Anda di halaman 1dari 2

Peran Dukun Bayi pada Zaman Kolonial

Dukun bayi adalah seorang wanita atau pria yang menolong persalinan, dukun bayi
memperoleh kemampuannya secara turun temurun dari ibu kepada anak atau dari keluarga
dekat lainnya. Kepercayaan masyarakat terhadap keterampilan dukun bayi berkaitan dengan
sistem nilai budaya masyarakat. Dukun bayi diperlakukan sebagai tokoh masyarakat setempat
sehingga memiliki potensi dalam pelayanan kesehatan. Dukun masih memberikan peranan
penting dalam memberikan pertolongan persalinan di daerah daerah. Adanya asumsi bahwa
melahirkan di dukun mudah dan murah merupakan salah satu penyebab terjadinya
pertolongan persalinan oleh tenaga non-kesehatan.
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak sangat
tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807 (zaman Gubernur
Jenderal Hendrik William Deandels) para dukun dilatih dalam pertolongan persalinan, tetapi
keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan. Adapun
pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang ada di Indonesia.
Tahun 1849 di buka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di Rumah Sakit Militer Belanda
sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat itu ilmu kebidanan belum merupakan pelajaran, baru
tahun 1889 oleh Straat, Obstetrikus Austria dan Masland, Ilmu kebidanan diberikan sukarela.
Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka pendidikan
bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (dr. W. Bosch).
Di Batavia juga didirikan lembaga pendidikan khusus untuk dukun beranak yang
disebut De eerste vrouwelijke verloskundigen oleh Dokter W Bosch pada pertengahan abad
ke19. Semula sulit untuk memperoleh murid yang mau dididik menjadi dukun beranak,
sehingga baru pada bulan Oktober 1853 lembaga itu menghasilkan lulusan pertama. Dan
setelah para muridnya diberikan berbagai kemudahan, di antaranya beasiswa, pada akhir abad
ke-19 lembaga itu bisa secara tetap meluluskan sejumlah dukun beranak. Untuk membantu
lulusan pendidikan itu gubernemen telah memberikan bantuan keuangan untuk membeli
peralatan, walau jumlahnya dinilai tidak memadai. Lembaga pendidikan dukun beranak yang
didirikan Dokter W Bosch itu tidak hanya terbuka bagi penduduk Betawi. Semua perempuan
yang berasal dari berbagai pelosok Hindia Timur diberi kesempatan untuk mengikutinya.
Profesi dukun beranak memang belum banyak dihargai orang. Selama ini setiap kelahiran
bayi di desa-desa di Jawa hanya dibantu oleh seorang dukun biasa, yang berdasarkan tradisi
disebut dukun bayi. Bahkan dukun yang menolong persalinan itu tidak jarang seorang lelaki.
Lulusan ini kemudian bekerja di Rumah Sakit juga di masyarakat. Mulai saat itu
pelayan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan Bidan. Kursus bidan yang pertama
ini ditutup tahun 1873. Tahun 1879, dimulai pendidikan bidan. Tahun 1950 , setelah
kemerdekaan, jumlah paramedis kurang lebih 4000 orang dan dokter umum kurang lebih 475
orang dan dokter dalam bidang obsgyn hanya 6 orang, pada tahun 1952, mulai diadakan
pelatihan Bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan.
Kursus untuk dukun masih berlangsung sampai dengan sekarang, yang memberikan kursus
adalah Bidan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan
anak secara menyeluruh di masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan yang dikenal
dengan istilah Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya
dilakukan pula di kota-kota besar lain di Nusantara ini. Seiring dengan pelatihan tersebut
didirikan Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) dimana bidan sebagi penanggung jawab
pelayanan kepada masyarakat. Dari BKIA inilah akhirnya menjadi suatu pelayanan
terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas
pada tahun 1957.
Di BKIA ini diadakan juga pelatihan-pelatihan para dukun bayi. Dengan
meningkatnya pendidikan tenaga kesehatan maka, pada tahun 1979 jumlah dokter obsgyn
286 orang dan bidan 16.888 orang di seluruh Indonesia. Bidan yang bertugas di puskesmas
berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan KB.
Mulai tahun 1990 pelayan kebidanan diberikan secara merata sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Kegiatan ini melalaui instruksi presiden secara lisan pada tahun 1992 tentang
perlunya mendidik bidan untuk penempatan di desa. Tugas pokoknya adalah pelaksanan
pelayanan KIA khususnya pelayanan ibu hamil, bersalin, dan nifas serta pelayanan BBL.
Bidan di puskesmas orientasi kepada kesehatan masyarakat beda dengan bidan di RS yang
berorientasi pada individu.

Anda mungkin juga menyukai