Anda di halaman 1dari 2

PERJALANAN PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh : Febriana Tamaledu

Dalam pidato Ki Hadjar Dewantara terdapat semboyan yang berasaskan Trikon yaitu Kontinuitas,
Konvergensi dan konsentris yang memiliki makna bersama mewujudkan persatuan dengan dunia
luar namun tetap berada pada lingkaran-lingkaran sendiri dengan tetap memiliki nilai budaya
bangsa sendiri. Istilah ini bentuk dari sifat "Bhineka Tunggal Ika".

Pada awal pendidikan zaman kolonial tahun 1854 sekolah didirikan hanya untuk calon pegawai
saja, namun di tahun yang sama lahirlah sekolah Bumi Putera yang hanya memiliki 3 kelas dimana
kelas itu diisi oleh rakyat akan tetapi rakyat hanya diajarkan membaca, menulis dan menghitung
seperlunya saja untuk membantu masyarakat pada zaman itu menjalankan usaha dagang yang
mereka miliki. Kemudian, timbullah cita-cita Raden Ajeng kartini (1900) dan Dokter Wahidin
Sudirohusodo (1908) yang sudah mengandung nilai nasional serta sudah membayangkan aliran
kultural akan tetapi organisasi teknik pendidikan dan pengajaran tetap tak berubah.

Timbullah cita-cita baru pada tahun 1920 dalam menghendaki perubahan radikal dalam lapangan
pendidikan dan pengajaran, sehingga pada tahun 1922 berdirilah sekolah Taman Siswa dengan
adanya sekolah taman siswa maka gerakan pendidikan berlaku sejalan dengan gerakan politik
sehingga menyebabkan amat banyak orang yang kini bermanfaat dalam segala usaha kenegaraan
baik dalam gerakan revolusi maupun dalam usaha pembangunan bangsa dan negara. Hingga
sampai dengan saat ini setelah kemerdekaan, termasuk dalam bidang pendidikan diharapkan
untuk dapat memerdekan setiap warganya untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran
secara merata dan berhak mendapatkan kebebasan dalam berpikir dan bertindak untuk mencapai
tujuan rakyat yaitu merdeka dalam mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Merdeka yang
dimaksud adalah bukan semata-mata bebas tanpa adanya pengendalian dari seorang guru
melainkan bebas untuk dapat mengelola kemandirian untuk dilatih mengembangkan pola pikir
peserta didik. sehingga pendidikan yang memerdekakan peserta didik dapat menciptakan
suasana yang ceria pada guru, peserta didik maupun pemangku kepentingan.

Saat ini kegagalan juga bukan dilihat sebagai sesuatu yang perlu mendapatkan hukuman akan
tetap kegagalan dinilai sebagai proses belajar untuk merefleksi diri sehingga berani untuk
mendemonstrasikan isi pikiran ataupun hasil diskusi dalam kelompok sehingga dapat
membangun kolaborasi yang baik. Namun apakah pendidikan setelah kemerdekaan benar-benar
sudah memerdekakan peserta didik? Namun fakta yang saya alami masih banyak peserta didik
yang dibelenggu dalam proses pembelajaran yang dimana sekolah adalah tempat untuk
menghantarkan dan mengembangkan potensi peserta didik akan tetapi sekolah dikehidupan
nyata menjadi penjara bagi peserta didik yang dimana sekolah mematikan daya nalar dan
kreatifitas peserta didik. Contohnya dalam proses pembelajaran peserta didik hanya mendapatkan
pembelajaran yang monoton yang hanya membuat peserta didik datang, duduk dan
mendengarkan guru berceramah.

Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Paulo Freire yang menyebutnya dengan "Bank System
Education" yang dimana dalam pendidikan guru adalah subjek pemilik pengetahuan yang
diwariskan kepada sang peserta didik, sedangkan peserta didik merupakan deposit dimana
kegiatan para peserta didik hanya terbatas untuk menerima, mencatat dan menyimpan. Sehingga
kreatifitas dan daya nalar peserta didik tidak berkembang.

Sebagai seorang pendidik perubahan yang akan saya lakukan setelah memahami materi pada
topik ini adalah saya akan menjadikan peserta didik saya peserta didik yang merdeka, yang
dimana dalam proses pembelajaran peserta didik bebas untuk mengemukakan ide-ide dan
pendapat yang mereka miliki serta bebas dalam mendapatkan pengetahuan yang adil tanpa
membeda-bedakan dari segi apapun, karena peserta didik mempunyai hak yang sama dalam
belajar. Sebagai seorang guru juga harapan saya suatu saat nanti dapat membebaskan peserta
didik saya dalam mendapatkan materi pelajaran yang sesuai dengan zaman sekarang dan
lingkungan mereka, sehingga mereka menjadi peserta didik yang merdeka tidak terbelenggu oleh
guru.

Anda mungkin juga menyukai