Anda di halaman 1dari 55

SEJARAH ASUHAN

KEBIDANAN
MENGHORMATI MASA LALU
MERAYAKAN MASA KINI
MERENCANAKAN MASA DEPAN
• Gambar diatas menggambarkan tentang
perempuan dalam proses persalinan.
• Dibelakang perempuan yang hendak
bersalin ada seorang penolong atau bidan
yang memberi pain relief sedangkan
bidan yang lainnya duduk di depan ibu
yang hendak bersalin untuk membantu
proses kelahiran bayi.
• Gambar diatas mengambil latar persalinan
di rumah yang didampingi oleh dua orang
bidan.
• Hal itu berarti bahwa pada awalnya bidan
memberikan asuhan di masyarakat atau di
komunitas sehingga persalinanpun
dilakukan di rumah dan dilakukan oleh
tim bidan.
Sejarah Kebidanan di Indonesia
Sejak jaman dahulu sudah ada seorang
pendamping persalinan bagi
perempuan, mereka disebut sebagai
dukun bayi (dukun bersalin, paraji).
• Kemudian dlm berbagai literatur
disebutkan bahwa pendamping persalinan
itu adalah seorang ‘midwives’ yang berarti
dengan perempuan dan dalam bahasa
Indonesia midwives diartikan sebagai
bidan.
• Tahun 1849 dibuka pendidikan Dokter
Jawa di Batavia (di Rumah Sakit Militer
Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto)
• Praktek kebidanan modern masuk ke
Indonesia oleh dokter-dokter Belanda yang
bekerja pada pemerintahan Hindia-Belanda
adalah pihak swasta
• Tahun 1850 dibuka kursus bidan yang
pertama, kemudian ditutup kembali pada
tahun 1873. pendidikan bidan dimulai lagi
pada tahun 1879 dan sejak itu jumlah
bidan terus bertambah.
• Sejak saat itu, Indonesia mulai mengenal
istilah bidan sebagai seorang pendamping
persalinan selain dukun, pelayanan
kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh
dukun dan bidan
• Bidan itu sendiri menurut Klinkert (1892)
sumbernya ialah bahasa Sansekerta.
Dalam bahasa tersebut terdapat kata
“widwan” yang berarti cakap, “membidan”
yang berarti mengadakan sedekah bagi
seorang penolong bersalin yang minta diri
setelah bayi berumur 40 hari
• Tengah tahun 1950-an,
pada satu kecamatan (sekitar 12 desa)
hanya memiliki seorang bidan, shg
wilayah kerja seorang bidan sangat luas
karena jumlah bidan masih amat terbatas,
selain itu institusi seperti Puskesmas
belum ada.
• Saat itu ada kebiasaan/tradisi di desa dimana partisipasi
laki-laki dalam persalinan, suami/bapak tidak boleh
keluar dari rumah atau pergi kerja ketika istrinya akan
melahirkan.
• Setelah bayi lahir, semua pakaian kotor istri selama
persalinan dibawa suami ke kali dan dicuci bersih
disana. Meskipun di rumah ada anggota keluarga
lainnya seperti ibu, ibu mertua, saudara perempuan dan
lainnya, mereka tidak diperbolehkan untuk membantu.
• Hal ini sangat dipatuhi oleh kaum laki-laki, karena takut
akan ‘kualat’ apabila tidak mematuhinya
• Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan
bidan secara formal agar dapat meningkatkan
kualitas pertolongan persalinan.
• Kursus untuk dukun diberikan oleh bidan.
• Tahun 1953 di Yogyakarta diadakan kursus
tambahan yang dikenal dengan istilah Kursus
Tambahan Bidan (KTB), akhirnya dilakukan pula
dikota-kota besar lain di nusantara ini.
• Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah
Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) dimana
bidan sebagai penanggung jawab pelayanan
kepada masyarakat.
• Pelayanan yang diberikan mencakup pelayanan
antenatal, postpartum dan pemeriksaan bayi
dan anak termasuk imunisasi dan penyuluhan
gizi.
• Sedangkan di luar BKIA, bidan memberikan
pertolongan persalinan di rumah keluarga dan
pergi melakukan kunjungan rumah sebagai
upaya tindak lanjut dari pasca persalinan.
• Tahun 1957 dari BKIA ini menjadi suatu pelayanan terintegrasi
kepada masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas)

• Puskesmas memberikan pelayanan di dalam dan di luar gedung


dan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di
Puskesmas berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu
dan anak termasuk pelayanan keluarga berencana baik di dalam
gedung maupun di luar gedung.

