Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“SEJARAH PERKEMBANGAN PELAYANAN KEBIDANAN


DAN PROFESIONALISME BIDAN”
Dosen Matakuliah : Dian Samtyaningsih, SST., M.Kes

Disusun Oleh :
KELOMPOK 4

Septi Anyeg Yeni ervina Yanti


Sri Rahma Yani Wiwik Ambalan
Desyana Husain Yanti Astuti
Rini Hartini Yulce Andriana
Mega Yulianti Rabiullita Nur

PROGRAM STUDI AHLI JENJANG S1 KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI MUTIARA MAHAKAM SAMARINDA
TAHUN 2022 / 2023
Contents
MAKALAH...................................................................................................................... 1

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 4

A. Definisi Bidan ..................................................................................................... 4

B. Sejarah Perkembangan Pendidikan Bidan........................................................ 5

C. Sejarah Pendidikan Bidan Luar Negeri............................................................ 12

D. Perkembangan Pelayanan Bidan .................................................................... 14

E. Pengembangan Diri Dan Profesionalisme Kebidanan.................................... 15

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 18

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi, dan tugasnya didasarkan pada
kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut
Wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan masyarakat.
Perkembangan pelayanan kebidanan di dalam negri terjadi begitu cepat. Hal
ini menunjukkan bahwa perkembangan pelayanan kebidanan merupakan hal yang
penting untuk dipahami oleh petugas kesehatan khususnya bidan yang bertugas
sebagai bidan di pelayanan.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan yang berkualitas institusi pendidikan tenaga kesehatan berkembang
sangat pesat. Pelayanan kesehatan di Indonesia salah satunya dilaksanakan oleh
bidan yang dimulai sejak zaman penjajahan Belanda.
Jumlah yang sangat besar ini menjadikan kualitas pendidikan tersebut
menjadi tidak merata. Untuk itu pemerintah dalam hal ini kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan berupaya menata system dan meningkatkan kualitas pendidikan
tinggi kesehatan di Indonesia termasuk pendidikan tinggi kebidanan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Bidan
Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun
internasional. Pengertian bidan dan bidang praktrknya telah diakui oleh
International Confederation Midwives ( ICM ) dan International Federation of
Gynaecologust dan Obstetrion ( FIGO ) serta World Health Organitation (
WHO ).
1. International Confederation Of Midwife Bidan adalah seseorang yang
telah menjalani program pendidikan kebidanan, yang diakui di Negara
tempatnya berada, berhasil menjalankan program studinya di bidang
kebidanan dan memenuhi kualifikasi yang diperlukan untuk dapat
terdaftar dan atau izin resmi untuk melakukan praktek kebidanan.
2. Menurut WHO Bidan adalah seseorang yang telah diakui secara regular
dalam program pendidikan kebidanan sebagaimana yang telah diakui
skala yuridis, dimana ia ditempatkan dan telah menyelesaikan
pendidikan kebidanan dan memperoleh izin melaksanakan praktek
kebidanan.
3. Menurut Permenkes No. 1464/MENKES/PER/X/2010 Bidan adalah
seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah
teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
4. Dalam Bahasa Inggris Midwife (Bidan) berarti “with woman” (bersama
wanita, mid = together, wife = a woman). Dalam bahasa Perancis, sage
femme (Bidan) berarti “wanita bijaksana”, sedangkan dalam bahasa
latin, cummater (Bidan) bearti ”berkaitan dengan wanita”.
5. Defenisi Kebidanan Kebidanan adalah bagian integral dari sistem
kesehatan dan berkaitan dengan segala sesuatu yang menyangkut
pendidikan, praktik dank ode etik bidan dimana dalam memberikan
pelayanannya meyakini bahwa kehamilan dan persalinan adalah suatu
proses fisiologi/normal dan bukan merupakan penyakit.

B. Sejarah Perkembangan Pendidikan Bidan


1. Perkembangan Pelayanan Kebidanan di Dalam Negeri Sejarah pelayanan
kebidanan di Indonesia terjadi secara tidak langsung melalui usaha
mengurangi angka kematian karena cacar. Pencacaran pertama di
Indonesia dilakukan sekitar tahun 1804, setelah Yenner di Inggris
menemukan vaksin cacar tahun 1796. Pada zaman pemerintahan Hindia
Belanda, angka kematian ibu hamil dan anak sangat tinggi. Tenaga
penolong persalinan adalah dukun. Pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan kebidanan pada saat itu hanya diperuntukkan bagi orang-
orang Belanda yang ada di Indonesia. Kemudian pada tahun 1849,
dibuka pendidikan Dokter Jawa di Batavia, tepatnya di Rumah Sakit
Militer Belanda yang sekarang dikenal dengan RSPAD Gatot Subroto.
Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851
dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia. Pada tahun
1952, mulai diadakan pelatihan bidan secara formal. Perubahan
pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan
anak secara menyeluruh di masyarakat dilakukan melalui Kursus
Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta, yang akhirnya
dilakukan pula di kota-kota besar lainnya di nusantara ini. Seiring dengan
pelatihan tersebut, didirikan pula Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA)
dengan bidan sebagai penanggung jawab pelayanan kepada masyarakat.
Bermula dari BKIA, kemudian terbentuklah suatu pelayanan terintegrasi
bagi masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas memberi pelayanan di dalam
gedung dan diluar gedung dan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan
yang bertugas di Puskesmas berfungsi memberi pelayanan kesehatan
bagi ibu dan anak, termasuk pelayanan keluarga berencana baik di luar
gedung maupun di dalam gedung. Pelayanan kebidanan yang diberikan
di luar gedung adalah pelayanan kesehatan keluarga dan pelayanan di
pos pelayanan terpadu (Posyandu). Pelayanan di Posyandu mencakup
lima kegiatan yaitu pemeriksaan kehamilan, pelayanan keluarga
berencana, imunisasi, gizi, dan kesehatan lingkungan.
2. Mulai tahun 1990, pelayanan kebidanan diberikan secara nyata dan
dekat dengan masyarakat, sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kebijakan ini merupakan Instruksi Presiden (Inpres) yang disampaikan
secara lisan pada Sidang Kabinet Tahun 1992. Kebijakan ini mengenai
perlunya mendidik bidan untuk ditempatkan di desa. 2. Perkembangan
Pendidikan Kebidanan di Dalam Negeri Pendidikan bidan dimulai pada
masa penjajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1851, seorang dokter
militer Belanda (Dr. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita
pribumi di Batavia. Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena
kurangnya peserta didik akibat adanya larangan ataupun pembatasan
bagi wanita untuk keluar rumah. Pendidikan bidan bagi wanita pribumi
dibuka kembali di Rumah Sakit Militer di Batavia pada tahun 1902. Pada
tahun 1904, pendidikan bidan bagi wanita Indonesia juga dibuka di
Makasar. Lulusan dari pendidikan ini harus bersedia ditempatkan dimana
pun tenaga mereka dibutuhkan dan mau menolong masyarakat yang
tidak/kurang mampu secara cuma-duma. Lulusan ini mendapat
tunjangan dari pemerintah kurang lebih 15-25 Gulden per bulan.
Kemudian dinaikkan menjadi 40 Gulden per bulan (tahun 1922). Tahun
