Disusun Oleh :
Kelompok 1/ A-2/ A13
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Sistem Integumen yaitu makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan gangguan kulit
Frambusia”.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Ilya Krisnana, S.Kep., Ns., M.Kep. sebagai PJMA mata ajar Keperawatan
Sistem Integumen sekaligus sebagai dosen pembimbing yang senantiasa
memberikan bimbingan dan arahan dalam memberikan materi dan
penyelesaian makalah ini;
2. Teman – teman kelompok 1 kelas A-2
3. Semua pihak yang telah bekerja sama dan membantu dalam penyelesaian
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ilmiah ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.
( Penyusun )
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan ..........................................................................................................2
1.3 Manfaat ...................................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Kulit ...............................................................................4
2.2 Definisi Frambusia .....................................................................................12
2.3 Etiologi Frambusia .....................................................................................13
2.4 Manifestasi Klinis ......................................................................................14
2.5 Pemeriksaan Diagnostik .............................................................................18
2.6 Penatalaksanaan (Pengobatan) ...................................................................20
2.7 Patofisiologi dan WOC ..............................................................................21
2.8 Pencegahan .................................................................................................22
2.9 Komplikasi .................................................................................................22
2.10 Prognosis ....................................................................................................23
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN ..................................................................24
BAB 4 KESIMPULAN ..........................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................47
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
nasional angka prevalensi kurang dari 1 per 10.000 penduduk. Pada tahun
2006 terdapat lima propinsi di Indonesia dengan angka prevalensi yang
cukup tinggi yaitu Papua Barat (15,00), Papua (10,01), Sulawesi Tenggara
(7,92), Nusa Tenggara Timur (2,80), dan Maluku (1,08). Prevalensi penyakit
frambusia di Kota Jayapura berfluktuasi dari tahun 2005 sampai 2007. Pada
tahun 2005 prevalensi frambusia 1,7 per 10.000 penduduk sedangkan pada
tahun 2006 menjadi 1,4 per 10.000 penduduk namun pada tahun 2007,
prevalensi penyakit frambusia di Kota Jayapura sebesar 5,4 per 10.000
penduduk.
Tingginya jumlah kasus tersebut menunjukkan penularan masih terus
berlangsung. Hal itu disebabkan karena penderita Frambusia banyak yang
tinggal di daerah pedalaman yang keadaan lingkungannya kurang
mendukung dan sulit dijangkau pelayanan kesehatan. Pendekatan yang
terpadu sedang direncanakan, dengan mengkombinasikan pemberantasan
penyakit kaki gajah dan frambusia, serta pengontrolan cacing tanah. Sinergi
program semacam ini merupakan pendekatan utama yang harus didukung.
1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan umum
Setelah proses pembelajaran mata kuliah Keperawatan Integumen I
diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan memahami konsep teori dan
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan kulit frambusia
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
1.1.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui definisi dan Klasifikasi dari Frambusia
2. Untuk mengetahui etiologi dari Frambusia
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Frambusia
4. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari Frambusia
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk Frambusia
6. Untuk mengetahui patofisiologi/ WOC Frambusia
7. Untuk mengetahui pencegahan dari Frambusia
8. Untuk mengetahui komplikasi Frambusia
2
9. Untuk mengetahi prognosis Frambusia
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan
Frambusia
1.2 Manfaat
Penulisan makalah ini sangat diharapkan bermanfaat bagi seluruh pembaca
dan penulis untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang Konsep Teori
dan Asuhan Keperawatan, terutama Asuhan Keperawatan pada klien dengan
gangguan kulit Frambusia.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1.1.1 Lapisan Kulit
1. Epidermis
a. Stratum korneum
Tidak mempunyai inti sel (inti selnya sudah mati) dan
mengandung zat keratin. Keratin yang sudah mati berfungsi
sebagai perlindungan agar bakteri tidak masuk ke dalam kulit.
Dapat mengelupas dan digantikan oleh sel – sel baru.
b. Stratum lusidum
Banyak keratin tetapi tidak mati. Selnya pipih, bedanya
dengan stratum granulosum ialah sel-sel sudah banyak yang
kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali
dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak
tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan terlihat seperti suatu
pita yang bening, batas-batas sel sudah tidak begitu terlihat,
disebut stratum lusidum.
c. Stratum granulosum
Stratum ini terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan.
Memiliki lamela granula yaitu perekat antara sel dan
melindungi zat asing serta mengurangi kehilangan cairan.
Dalam sitoplasma terdapat butir-butir yang disebut
keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin
oleh karena banyaknya butir-butir stratum granulosum.
d. Stratum spinosum/stratum akantosum
Terdiri dari 8 – 10 lapisan. Lapisan keratin saling
menyambung sehingga memiliki kekuatan dan kelenturan.
Sel-selnya disebut spinosum karena jika kita lihat di bawah
mikroskop sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya
polygonal (banyak sudut) dan mempunyai tanduk (spina).
Disebut akantosum karena sel-selnya berduri.
e. Stratum basal/germinativum
Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong. Di
dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir melanin
5
warna untuk membentuk pigmen kulit. Sel tersebut disusun
seperti pagar (palisade) di bagian bawah sel tersebut terdapat
suatu membrane yang disebut membrane basalis. Sel-sel
basalis dengan membrane basalis merupakan batas terbawah
dari epidermis dengan dermis. Terdapat stemcell yang
berfungsi untuk produksi keratin.
6
Sel utama pada epidermis dan untuk produksi keratin.
Keratin distimulasi stemcell di lapisan basal.
2. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengna
epidermis dilapisi oleh membrane basalis dan di sebelah bawah
berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya kita
ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak.
Dermis terdiri dari dua lapisan :
Bagian atas, pars papilaris (stratum papilar)
Bagian bawah, retikularis (stratum retikularis).
Baik pars papilaris maupun pars retikularis terdiri dari
jaringan ikat longgar yang tersusun dari serabut-serabut: serabut
kolagen, serabut elastic, dan serabut retikulus.
Serabut ini saling beranyaman dan masing-masing
mempunyai tugas yang berbeda. Serabut kolagen, untuk
memberikan kekuatan pada kulit, serabut elastis, memberikan
kelenturan pada kulit, dan retikulus, terdapat terutama di sekitar
kelenjar dan folikel rambut dan memberikan kekuatan pada alat
tersebut.
3. Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan di
antara gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat
dermis. Sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya
terdesak ke pinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan
lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama
pada tiap-tiap tempat dan juga pembagian antara laki-laki dan
perempuan tidak sama (berlainan). Guna penikulus adiposus
adalah sebagai shock breaker atau pegas bila tekanan trauma
mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk
mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk
kecantikan tubuh. Di bawah subkutis terdapat selaput otot
kemudian baru terdapat otot.
