Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MATA KULIAH PROFESIONALISME KEBIDANAN


TENTANG
SEJARAH PERKEMBANGAN KEBIDANAN DI
INDONESIA

OLEH:

Kelompok I
1. DIANTI SISKA
2. ELFIA
3. MARTINI
4. AISYAH RODIAH HARAHAP
5. DESSI
6. DIAN NADILA
7. EKA PUTRIANI
8. EVIELLMA RAHIMI
9. FITRI AN

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS KEBIDANAN
INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA
BUKITTINGGI TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat- Nya atas begitu banyak nikmat

dan rahmat yang dilimpahkan kepada tim penyusun, sehingga Makalah “Sejarah

Perkembangan Kebidanan di Indonesia” dapat diselesaikan dengan baik dan

lancar. Makalah ini merupakan salah satu tugas Mata Kuliah Profesionalisme

Kebidanan. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang turut

membantu terselesaikannya makalah ini diantaranya:

1. Dosen Mata Kuliah Profesionalisme Kebidanan Ibu Gita Nirmala Sari, S.ST,

M.Keb, P.hD

2. Ibu Rektor IKES Prima Nusantara Bukittinggi.

3. Ibu dan Bapak Warek I dan II IKES Prima Nusantara Bukittinggi.

4. Dekan Fakultas Kebidanan IKES Prima Nusantara Bukittinggi.

5. Kaprodi S1 Kebidanan IKES Prima Nusantara Bukittinggi

6. Dosen Prodi S1 Kebidanan Fakultas Kebidanan IKES Prima Nusantara

Bukittinggi

7. Seluruh Staff IKES Prima Nusantara Bukittinggi dan pihak lain yang tidak

dapat kami sebut satu per satu.

Dalam penyusunan makalah ini tidak menutup kemungkinan masih ada

kekurangan. Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk

penyempurnaan makalah ini ini. Semoga makalah ini dapat memberi banyak manfaat

bagi para pembaca

Bukittinggi ,Juni 2022

Kelompok I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………….……………………………..……….…….. 1

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3

BAB III PENUTUP ………………..…………………………………………………………………. 13

A. Kesimpulan .................................................................................................................................. 14

B. Saran-saran ................................................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 15


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan

pada kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan

tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).

Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami

perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan

kesehatan yang berkualitas institusi pendidikan tenaga kesehatan

berkembang sangat pesat.

Pelayanan kesehatan di Indonesia salah satunya dilaksanakan oleh

bidan yang dimulai sejak zaman penjajahan Belanda namun

perkembangan Pendidikan Tinggi Kebidanan baru dimulai tahun 1996

ditandai dengan didirikannya enam institusi DIII Kebidanan. Dalam

kurun waktu 15 tahun institusi pendidikan tinggi kebidanan sudah

berkembang menjadi lebih dari 700 institusi.

Jumlah yang sangat besar ini menjadikan kualitas pendidikan

tersebut menjadi tidak merata. Untuk itu pemerintah dalam hal ini

kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berupaya menata sistem dan

meningkatkan kualitas pendidikan tinggi kesehatan di Indonesia

termasuk pendidikan tinggi kebidanan. Dikti melalui HPEQ dengan


dukungan World Bank telah melaksanakan berbagai kegiatan yang

bertujuan meningkatkan mutu pendidikan kebidanan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan pendidikan kebidanan pada fase

penjajahan di Indonesia?

2. Bagaimana perkembangan pendidikan kebidanan pada fase

kemerdekaan?

C. Tujuan

1. Mengetahui perkembangan pendidikan kebidanan di Indonesia

pada fase penjajahan di Indonesia

2. Mengetahui perkembangan pendidikan kebidanan pada fase

kemerdekaan
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan

pelayanan kebidanan. Keduanya berjalan seiring untuk

menjawabkebutuhan/tuntutan masyarakat akan pelayanan kebidanan. Yang

dimaksud dalam pendidikan ini adalah, pendidikan formal dan non formal.

Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan Hindia Belanda sampai saat

sekarang ini.

A. Perkembangan Pendidikan Kebidanan Pada Fase Penjajahan

1. Pada tahun 1851 seorang dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch)

membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia.

Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena kurangnyah peserta

didik yang disebabkan karena adaanya larangan ataupun pembatasan

bagi wanita untuk keluar rumah.

2. Pada tahun 1902 pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita

pribumi dirumah sakit militer di batavia dan pada tahun 1904

pendidikan bidan bagi wanita indonesia dibuka di Makasar. Luluasan

dari pendidikan ini harus bersedia untuk ditempatkan dimana saja

tenaganya dibutuhkan dan mau menolong masyarakat yang

tidak/kurang mampu secara cuma-cuma. Lulusan ini mendapat

tunjangan dari pemerintah kurang lebih 15-25 Gulden per bulan.

Kemudian dinaikkan menjadi 40 Gulden per bulan (tahun 1922).


3. Tahun 1911 - 1912 dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara

terencana di (RSUP) Semarang dan Batavia. Calon yang diterima dari

HS (SD 7 tahun) dengan pendidikan keperawatan 4 tahun dilanjutkan

pendidikan bidan 2tahun.

4. Pada tahun 1914 telah diterima juga peserta didik wanita pertama dan

bagi perawat wanita yang lulus dapat meneruskan kependidikan

kebidanan selama 2 tahun.

5. Tahun 1918 Budi Kemuliaan membuka RS Bersalin dan pendidikan

bidan. Murid-murid dari juru rawat wanita, pendidikan 2 tahun. 

Pada tahun 1935-1938 pemerintah Kolonial Belanda mulai mendidik

bidan lulusan MULO (Setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan

dibuka sekolah bidan di beberapa kota besar antara lain Jakarta di RSB

Budi Kemuliaan, RSB Palang Dua dan RSB Mardi Waluyo di Semarang.

Di tahunyang sama dikeluarkan sebuah peraturan yang membedakan

lulusan bidan berdasarkan latar belakang pendidikan Bidan dengan

dasar pendidikannya Mulo dan pendidikan Kebidanan selama tiga

tahun tersebut Bidan Kelas Satu(Vreodrouweerste Klas) dan bidan

dari lulusan perawat (mantri) di sebut Bidan Kelas 2 (Vreodrouw

tweede klas). Perbedaan ini menyangkut ketentuan gaji pokok dan

tunjangan bagi bidan. Pada zaman penjajahan Jepang, pemerintah

mendirikan sekolah perawat atau sekolah bidan dengan nama dan

dasar yang berbeda, namun memiliki persyaratan yang sama dengan


zaman penjajahan Belanda. Peserta didik kurang berminat memasuki

sekolah tersebut dan mereka mendaftar karena terpaksa, karena tidak

ada pendidikan lain.

B. Pendidikan Kebidanan pada Zaman Kemerdekaan Sampai Sekarang

1. Pada tahun 1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP

dengan batasan usia minimal 17 tahun dan lama pendidikan 3

tahun. Mengingat kebutuhan tenaga untuk menolong persalinan

cukup banyak, maka dibuka pendidikan pembantu bidan yang

disebut Penjenjang Kesehatan E atau Pembantu Bidan.

2. Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun 1976 dan setelah itu

ditutup. Peserta didik PK/E adalah lulusan SMP ditambah 2 tahun

kebidanan dasar. Lulusandari PK/E sebagian besar melanjutkan

pendidikan bidan selama dua tahun. 8 Tahun 1953 dibuka Kursus

Tambahan Bidan (KTB) di Yogyakarta, lamanya kursus antara 7

sampai dengan 12 minggu. Pada tahun 1960 KTB dipindahkan ke

Jakarta. Tujuan dari KTB ini adalah untuk memperkenalkan

kepada lulusan bidan mengenai perkembangan program KIA

dalam pelayanan kesehatanmasyarakat, sebelum lulusan memulai

tugasnya sebagai bidan terutama menjadi bidan di BKIA.