• Pelayanan kebidanan diluar gedung berkembang dengan


pelayanan kesehatan keluarga dan pelayanan di pos pelayanan
terpadu (Posyandu), mencakup 4 kegiatan yaitu : pemeriksaan
kehamilan, KB, imunisasi, gizi dan kesehatan lingkungan
• WHO dan UNICEF melaksanakan Kongres di Alma Ata
1978, Uni Soviet, dan mencetuskan ide : Primary Health
Care (Pelayanan Kesehatan Utama). Dengan tujuannya
meningkatkan kesehatan masyarakat menuju Health for
all by the year 2000 (Sehat bagi semua pada tahun
2000). Di Indonesia gagasan tersebut diterjemahkan
dalam : Sistem Kesehatan Nasional.
• Kesejahteraan ibu (safe motherhood) merupakan upaya
yang penting dalam pelaksanaan “Pelayanan Kesehatan
Utama” dengan mengikutsertakan partisipasi
masyarakat, mendekatkan pelayanan di tengah
masyarakat, dan meningkatkan mutu pelayanan
• Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan
diberikan secara merata dan dekat dengan
masyarakat, sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
• Kebijakan ini melalui Instruksi Presiden secara
lisan pada Sidang Kabinet tahun 1992 tentang
perlunya mendidik bidan untuk penempatan
bidan di desa. Dengan tugas pokok sebagai
pelaksana KIA, khususnya dalam pelayanan
kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas serta
pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk
pembinaan dukun bayi juga keluarga berencana
• Dari paparan sejarah diatas dapat kita lihat
bahwa pada waktu itu nilai kemanusiaan yang
dianut oleh bidan dalam menjalankan tugasnya
masih sangat tinggi.
• Bidan bekerja tanpa pamrih dan tak mengenal
lelah. Hanya saja kendala pada waktu itu jumlah
tenaga bidan yang sedikit dan tidak sesuai
dengan jumlah penduduk, sehingga
menyebabkan angka kematian ibu menjadi
tinggi.
• Kepercayaan pemerintah terhadap bidan sangat
besar, sehingga bidan memiliki kewenangan
dalam melaksanakan kegiatan praktek pribadi
mencakup asuhan kebidanan pada ibu, asuhan
kesehatan anak, asuhan kebidanan keluarga
berencana.
• Sejak dahulu sudah ada kebijakan pemerintah
yang menempatkan bidan di desa, sehingga
mendorong bidan untuk berperan sebagai
pemimpin masyarakat dalam bidang kesehatan
Munculnya Medical Model dalam
Pelayanan Kebidanan

• Bidan seperti dokter, dilatih tanpa ilmu


yang spesifik, standar, atau peraturan
sampai awal abad ke-20. Walaupun
begitu, bukti-bukti menunjukan bahwa
pasien seorang bidan lebih sedikit yang
meninggal karena infeksi postpartum,
demam atau karena kasus-kasus lainnya;
dibanding pasien seorang dokter
• Pada masa lalu, laki-laki lebih dominant
daripada perempuan begitu juga dalam
pelayanan kesehatan. Hal ini membuat
peran bidan tidak begitu berarti karena
adanya kepercayaan yang lebih kepada
dokter (yang pada waktu itu mayoritas
laki-laki).
• Dengan hadirnya dokter di kamar bersalin, dan
kemajuan ilmu medis, maka persalinan lebih
dianggap sebagai masalah medis yang harus
ditangani oleh dokter, juga karena pelatihan
medis hanya disediakan bagi laki-laki, maka
perempuan kehilangan posisinya sebagai
pendamping persalinan.
• Bersalin dengan dokter lebih mahal, sehingga
tidak dapat dijangkau oleh perempuan kelas
bawah, perempuan kulit hitam, atau immigrant.
Sampai abad ke-19, bidan melakukan
pelayanan pada golongan ini.
• Tahun 1966. Rumah sakit adalah tempat
yang tepat untuk persalinan dengan
komplikasi, karena fasilitasnya yang
memadai, shg perempuan lebih merasa
nyaman bersalin di rumah sakit.
Sedangkan jika bersalin di rumah,
ditakutkan apabila keadaan ibu atau bayi
menjadi gawat dan akan semakin gawat
selama perjalanan menuju rumah sakit.
• Prosedur teknis di rumah sakit untuk menjadikan
persalinan aman meningkat begitu deras. Ibu
dipasang alat untuk memonitor kesejahteraan
janin, dan itu menjadi rutinitas walaupun untuk
persalinan normal.
• Persalinan dengan induksi atau augmentasi,
anestesi, episiotomi, persalinan dengan alat,
dan resusitasi bayi menjadi sangat biasa pada
waktu itu.
• Akibatnya hanya sedikit perempuan yang
selamat tanpa cedera. Hal ini bertolak
belakang dengan peran seorang bidan,
karena persalinan bukan lagi hal yang
fisiologis melainkan hal yang
membutuhkan prosedur medis.
• Professor Beard (1980) mengatakan
bahwa teknologi modern menjadi rutinitas
dari praktek kebidanan, dan bidan dilarang
untuk memanajemen persalinan normal
• Asuhan kebidananpun tidak menjadi satu
kesatuan lagi, dimana ibu dan bayi
dipisahkan setelah persalinan, ibu
dipindahkan ke ruang nifas, bayi di kamar
bayi. Semenjak saat itu persalinan
dianggap sebagai suatu proses yang
memerlukan intervensi medis (medical
model).
• Seorang ibu akan menghadapi lebih dari
satu orang bidan yang memberikan
asuhan dalam seharinya . Saat di ruang
nifaspun dia akan menghadapi bidan yang
lain lagi, karena bidan yang bekerja di
rumah sakit menggunakan sistem kerja
shift. Sehingga ibu tidak mendapatkan
asuhan secara berkesinambungan
• Pada tahun 1960-an hal ini juga menjadi
biasa di Amerika.
• Pada awal terbentuknya bidan hanya
berperan sebagai pendamping persalinan
seorang ibu yang akhirnya pengertian itu
terus berkembang sehingga bidan
berperan dalam seluruh siklus kehidupan
seorang perempuan.
• Pada tahun 1980-an, ibu dan bidan mulai
melawan prosedur intervensi pada
persalinan.
• Pada tahun 1987, Flint mempublikasikan
keuntungan dari asuhan
berkesinambungan. Sistem pelayanan
individual, memberi kesempatan bagi ibu
untuk memilih dan menurunkan intervensi
medis pada pelayanan kebidanan
Model Asuhan Kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah pelayanan
selama kehamilan, persalinan dan masa
setelah bersalin. Bidan adalah seorang
profesional spesialisasi untuk kehamilan
dan persalinan yang membangun
hubungan baik dengan kliennya sehingga
menghasilkan keyakinan dan dukungan
selama hamil dan persalinan.
• Model asuhan kebidanan :
• Berfokus pada kesehatan, kesejahteraan,
prevention dan promotion
• Persalinan suatu proses fisiologis yang
normal
• Angka yang rendah untuk penggunaan
intervensi Individual.
• Setiap kasus adalah unik
• Perempuan dan keluarga pembuat keputusan
utama, berdasarkan informasi yang cukup
• Selama Mei 1996, perwakilan dari Midwives
Alliance of North America (MANA), North
American Registry of Midwives (NARM),
Midwifery Education Accreditation Council
(MEAC) dan Citizens for Midwfery (CfM)
bekerjasama untuk menulis definisi tentang apa
yang sekarang kita sebut ‘Midwifery Model of
Care’ (model asuhan kebidanan), yang isinya
membicarakan tentang pembuat keputusan.
• Model asuhan kebidanan berpandangan
bahwa kehamilan dan persalinan adalah
proses normal dari kehidupan.
• Hal utamanya adalah ibu sebagai
pengambil keputusan, dan ibu harus
mendapatkan informasi sejelas mungkin
mengenai apapun yang berkaitan dengan
kesehatan dirinya dari seorang provider.
• Prinsip dasar dari model asuhan
kebidanan adalah :

1. Asuhan berkesinambungan,
2. informed choice, dan
3. memilih tempat untuk bersalin.
Asuhan berkesinambungan
• Asuhan kebidanan mencakup perempuan
selama masa kehamilan, persalinan, dan
sampai 6 minggu pertama setelah bersalin.
• Bidan harus dapat menciptakan hubungan baik
dengan perempuan, dapat dihubungi 24 jam
dalam sehari, 7 hari dalam seminggu.
• Selama asuhan perempuan dan keluarganya
wajib dilibatkan.
• Bidan harus memastikan ibu mendapat asuhan
yang tepat selama hamil, merasa nyaman saat
bersalin, dan terbantu dimasa postpartumnya
Informed Choice
Perempuan adalah pengambil keputusan dalam pelayanan
yang akan mereka dapatkan, dan bidan memberikan
informasi yang sesuai untuk membantu perempuan
membuat keputusan.

Bidan harus memastikan setiap perempuan mendapat


informasi tentang pelayanan yang akan dilakukan
terhadap dirinya, dan apabila dirinya dalam
kegawatdaruratan, informasi tentang faktor resiko
yang mungkin terjadi apabila suatu intervensi harus
dilakukan. Sehingga apapun keputusan perempuan
tersebut dapat dipertanggungjawabkan oleh dirinya
sendiri
Memilih tempat bersalin
Klien seorang bidan bisa memilih untuk bersalin di
rumah atau di rumah sakit sesuai dengan
keinginan mereka dan keadaan kesehatan
mereka.
Bidan juga dapat bekerjasama dengan dokter atau
tenaga profesional lainnya. Oleh karena itu
setiap perempuan harus mendapat informasi
mengenai resiko yang mungkin terjadi apabila
bersalin di rumah, dan bagaimana transportasi
menuju rumah sakit apabila ditemui
kegawatdaruratan
Nilai inti dari pelayanan kebidanan
• Kehamilan dan persalinan adalah hal yang
normal
• Akses menuju bidan dan pelayanan
berbasis kebidanan adalah hal yang
sangat penting untuk persalinan normal.
• Pelayanan berbasis kebidanan tidak
terbatas hanya pendidikan dan kategori
provider tertentu.
• Menghargai klien adalah inti dari model
asuhan kebidanan. Setiap perempuan harus
dihargai selama perawatan mulai dari hamil
hingga postpartum. Selain dihargai juga, setiap
perempuan berhak mendapatkan informasi
yang lengkap tentang pemeriksaan, tindakan,
dan pengobatan, informed consent,
kebebasan, pemeliharaan, kerahasiaannya
terjaga, dan sopan santun yang berhubungan
dengan pelayanan yang dia dapatkan.
• .
• Kehamilan dan persalinan memiliki efek
fisik, mental, kesejahteraan psikososial
ibu, bayi, dan keluarga, oleh karena itu
pelayanan kebidanan tidak hanya
mencegah kegawatdaruratan, tetapi juga
memenuhi kebutuhan mereka
• Pelayanan kebidanan harus berdasarkan
ilmiah, bidan harus bertanggung jawab
atas mental dan fisik ibu dan
keluarganya atas tindakan yang
dilakukan.
• Keputusan klinik yang diambil harus
berdasarkan kesejahteraan ibu dan bayi
• Di desa jumlah bidan masih kurang shg
persalinan kembali pada dukun bayi, seseorang
yang sejak dulu dipercaya sebagai penanganan
prosedur kelahiran.
• Masih banyak dukun bayi yang belum paham
betul soal kebersihan, sehingga tak jarang
kelahiran berakhir dengan kematian atau
gangguan kesehatan pada bayi.
• Salah satu upaya dengan mengadakan
pendampingan dukun bayi oleh para bidan agar
mereka paham aspek-aspek kebersihan dan
kesehatan.
• tahun 2001 telah dilancarkan Rencana Strategis
Nasional Making Pregnancy Safer (MPS).
• Adapun pesan kunci MPS adalah : setiap
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih; setiap komplikasi obstetri dan neonatal
mendapatkan pelayanan yang adekuat; setiap
perempuan usia subur mempunyai akses
terhadap pencegahan kehamilan yang tidak
diinginkan dan penanganan komplikasi
keguguran.
• Realisasi MPS tersebut di tingkat
Puskesmas yang mempunyai dokter
umum dan bidan, khususnya Puskesmas
dengan tempat tidur, mampu memberikan
pelayanan obstetri dan Pelayanan Obstetri
dan Neonatal Emergency Dasar
(PONED), sedangkan Puskesmas tanpa
tempat tidur hanya memberikan beberapa
elemen pelayanan PONED.
• Semua rumah sakit kabupaten/kota dan
propinsi yang mempunyai dokter spesialis
obgyn mampu memberikan Pelayanan
Obstetrik dan Neonatal Emergency
Komprehensif (PONEK). Pelayanan
PONEK di Puskesmas dan pelayanan
PONEK di rumah sakit melibatkan bidan
Tantangan Kebidanan di Masa
yang Akan Datang
• salah satunya dalam mencapai tujuan dari
Pembangunan Global (Millennium Development
Goals), yang terdiri dari 8 tujuan dan 5
diantaranya (mengurangi angka kemiskinan dan
kelaparan, meningkatkan kesetaraan gender
dan pemberdayaan perempuan, menurunkan
angka kematian anak, memperbaiki kesehatan
ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit
menular lainnya) termasuk ruang lingkup bidan.