7
2.1.1.2 Pembuluh Darah dan Saraf
1. Pembuluh darah
Pembuluh darah kulit terdiri dari dua anyaman darah nadi yaitu :
a. Anyaman pembuluh nadi kulit atas atau luar,anyaman ini
terdapat antara stratum papilaris dan stratum retikularis,dari
anyaman ini berjalan arteriole pada tiap - tiap papila kori;
b. Anyaman pembuluh darah nadi kulit bawah atau
dalam,anyaman ini terdapat antara korium dan subkutis.
Anyaman ini memberi cabang - cabang pembuluh nadi ke
alat - alat tambahan yang terdapat di korium.
Dalam hal ini percabang juga membentuk anyaman
pembuluh nadi yang terdapat pada lapisan subkutis. Cabang-
cabang ini kemudian akan menjadi pembuluh darah balik/ vena
yang juga akan membentuk anyaman ,yaitu anyaman pembuluh
darah balik yang ke dalam. Peredaran darah dalam kulit adalah
penting sekali. Oleh karena diperkirakan 1/5 dari darah yang
beredar melalui kulit. Disamping itu,pembuluh darah pada kulit
sangat cepat menyempit / melebar oleh pengaruh atau rangsangan
panas, dingin, tekanan sakit, nyeri dan emosi, penyempitan dan
pelebaran itu terjadi secara refleks.
2. Persarafan kulit
Terjadinya cacat pada penderita kusta disebabkan oleh
kerusakan fungsi syaraf tepi, baik karena kuman kusta mupun
karena terjadinya peradangan (neuritis) sewaktu keadaan reaksi
kusta, kerusakan tersebut meliputi:
a. Kerusakan fungsi sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/
mati rasa (anastesi). Akibat kurang/ mati rasa pada telapak
tangan dan kaki dapat terjadi luka. Sedangkan pada kornea
mata akan mengakibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip
sehingga mata mudah kemasukan kotoran, benda-benda
8
asing yang dapat menyebabkan infeksi mata dan
akibatnya kebutaan.
b. Kerusakan fungsi motorik
Pada syaraf motorik akan terjadi paralisis sehingga terjadi
deformitas sendi. Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi
lemah/ lumpuh dan lama- lama ototnya mengecil (atrofi) oleh
karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi
bengkok ( claw hand/ claw toes ) dan akhirnya dapat terjadi
kekakuan pada sendinya. Bila terjadi kelemahan/ kekakuan
pada mata, kelopak mata tidak dapat dirapatkan
(lagophtalmus).
c. Kerusakan fungsi otonom
Terjadinya gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan
gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering yang
dapat mengakibatkan kulit mudah retak-retak dan dapat terjadi
infeksi sekunder., menebal, mengeras dan akhirnya dapat
pecah-pecah. Pada umumnya apabila akibat kerusakan fungsi
saraf tidak ditangani secara tepat dan cepat maka akan terjadi
ke tingkat yang lebih berat.
9
gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan iritasi (lisol, karbol
dan asam kuat). Gangguan panas misalnya radiasi, sinar
ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan jamur.
Karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut
- serabut jaringan penunjang berperan sebagai pelindung terhadap
gangguan fisis. Melanosit turut berperan dalam melindungi
terhadap sinar matahari dengan mengadakan tanning ( pengobatan
dengan asam asetil )
b. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum
korneum yang impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air.
Disamping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi
kontak zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit terbentuk
dari hasil ekstresi keringat dan sebum yang menyebabkan
keasaman kulit antara pH 5-6,5. Ini merupakan perlindungan
terhadap infeksi jamur dan sel-sel kulit yang telah mati
melepaskan diri secara teratur.
c. Fungsi absorbsi. Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air,
larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih
mudah diserap, begitu juga yang larut dalam lemak. Permeabilitas
kulit teehadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut
mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorbsi
kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan, dan
metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah di
antara sel, menembus sel-sel epidermis, atau melalui saluran
kelenjar dan yang lebih banyak melalui sel-sel epidermis.
d. Fungsi kulit sebagai pengatur panas. Suhu tubuh tetap stabil
meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal ini karena
adanya penyesuaian antara panas dalam tubuh yaitu suhu viseral
36-37,5 derajat untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian
persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu
vasodilatasi ( kapiler melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan
panas dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi
10
penguapan cairan pada permukaan tubuh ) dan vasokonstriksi (
pembuluh darah mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin,
hilangnya keringat dibatasi, dan panas suhu tubuh tidak
dikeluarkan).
e. Fungsi ekskresi. Kelenjar - kelenjar kulit mengeluarkan zat - zat
yang tidak berguna lagi atau zat sisa metabolisme dalam tubuh
berupa NaCI, urea, asam urat, dan amonua. Sebum yang
diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena
lapisan sebum ( bahan berminyak yang melindungi kulit) ini
menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering.
Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman
pada kulit.
f. Fungsi persepsi. Kulit mengandung ujung - ujung saraf sensorik
di dermis dan subkutis. Respons terhadap rangsangan panas
diperankan oleh dermis dan subkutis, terhadap dingin diperankan
oleh dermis, perabaan diperankan oleh papila dermis dan markel
renvier,sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis. Serabut
saraf sensorik lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
g. Fungsi pembentukan pigmen. Sel pembentuk pigmen (melanosit)
terletak pada lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf.
Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosum dibentuk
oleh alat golgi bantuan tirosinase, ion Cu, dan O2 terhadap sinar
matahari mempengaruhi melanosum. Pigmen disebar ke epidermis
melalui tangan-tangan dendrit sedangkan lapisan di bawahnya
oleh melanofag. Warna kulit tidak selamanya dipengaruhi oleh
pigmen kulit melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb
dan karoten.
h. Fungsi keratinisasi. Keratinosit dimulai dari sel basal yang
mengadakan pembelahan. Sel basal yang lain akan berpindah ke
atas dan berubah bentuk menjadi sel spinosum. Makin ke atas sel
ini semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum.
Semakin lama intinya menghilang dan keratinosit ini menjadi sel
11
tanduk yang amorf. Proses sintasis dan degenerasi menjadi lapisan
tanduk yang berlangsung kira - kira 14-21 hari dan memberikan
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis - fisiologik.
i. Fungsi pembentukan vitamin D. Dengan mengubah dehidroksi
kolestrol dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan
vitamin D tidak cukup dengan hanya dari proses tersebut.
Pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
2.2 Definisi
Penyakit frambusia atau patek (yaws) adalah penyakit
treponematosis menahun, hilang timbul dengan 3 stadium ialah ulkus atau
granuloma pada kulit (mother yaw), lesi non dekstruktif yang dini, dan
dekstruktif yang lanjut pada kulit, tulang, dan perios. Tidak seperti penyakit
treponema lain yaitu sifilis, frambusia tidak menular secara seksual tetapi
menular melewati kontak kulit secara langsung ataupun melalui lesi
yang terdapat pada kulit. Penularan melalui tranmisi dari ibu ke anak
tidak ditemukan sehingga bukti menunjukkan bahwa penyakit ini tidak
diperoleh secara congenital.
Frambusia atau Patek ( kamus kedokteran ). Penyakit frambusia atau
patek adalah suatu penyakit kronis, relaps (berulang). Dalam bahasa Inggris
disebut Yaws, ada juga yang menyebut Frambesia tropica dan dalam bahasa
Jawa disebut Pathek. Di zaman dulu penyakit ini amat populer karena
penderitanya sangat mudah ditemukan di kalangan penduduk. Di Jawa saking
populernya telah masuk dalam khasanah bahasa Jawa dengan istilah “ora
Patheken”.
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh
Treponema pallidum sub spesies pertenue (merupakan saudara dari
Treponema penyebab penyakit sifilis), penyebarannya tidak melalui
hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui kontak langsung antara
kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur terutama
didaerah beriklim tropis dengan karakteristik cuaca panas, banyak hujan,
yang dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi
12
lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat
penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai.
Frambusia termasuk penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat karena penyakit ini terkait dengan, sanitasi lingkungan yang
buruk, kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan diri, kurangnya
fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas
kesehatan umum yang memadai, apalagi di beberapa daerah, pengetahuan
masyarakat tentang penyakit ini masih kurang karena ada anggapan salah
bahwa penyakit ini merupakan hal biasa dialami karena sifatnya yang tidak
menimbulkan rasa sakit pada penderita.
2.3 Etiologi
Frambusia merupakan
penyakit infeksi kulit yang
disebabkan oleh Treponema
pallidum sub spesies pertenue
(merupakan saudara dari
Treponema penyebab penyakit
sifilis), penyebarannya tidak
melalui hubungan seksual,
Gambar 1.
tetapi dapat mudah tersebar melalui kontak langsung antara kulit penderita
dengan kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah beriklim
tropis dengan karakteristik cuaca panas, dan banyak hujan, yang
dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi
lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat
penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai.
Penyakit frambusia atau yaws disebabkan oleh Treponema
pallidum subspecies pertenue yang merupakan satu dari empat penyakit
treponema yang menyerang manusia. Penyakit ini disebabkan oleh
bakteri dari kelompok yang sama dari organisme yang menyebabkan
penyakit sifilis, namun pada frambusia tidak ditularkan secara
seksual. Treponema subspesies pertenue ini ditemukan oleh Castellanipada
13
tahun 1905 yaitu kuman dengan tampak terlihat tipis, menyerupai
pembuka botol berwarna perak dengan galur melingkar-lingkar, dan
bergerak khas dengan gerakan memutar cepat. Bakteri ini bersifat motil,
berukuran ± 3-18 μm dan memiliki 8-20 corkscrew spirals.
Bakteri ini cepat mati karena kekeringan atau panas, kekurangan
oksigen dan sulit hidup di luar host. Keempat treponema patogen secara
morfologis dan serologis dibedakan dan berbagi urutan DNA
setidaknya 99% homolog. Sekuensi genom secara keseluruhan
menunjukkan bahwa genom dari Treponema subspesies perteneu hanya
berbeda 0,2% dari subspesies pallidum. Treponema subspesies pertenue ini
hidup pada keadaan pH antara 7,2 –7,4 dengan temperatur suhu 30oC – 37oC
dan dengan lingkungan yang sedikit oksigen. Struktur organisme ini memiliki
suatu pembungkus glikosaminoglikan yang dapat menjadi host-derivated dan
membran luar yang menutupi 3 flagel untuk motilitasnya. Selain itu selnya
juga kaya akan lipid (kolesterol dan kardiolipin) yang biasanya tidak sering
pada bakteri. Kardiolipin pada treponema ini diduga dapat meningkatkan
antibodi wasserman yang terdiagnosis pada sifilis.
Pada frambusia terdapat hubungan imunologi mengenai kekebalan
terhadap bakteri treponema lainnya. Pada frambusia yang belum
diberi pengobatan terdapat kekebalan terhadap treponema yang sama.
Kekebalan ini tidak sempurna sehingga dapat terjadireinfeksi dan
superinfeksi. Reinfeksi lebih sering terjadi pada kasus yang tidak mendapat
pengobatan, hal ini mempengaruhi terjadinya kekebalan. Penderita yang
secara klinis dan serologic sembuh menunjukkan kekebalan yang parsial
terhadap reinokulasi. Ada tanda terjadinya kekebalan silang antara sifilis dan
frambusia. Pada penderita frambusia menunjukkan kekebalan yang parsial
terhadap sifilis, tetapi pada penderita sifilis akan sukar ditulari T.pertenue
karena mempunyai kekebalan yang lengkap.
14
melalui lesi kulit. Penderita baru terbanyak terdapat pada musim hujan.
Penyakit ini dibagi menjadi 3 stadium:
1) Stadium I
Umumnya pada tungkai bawah, tempat yang mudah mendapat trauma.
Masa tunas berkisar antara 3-6 minggu. Kelainan mulai sebagai papul
yang eritematosa, menjadi besar dan terjadi ulkus dengan dasar
papilomatosa. Jaringan granulasi banyak mengeluarkan serum bercampur
darah dengan banyak mengandung treponema. Serum mengering menjadi
krusta berwarna kuning-hijau. Terjadi pembesaran kelenjar limfe regional,
berkonsistensi keras tidak nyeri, dan tidak terjadi pelunakan. Stadium I ini
dapat menetap beberapa bulan kemudian sembuh sendiri dengan
meninggalkan sikatriks yang cekung dan atrofik.
15
2) Stadium II
Dapat timbul setelah stadium I sembuh atau lebih sering terjadi tumpang
tindih (overlapping). Erupsi yang generalisata timbul pada 3-12 bulan
setelah penyakit berlangsung. Kelainannya berkelompok, tempat
predileksi di sekeliling lubang badan, muka, dan lipatan-lipatan. Papul-
papul yang miliar menjadi lentikular dan dapat tersusun korimbiform,
arsinar, atau nummular. Kelainan ini membasah, berkrusta, dan banyak
mengandung treponema. Pada telapak kaki dapat terjadi keratodema,
jalannya seperti kepiting karena nyeri. Tulang panjang pada ekstremitas
atas dan bawah sering terserang. Polidaktilitis terjadi pada anak-anak,
spina ventosa terjadipada jari. Pada sinar rontgen tampak rarefaction pada
korteks dan destruksi pada perios.