1911-1912 dimulai program pendidikan tenaga keperawatan secara
terencana di Rumah Sakit Umum Pusat Semarang dan Rumah Sakit
Umum Pusat Cipto Mangunkusumo di Batavia dengan lama pendidikan
selama empat tahun. Calon murid berasal dari Holandia Indische School
(SD 7 tahun) dan pada awalnya hanya menerima peserta didik pria. Pada
tahun 1914, peserta didik wanita mulai diterima untuk mengikuti
program pendidikan tersebut. Setelah menyelesaikan pendidikan
tersebut, perawat wanita dapat meneruskan ke pendidikan kebidanan
selama dua tahun, sedangkan perawat pria dapat meneruskan ke
pendidikan keperawatan lanjutan juga selama dua tahun. Pada tahun
1935-1938, pemerintah kolonial belanda mulai membuka pendidikan
bidan lulusan Mulo (Setingkat SMP) dan pada waktu yang hampir
bersamaan dibuka sekolah bidan di beberapa kota besar antara lain di
Jakarta (RSB Budi Kemuliaan) serta di Semarang (RSB Palang Dua dan
RSB Mardi Waluyo). Di tahun yang sama dikeluarkan peraturan yang
mengklasifikasikan lulusan berdasarkan latar belakang pendidikan. Bidan
dengan dasar pendidikan mulo dan pendidikan kebidanan selama tiga
tahun disebut bidan kelas satu (Vroedvrouw eerste Klas) serta bidan dari
lulusan perawat (mantri) disebut bidan kelas dua (Vroedvroew tweede
Klas). Perbedaan ini menyangkut ketentuan gaji pokok dan tunjangan
bagi bidan. Pada zaman pendudukan Jepang, pemerintah mendirikan
sekolah perawat atau sekolah bidan dengan nama dan dasar yang
berbeda, namun memiliki persyaratan yang sama dengan zaman
penjajahan. Belanda. Peserta didik kurang berminat memasuki sekolah
tersebut dan mereka mendaftar karena terpaksa, karena tidak ada
pendidikan lain. Pada tahun 1950-1953, dibuka sekolah bidan untuk
lulusan SMP dengan batasan usia minimal 17 tahun dan lama pendidikan
tiga tahun. Mengingat kebutuhan tenaga untuk menolong persalinan
cukup banyak maka dibuka pendidikan pembantu bidan yang disebut
Penjenang Kesehatan E (PK/E) atau Pembantu Bidan. Pendidikan ini
dilanjutkan sampai tahun 1976 dan setelah itu ditutup. Peserta didik
PK/E adalah lulusan SMP ditambah dua tahun kebidanan dasar. Lulusan
dari PK/E sebagian besar melanjutkan pendidikan bidan selama dua
tahun. Tahun 1953 dibuka Kursus Tambahan Bidan (KTB) di Yogyakarta,
lamanya kursus antara 7 sampai 12 minggu. Pada tahun 1960, KTB
dipindahkan ke Jakarta. Tujuan dari KTB ini adalah untuk
memperkenalkan kepada lulusan bidan mengenai perkembangan
program KIA dalam pelayanan kesehatan masyarakat sebelum memulai
tugasnya menjadi bidan, terutama menjadi bidan di BKIA. Pada tahun
1967, KTB ditutup. Tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan secara
bersama-sama dengan guru perawat dengan perawat kesehatan
masyarakat di Bandung. Pada awalnya, pendidikan ini berlangsung satu
tahun kemudian menjadi dua tahun dan terakhir berkembang menjadi
tiga tahun. Pada awal tahun 1972, institusi pendidikan ini dilebur
menjadi Sekolah Guru Perawat (SGP) Pendidikan ini menerima calon dari
lulusan sekolah perawat dan bidan. Pada tahun 1970, dibuka program
pendidikan bidan yang menerima lulusan dari Sekolah Pengatur Rawat
(SPR) ditambah dua tahun pendidikan bidan yang disebut Sekolah
Pendidikan Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK). Pendidikan ini tidak
dilaksanakan secara merata di seluruh provinsi. Pada tahun 1974,
mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak
(24 kategori), Departemen Kesehatan melakukan penyederhanaan
pendidikan tenaga kesehatan nonsarjana. Sekolah Bidan ditutup dan
dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan menciptakan
tenaga multitujuan di lapangan yang salah satu tugasnya adalah
menolong persalinan normal. Akan tetapi, karena adanya perbedaan
falsafah dan kurikulum terutama yang berkaitan dengan kemampuan
seorang bidan, maka tujuan pemerintah agar SPK dapat menolong
persalinan tidak tercapai atau terbukti tidak berhasil. Pada tahun 1975
sampai tahun 1985 institusi pendidikan bidan ditutup sehingga selama
10 tahun tidak menghasilkan bidan. Namun, organisasi Profesi Bidan (IBI)
tetap ada dan hidup dengan wajar. Tahun 1981 dibuka pendidikan
Diploma 1 kesehatan ibu dan anak untuk meningkatkan kemampuan
perawat kesehatan (SPK) dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak
termasuk kebidanan. Pendidikan ini hanya berlangsung satu tahun dan
tidak dilakukan oleh semua institusi. Pada tahun 1985, dibuka Program
Pendidikan Bidan (PPB) yang menerima lulusan dari SPR dan SPK. Lama
pendidikan satu tahun dan lulusannya dikembalikan kepada institusi
yang mengirim. Pada tahun 1989 dibuka program pendidikan bidan
secara nasional yang membolehkan lulusan dari SPR dan SPK untuk
langsung masuk program pendidikan bidan. Program ini dikenal sebagai
Program Pendidikan Bidan A (PPB/A) dengan lama pendidikan satu
tahun. Lulusan program ini dikirim ke desa-desa untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan terhadap ibu dan anak. Untuk itu, pemerintah
menempatkan seorang bidan di setiap desa sebagai PNS Golongan II.
Mulai tahun 1996 status bidan di desa adalah sebagai pegawai tidak
tetap kontrak. Penempatan bidan di desa (BDD) ini menyebabkan
orientasi sebagai tenaga kesehatan berubah. BDD harus dipersiapkan
dengan sebaik-sebaiknya tidak hanya kemampuan klinis sebagai bidan
tetapi juga kemampuan untuk berkomunikasi, konseling, dan
kemampuan untuk menggerakkan masyarakat desa dalam meningkatkan
taraf kesehatan ibu dan anak. Program Pendidikan Bidan A
diselenggarakan dengan peserta didik yang banyak dengan harapan pada
tahun 1996, sebagian besar desa sudah memiliki satu bidan. Namun hasil
yang di dapat tidak sesuai dengan yang diharapkan karena lama
pendidikan yang terlalu pendek dan sangat banyaknya peserta didik.
Banyaknya peserta didik ini menyebabkan kesempatan mereka untuk
praktik klinik. sangat kecil sehingga tingkat kemampuan pelayanan
mereka belum memadai. Pada tahun 1993, dibuka Pendidikan Bidan
Program B yang peserta didiknya dari Akademi perawat (Akper) dengan
lama pendidikan satu tahun untuk menghasilkan tenaga pengajar
Pendidikan Bidan Program A. Namun, tujuan yang diinginkan tidak
tercapai karena waktu pendidikan yang sangat singkat sehingga setelah
berjalan dua angkatan program ini ditutup. Pada tahun 1993, juga dibuka
Pendidikan Bidan Program C yang menerima murid dari lulusan SMP.
Pendidikan ini dilakukan di 11 Provinsi yaitu Aceh, Bengkulu, Lampung
dan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan,
Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Irian Jaya.
Pendidikan ini memiliki 3700 jam yang dapat diselesaikan selama enam
semester. Selain itu, sejak tahun 1994-1995 pemerintah juga
menyelenggarakan uji coba Pendidikan Bidan Jarak Jauh di tiga provinsi
yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur untuk memperluas
cakupan upaya peningkatan mutu tenaga kesehatan. Diklat Jarak Jauh
(DJJ) Bidan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan bidan agar mampu melaksanakan tugasnya serta
diharapkan dapat memberi dampak penurunan Angka Kematian Ibu dan
Angka Kematian Bayi. DJJ Bidan dilaksanakan dengan menggunakan
modul sebanyak 22 buah. Pendidikan ini dikoordinasikan oleh Pusdiklat
Depkes dan dilaksanakan oleh Bapelkes di Provinsi. Pendidikan ini dibagi
menjadi empat tahap. Secara kumulatif pada tahap 1, 2, dan 3 telah
diikuti oleh 6.306 orang bidan dan sejumlah 3.439 (55%) dinyatakan
lulus. Tahap keempat dilaksanakan di 26 provinsi yang setiap provinsinya
diikuti oleh 60 orang kecuali Provinsi Maluku, Irian Jaya, Sulawesi
Tengah, dan Jambi. Selain pelatihan DJJ, pada tahun 1994 juga
dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawatdaruratan material dan
neonatal (Life Saving Skill, LSS) yang diselenggarakan oleh rumah sakit
provinsi/kabupaten. Ditinjau dari prosesnya, penyelenggaraan ini dinilai
tidak efektif. Pada tahun 1996 Ikatan Bidan Indonesia (IBI) bekerja sama
dengan Departemen Kesehatan dan American College of Nurse Midwife
(ACNM) serta rumah sakit swasta mengadakan Training of Trainer (TOT)
LSS yang pesertanya adalah anggota IBI berjumlah 8 orang, yang
kemudian menjadi tim yang memberikan training kepada untuk para
bidan desa, bidan praktik swasta serta para dosen dari diploma
kebidanan. Pada tahun 1995-1998, IBI bekerja sama dengan Mother Care
melakukan pelatihan dan pres review bagi bidan rumah sakit, bidan
puskesmas, serta bidan desa di Provinsi Kalimantan Selatan. Pada tahun
2000, telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal (APN) yang
dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal Health (MNH) yang sampai saat
ini telah memberi pelatihan APN di beberapa provinsi/kabupaten. Selain
pendidikan formal dan pelatihan, untuk meningkatkan kualitas
pelayanan juga diadakan seminar dan lokakarya organisasi. Lokakarya
organisasi dengan materi pengembangan organisasi (Organization
Development,OD) dilaksanakan dua kali dalam setahun dari tahun 1996
sampai 2000 dengan biaya UNICEF.
3. Pendidikan Bidan Saat Ini di Indonesia
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebanyak 570 desa. Untuk
mencapai indonesia Sehat 2010, perlu di tingkatkan pelayanan
kesehatan ibu dan anak. Sebagai faktor penting dalam menekan angka
kematian ibu dan anak,. Di bentuk Strategi Sehat 2010 meliputi :
a. Peningkatan Profasionalisme SDM kesehatan
b. Desentralisasi c. Pemerataan pelayanan Kesehatan
c. Jaminan pelayanan kesehatan masyarakat
Menurut data bulan Agustus 1999, bidan di Indonesia sebanyak 65.685
orang di 27 pengurus daerah IBI di provinsi dan 318 pengurus cabang IBI.
Jumlah tersebut setiap tahun akan berkurang sebanyak 10% akibat :
a. Usia
b. Alih Profesi
c. Menikah
d. Pensiun
e. Meninggal
Untuk mengatasinya, dibuka pendidikan bidan D3 yang pesertanya
terdiri dari lulusan bidan D1 dan SMU. Dengan itu semua, di harapkan
program Indonesia Sehat 2010 dapat tercapai. Bidan merupakan profesi
yang berjenjang & berkelanjutan, berkelanjutan maksudnya bidan harus
terus memperoleh pendidikan untuk mempertahankan profesinya,
berjenjang maksudnya bidan memiliki pendidikan D3, D4, S2, dan
seterusnya.

