obat-obatan tertentu. Reaksi alergi obat
merupakan reaksi alergi di mana system kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan
terhadap obat-obatan tertentu yang dikonsumsi oleh seseorang. yang diberikan
tubuh pun sangat keras. Contohnya dapat menyebabkan gatal-gatal, terdapat bercak-
bercak merah pada kulit, mual dan muntah. Obat yang berpotensi menimbulkan
alergi antara lain antibiotic alergi (sulfonamid), vaksin , dan obat non alergik
(kontras x-ray, aspirin, antibiotic, dan obat tekanan darah tinggi).
3. Alergi debu
Alergi debu disebabkan ketidakbiasaan tubuh dalam menerima kehadiran debu. Hal
ini dapat menimbulkan penderita dapat mengalami bersin-bersin dalam frekuensi
yang sering, flu, rasa gatal, dan hidung tersumbat.
4. Alergi suhu udara (dingin/panas)
Alergi ini diakibatkan oleh alergen udara. Ketidakmampuan sistem imun menerima
udara dingin misalnya dapat mengakibatkan jaringan dalam hidung menjadi
bengkak, sehingga hidung pun menjadi tersumbat. Alergi dingin terjadi karena
pelepasan histamine dalam jumlah yang cukup besar yang kemudian menyerang
system kekebalan tubuh. Reaksi terjadi ketika seseorang terkena paparan langsung
udara dingin atau air dingin atau ketika terjadi suatu perubahan suhu yang drastic.
Gejala yang dapat dialami jika seseorang menderita alergi udara adalah seringnya
mengalami bersin-bersin, gatal-gata, mata merah dan berair. Dalam kondisi tertentu,
mucul alergi yang disebut urtikaria. Gejalanya adalah gatal-gatal dan muncul bentol
akibat udara dingin. Jenis alergi ini sering dialami orang-orang yang tinggal di negara
tropis. Biasanya, penderita biduran (nama lain alergi ini) memiliki jaringan kulit yang
sensitif. Biduran ini muncul karena tubuh mengeluarkan histamin (salah satu zat
pelindung tubuh) berlebih untuk mempertahankan tubuh dari suhu rendah. Akibatnya,
muncul bercak kemerahan dan bengkak. Jika dibiarkan, produksi histamin berlebih
ini dapat menimbulkan sesak napas dan pelebaran pembuluh darah.
KLASIFIKASI ALERGI
1. Hipersensitifitas tipe I
Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau
anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan
bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala
yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi
berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga dapat
mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I diperantarai
oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit
atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan
eosinofil.
Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I
adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE total dan
antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu penyebab alergi) yang
dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu penanda terjadinya alergi
akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung oleh alergen).
Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa penyakit non-atopik seperti
infeksi cacing, mieloma, dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi
hipersensitivitas tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor
histamin, penggunaan Imunoglobulin G (IgG), hyposensitization (imunoterapi atau
desensitization) untuk beberapa alergi tertentu.
2. Hipersensitifitas tipe II
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G
(IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan
matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan
yang langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang
langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan
menimbulkan kerusakan pada target sel.
Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang) yang
berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan.
Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II adalah:
a. Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel epidermal),
b. Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat
menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk
produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan sel darah merah dan
menyebabkan lisis sel darah merah), dan
c. Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus
sehingga menyebabkan kerusakan ginjal).
4. Hipersensitifitas tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel
atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan
oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi ini untuk
aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag
dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari
hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak
(kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type
hipersensitivity, DTH).
Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori
berdasarkan waktu awal timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis.
Ketiga kategori tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Waktu Penampakan
Tipe Histologi Antigen dan situs
reaksi klinis
Epidermal (senyawa
Limfosit, diikuti
48-72 organik, jelatang atau
Kontak Eksim (ekzema) makrofag; edema
jam poison ivy, logam
epidermidis
berat , dll.)
Intraderma
48-72 Pengerasan Limfosit, monosit,
Tuberkulin (tuberkulin, lepromin,
jam (indurasi) lokal makrofag
dll.)