3. Pada tahun 1967 KTB ditutup (discountinued).  Tahun 1954

dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru

perawat dan perawat kesehatan masyarakat di Bandung. Pada


awalnya pendidikan ini berlangsung satu tahun, kemudian

menjadi dua tahun dan terakhir berkembang menjadi tiga tahun.

4. Pada awal tahun 1972 institusi pendidikan ini dilebur menjadi

Sekolah Guru Perawat (SGP). Pendidikan inimenerima calon dari

lulusan sekolah perawat dan sekolah bidan.

5. Pada tahun 1970 dibuka program pendidikan bidan yang

menerima lulusan dari Sekolah Pengatur Rawat (SPR) ditambah

dua tahun pendidikan bidan yang disebut Sekolah Pendidikan

Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK).Pendidikan ini tidak

dilaksanakan secara merata diseluruh provinsi.

6. Pada tahun 1974 mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan

bawah sangat banyak, Departemen Kesehatan (Depkes)

melakukan penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan non

sarjana. Sekolah bidan ditutup dan dibuka Sekolah Perawat

Kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga multi purpose di

lapangan di mana salah satu tugasnya adalah menolong persalinan

normal. Namun karena adanya perbedaan falsafah dan kurikulum

terutama yang berkaitan dengan kemampuan seorang bidan,

maka tujuan pemerintahagar SPK dapat menolong persalinan

tidak tercapai atau terbukti tidak berhasil.


7. Pada tahun 1975 - 1984 institusi pendidikan bidan ditutup,

sehingga selama 10 tahun tidak menghasilkan bidan. Namun

organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada dan hidup secara wajar.

8. Tahun 1981 untuk meningkatkan kemampuan perawat kesehatan

(SPK) dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk

kebidanan, dibuka pendidikan Diploma I Kesehatan Ibu dan Anak.

Pendidikan ini hanya berlangsung 1tahun dan tidak dilakukan

oleh semua institusi.

9. Pada tahun 1985 dibuka lagi program pendidikan bidan yang

disebut (PPB) yang menerima lulusan SPR dan SPK. Lama

pendidikan 1 tahun dan lulusannya dikembalikan kepada institusi

yang mengirim.

10. Tahun 1989 dibuka crash program pendidikan bidan secara

nasional yangmemperbolehkan lulusan SPK untuk langsung

masuk program pendidikan bidan. Program ini dikenal sebagai

Program Pendidikan Bidan A (PPB/A).Lama pendidikan satu

tahun dan lulusannya ditempatkan di desa-desa. Untuk itu

pemerintah menempatkan seorang bidan di tiap desa sebagai

pegawai negeri sipil (PNS Golongan II).

11. Mulai tahun 1996 status bidan di desa sebagai pegawai tidak tetap

(BidanPTT) dengan kontrak selama tiga tahun dengan

pemerintah, yang kemudian dapat diperpanjang 2x3 tahun


lagi.Penempatan bidan ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga

kesehatan berubah. Bidan harus dipersiapkan dengan sebaik-

baiknya tidak hanya kemampuan klinik, sebagai bidan tapi juga

kemampuan untuk berkomunikasi, konseling dan kemampuan

untuk menggerakkan masyarakat desa dalam meningkatkan taraf

kesehatan ibu dan anak. Program Pendidikan Bidan (A)

diselenggarakan dengan peserta didik cukup besar.

12. Diharapkan pada tahun 1996 sebagian besar desa sudah memiliki

kemampuan dan keterampilan yang diharapkan seorang bidan

professional, karena pendidikan terlalu singkat dan jumlah

peserta didik terlalu besar dalam kurun waktu 1 tahun akademik,

sehingga kesempatan tingkat kemampuan yang dimiliki seorang

bidan juga kurang.

13. Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan Program B

yang peserta didiknya dari lulusan Akademi Perawat (Akper)

dengan lama pendidikan satu tahun. Tujuan program ini adalah

untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada Program Pendidikan

Bidan A. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kemampuan klinik

kebidanan dari lulusan ini tidak menunjukkan kompetensi yang

diharapkan karena lama pendidikan yang terlalu singkat yaitu

hanya setahun. Pendidikan ini hanya berlangsung selama dua

angkatan (1995 dan1996) kemudian ditutup.


14. Pada tahun 1993 juga dibuka pendidikan bidan Program C (PPB

C), yangmenerima lulusan dari SMP. Pendidikan ini dilakukan di

11 Propinsi yaitu :Aceh, Bengkulu, Lampung dan Riau (Wilayah

Sumatera), Kalimantan Barat,Kalimantan Timur dan Kalimantan

Selatan (Wilayah Kalimantan) , Nusa Tenggara Timur, Maluku dan

Irian Jaya. Pendidikan inimemerlukan kurikulum 3700 jam dan

dapat diselesaikan dalam waktu 6 semester.

15. Pada tahun 1994-1995 pemerintah juga menyelenggarakan uji

coba Pendidikan Bidan Jarak Jauh (Distance learning) di tiga

propinsi yaitu JawaBarat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebijakan

ini dilaksanakan untuk memperluas cakupan upaya peningkatan

mutu tenaga kesehatan yang sangat diperlukan dalam

pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan.Pengaturan

penyelenggaraan ini telah diatur dalam SK Menkes

No.1247/Menkes/SK/XII/1994Diklat Jarak Jauh Bidan (DJJ)

adalah DJJ Kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan agar

mampumelaksanakan tugasnya dan diharapkan berdampak pada

penurunan AKI dan AKB.

16. Tahun 1996 dibuka Pendidikan Diploma III Kebidanan dengan

raw input dari SMA. Diterapkan melalui surat keputusa menteri

pendidikan dan kebudayaan RI No 009/U/1996 di 6 propinsi


dengan menerima calon peserta didik dariSMA. Saat ini kurikulum

DIII kebidanan telah direvisi mengacu pada Kep.Mendiknas 32

tahun 2000 tentang pedoman penyusunan kurikulum pendidikan

tinggi dan hasil revisi tersebut telah diserahkan dengan

keputusanmenteri kesehatan RI.No.HK.00.06.2.4.1583.Tahun

2001 tercatat ada 65 institusi yang menyelenggarakan pendidikan

diploma III kebidanan diseluruhIndonesia, sampai dengan tahun

ini tercatat jumlah institusi DIII kebidanan 310.

17. Pada tahun 1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawat

daruratan maternal dan neonatal.

18. Pada tahun 1995-1998 (IBI) bekerjasama langsung dengan

mother care melakukan pelatihan bidan Rumah Sakit dan bidan

puskesmas serta bidan didesa di Provinsi Kalimantan Selatan.

19. Pada tahun 2000 telah ada pelatihan Asuhan Persalinan Normal

(APN) yangdi koordinasikan oleh Maternal Neonatal health (MNH)

yang sampai saat initelah melatih APN di beberapa

propinsi/kabupaten. Pelatihan life skill S (LSS) dan APN tidak

hanya untuk pelatihan pelayanan tetapi juga guru,dosen-dosen

dari Akademi Kebidanan.

20. Selain melalui pendidikan formal dan pelatihan, untuk

meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan juga diadakan

seminar dan Lokakarya organisasidilaksanakan setiap tahun


sebanyak 2 kali mulai tahun 1996 - 2000 dengan biaya dari

UNICEP.