C. Sejarah Pendidikan Bidan Luar Negeri


1. Perkembangan Pelayanan Kebidanan di Luar Negeri
Pada pertengahan abad ke-17, bidan adalah profesi penting dan dihormati di
komunitas kolonial Belanda. Kebidanan hanya salah satu bentuk pelayanan
yang diberikan para bidan kepada komunitas kolonial. Pada saat itu,
kadangkala bidan juga berperan sebagai perawat dan merawat orang sakit
dan sekarat, mengurus jenazah, sebagai herbalis, serta dokter hewan. Selain
gaji sebagai imbalan, bidan juga memperoleh rumah, tanah, dan makanan
sebagai bentuk penghormatan atas jasa mereka. Akan tetapi, terdapat
berbagi faktor yang menurunkan derajat bidan di masyarakat. Faktor-faktor
tersebut mencakup perilaku religius, kebutuhan ekonomi, pengambilalihan
tugas dan tanggung jawab oleh dokter, pendidikan yang tidak mendukung
dan tidak adanya organisasi kebidanan, peningkatan jumlah imigran, serta
status wanita yang direndahkan.
2. Tokoh-Tokoh Yang Terkenal
a. Dr. William Sippen (1736-1808) : Orang kebangsaan Philadelphia, belajar
di Eropa selama 3 tahun dan berguru pada William Smili. Tahun 1672
mendirikan kursus kebidanan di Philadelphia hingga tahun 1810
mendapat gelar “Prof. Anatomi Pembedahan dan Kebidanan”.
b. Dr. Thomas Challdey James : Mendapat gelar “Prof. Kebidanan”. Pertama
kali penganjur partus buatan untuk ibu panggul sempit (Partus Spontan).
c. Dr. Samuel Bat (1742-1821) : Belajar dari Eropa (Edenburg). Pada tahun
1768 kembali ke Amerika dalam usia 26 tahun. Orang yang
menganjurkan promartemity hospital (perawatan rumah sakit bagi
wanita yang melahirkan dan memerlukan perawatan lebih lanjut)
bersama Dr. Ballentine.
3. Tokoh-Tokoh Kebidanan Atau Penulis
a. Daerus (1967) : Keterampilan dalam menolong proses persalinan yang
didapat turun temurun oleh ibu muda yang telah menikah dan
melahirkan. Sepertiga abad 16 masih dilakukan oleh wanita.
b. Kirzinger (1988) : Bidan diharapkan dapat menjadi dokter. Gender yaitu
kemitrasejajaran yang dapat dipertukarkan seprti fungsi, peran, dan
tanggung jawab.
D. Perkembangan Pelayanan Bidan
Pelayanan Kebidanan merupakan seluruh tugas yang dilakukan oleh
seseorang yang berprofesi sebagai bidan dalam pelayanan kesehatan dan
bertanggung jawab dalam meningkatkan kesehatan kaum perempuan serta
mengutamakan keselamatan ibu dan anak. Jauh sebelum keberadaan bidan,
dukun beranak menempati posisi dalam penanganan persalinan yang
didomoinasi dengan percaya terhadap tahayul, mantra- mantra, mngurut-
urut serta dilengkapi dengan ramuan- ramuan tradisional.
Kondisi tersebut berubah dengan adanya pengaruh kedatangan dan
pendudukan Belanda di Indonesia, system atau konsep yang sedang
berkembang didunia internasional dan di negaranya sendiri diterapkannya di
Indonesia termasuk dalam urusan kesehatan. Pertumbuhan dan
perkembangan reproduksi perempuan dimulai sejak terbentuknya organ
reproduksi, jauh sebelum seorang perempuan dilahirkan dan berketurunan
diperlukan untuk menjaga keberlanjutan generasi agar tidak punah, hal ini
merupakan proses dan fungsi reproduksi perempuan secara alamiah.
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 938/ Menkes/ SK/ VII/
2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan, Bidan memberikan asuhan
kebidanan yang bersifat holistic, humanistic berdasarkan evidence based
dengan pendekatan manajemen asuhan kebidanan, dan memperhatikan
aspek fisik, psikologi, emosional, social budaya, spiritual,ekonomi, dan
lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi perempuan,
meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative sesuai
kewenangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 tahun 2017
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Perkembangan pelayanan kebidanan sejalan dengan kemajuan
pelayanan obstetric dan ginekologi. Bidan sebagai profesi yang terus
berkembang, senantiasa mempertahankan profesionalitasnya dengan
mengikuti perkembangan ilmu perngetahuan dan teknologi. Profesionalitas
terkait erat dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang
professional (Kompetensi Profesional). Bidan professional yang dimaksud
harus memiliki kompetensiklinis (Midwifery skills), social- budaya untuk
menganalisa, melakukan advokasi dan pemberdayaan dalam mencari solusi
dan inovasi untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan, keluarga dan
masyarakat.

E. Pengembangan Diri Dan Profesionalisme Kebidanan


Sikap professional Bidan tidak terlepas dari harapan masyarakat
tentang profil seorang Bidan. Survei tentang kinerja bidan yang dilakukan
oleh Organisasi Profesi dan Asosiasi institusi pendidikan kebidanan pada
tahun 2010 melalui pendekatan kualitatif menunjukkanbahwa pada intinya
masyarakat pada intinya masyarakat mengharapkan Bidan yang ramah,
terampil dan tanggap dibidangnya. Mencermati harapan masyarakat
tersebut, Organisasi Profesi dan stakeholders terkait menyusun suatu
standar kompetensi Bidan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam
penyelenggaraan pendidikan kebidanan.
Standar kompetensi bidan yang disusun ini, merupakan
penyempurnaan dari Standar Kompetensi Bidan dan ruang lingkup praktik
kebidanan yang tertuang dalam keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/
Menkes/ SK/ III/ 2007 tentang Standar Profesi Bidan dan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan penyelengaraan Praktik
Kebidanan.
Pengembangan Diri dan Profesionalisme
a. Kompetensi Inti
Mampu melakukan praktik kebidanan dengan memahami keterbatasan
diri, kesadaran meningkatkan kemampuan profesionalisme, dan
mempertahan kompetensi yang telah dimiliki, serta senantiasa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memberikan
pelayanan kebidanan yang terbaik bagi masyarakat dan semua pemangku
kepentingan.
b. Lulusan Bidan mampu
1) Menyesuaikan keterbatasan kemampuan yang berkaitan dengan
praktik kebidanan.
2) Menunjukkan kecerdasan spiritual dan emosional dalam
kehidupan sehari- hari dan praktik kebidanan
3) Menerima kritikan dan menjadikannya sebagai masukan untuk
membangun dirinya, pelayanan, dan praktik kebidanan.
4) Membina hubungan interpersonal dalam lingkungan pelayanan,
praktik kebidana,dan tim kesehatan serta lintas program dan
lintas sector.
5) Melakukan refleksi terhadap pengalaman praktik pelayanan
kebidanan yang telah dilakukan.
6) Mengidentifikasikan potensi diri dan mengatur kebutuhan belajar
dirinya.
7) Menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, kujujuran,
keadilan, komitmen, dan kepedulian.
8) Memilih dan menggunakan informasi dari berbagai sumber untuk
pengembangan profesionalisme.
9) Menelaah literature dan relevansinya dengan praktik kebidanan
terkini
10) Berperan aktif dalam organisasi profesi.
11) Mengikuti pendidikan berkelanjutan/ continuing Professional
Development (CPD).
12) Menunjukkan komitmen atas kebijakan yang telah diputuskan
Organisasi Profesi.
13) Menggunakan dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan
dalam praktik kebidanan sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi terkini.
14) Mengindentifikasi kesenjanganpenerapan ilmu kebidanan dalam
praktik dan memberikan usulan solusi atas kesenjangan
penerapan ilmu kebidanan dalam praktik.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelayanan kebidanan adalah suatu bentuk pelayanan professional
yang merupakan bagian integral dari system pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh bidan secara mandiri, kolaborasi, dan/ atau rujukan.sikap
professional bidan tidak terlepas tidak terlepas dari standar kompetensi
bidan yang disusun berdasarkan body of knowledge, falsafah dan paradigm
pelayanan kebidanan serta pola hubungan kemitraan (partnership) Bidan
dan perempuan yang berfokus pada kebutuhan perempuan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

https://ktki.kemkes.go.id/info/sites/default/files/KEPMENKES%20320%20TA
HUN%202020%20TENTANG%20STANDAR%20PROFESI%20BIDAN.pdf

http://repository.stikesrspadgs.ac.id/490/1/Konsep-Kebidanan-dan-
Etikolegal-dalam-Praktik-Kebidanan-Komprehensif.pdf

https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=AytgEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=
PA19&dq=perkembangan+pelayanan+kebidanan&ots=enMulImN2v&sig=M2ZU2yftc
tMnN56mYAWYXfSQ9Zo&redir_esc=y#v=onepage&q=perkembangan%20pelayanan
%20kebidanan&f=false

https://www.google.com/books?hl=id&lr=&id=AytgEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=P
A19&dq=perkembangan+pelayanan+kebidanan&ots=enMulImN2v&sig=M2ZU2yftct
MnN56mYAWYXfSQ9Zo

Anda mungkin juga menyukai