16
Tulang: berupa periostitis dan osteitis pada tibia, ulna, metatarsal, dan
metacarpal. Tibia berbentuk seperti pedang. Fraktur spontan dapat
terjadi bila terbentuk kista di tulang.
Gangosa: mutilasi pada fosa nasalis, palatum mole hingga membentuk
sebuah lubang, suaranya khas menjadi sengau.
Goundou: eksositosis tulang hidung dan disekitarnya, pada sebelah
kanan-kiri batang hidung yang membsesar.
Manifestasi klinis frambusia juga dibagi dalam beberapa tahap, antara lain :
a) Tahap Prepatogenesis
17
Pada tahap ini penederita belum menunjukan gejala penyakit. Namun,
tidak menutup kemungkinan si penyakit telah ada dalam tubuh si
penderita.
b) Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi Frambusia adalah dari 2 sampai 3 minggu
c) Tahap Dini
Terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan
permukaan basah tanpa nanah.
d) Tahap Lanjut
Pada gejala lanjut dapat mengenai telapak tangan, telapak kaki, sendi dan
tulang, sehingga mengalami kecacatan. Kelainan pada kulit ini biasanya
kering, kecuali jika disertai infeksi (borok).
e) Tahap Pasca Patogenesis
Pada tahap ini perjalanan akhir penyakit hanya mempunyai tiga
kemungkinan, yaitu:
Sembuh dengan cacat penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit
dan tulang di daerah yang terkena dan dapat menimbulkan kecacatan
10-20 % dari penderita.
Karier tubuh penderita pulih kembali, namun bibit penyakit masih
tetap ada dalam tubuh.
Penyakit tetap berlangsung secara kronik yang jika tidak diobati akan
menimbulkan cacat kepada si penderita.
18
Pemeriksaan ini membutuhkan tenaga yang terampil dan harganya cukup
mahal sehingga pemeriksaan ini hanya dilakukan pada laboratorium
intermediet dan rujukan.
2) Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap treponema,
dan hanya dapat dilakukan apabila penyakit sifilis genital telah
disingkirkan. Pemeriksaan serologi yang biasa digunakan standar untuk
sifilis juga memberikan reaksi positif pada penyakit frambusia, pinta, dan
non veneral endemik sifilis. Sehingga pemeriksaan serologi untuk
penyakit sifilis dapat juga digunakan untuk penyakit frambusia seperti
VDRL (Veneral Disease Research Laboratory) dapat positif pada semua
fase kecuali pada lesi fase awal. Hasil tersebut juga dapat dikonfirmasi
dengan menggunakan treponemal test yakni dengan TPHA (Treponema
pallidum hemaggulitination), microhemagglutination T.pallidum
(MHA-TP), flurosent Treponema antibodi absorption (FTA-ABS).
Pemeriksaan ini tidak mahal dan mudah dan cepat. Serologi ini
merupakan sebuah pemeriksaan yang paling dapat dipercaya dan dapat
digunakan pada semua stadium penyakit, selain itu tidak membutuhkan
sampel yang segar. Rapid plasma reagent (RPR) dan VDRL reaktif 2-3
minggu setelah onset lesi primer, dan umumnya tetap reaktif pada semua
tahapan. Pemeriksaan dark field microscopy pada awal lesi dapat
membantu diagnosis, tetapi tidak dapat membedakan frambusia
dengan sifilis. Tes serologi dilakukan dengan menggunakan rapid
plasma reagent (RPR) VDRL, fluorescent treponema antibodies (TPHA)
3) Pemeriksaan histopatologi
Histopatologi menunjukkan gambaran akantosis, papilomatosis,
edema epidermal, dan mikroabses intraepidermal dengan neutrofil. Pada
dermis tampak infiltrat padat yang terdiri atas sel plasma, limfosit,
histiosit, neutrofil, eosinofil dan proliferasi endotel.
19
2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan frambusia dilakukan dengan memberikan antibiotika.
Antibiotika golongan penicillin merupakan obat pilihan pertama. Bila
penderita alergi terhadap penicillin, dapat diberikan antibiotika tetrasiklin,
eritromisin atau doksisiklin. Benzatin penisilin diberikan dalam dosis 2, 4
juta unit untuk orang dewasa dan untuk 1,2 juta unit untuk anak-anak. Hingga
saat ini, penisilin merupakan obat pilihan, tetapi bagi mereka yang peka dapat
diberikan tetrasiklin atau eritromisin 2 gr/hari selama 5-10 hari.
Menurut Departemen Kesehatan RI, bahwa pilihan pengobatan utama
adalah benzatin penisilin, dan pengobatan alternatif dapat dilakukan dengan
pemberian tetrasiklin, doxicicline dan eritromisin. Anjuran pengobatan secara
epidemiologi untuk frambusia adalah sebagai berikut :
a) Bila sero positif >50% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun
>5% maka seluruh penduduk diberikan pengobatan.
b) Bila sero positif 10%-50% atau prevalensi penderita di suatu desa 2%-5%
maka penderita, kontak, dan seluruh usia 15 tahun atau kurang diberikan
pengobatan.
c) Bila sero positif kurang 10% atau prevalensi penderita di suatu desa/
dusun < 2% maka penderita, kontak serumah dan kontak erat diberikan
pengobatan.
d) Untuk anak sekolah setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan seluruh
murid dalam kelas yang sama. Dosis dan cara pengobatan sbb:
Tabel 1. Dosis dan cara pengobatan frambusia
Pilihan utama
Alternatif
20
< 8 tahun Eritromisin 30mg/kgBB bagi 4 dosis Oral 15 hari
Keterangan : Tetrasiklin atau eritromisin diberikan kepada penderita frambusia yang alergi
terhadap penicillin. Tetrasiklin tidak diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui atau anak
dibawah umur 8 tahun
21
1. Pertama (primary stage) berbentuk bekas untuk berkembangnya bakteri
frambusia;
2. Secondary stage terjadi lesi infeksi bakteri treponema pada kulit;
3. Latent stage bakteri relaps atau gejala hampir tidak ada;
4. Tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan, (Smith,
2006 ; Greenwood, et al, 1994 ; Bahmer, et al 1990 ; Jawetz, et al.,
2005).
WOC (Terlampir)
2.8 Pencegahan
Frambusia bila tidak segera ditangani akan menjadi penyakit kronik,
yang bisa kambuh dan menimbulkan gejala pada kulit, tulang dan persendian.
Pada 10% kasus pasien stadium tersier, terjadi lesi kulit yang destruktif dan
memburuk menjadi lesi pada tulang dan persendian. Kemungkinan kambuh
dapat terjadi lebih dari 5 tahun setelah terkena infeksi pertama.
Strategi pemberantasan frambusia terdiri dari 4 hal pokok yaitu:
1. Skrining terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun
untuk menemukan penderita.
2. Memberikan pengobatan yang akurat kepada penderita di unit pelayanan
kesehatan (UPK) dan dilakukan pencarian kontak.
3. Penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS).
4. Perbaikan kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana dan
prasarana air bersih serta penyediaan sabun untuk mandi.
2.9 Komplikasi
Frambusia dapat sembuh spontan dalam jangka waktu kurang lebih 6
bulan. Namun bila penyakit ini berkembang sampai ke stadium lanjut, kuman
akan menginvasi tetapi hanya sebatas ke jaringan kulit, tulang rawan, tulang
keras, sendi dan jaringan lunak. Hal ini kemudian menimbulkan dekstrusi
berat dengan manifes seperti gangosa, saber tibia, nodul juxta-artikular,
22
gondou, monodaktilis, dan lain-lain tidak seperti sifilis, frambusia pada tahap
lanjut tidak menimbulkan kerusakan pada sitem saraf, viseral, dan
kardiovaskular.
2.10 Prognosis
Apabila tatalaksana dilakukan pada stadium awal, maka tingkat
kesembuhan tinggi dan tidak ada kecacatan. Tanpa pengobatan, sekitar 10%
dari individu yang menderita frambusia akan mengalami komplikasi karena
penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan berat pada kulit dan tulang. Hal
ini juga dapat menyebabkan cacat pada kaki, hidung, mulut, dan rahang atas.
Tidak ada vaksin untuk mencegah Frambusia. Prinsip-prinsip pencegahan
didasarkan pada pencegahan transmisi dan diagnosis dini.
23
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas
Nama, usia, suku bangsa/ ras, jenis kelamin, pekerjaan saat ini dan
sebelumnya (apakah sering terpapar sinar matahari secara langsung, bahan
kimia, iritasi zat atau substansi yang abrasif), kondisi tempat tinggal, status
perkawinan, agama, status sosial ekonomi dan keterangan lain mengenai
identitas pasien.
b. Keluhan Utama
Nyeri pada kulit, gatal-gatal dan perubahan bentuk pada kulit
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Kapan terjadinya penyakit kulit yang diderita, apakah keluhan utamanya
seperti sering gatal/ menggaruk, ada lesi pada kulit penyebab terjadinya
penyakit, apa yang dirasakan klien dan apa saja yang sudah dilakukan
untuk mengatasi sakitnya.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah klien pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya,
berapa lama pasien pernah mengalaminya, dan pengobatan apa yang
dilakukan pasien.
1) Riwayat penyakit akut dan kronis, pengobatan termasuk terapi dan
hospitalisasi: contoh Diabetes, Parkinson disease, imobilisasi,
malnutrisi, trauma, kanker kulit, HIV/AIDS, penyakit autoimmune.
2) Riwayat pembedahan: biopsy kulit
3) Riwayat alergi: obat, makanan, dan bahan-bahan lainnya
4) Riwayat pengobatan: aspirin, antibiotic, barbiturate, sulfodinamide,
thiazide diuretics, oral hypoglycemic agents, tertacyclin, antimalarials,
antineoplastic agent, hormones, metals, topical steroids.
e. Riwayat penyakit keluarga
1) Adanya riwayat keluarga yang mengidap penyakit kulit akibat infeksi
bakteri.
24
2) Riwayat status kesehatan yang menyebabkan kematian keluarga dan
saudara seperti kanker kulit, penyakit autoimun.
f. Riwayat kebiasaan/ sosial
1) Merokok, minum minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang
lainnya.
2) Lingkungan: terpapar serangga dan hama seperti jamur, terpapar bahan
kimia, dan perubahan suhu yang ekstrim.
3) Pekerjaan/ aktivitas: petani, tukang kebun
4) Diet: perubahan pola makan, pertambahan atau penurunan berat badan,
nafsu makan.
5) Pola tidur: insomnia, cemas
6) Personal hygiene: mandi, keramas, lotion, bedak sabun
7) Riwayat perjalanan terakhir
g. Riwayat psikososial
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan
penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita, cemas,
murung, depresi, atau marah
h. Riwayat diet
Kaji BB, bentuk tubuh, dan pola makan
25
c) Jaundice : karena peningkatan hemolysis sel darah merah,
penyakit liver
d) Erythema : karena inflamasi
2) Lesi
Lesi dilihat dimana lokasinya, distribusi, ukuran, warna, adanya
drainase.
a) Lesi primer terdiri dari:
- Macula : <1cm, datar, tidak berwarna, batas tidak jelas
- Patch : <1cm, datar, batas tidak jelas, tidak berwarna,
tidak beraturan
- Papula : <1cm, menonjol, berbatas tegas
- Nodule : >1cm, menonjol, berisi benda padat
- Plaque : >1cm, menonjol, kasar tonjolan datar.
- Tumor : nodule yang besar
- Vesicle : <1cm, menonjol di daerah superfisial, berisi cairan
- Bulla : vesicle yang ukurannya >1cm
- Pustule : menonjol, berisi cairan kental
- Wheal : menonjol, area menonjol tidak jelas, berisi benda
padat, ukuran bervariasi
- Cyst : menonjol, berisi cairan atau semi padat
b) Lesi sekunder terdiri dari:
- Skuama : pelepasan lapisan tanduk/ stratum korneum
- Krusta : cairan tubuh yang mengering diatas permukaan
kulit
- Vegetasi : erupsi kulit yang tumbuh ke permukaan dan dasar
ulkus atau kulit
- Guma : infiltrat sirkumskrip, kronik, destruktif ke
sekitarnya
- Erosi : kehilangan jaringan yang tidak melebihi
stratum basalis (epidermis)
- Ekskoriasi : kehilangan jaringan sampai startum papilare di
dermis
26
- Ulkus : kehilangan jaringan yang melebihi startum
papilare bentuk cawan tepi, dinding, dasar, isi
- Fisura : kontinuitas kulit hilang belahan kulit tanpa
kehilangan jaringan
3) Kondisi rambut
a) Allopesia : karena farmakoterapi, kemoterapi, obat lainnya heparin.
b) Hirsutism : pada wanita dan anak-anak karena kelebihan hormone
androgen (gangguan endokrin), menopause, adan farmakoterapi
seperti kortikosteroid dan androgenic.
c) Perubahan tekstur rambut : Tipis dan rapuh kemungkinan
hipotiroidisme. Kasar dan kemerahan kemungkinan karena kurang
protein
d) Kulit kepala dan rambutnya : apakah mudah mengelupas, ada luka,
ada kutu, telur kutu, ulat gelang
4) Kondisi kuku
a) Kondisi kuku yang terinfeksi biasanya berwarna kuning,
kehitaman atau terdapat peradangan.
b) CRT normalnya <2 detik
c) Warna kuku kebiruan pertanda sianosis
d) Kuku yang terlihat pucat kemungkinan karena kurangnya aliran
darah
e) Clubbing fingers : ketika sudut kuku 180o atau lebih, karena
hipoksemia kronis
B. Palpasi
1) Tekstur
Normal : halus, lembut, kenyal
Abnormal : bengkak dan athrophy
2) Kelembaban
Kelembapan kulit yang dikaji adalah tingkat hidrasi kulit terhadap
basah dan minyak. Kelembapan biasa dipengaruhi oleh usia. Semakin
tua usia seseorang, kelembapan akan semakin menurun. Apabila ada
27
infeksi bakteri, virus, dan jamur maka kelembapan akan cenderung
mengering atau basah disekitar lesi.
Abnormal : lembab, dingin
3) Temperature
Lebih dingin/ hipotermia pertanda kurangnya pasokan darah ke arteri.
Suhu dikaji menggunakan dorsal tangan secara keseluruhan. Dalam
keadaan normal permukaan kulit akan terasa hangat secara
keseluruhan. Apabila ada infeksi biasanya akan memyebabkan
hipertermi.
4) Turgor
Jika ada edema, bengkak, atau pasien dehidrasi menyebabkan turgor
kulit menurun. Turgor adalah elastisitas kulit. Pengkajian fisik bisa
dilihat dengan cara mencubit kulit, berapa lama kulit dan jaringan
dibawahnya kembali ke bentuk semula. Angka normal turgor < 3
detik.
5) Edema
Terdapat pitting edema pada pre tibia dan dorsalis pedis. Edema adalah
penumpukan cairan yang berlebih pada jaringan. Pemeriksaan pitting
edema dilakukan pada tibia dan kaki. Yang perlu dikaji dari edema
adalah konsistensi, temperature, bentuk, mobilisasi.
6) Texture
Texture bisa dilihat dengan menekankan ibu jari secara lembut ke
daerah kulit. Normal terasa halus, lembut dan kenyal. Abnormal terasa
bengkak atau atrofi.
28
DO :
1. Terdapat Berkembang di dalam jaringan
erythema di penjamu
sekitar lesi
2. Adanya krusta Munculnya lesi intinal berupa
berwarna papiloma
kekuning-
kuningan Merusak kulit
3. TD : 120/80
N : 90x/menit Kerusakan integritas kulit
RR : 22x/menit
DS : Infeksi oleh treponema Gangguan rasa
Klien mengatakan palladium nyaman
gatal-gatal di bagian (00214)
tungkai bawah Menyebabkan frambusia
DO :
TD : 120/80 Muncul rasa gatal
N : 90x/menit
RR : 22x/menit Rasa gatal yang terus menerus
29
Terkena goresan atau terkelupas
Luka membekas
Hipertermia
30
Class 3 : Body Image
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan (00118)
4. Domain 11: Safety/Protection
Class 6 : Thermoregulation
Hipertermi berhubungan dengan adanya proses infeksi (00007)
31
091712 Warna kulit di ekstremitas kiri penggunaannya
atas (1-5) Monitor efek local, sistemik dan
091713 Warna kulit di ekstremitas merugikan dari obat
kanan bawah (1-5) Domain 2 : Physiological : Complex
091714 Warna kulit di ekstemitas kiri Class H : Drug Management
bawah (1-5) Medication management (2380)
Domain II : Phsycologic Health Menentukan obat apa yang dibutuhkan
Class Y : Sensory Function dan mengelola sesuai dengan prespektif
Fungsi sensorik : Taktil (2400) dan atau tata laksana
240012 Kehilangan sensasi (1-5) Monitor pasien untuk efek therapeutic
dari obat
Monitor tanda dan gejala dari toksisitas
obat
Monitor efek merugikan dari obat
Menentukan pengetahuan pasien
tentang pengobatan
Memantau kepatuhan terhadap resimen
obat
Mengajarkan pada pasien dan anggota
keluarga tentang penggunaan obat yang
sesuai
Mengajarkan pada pasien dan anggota
keluarga tindakan dan efek samping
dari penggunaan obat
Domain 2: Phsycological: complex
Class L : Skin/Wound Management
Perawatan kulit: pengobatan topical
(3584)
Hindari menggunakan seprei bertekstur
kasar
Bersihkan dengan menggunakan sabun
antibacterial sesuai kebutuhan
32
Berikan dukungan di area yang
mengalami edema (misalnya dengan
menaruh bantal di bawah lengan atau di
area skrotum sesuai kebutuhan
Jaga kebersihan seprei tempat tidur,
tetap kering dan bebas kerutan
Minta pasien untuk melakukan
mobilisasi setiap 2 jam sekali, sesuai
dengan jdwal yang telah ditentukan
Domain 2: Phsycological: complex
Class L : Skin/Wound Management
Surveilns kulit (3590)
Periksa kulit dan membrane mukosa
untuk mengetahui adanya kemerahan,
panas, edema dan drainase
Observasi ekstremitas seperti warna,
kehangatan, pembengkakan, pulses,
tekstur, edema dan ulserasi
Monitor warna kulit dan suhu kulit
Monitor adanya ruam dan abrasi pada
kulit
Monitor adanya infeksi khususnya di
area yang mengalami edema
Dokumentasikan jika adanya perubahan
pada kulit dan membrane
Domain 4 : Safety
Class V : Risk management
Pengendalian Infeksi (6540)
Ajarkan pada pasien untuk mencuci
tangan untuk meningkatan perawatan
kesehatan pribadi
Instruksikan pasien untuk mencuci
33
tangan sesuai kebutuhan
Intruksikan pengunjung unttuk mencuci
tangan sebelum masuk dan keluar dari
ruangan pasien
Gunakan sabun antimicrobial untuk
mencuci tangan
Ajarkan pasien dan anggota keluarga
tentang tanda dan gejala dari infeksi
Ajarkan pasien dan anggota keluarga
tentang bagaimana menghindari infeksi
Domain 4 : Safety
Class V : Risk management
Monitoring tanda-tanda vital (6680)
Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan
pernapasan
34
KASUS
Ny. H (30 tahun) datang ke RSUA pada tanggal 20 Maret 2016 dengan keluhan
utama gatal-gatal di bagian tungkai bawah. Klien sudah di bawa ke dokter
didekat rumah klien dan dokter mengatakan bahwa klien mengalami alergi
makanan. Setelah di beri obat oleh dokter, rasa gatal-gatal itu tidak kunjung
sembuh dan justru semakin membesar dan timbul. Ketika tanpa sengaja luka
tersebut mengelupas, keluar serum bercampur dengan darah, dan setelah
mengering berubah menjadi krusta berwarna kuning. Klien mengatakan bahwa
saudara yang tinggal di sebelah rumahnya pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumnya. Setelah dilakukan pemeriksaan laboraturium ditemukan bahwa
adanya infeksi bateri Treponema pallidum. Hasil pemeriksaan fisik TD: 120/80,
N:90x/menit, Suhu 37.6˚C, RR: 22x/menit
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : Ny. H
Usia : 30 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Madura
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Pamekasan, Madura
b. Keluhan Utama :
Klien mengeluhkan gatal-gatal di bagian tungkai bawah
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien di bawa oleh keluarga ke RSUA dengan keluhan gatal-gatal pada
tungkai bawah. Sebelumnya keluarga klien sudah membawa klien ke
dokter didekat rumah klien tetapi tidak kunjung sembuh. Rasa gatal-gatal
tetap dirasakan dan semakin membsar dan timbul. Saat luka tersebut
terkelupas keluar darah. Setelah dilakukan pemeriksaan laboraturium
ditemukan adanya infeksi bakteri Treponema palllidium
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Klien mengatakan bahwa sebelumnya klien tidak pernah mengalami
penyakit seperti ini dan klien sudah membawanya ke dokter dekat
35
rumahnya tetapi penyakitnya tidak kunjung sembuh dan justru semakin
membesar dan timbul.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa saudara yang bertempat tinggal disebelah
rumahnya juga pernah mengalami penyakit yang sama
f. Riwayat Kebiasaan/Sosial
Klien mengatakan bahwa sejak mengalami sakit gatal-gatal klien jarang
untuk mandi, karena takut gatal-gatalnya akan semakin menyebar ke
bagian tubuh lainnya
g. Riwayat Psikososial
Klien terlihat cemas dan gelisah dengan kondisinya
h. Riwayat Diet
Klien tidak membatasi asupan makanan, tetapi klien menghindari untuk
mengkonsumsi telur
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1. Warna Kulit : Adanya erythema akibat adanya inflamasi dari bakteri
trponema palladium
2. Lesi : Adanya bula yang berukuran > 1 cm dan ketika terkelupas
mnegeluarkan darah. Saat mengering luka tersebut menjadi krusta
dnegan warna kekuningan
3. Kondisi Rambut : Tidak ada masalah
4. Kondisi Kuku : Tidak ada masalah
b. Palpasi
1. Tekstur : normal
2. Kelembapan : mongering di sekitar lesi
3. Temperature : Hipertermi
4. Turgor : normal
c. Review of System (ROS)
B1 (Breath) : RR :22x/menit
B2 (Blood) : TD : 120/80 mmHg, S : 37,6˚C, Nadi: 90x/menit
36
B3(Brain) : Compos Mentis
B4(Bladder) : Tidak ada masalah
B5(Bowel) : Tidak ada masalah
B6(Bone) : Tidak ada masalah
3. Analisis Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
DS : Infeksi oleh treponema Kerusakan integritas
Klien mengatakan palladium kulit
gatal-gatal di bagian (00046)
tungkai bawah Menyebabkan frambusia
DO :
4. Terdapat Berkembang di dalam jaringan
erythema di penjamu
sekitar lesi
5. Adanya krusta Munculnya lesi intinal berupa
berwarna papiloma
kekuning-
kuningan Merusak kulit
6. TD : 120/80
N : 90x/menit Kerusakan integritas kulit
RR : 22x/menit
DS : Infeksi oleh treponema Gangguan rasa
Klien mengatakan palladium nyaman
gatal-gatal di bagian (00214)
tungkai bawah Menyebabkan frambusia
DO :
TD : 120/80 Muncul rasa gatal
N : 90x/menit
RR : 22x/menit Rasa gatal yang terus menerus
37
Gangguan rasa nyaman
DS : Infeksi oleh treponema Gangguan Citra
Klien mengatakan palladium Tubuh
gatal-gatal di bagian (00118)
tungkai bawah Menyebabkan frambusia
DO :
3. Timbul krusta Berkembang di dalam jaringan
yang berwarna penjamu
kekuningan
4. TD : 120/80 Munculnya lesi intinal berupa
N : 90x/menit papiloma
RR : 22x/menit
Terkena goresan atau terkelupas
Luka membekas
38
Menyebabkan reaksi inflamasi
Hipertermia
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Domain 11 : Safety/Protection
Class 2 : Physical Injury
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya lesi (00046)
2. Domain 12 : Comfort
Class 3 :Social Comfort
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya rasa gatal
(00214)
3. Domain 6 : Self Perception
Class 3 : Body Image
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan (00118)
4. Domain 11: Safety/Protection
Class 6 : Thermoregulation
Hipertermi berhubungan dengan adanya proses infeksi (00007)
5. Intervensi Keperawatan
Domain 11 : Safety/Protection
Class 2 : Physical Injury
00046 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya lesi
NOC NIC
Domain II : Phsycologic Health Domain 2 : Physiological : Complex
Class L : Tissue Integrity Class L : Skin/Wound management
Integritas jaringan: Kulit dan Monitoring ekstremitas bawah (3480)
membrane mukosa (1101) Lakukan pemeriksaan pada ekstremitas
110102 Sensasi (1-5) bagian bawah untuk mengetahui adanya
110108 Teksture (1-5) edema
110113 Integritas kulit (1-5) Lakukan pemeriksaan pada warna,
39
110115 Lesi kulit (1-5) temperature, hidrasi, pertumbuhan
Domain II : Phsycologic Health rambut, teksture, retak atau fissuring
Class J : Neurocognitive Menentukan status mobilisasi
Neurologic status: Peripheral (0917) Monitor tingkat sensasi protektif
091701 Sensasi di ekstremitas kanan menggunakan Semmes-Weinstein
atas (1-5) nylon monofilament
091702 Sensasi di ekstremitas kiri atas Domain 2 : Physiological : Complex
(1-5) Class H : Drug Management
091703 Sensasi di ekstremitas kanan Medical administration : skin (2316)
bawah (1-5) Cek catatan riwayat kesehatan pasien
091704 Sensasi di ekstremitas kiri dan riwayat alergi
bawah (1-5) Menentukan pengetahuan pasien
091711 Warna kulit di ekstremitas tentang penggunaan obat dan
kanan atas (1-5) pemahaman tentang metode
091712 Warna kulit di ekstremitas kiri penggunaannya
atas (1-5) Monitor efek local, sistemik dan
091713 Warna kulit di ekstremitas merugikan dari obat
kanan bawah (1-5) Domain 2 : Physiological : Complex
091714 Warna kulit di ekstemitas kiri Class H : Drug Management
bawah (1-5) Medication management (2380)
Domain II : Phsycologic Health Menentukan obat apa yang dibutuhkan
Class Y : Sensory Function dan mengelola sesuai dengan prespektif
Fungsi sensorik : Taktil (2400) dan atau tata laksana
240012 Kehilangan sensasi (1-5) Monitor pasien untuk efek therapeutic
dari obat
Monitor tanda dan gejala dari toksisitas
obat
Monitor efek merugikan dari obat
Menentukan pengetahuan pasien
tentang pengobatan
Memantau kepatuhan terhadap resimen
obat
40
Mengajarkan pada pasien dan anggota
keluarga tentang penggunaan obat yang
sesuai
Mengajarkan pada pasien dan anggota
keluarga tindakan dan efek samping
dari penggunaan obat
Domain 2: Phsycological: complex
Class L : Skin/Wound Management
Perawatan kulit: pengobatan topical
(3584)
Hindari menggunakan seprei bertekstur
kasar
Bersihkan dengan menggunakan sabun
antibacterial sesuai kebutuhan
Berikan dukungan di area yang
mengalami edema (misalnya dengan
menaruh bantal di bawah lengan atau di
area skrotum sesuai kebutuhan
Jaga kebersihan seprei tempat tidur,
tetap kering dan bebas kerutan
Minta pasien untuk melakukan
mobilisasi setiap 2 jam sekali, sesuai
dengan jdwal yang telah ditentukan
Domain 2: Phsycological: complex
Class L : Skin/Wound Management
Surveilns kulit (3590)
Periksa kulit dan membrane mukosa
untuk mengetahui adanya kemerahan,
panas, edema dan drainase
Observasi ekstremitas seperti warna,
kehangatan, pembengkakan, pulses,
tekstur, edema dan ulserasi
41
Monitor warna kulit dan suhu kulit
Monitor adanya ruam dan abrasi pada
kulit
Monitor adanya infeksi khususnya di
area yang mengalami edema
Dokumentasikan jika adanya perubahan
pada kulit dan membrane
Domain 4 : Safety
Class V : Risk management
Pengendalian Infeksi (6540)
Ajarkan pada pasien untuk mencuci
tangan untuk meningkatan perawatan
kesehatan pribadi
Instruksikan pasien untuk mencuci
tangan sesuai kebutuhan
Intruksikan pengunjung unttuk mencuci
tangan sebelum masuk dan keluar dari
ruangan pasien
Gunakan sabun antimicrobial untuk
mencuci tangan
Ajarkan pasien dan anggota keluarga
tentang tanda dan gejala dari infeksi
Ajarkan pasien dan anggota keluarga
tentang bagaimana menghindari infeksi
Domain 4 : Safety
Class V : Risk management
Monitoring tanda-tanda vital (6680)
Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan
pernapasan
Domain 12 : Comfort
42
Class 3 :Social Comfort
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan rasa gatal (00214)
NOC NIC
Domain V : Perceived Health Domain 3 : Behavioral con’t
Class U : Health and Life Quality Class T : Psychological comfort
Status Kenyamanan (2008) Promotion
200802 Kontrol gejala (1-5) Terapi Relaksasi (6040)
200804 Lingkungan fisik (1-5) Mendiskripsikan manfaat, waktu dan
200805 Suhu ruangan (1-5) tipe terapi relaksasi yang ada seperti
200806 Support social dari keluarga terapi music, terapi meditasi
(1-5) Menjelaskan secara rinci pilahan
200807 Support social dari teman (1-5) relakssi yang akan dilakukan
Menentukan setiap tindakan relaksasi
yang akan dilakukan
Meminta klien untuk dapat relaksasi
saat terapi relaksasi dilakukan
Kebuthan antisapi terhadap relaksasi
yang digunakan
43
Class N : Psychological adaptation perubahan yang disebakan karena
Koping (1302) adanya penyakit atau operasi
130201 identifikasi keefktifan pola Identifikasi efek budaya pasien, religi,
koping (1-5) ras, sex dan umur dari citra tubuh
130202 identifikasi ketidakefektifan Domain 3 : Behavioral
pola koping (1-5) Class R : Coping Assistance
130208 adaptasi dari perubahan hidup Peningkatan support system (5440)
(1-5) Identifikasi respon psikologis dari
130222 Menggunakan support sistem situasi dan avaibility dari support
personal (1-5) sistem
130212 Menggunakan strategi koping Identifikasi kekuatan dukungan
yang efektif (1-5) keluarga, dukungan financial, dan
berbagai sumber lainnya
Monitor dukungan keluarga saat ini dan
kelompok
Menyediakan layanan dengan
dukungan dan peduli
Melibatakan keluarga dan teman-teman
dalam perawatan dan rencana
44
pada tahapan suhu badan
Memfasilitasi klien untuk istirahat
untuk penerapan pembatasan aktifitas
jika diperlukan
Memonitoring kondisi, tanda dan
gejala, dan komplikasi dari demam
Memastikan danya tanda-tanda infeksi
yang harus di monitor secara awal,
untuk mnegetahui apakah demma
dengan kelas rndah atau demam
dengan tidak ada pengaruh infeksi
45
BAB 4
KESIMPULAN
46
DAFTAR PUSTAKA
I look III EW. 2011. Nonsyphilitic treponematoses. In: Goldman L, Schafer AI,
eds. Cecil Medicine. 24th ed. Philadelphia : Saunders Elsevier.
Marks M, Mitja O, Solomon AW, Asiedu KB, Mabey DC. Yaws. British Medical
Bulletin, 2014, h1-10.
Natahusada EC. 2010. Frambusia dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 5.
Jakarta : Fakultas kedokteran universitas Indonesia.
Pedoman Eradikasi Frambusia. 2007. Departemen Kesehatan RI, Dirjen
Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan.
Solution, Heroes. 2010. Penyakit Frambusia/Patek/Yaws.Syahreza, Lissa. 2011.
Frambosia
Tanto C, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 4. Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius.
47