• Mutu pelayanan berorientasi pada kepuasan
pelanggan harus dimulai sedini mungkin,
• Masyarakat yang memperoleh pelayanan dan
terpenuhi kebutuhan serta harapannya akan
merasakan kepuasan dan akan kembali lagi
pada pemberi pelayanan tersebut bahkan ia
bisa mengajak orang lain untuk ikut merasakan
jasa provider tersebut.
Tuntutan Pelayanan Kebidanan
• Bidan dituntut untuk mempersiapkan ibu
selama hamil untuk menghadapi persalinan
yang aman dan sehat sehingga melahirkan
bayi yang sehat pula.

• Pelayanan tidak hanya terfokus pada ibu dan


bayi, juga melakukan pendekatan melalui
keluarga, masyarakat, lembaga pemerintah
dan lainnya yang terkait dalam rangka
mempersiapkan persalinan aman dan nyaman
serta menurunkan resiko kematian ibu.
• Perkembangan pengetahuan masyarakat
menuntut pelayanan yang dapat
memberikan kepuasan

• Pelayanan kebidanan adalah pelayanan


yang memenuhi kebutuhan dan
permintaan klien, yang disepakati dan
disebut sebagai service excellent.
• Yang dapat diartikan sebagai berikut:
• S (Self Awerness and Self Esteem) yaitu
melayani adalah tugas mulia dan harus menjaga
martabat orang lain serta diri sendiri.
• E (Empathy and Enthusiasm) yaitu mampu
merasakan penderitaan orang lain dan antusias
untuk menolong dan melayani.
• R (Reform and recover) yaitu berusaha untuk
lebih baik dan selalu dengan cepat memperbaiki
setiap ada keluhan atau sesuatu yang
mengganggu pelayanan kita.
• V (Victory and Vision) yaitu merebut hati
dengan misi membangun kebahagiaan
dan kemenangan bersama menuju
perbaikan dan peningkatan mutu.
• I (Inisiative, Impressive, and Improvement)
yaitu memberikan pelayanan yang
mengesankan dan selalu meningkatkan
pelayanan dengan mengedepankan
keramah-tamahan.
• C (Care, Cooperative and Communication) yaitu
menunjukkan perhatian yang sangat mendalam,
dapat bekerjasama engan klien, sehingga
terjalin komunikasi yang terbuka.

• E (Evaluation) yaitu memiliki sikap dan pikiran


yang terbuka agar mampu memanfaatkan kritik
untuk mengukur pencapaian tujuan dan
keadaan dengan membandingkannya terhadap
standar lain, dengan kata lain mau
mengevaluasi diri.
• Sebagai salah satu solusi untuk
menghadapi tuntutan terhadap pelayanan
kebidanan adalah paradigma bidan
diarahkan pada ibu dan bayi yang sehat
dan sejahtera.
• Bukan hanya menyelamatkan ibu dan bayi
dalam proses persalinan saja.

Anda mungkin juga menyukai