21. Tahun 2000 dibuka program D-IV bidan pendidik di FK UGM

Yogyakarta, dengan lama pendidikan 2 semester. Saat ini terdapat

juga di UNPAD (2002) di USU (2004), STIKES Ngudi Waluyo

Semarang, STIKIM Jakarta (2003).Akhir-akhir ini minat

masyarakat untuk membuka program D.IV bidan pendidik juga

sudah mulai banyak seperti adanya beberapa usulan yang sudah

masuk Pusdiknakes dari pemrakarsa program D.IV bidan pendidik

pada awalnya dilaksanakan pada masa transisi dalam upaya

kebutuhan dosen. Sebagaimana kita ketahui bahwa D.IV bidan

pendidik dengan masa studi 1tahun terdiri dari beban materi

profesi kurang lebih dari 60% dan 40% beban materi

kependidikan. Hal ini sebelumnya belum memenuhi ketentuan

yang ditetapka Depdiknas bahwa kualifikasi dosen minimal D.IV

kebidanan atau S1 kebidanan.Dengan memperhatikan

permasalahan tersebut mungkin sudah waktunya untuk mulai

memikirkan dan membuat rancangan D.IV kebidanan klinik dan

S1 kebidanan.. Tidak kemungkinan pula untuk mengembangkan

jenjang S2 maupun SP1 dan SP2.Penyusunan kompetensi ini

dilakukan oleh IBI bersama-sama dengan unsur terkait lainnya

seperti Departemen Kesehatan, organisasi profesi.Adapun


pembinaan dan pengawasan yang telah diupayakan oleh

Pusdiknaskesantara lain mulai dari penyusunan dan penetapan

standar kompetensi bidan, penilaian ijin institusi baru, seleksi

mahasiswa baru, penyusunan kurikulum,akreditasi pendidikan.

Sehubungan dengan hal tersebut, kedepan kita sudahwaktunya

untuk meninjau ulang dan menata kembali pola pendidikan

berjenjang dan berkelanjutan bagi bidan.

22. Tahun 2006 dibuka S2 Kebidanan di UNPAD Bandung.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perkembangan pendidikan kebidanan di Indonesia sudah mulai

pada zaman penjajahan belanda pada tahun pada tahun 1851

seorang dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) membuka

pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia. Pendidikan ini

tidak berlangsung lama karena kurangnyah peserta didik yang

disebabkan karena adaanya larangan ataupun pembatasan bagi

wanita untuk keluar rumah.

2. Dari tahun-ketahun perkembangan pendidikan kebidanan di

Indonesia terus meningkat. Mulai tahun Pada tahun 1950-1953

dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia

minimal 17 tahun dan lama pendidikan 3 tahun.

3. Tahun 1996 dibuka Pendidikan Diploma III Kebidanan dengan

raw input dari SMA. Adapun pembinaan dan pengawasan yang

telah diupayakan oleh Pusdiknaskesantara lain mulai dari

penyusunan dan penetapan standar kompetensi bidan, penilaian

ijin institusi baru, seleksi mahasiswa baru, penyusunan

kurikulum,akreditasi pendidikan.
B. Saran

1. Berharap agar makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan

Mahasiswa /Mahasiswi Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi

2. Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan baik

itu dari segi peulisan maupun dari isi. Maka dari itu penulis sangat

mengharapkan masukan dan kritikan yang sifatnya membangun untuk

perbaikan makalah yang akan datang, agar lebih relevan serta dapat

membantu kita dalam referensi pembelajaran.


DAFTAR PUSTAKA

Asrinah,dkk. 2010. Konsep kebidanan. Graha Ilmu : Yogyakarta.

Kemenkes.2017. bidan menyongsong masa depan 50 tahun IBI Ilmu kebidanan.

Jakarta Tadjuddin norma.2004 Konsep Kebidanan. Poltekkes Kemenkes

Makassar

http://mamah-alvito.blogspot.com/2009/01/sejarah-kebidanan.html

http://yoanabidantoday.blogspot.com/2008/05/perkembangan-kebidanan-di-

indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai